Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206689 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melly Latifah
"Era informasi global yang demikian pesat dewasa ini menuntut bangsa lndonesia untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyerap informasi. Untuk memiliki kemampuan memahami informasi dengan baik secara cepat, diperlukan strategi kognitif. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa strategi kognitif terbukti memampukan individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik, di antaranya dalam pemahaman bacaan. Oleh karena itu, bagaimana perkembangan seorang non pakar (novice) menjadi pakar (expert) dalam pemahaman bacaan, khususnya bila ditinjau dari sudut strategi kognitifnya, merupakan aspek penting yang perlu diteliti.
Secara umum, penelitian ini berusaha mengkaji bagaimana strategi kognitif yang digunakan oleh kelompok Pakar (expert) dan bagaimana pula strategi kognitif yang digunakan oleh kelompok Non Pakar (novice) pada saat membaca bacaan eksposisi. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : (I) Jenis-jenis strategi kognitif apa saja yang digunakan oleh kedua kelompok tersebut. (2) Bagaimana pola penyebaran strategi kognitif dari masing-masing kelompok dan apa yang membedakan kedua kelompok tersebut. (3) Adakah strategi kognitif yang berperan sebagai pemicu dari kemunculan strategi kognitif yang lebih tinggi.
Untuk menjawab tujuan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan melibatkan 35 siswa berprestasi akademik baik (sebagai representasi dari kelompok Pakar) dan 35 siswa berprestasi akademik kurang (sebagai representasi dari kelompok non Pakar). Penelitian ini dilakukan di SLTP Negeri Darmaga 1, Kabupaten Bogor. Strategi kognitif subyek dilihat dengan menggunakan teknik think-aloud (berpikir keras) yang dilakukan ketika membaca materi bacaan. Proses ini direkam dengan pita kaset, kemudian di-transcribe sehingga diperoleh data tertulis berupa protokol-protokol think-aloud. Selanjutnya, data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Hasil analisis terhadap 70 protokol think-aloud menunjukkan bahwa subyek (siswa SLTP) menggunakan strategi kognitif dalam proses memahami materi bacaan. Penggunaan strategi kognitif oleh subyek menunjukkan adanya kesadaran metakognitif pada remaja, khususnya siswa SLTP, yaitu kemampuan berpikir tentang proses berpikimya sendiri. Jumlah strategi kognitif yang berhasil ditemukan sebanyak enam belas jenis, yaitu : Sadar Tahu, Evaluasi Teks, Pengartian, Baca Ulang, Pengulangan., Tanya Apa, Tanya lnformasi, Evaluasi Pengetahuan, Senjang Masalah, Tanya Hipotesa, Parafrase, Pengetahuan Barn, Verifikasi, Penyimpulan., Elaborasi, dan Antisipasi. Selain enam belas jenis strategi kognitif utama, dari penelitian ini juga ditemukan sub strategi kognitif pada hampir semua jenis strategi kognitit: kecuali pada Strategi Sadar Tahu, Tanya lnformasi dan Antisipasi. Jumlah selumh sub strategi yang berhasil diidentifikasi sebanyak lima puluh tiga jenis. Dari lima puluh tiga sub strategi tersebut, sepuluh di antaranya memiliki sub-sub strategi dengan jumlah selumhnya sebanyak dua puluh sub-sub strategi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dalam strategi kognitif antara kelompok Pakar dan Non Pakar. Kelompok Pakar memiliki lebih banyak jenis strategi kognitit~ serta menggunakannya secara lebih produktif dan lebih berkualitas daripada kelompok Non Pakar.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam memahami materi bacaan, subyek menggunakan strategi kognitif dalam berbagai pola. Secara umum, pola tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu strategi kognitif tunggal dan strategi kognitif ganda. Strategi kognitif ganda adalah respon subyek terhadap materi bacaan yang terdiri dari dua atau lebih strategi kognitif tunggal. Secara keseluruhan ditemukan enam pola strategi kognitif yang digunakan oleh subyek penelitian, yaitu :Pola A, Pola A - B, Pola A - B - C, Pola A - B - A, Pola A - B - C - D, dan Pola A - B - A - C. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunanan strategi kognitif tunggal relatif tidak berbeda antara kelompok Pakar dan Non Pakar. Sementara dalam penggunaan strategi kognitif ganda, kelompok Pakar lebih banyak menggunakannya daripada kelompok Non Pakar.
Hasil penelitian ini yang juga penting adalah fakta bahwa hampir semua strategi kognitif yang teridentifikasi berpotensi untuk menjadi pemicu kemunculan strategi kognitif lain, kecuali Strategi Sadar Tahu. Dari kelima belas strategi kognitif pemicu, Baca Ulang, Tanya Apa, dan Parafrase merupakan strategi kognitif yang paling produktif menjadi pemicu kemunculan strategi-strategi kognitif lain. Selain itu, ketiga jenis strategi kognitif ini juga dapat berfungsi menjadi pemicu kemunculan strategi kognitif yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian, strategi ini berpotensi untuk dilatihkan kepada anak - khususnya remaja - untuk mengakselerasi perkembangan strategi kognitifnya.
Temuan lain dari penelitian ini adalah fakta bahwa kelompok Pakar mengalami masalah keterampilan membaca lebih sedikit dan menggunakan strategi kognitif salah lebih sedikit. Selain itu, kelompok Pakar juga memiliki pengetahuan terdahulu dan pemahaman (gain score) yang lebih tinggi dari kelompok Non Pakar."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviarni
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T38031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Anggraika
"ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak pada percepatan dan jumlah ilmu pengetahuan dan informasi yang harus dikuasai manusia. Mustahil rasanya bila semua pengetahuan tersebut dapat diajarkan secara bersamaan. Dilain fihak, akan lebih bermanfaat bila siswa diberi bekal ketrampilan yang dapat rnembantu menguasai bermacam-macam ilmu pengetahuan. Ketrampilan ini dikenal dengan nama strategi kognitif. Strategi kognitif ini terbukti mempengaruhi kinerja seseorang dalam banyak tugas, salah satunya dalam pemahaman bacaan. Dengan demikian strategi kognitif sebenarnya perlu diajarkan melalui program pelatihan yang terencana. Sebelum sampai pada tahap pelatihan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu, strategi kognitif apa yang muncul pada saat siswa menyelesaikan tugas.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka dilakukan penelitian ini, yang bertujuan ingin mengidentifikasi strategi kognitif apa yang muncul dalam proses pemahaman bacaan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan penelitian yang melibatkan 37 siswa sekolah menengah atas, dengan menggunakan metode think-aloud (berfikir keras). Sebelum penelitian dimulai diberikan latihan berfikir keras, kemudian pada siswa diberikan tes awal, dan setelah sesi berfikir keras selesai diberikan tes akhir. Semua sesi direkam secara audio, dan setelah selesai pengumpulan data, dilakukan analisis kualitatif terhadap protokol berfikir keras.
Selanjutnya, penelitian ini juga ingin meneliti: seberapa jauh pengetahuan terdahulu mempengaruhi strategi kognitif, seberapa jauh strategi kognitif mempengaruhi gain score, dan seberapa jauh kemampuan umum mempengaruhi munculnya strategi kognitif? Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 21 jenis strategi kognitif, yaitu strategi 1) sadar-tahu; 2) baca-ulang; 3) pengulangan; 4) tanya-apa; 5) tanya-atribut; 6) senjangmasalah; 7) tanya-informasi; 8) tanya-hipotesa; 9) pengetahuan baru; 10) parafrase; 11) elaborasi; 12) penyimpulan; 13) verifikasi; 14) penghayatan-perasaan; 15) pembayangan; 16) personifikasi; 17) aplikasi; 18) pengartian; 19) evaluasi pengetahuan; 20) evaluasi teks; dan 21) strategi antisipasi. Strategi kognitif yang paling sering digunakan adalah strategi penyimpulan, strategi baca-ulang, strategi elaborasi dan strategi parafrase. Selain itu, ditemukan pula bahwa pengetahuan terdahulu dan kemampuan umum mempengaruhi strategi kognitif, dan strategi kognitif mempengaruhi gain score siswa. Subyek yang memiliki pengetahuan terdahulu tergolong tinggi cenderung sering menggunakan strategi penyimpulan, strategi baca-ulang, strategi senjang masalah, strategi elaborasi dibandingkan dengan subyek yang pengetahuan terdahulunya tergolong rendah. Subyek yang memiliki gain score tinggi cenderung sering menggunakan strategi penyimpulan dan strategi elaborasi, sedangkan subyek yang gain score-nya rendah cenderung sering menggunakan strategi baca-ulang dan strategi senjang masalah."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djiwatampu, Meithy
"Penelitian ini bermula dari kepedulian terhadap adanya indikasi bahwa pemahaman bacaan sebagian siswa masih tergolong rendah, termasuk pemahaman bacaan eksposisi. Hal ini diperkirakan dapat berdampak negatif pada penguasaan pelajaran dalam bidang studi yang banyak menggunakan bahan bacaan.
Bacaan eksposisi penting untuk dipahami karena bacaan ini menyajikan pengetahuan tentang objek, kejadian, dan gagasan. Oleh karena sebagian besar pengetahuan di sekolah diperoleh melalui bacaan eksposisi, maka "membaca untuk belajar" menjadi penting untuk dikembangkan.
Dari sudut pendekatan pengolahan informasi secara kognitif dan teori skemata, proses pemahaman bacaan dideskripsikan sebagai usaha pembentukan representasi mental tentang isi bacaan yang diarahkan oleh (1) pengetahuan seseorang yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang; dan (2) unsur-unsur dalam bacaan. Kemudian informasi baru, sebagai hasil analisis, akan diintegrasikan dengan pengetahuan sejenis yang telah lebih dahulu tersimpan dalam ingatan jangka panjang.
Keberhasilan pembentukan representasi mental tentang isi bacaan ini antara lain tergantung dari sejauhmana pembaca dapat secara tepat mengorganisasikan informasi penting dalam bacaan. Pengorganisasian ini penting, bukan saja untuk menghemat kapasitas ingatan kerja yang terbatas, tetapi juga untuk membuat representasi mental sementara dalam ingatan kerja yang dibutuhkan selama proses pengolahan dan pengintegrasian terjadi.
Salah satu cara untuk mengorganisasikan informasi dalam bacaan ialah dengan membuat kerangka bacaan (outline). Dalam kerangka bacaan, pikiran utama dan pikiran penjelas setiap paragraf disusun secara vertikal. Cara inilah yang sampai saat ini dilatihkan pada siswa sejak di sekolah menengah. Mengingat beragamnya jenis bacaan eksposisi, maka menjadi pertanyaan apakah kerangka bacaan cukup efektif diterapkan bagi bacaan eksposisi ?
Penelitian-penelitian dibidang psikologi kognitif menunjukkan bahwa salah satu unsur penting dalam bacaan yang berperan dalam pemahaman bacaan eksposisi adalah struktur bacaan, yaitu sarana yang digunakan penulis bacaan dalam rangka menghubungkan gagasan-gagasan dalam tulisannya.
Bacaan eksposisi mempunyai beberapa struktur bacaan yang dapat diragakan dalam bentuk diagram yang berbeda. Diagram struktur bacaan eksposisi ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengorganisasikan informasi-informasi penting dalam bacaan dan mengisi skemata struktur bacaan yang diperlukan untuk menganalisis bacaan.
Secara kognitif, representasi mental melalui diagram struktur bacaan eksposisi akan lebih kuat tercatat dalam ingatan, mudah dibayangkan, mudah dibedakan, dan lebih menunjukkan hubungan antar informasi daripada kerangka bacaan. Diperkirakan, representasi mental dalam bentuk diagram struktur bacaan eksposisi lebih berpengaruh dalam pemahaman bacaan daripada kerangka bacaan. Tetapi hal ini belum pernah teruji melalui penelitian.
Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah pelatihan diagram struktur bacaan eksposisi dapat lebih meningkatkan pemahaman bacaan eksposisi dibandingkan pelatihan membuat kerangka bacaan? Bagaimana pengaruh pelatihan diagram struktur bacaan eksposisi terhadap pemahaman inferensial? Diagram struktur bacaan eksposisi mana yang lebih mudah atau lebih sulit diserap siswa? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas metode pelatihan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dilakukan penelitian kuasieksperimental dengan Nonequivalent Control Group Design yang melibatkan 138 siswa SLTP kelas I dari dua SMPK di Jakarta. Siswa dikelompokkan ke dalam kelompok eksperimen dan kelampok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat pelatihan diagram struktur bacaan eksposisi, sedangkan kelompok kontrol mendapat pelatihan membuat kerangka bacaan sebagaimana yang diterapkan di sekolah saat ini. Pelatihan dilakukan selama tujuh minggu, dua jam pelajaran setiap minggunya. Pada sebelum dan sesudah pelatihan, siswa menjalani tes pemahaman bacaan.
Struktur bacaan yang digunakan adalah struktur Daftar, Jaringan Topik, Matriks, Hirarki, Rangkaian Kejadian, dan Pohon Beranting. Pemahaman bacaan dirinci ke dalam sub-pemahaman Gagasan Utama, Fakta, Terminologi, Hubungan, Kesimpulan, dan Elaborasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Secara umum, pelatihan diagram struktur bacaan eksposisi dapat lebih meningkatkan pemahaman bacaan dibandingkan pelatihan membuat kerangka bacaan. Hasil yang lama juga di dapat bila ditinjau dari masing-masing diagram struktur bacaan eksposisi, masing-masing sub-pemahaman, dan pemahaman inferensial.
Bila ditinjau dari keenam sub-pemahaman bacaan, pelatihan diagram struktur bacaan eksposisi lebih membantu siswa dalam mengidentifikasikan hubungan antar fakta dalam bacaan, menarik kesimpulan, dan melakukan elaborasi.
Beberapa faktor, seperti ketrampilan pemahaman dasar terutama ketrampilan dalam menarik kesimpulan, inteligensi, dan cara guru mengajar mempunyai pengaruh terhadap pemahaman bacaan dan pada pelatihan beberapa diagram struktur bacaan eksposisi.
Terdapat indikasi bahwa struktur Daftar dan Matriks lebih mudah diserap daripada struktur lainnya, baik ditinjau dari sudut pemahaman bacaan secara umum maupun dari sudut pemahaman inferensial. Sedangkan struktur Hirarki dan struktur Pohon Beranting cukup sulit bagi sampel penelitian ini. Namun demikian, kedua struktur ini masih cukup efektif dalam pemahaman inferensial dibandingkan struktur Jaringan Topik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
D105
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Kurniadi
"Tesis ini membahas suatu model fasilitas perkakas kognitif yang dapat dikembangkan dalam suatu sistem Pengajaran Berbantuan komputer. Domain yang dipilih dalam model ini yaitu Strategi Belajar sebagai salah satu bidang kajian dalam psikologi.
Secara keseluruhan, model dibagi atas beberapa modul sebagai fasilitas belajar yang diharapkan dapat mengembangkan proses berpikir kreatif dan kritis melalui eksplorasi bahan ajar dalam menentukan dan mengidentifikasi suatu strategi belajar. Cara yang ditempuh dalam menentukan suatu strategi belajar tersebut dapat dengan melakukan tanya-jawab dengan sistem melalui pencarian atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu strategi belajar dan dapat juga dengan mengevaluasi suatu think-a-loud dan mengidentifikasi strategi belajar yang dikandungnya.
Untuk memperoleh hasil belajar yang lebih mengembangkan proses berpikir kreatifkritis, sistem menyediakan fasilitas akuisisi data yang dapat digunakan oleh pemakai untuk menambahkan dan mengembangkan atribut-atribut (atau bahkan mengganti) beserta jenis strategi belajar yang lain. Melalui fasilitas akuisisi data, pemakai dapat mengisi slot form yang disediakan.
Selain itu, mekanisma eksplanasi yang dapat dimanfaatkan sepanjang pemakaian sistem diharapkan juga membantu pemakai dalam mengembangkan pemahaman akan bahan ajar tersebut.
Uji coba yang dilakukan untuk melihat akurasi dalam menentukan dan mengidentifikasi strategi belajar terutama modul evaluasi think-a-loud menunjukkan tingkat akurasi sekitar 84% dibandingkan terhadap hasil identifikasi yang dilakukan seorang pakar."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2000
T40402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rini Lutanida
"Berbeda dari pendekatan tradisional yang selama ini cenderung mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan siswa seraata, menurut perspektif konstruktivisme sasaran utama dari sistem pengajaran di sekolah lebih difokuskan pada hal-hal afektif seperti learning how to learn dan juga untuk mengembangkan kreativitas dan potensi manusia. Oleh sebab itu yang lebih diutamakan dari proses belajar adalah mengembangkan aspek-aspek yang ada didalam diri individu. Ide yang ingin disampaikan oleh pendekatan ini ialah anak sebagai seorang pelajar atau siswa seharusnya mampu mengarahkan pendidikan bagi dirinya sendiri. Pandangan ini mensyaratkan agar siswa dapat lebih aktif berperan dalam proses belajaraya, ungkapan ini dikenal dengan istilah self-regulated learning. Salah satu ciri yang dimiliki seorang self-regulated learner ialah siswa tersebut lebih mengandalkan penggunaan metode belajar yang terencana dan otomatis atau sering disebut strategi belajar.
Dalam kegiatan belajar akademis, self-regulation siswa dapat diamati melalui berbagai strategi belajar yang digunakannya saat menghadapi tugas. Strategi belajar adalah proses yang diarahkan siswa untuk memperoleh keterampilan atau informasi. Tindakan ini dipersepikan oleh siswa sebagai alat dan juga perantara dalam mencapai tujuan belajar. Prinsip ini menjadi latar belakang penelitian yang secara umum diarahkan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku self-regulated siswa.
Temuan para ahli mendukung diungkapkannya hubungan antara kineija akademis siswa dengan peran aktifhya dalam mengarahkan proses-proses metakognitif, motivasi, dan perilakunya sewaktu belajar. Dengan demikian tampak bahwa ada peibedaan individu dalam mengaktualisasikan keterampilan belajar tersebut. Siswa yang aktif mengarahkan diri sendiri akan mampu mengoptimalkan hasil belajamya atau sering dikatakan sebagai prestasi akademis. Dengan perkataan lain model self-regulated learning ini identik dengan siswa-siswa yang berprestasi {high achievers). Kelebihan yang dimiliki oleh kelompok siswa ini diantaranya, mereka mempunyai tujuan belajar yang lebih spesifik dan lebih mampu menggunakan strategi-strategi belajar yang sesuai utuk memenuhi harapannya tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran penggunaan strategi self-regulated learning pada kelompok siswa yang berpotensi tinggi (unggul) dengan siswa yang berpotensi lebih rendah. Penelitian ini diarahkan untuk nienggali perbedaan penggunaan strategi belajar diantara dua kelompok siswa tersebut. Sampel yang digunakan adalah siswa sekolah pada SMUN unggulan dan siswa sekolah SMUN non-unggulan di DKI Jakarta.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuisioner SRLIS-Q. Alat ukur yang ikembangkan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) ini dirancang untuk menggali strategi-strategi self-regulated learning yang digunakan siswa sekolah dalam kegiatan belajamya. Studi ini melibatkan 73 orang subyek penelitian, yang terdiri dari 37 orang subyek yang berasal dari SMUN unggulan dan 36 orang subyek yang berasal dari SMUN non-unggulan.
Berdasarkan respon yang terkumpul dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan range penggunaan strategi diantara kelompok siswa unggulan dan kelompok siswa non-unggulan tidak jauh berbeda.Urutan strategi yang paling sering digunakan oleh masing-masing kelompok siswa memperlihatkan pola yang berbeda. Berdasarkan basil penelitian ditemukan ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan dua macam strategi. Satu diantaranya menunjukkan bahwa kelompok siswa unggulan lebih sering menggunakan strategi "writing outline/darft", hal ini menunjukkan upaya siwa untuk meningkatkan basil belajar dengan mengatur kembali materi pelajaran baik secara overt maupun covert. Proses ini berfimgsi untuk mengoptimalkan proses metakognitif siswa. Perbedaan signifikan lainnya adalah pada penggunaan strategi "seeking information", hal ini mengindikasikan bahwa kelompok siswa unggulan lebih berinisiatif untuk mencari informasi yang berasal dari sumber nonsosial seperti perpustakaan dan media massa. Data basil penelitian menunjukkan bahwa tipe strategi yang paling sering dan konsisten digunakan oleh kedua kelompok subyek adalah sama yaitu strategi "seeking peer assisstance". Dengan cara ini berarti siswa tersebut berupaya untuk mengoptimalkan lingkungan belajamya, dapat dikatakan teman mempakan sumber utama yang paling diandalkan sebagai dukungan sosial dibandingkan guru atau orang-orang terdekat lainnya.
Menyimak basil yang diperoleh dari penelitian ini, kelompok siswa yang sering diasumsikan sebagai siswa berprestasi (unggulan) cenderung memperoleh nilai yang lebih tinggi pada sebagian besar kategori strategi yang ada. Temuan ini mengindikasikan bahwa siswa dengan prestasi yang lebih rendah kurang memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi belajar secara selektif. Faktor lain yang diduga juga turut mempengaruhi berkaitan dengan motivasi siswa, diasumsikan bahwa untuk meraih prestasi tidak cukup hanya mengandalkan aktualisasi strategi kognitif saja tetapi siswa juga harus termotivasi untuk menggunakan strategi tersebut. Teori sosial kognitif mendukung penjelasan ini dengan uraiannya tentang self-efficacy sebagai faktor kunci yang mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan uraian tersebut disarankan perlu penelitian lanjutan yang membahas selfefficacy subyek sebagai faktor lain diluar kemampuan yang juga memberi andil dalam menentukan keberhasilan seorang siswa.
Mengingat besarnya pengaruh self-regulative knowledge dalam efektivitas penggunaan strategi maka dibutuhkan suasana akademis yang baik didalam kelas, misalnya dengan mengadakan latihan-latihan tertentu. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan belajar ini sangat dibutuhkan agar nantinya siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas yang lebih sulit pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti di universitas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Diah Primi Paramita
"Selama ini matematika seringkali dijadikan sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai oleh siswa. Umumnya siswa tidak menyukai pelajaran karena menganggap pelajaran tersebut sulit, tidak menarik dan juga karena anak memiliki masalah dalam mempelajari dan melaksanakan tugas matematika. Hal ini disebabkan karena pemahaman terhadap konsep-konsep dasar matematika yang rendah. Banyaknya materi yang diajarkan juga berpengaruh terhadap kualitas materi yang diajarkan sehingga cenderung untuk menghafalkan angka-angka atau nimus saja. Padahal belajar matematika akan Iebih bemakna jika siswa dapat mengaplikasikannya dalam situasi dunia nyata dan salah satu cara untuk melatihnya melalui soal matematika dalam bentuk cerita. Fungsinya adalah membuat siswa membuat koneksi antara matematika formal dengan kehidupan sehari-hari. Namun ada beberapa anak yang hingga kelas 6 SD belum mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam memecahkan persoalan matematika metakognisi memegang peranan yang penting sehingga siswa mampu menyesuaikan diri dengan tugas yang bervariasi. Menurut Montague (2003) untuk dapat menyelesaikan persoalan matematika dibutuhkan strategi kognitif dan juga strategi metakognitif (self regulated strategy). Ada siswa yang mahir dalam menyelesaikan soal matematika (digolongkan ke dalam kelompok expert) dan ada Pula yang tidak mahir (digolongkan ke dalam kelornpok novice). Olch karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan strategi metakognitif antara kelompok expert clan novice ini.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD, dengan lokasi penelitian di SDN. Percontohan 08, Rawajati. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah think aloud (berpikir keras) dimana subyek diminta untuk menyuarakan apapun yang muncul dalam pikirannya sciama menyelesaikan soal matematika dalam bentuk ecrita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan penggunaan strategi pada kedua kelompok tersebut. Pada kelompok expert strategi yang dominan digunakan adalah self instruction + hypothesis (Si + hy), self instruction + compute (Si . - corn), dan Self monitoring + check (Sm + check). Sedangkan pads kelompok novice dominan menggunakan self instruction + hypothesis (Si + Hy) dan self instruction + compute (Si + Corn).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada perbedaan antara kelompok expert dan novice. Hal ini dapat dijadikan masukan bagi sistem pendidikan Indonesia agar guru juga memberikan pengajaran strategi kognitif pada siswa saat belajar matematika."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T 17832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Indira Shanti
"Penulis bacaan memiliki tujuan agar bacaan yang ia tulis dapat dipahami pembaca, sehingga penulis dapat mentransmisikan pengetahuannya dan pernbaca dapat mengmbangkan pengetahuannya. Saat dilakukan penilaian terhadap individu yang memahami bacaan, dapat diidentifikasi adanya individu yang memiliki skor pemahaman bacaan baik (expert) dan individu yang memiliki skor pemahaman bacaan rendah (novice). Brown dan Wagoner (dalam Wilson dan Gambrell, 1988) mengatakan bahwa perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh proses inetakognitif Bonds, dkk (dalam Hsiao, 1997) mengatakan bahwa proses metakognitif dalam berpikir dibagi ke dalam dna kategori, yaitu self management (selanjutnya dibagi lagi menjadi planning, attending, encoding, reviewing, and evaluating) dan self appraisal (selanjutnya dibagi lagi menjadi pengetahuan metakognitif deklaratif; pengetahuan rnb kognitif prosedural, dan pengetahuan metakognitif kondisional).
Dalam penelitian ini, peneliti memakai teori proses metakognitif dalam berpikir untuk dilihat apakah dipakai juga oleh individu saat memahami bacaan. Selain dengan membaca bacaan, pemahaman bacaan dapat juga diukur dengan pertanyaan yang mengacu pada bacaan, dengan 6 tingkat pemahaman inferensial. Permasalahan yang diajukan adalah “bagaimana perbedaan self management dan self appraisal antara expert dan novice saat membaca wacana ekspositori ‘?”; “bagaimana perbedaan self management dan self appraisal antara expert and novice saat menjawab pertanyaan mengacu pada bacaan ekspositori ?”; dan “bagaimana perbedaan self management dan self appraisal antara expert and novice saat menjawab pertanyaan pada berbagai tingkat pemahaman inferensial ?”. Untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi self management dan self appraisal dalam memahami bacaan, peneliti menentukan bacaan yang akan dibaca adalah jenis bacaan ekspositori, sampel harus memiliki minat utama dalam bidang psikologi, memakai alat bantu pemahaman bacaan berupa alat tulis, bersedia mengikuti prosedur penelitian selanjutnya, memiliki intelegensi umum pada kategori sama dengan perbedaan rentang skor pemahaman bacaan terbesar. Instrumen penelitian adalah alat untuk elisitasi topik yang diminati angkatan 2001, survei peringkat tema yang diminati angkatan 2001, 4 bacaan ekspositori, yang terdiri dari bacaan peringkat 1 untuk pengambilan data, peringkat 2 untuk menyeleksi mahasiswa yang Menjadi expert and novice, dan peringkat 3 terdiri dari 2 bacaan yang dipakai untuk latihan pengambilan data.
Bacaan peringkat 1 dan 30 pertanyaan yang mengacu pada bacaan tersebut yang akan dipakai untuk menyeleksi expert and novice mengalami uji daya diskriminasi item terlebih dahulu pada angkatan 2000, dan kemudian dilakukan perbaikan terhadap item yang perlu diperbaiki. Self management dan self appraisal expert and novice dilihat dengan proses think: aloud saat subyek membaca bacaan maupun menjawab pertanyaan. Sebelum pengambilan data., subjek dilatih untuk melakukan think aloud dengan 2 bacaan berperingkat 3. Data berbentuk transkrip verbatim think aloud subyek, dan diolah berdasar kategori sefmanagernent dan self appraisal. Proses yang tidak dapat dimasukkan dalam dua kategori di atas dimasukkan peneliti sebagai kategori baru.
Hasil dan analisis dikategorikan sesuai permasalahan yang diajukan. Saat membaca bacaan, perbedaan utama antara expert dan novice terdapat pada kualitas skemata yang terbentuk akibat self management dan self appraisal yang berbeda antara kedua objek. Expert melakukan seleksi, searching, validasi paradise, elaborasi, qualitatively relating dengan pengetahuan mengenai banyak individu, koni irr nasi, pengetahuan metakognitif prosedural. Expert tidak melakukan gauging. Sedang novice hanya melakukan gauging, validasi mengulang, qualitatively relating dengan pengalaman pribadi, pengetahuan metakognitif deklaratif. Novice tidak melakukan seleksi, searching, validasi parafrase, elaborating. Kategori instruksi pada diri sendiri merupakan kategori baru yang hanya dilakukan novice, yang oleh peneliti dimasukkan sebagai salah satu kategori dalam tahap attention dalam sei management. Sedang kategori tidak tahu merupakan kategori baru yang dilakukan baik oleh expert maupun novice, yang oleh peneliti dimasukkan sebagai Salah satu kategori dalam tahap encoding dalam self management. Saat menjawab persoalan, perbedaan utama antara expert dan novice juga terdapat pada kualitas skemata yang terbentuk akibat self management dan sei appraisal yang berbeda antara expert and novice. Expert melakukan searching, contrasting, validasi, elaborating, qualitative/ relating, konfirmasi, repeating, pengetahuan metakognitif prosedural. Novice melakukan searching, contrasting, validasi, elaborating, qualitative lv relating, konfirmasi, repeating, reversing, pengetahuan metakognitif prosedural. Sedang kategori baru yang diberi judul sadar keadaan diri dan kategori tidak tahu dilakukan baik oleh expert maupun novice. Kategori sadar keadaan diri dimasukkan peneliti ke dalam.
Salah satu kategori dalam pengetahuan metakognitif deklaratif, sedang kategori tidak tahu dimasukkan sebagai Salah satu kategori dalam tahap encoding. Perbedaan kualitas terdapat pada proses yang dilakukan expert dan novice. Bila berdasar tingkat pemahaman yang berbeda, terdapat kesamaan antara expert dan notice, bahwa semakin tinggi tingkat pemahaman inferensial, semakin banyak kesalahan yang mereka lakukan. Namun hal ini hanya berlaku sampai tingkat pemahaman kelima. Diduga, peneliti kurang membuat pertanyaan yang sulit untuk tingkat pemahaman keenam. Kesalahan yang dilakukan expert lebih sedikit dibandingkan notice pada hampir semua tingkatnya.
Dari hasil penelitian ini, dapat dibuat beberapa pokok pelatihan yang dapat dilakukan terhadap novice. Sebelumnya, penelitian ini perlu dilakukan terlebih dahulu pada sampel yang lebih besar, namun dengan kontrol yang tetap ketat seperti pada penelitian ini. Kategori baru yang diperoleh pun perlu diuji kembali kemunculannya pada sampel di penelitian berikutnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melly Latifah
"Keterampilan membaca untuk tujuan memahami materi bacaan merupakan faktor penting dalam pembelajaran dan keberhasilan siswa di sekolah. Membaca bukan sekedar aktivitas menyimpan informasi dalam ingatan, namun lebih dari itu, merupakan proses membangun pengetahuan yang melibatkan pengolahan informasi pada tingkat yang lebih tinggi dari sekedar merekam informasi. Untuk membangun pemahaman, diperlukan strategi metakognitif yang berfungsi memfasilitasi proses pemahaman siswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penggunaan strategi metakognitif dalam pemahaman bacaan pada siswa-siswa sekolah menengah pertama di wilayah Jawa pesisir dan Jawa pedalaman. Penelitian ini menggunakan mixed methods research design, yang melibatkan 61 siswa dari wilayah pesisir dan 55 siswa dari wilayah pedalaman. Penelitian menggunakan prosedur think-aloud untuk mengetahui jenis-jenis strategi metakognitif yang digunakan selama proses memahami bacaan. Hasil penelitian menemukan tiga hal. Pertama, ada perbedaan penggunaan strategi metakognitif dalam membaca antara siswa di wilayah Jawa pesisir dan pedalaman. Siswa pedalaman terbukti menggunakan strategi lebih sering dari siswa pesisir. Akan tetapi, jenis strategi yang digunakan siswa di pesisir cenderung lebih beragam dan lebih berkualitas. Kedua, penggunaan strategi metakognitif dalam membaca terbukti berpengaruh terhadap tingkat pemahaman bacaan siswa. Ketiga, masing-masing wilayah penelitian Jawa pesisir dan Jawa pedalaman memiliki jenis-jenis strategi metakognitif khas. Strategi metakognitif khas yang dimiliki siswa di Jawa pesisir lebih banyak dan lebih menyebar di wilayah jenis strategi metakognitif yang lebih tinggi kualitasnya. Sebaliknya, strategi metakognitif khas siswa Jawa pedalaman jumlahnya lebih sedikit dan lebih menyebar di wilayah jenis strategi metakognitif yang lebih rendah. Implikasi dari penelitian ini adalah keterampilan metakognitif siswa SMP dalam pemahaman bacaan perlu ditingkatkan. Untuk itu, perlu dirumuskan suatu model pelatihan perancah metakognitif bagi guru agar mereka dapat melatih keterampilan metakognitif siswa-siswanya.
Reading skills for understanding reading materials are important factors in student learning and success in school. Reading is not just an act of storing information in memory, but more than that is a process of building knowledge that involves information processing at a higher level than just recording information. The metacognitive strategy is needed to facilitate the process of understanding. This study was conducted to examine the use of metacognitive strategies in reading comprehension among junior high school students in coastal and upland Java areas. This research uses mixed methods research design, involving 61 students from coastal areas and 55 students from upland areas. The study used a think-aloud procedure to identify the types of metacognitive strategies used during the reading comprehension process. The results of this study found three things. First, there is a difference in the use of metacognitive strategies in reading between students in coastal and upland Java areas. Upland students use strategies more often than coastal students. However, the types of strategies used by students on the coast are more diverse and more qualified. Second, the use of metacognitive strategies in reading affected the level of students 39; reading comprehension. Third, each research group coastal Java and upland Java has typical types of metacognitive strategies. The typical metacognitive strategies of students in coastal Java are more and more widespread in areas of higher quality metacognitive strategies. In contrast, the metacognitive strategy typical of upland students is fewer and more widespread in areas of lower metacognitive strategy. The implication of this research is the junior high school students 39; metacognitive skill in reading comprehension need to be improved. Therefore, it is necessary to formulate a model of metacognitive scaffolding training for junior high school teachers so that teachers can train the metacognitive skills of their students. With this training, teachers can help students to improve their skills in using metacognitive strategies so that students 39; reading comprehension can be improved."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2491
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>