Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209856 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rostiana
"Dalam menjalankan tugasnya, seorang manajer tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan orang lain, baik di dalam organisasi ataupun dengan anggota organisasi lain. kenyataannya setiap hubungan sosial senantiasa berisi individu-individu yang memiliki perbedaan dalam berbagai hal seperti kepribadian, minat, kepentingan, tujuan dll. Perbedaan ini mencuatkan konflik antar individu manakala perbedaan tersebut dipertentangkan, sehingga Salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain atau kedua pihak tidak bisa menerima perbedaan tersebut. Karena setiap orang senantiasa berhubungan dengan orang lain, maka konflik pun lekat dengan kehidupan manusia, termasuk di dalam aktivitas organisasi.
Untuk mengetahui bagaimana reaksi manajer terhadap konflik interpersonal, penelitian ini memfokuskan pada gaya penyelesaian konflik yang dipilih oleh manajer. Ada 5(|ima) gaya yang tercakup, yaitu gaya Menghindar; gaya Akomodasi; gaya Kompetisi; gaya Kompromi dan gaya Kolaborasi. Dalam rangka mengetahui gaya penyelesaian konflik macam apa yang dipilih oleh manajer, peneliti mencoba untuk menelaahnya melalui Sistem Nilai. karena sistem nilai dipandang sebagai faktor kepribadian yang mempengaruhi perilaku, termasuk ketika menghadapi konflik: Ada 3 (tiga) kategori sistem nilai yang tercakup, yaitu: sistem nilai Pragmatik; sistem nilai Moralistik dan sistem nilai Afektif. Kajian teoritik mengungkapkan bahwa sistem nilai bertindak sebagai general plans bagi penyelesaian konflik, melalui pembentukan persepsi terhadap konflik.
Dalam hal ini ada 2(dua) kategori persepsi yang tercakup, yaitu persepsi yang positif dan persepsi yang negatif. Berdasarkan kehadiran ketiga variabel diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem nilai /persepsi konflik gaya penyelesaian konflik yang dominan pada manajer responden dan hubungan antara sistem nilai dengan gaya penyelesaian konflik dengan persepsi konflik sebagai variabel perantara Hipotesis utama yang ingin diuji dalam penelitian ini adalah ‘ ada hubungan yang signifikan antara sistem nilai pragmatik, moralistik dan afektif dengan gaya penyelesaian konflik menghindar, akomodasi kompetisi, kompromi dan kolaborasi,dengan mempertimbangkan kehadiran persepsi kormik, baik yang positif maupun negatif.
Melalui pengolahan dan analisis data terhadap 248 manajer, diperoleh hasil sebagai berikut; Sistem nilai yang dominan adalah ‘Pragmatik Persepsi terhadap konflik yang dominan adalah 'Negatif dan gaya penyelesaian kon 11 ik yang dominan adalah ‘Ko1 Aboras%'. Uji hipotesis memperlihatkan hasil bahwa hubungan antara sistem nilai dengan persepsi terhadap konflik maupun dengan gaya penyelesaian konflik tidak bermakna. Namun demikian dapat diketahui muatan nilai operatif pada masing-masing kategori gaya penyelesaian konflik, seperti pada gaya menghindar. muatan nilai operatifnya adalah kerjasama & keterampilan. Muatan nilai operatif pada gaya akomodasi adalah kerjasama, kepercayaan, berpikir rasional, produktivitas tinggi, kepuasan kerja. Pada gaya kompromi muatan tersebut adalah berpikir rasional,produktivitas tinggi, dan keterampilan, sedangkan pada gaya kompetisi.
Muatan tersebut adalah produktivitas tinggi dan pada gaya kolaborasi, muatan nilai operatornya adalah kerjasama dan produktivitas tinggi. Uji hipotesis berikutnya memperlihatkan bahwa persepsi terhadap komik berhubungan secara signifikan dengan gaya penyelesaian konflik, dengan gambaran sebagai berikut; persepsi konflik 'positif berkorelasip positif dengan gaya penyelesaian kontak kompetisi dan kolaborasi ( r = 0,160 & r = 0,174 signifikan pada batas 0,05) dan berkorelasi negatif dengan gaya menghindar dan gaya akomodasi ( r = - 0,524 & r = -0,318,signifikan pada batas 0,01), namun persepsi konflik positif tidak berkorelasi dengan gaya kompromi Di sisi lain persepsi konflik ‘negatif berkorelasi positif dengan gaya menghindar dan gaya akomodasi ( r =0,601 & r = 0,3`/9, signifikan pada batas 0,01) dan berkorelasi negatif dengan gaya kolaborasi ( r = - 0,141, signifikan pada batas 0,05 ).
Persepsi 'negatif ternyata tidak berkorelasi gaya kompetisi dan kompromi. Dari hasil diatas dapat dinyatakan apabila manajer mempersepsikan konflik secara positif, ia cenderung akan menggunakan gaya kompetisi atau kolaborasi dan cenderung tidak menggunakan gaya menghindar atau akomodasi. Sebaliknya, apabila manajer mempersepsikan konflik sebagai hal yang negatif maka ia akan menggunakan gaya menghindar atau gaya akomodasi dan cenderung menghindari gaya kolaborasi. Lebih Lanjut dapat dikemukakan bahwa persepsi terhadap konflik dan gaya penyelesaian konflik tidak berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin, usia, status perkawinan, perbedaan tingkat pendidikan, bidang usaha, perbedaan tingkat jabatan. status kepemilikan instansi dan bidang pekerjaan yang disandang pada jabatan tersebut."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Novasari
"ABSTRAK
Kekerasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga adalah realita yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Berdasarkan data statistik, wanita dan anak-anak adalah dua kelompok yang paling sering menjadi sasaran kekerasan dalam rumah tangga: Namun, penelitian mengenai hal tersebut lebih banyak dilakukan oleh para profesional di luar negeri, khususnya negara-negara Barat. Sedangkan di Indonesia sendiri belum terlalu banyak penelitian yang dilakukan untuk mengupas tema kekerasan dalam lingkungan keluarga, khususnya kekerasan terhadap anak. Berangkat dari beberapa pandangan teoritis yang mengatakan bahwa korban kekerasan di masa kanak-kanak akan berpotensi untuk membina relasi interpersonal -khususnya relasi intim romantis heteroseksual- di masa dewasanya kelak, peneliti kemudian tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran konflik dan strategi coping dalam relasi intim romantis heteroseksual pada dewasa muda yang pernah mengalami kekerasan di masa kanak-kanaknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah wawancara terfokus dan observasi. Selama proses pengumpulan data, peneliti berhasil mendapatkan 3 orang subyek (1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan), yaitu para dewasa muda yang mengalami kekerasan di masa kanak-kanaknya, serta sedang atau pernah menjalani relasi intim heteroseksual. Setelah melakukan penelitian, hasil yang didapat oleh peneliti adalah bahwa dari ketiga orang subyek dewasa muda yang mengalami kekerasan di masa kecilnya, ternyata hanya 1 orang subyek yang meneruskan rantai kekerasan dengan melakukan tindakan agresivitas terhadap pasangannya. Subyek laki-laki dan perempuan ternyata juga memiliki orientasi yang berbeda dalam relasi intim heteroseksualnya. Pada subyek laki-laki, keintiman fisik dan emosional yang dapat diwujudkan melalui aktivitas-aktivitas seksual menjadi prioritas terpenting dalam hubungannya. Di sisi lain, ia tidak ingin merasa terikat oleh adanya komitmen dengan pasangan. Pada salah seorang subyek perempuan, ia memiliki kebutuhan yang sangat besar terhadap afeksi dan kasih sayang dari pasangannya. Namun di sisi lain, ia juga memiliki kebutuhan akan power dan dominasi yang juga sama kuatnya. Pada salah seorang subyek perempuan yang lain, kebutuhan akan afeksi dan penghargaan menjadi aspek terpenting yang mewarnai hubungannya. Jika kedua hal tersebut tidak berhasil didapatkannya dari hubungan yang dijalaninya, maka ia pun akan dengan sangat mudah mengambil jalan pintas untuk segera mengakhiri hubungan tersebut. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa semua bentuk kekerasan yang dialami masing-masing subyek di masa kanak-kanaknya menggoreskan luka psikologis yang mendalam pada diri mereka. Namun, dari ketiga bentuk penyiksaan fisik, emosional, dan seksual yang mereka terima, kekerasan emosionallah yang paling meninggalkan luka traumatis bagi diri mereka. Kedua orang subyek perempuan mengatakan bahwa mereka memiliki trauma atas pengalaman kekerasan seksualnya di masa kanak-kanak, sedangkan pada subyek laki-laki hal tersebut tidak dialaminya. Konflik yang terjadi dalam relasi intim heteroseksual pada masing-masing subyek dilatarbelakangi oleh pengalaman traumatis mereka di masa kecil. Strategi coping yang dilakukan tiap subyek pun bersifat unik dan menunjukkan ciri khas karakter dari masing-masing individu."
2005
S3512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Harkati Anggraheni
"Konflik merupakan haI yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan karena dua orang tidak mungkin selamanya sepaham dalam segala hal. Konflik tidak selamanya berarti negatif karena konflik juga dapat memberikan dampak positif seperti meningkatkan pemahaman satu sama lain. Sebagai agen sosialisasi utama dan pertama dari seseorang, keluarga memegang peranan penting dalam melatih kemampuan seseorang untuk menghadapi konflik. Kemampuan ini antara lain dibentuk dari pengalaman anak melihat pola kedua orangtuanya berkonflik. Menurut teori observational learning, di sini orangtua berfungsi sebagai model bagi anak untuk mempelajari bagaimana cara orang menghadapi konflik. Oleh karena itu mempelajari konflik sangatlah panting karena jika tidak seseorang akan cenderung mengulang pola penanganan konflik yang merusak yang terjadi di lingkungan rumahnya dan menerapkannya kepada orang lain.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Wawancara terdiri dari 3 sesi yaitu wawancara pribadi kepada masing-masing partisipan dan dilanjutkan dengan wawancara berdua dengan pasangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 2 pasang yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling dan incidental sampling. Kriteria sampel adalah dewasa muda berusia 20-30 tahun yang sudah menjalani hubungan pacaran selama lebih dari 6 bulan. Lokasi penelitian dilakukan di daerah Jobodetabek.
Hasil penelitian menujukkan bahwa keempat partisipan melakukan observational learning dari pola konflik orangtuanya. Keempat partisipan tersebut meniru gaya dan respon orangtua ketika sedang berkonflik dan menerapkannya ketika berkonflik dengan pacarnya. Selain gaya dan respon konflik, ada kesamaan lain yang ada pada pasangan dewasa muda dan orangtua mereka yaitu faktor pendukung dan penghambat penyelesaian konflik yang terjadi. Sama seperti orangtua mereka, pasangan I menjadikan konflik sebagai ajang untuk saling melawan. Berbeda dengan pasangan I, pasangan II justru menggunakan konflik sebagai sarana untuk saling melengkapi dan memperbaiki dirt. Hal yang menarik pada pasangan ini adalah bahwa meski salah satu pihak meniru pola konflik orangtuanya yang berkompetisi, namun adanya pasangan yang tenang dan memiliki pola konflik yang berlawanan ternyata dapat meredam emosi dan keinginan berkompetisi pihak tersebut sehingga alchirnya keduanya dapat menyelesaikan konflik secara konstruktif dan memperoleh solusi yang memuaskan kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Dharmawan
"Setelah suksesnya yang pertama melalui All My Sons (1947) yang mendapat New York Drama Critics' Circle Award dan Donaldson Award, Arthur Miller mulai mendapat perha_tian sebagai talon dramawan besar; Apalagi dengan muncul_nya Death of a Salesman {1949) yang memenangkan antara lain Pulitzer prize dan New York Drama Critics' Circle Award, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai karyanya yang terbaik dan sebagai tragedi yang terbaik dalam drama moderen Amerika. Kemudian berturut-turut dipentaskan dan diterbitkan The Crucible(1953),A View from the Bridge.(1955, dan direvisi setahun kemudian) dan A Memory of Two Mondays (1955) yang juga mendapat sukses, walaupun tidak sehebat Death of a Salesman. Setelah ter_bitnya kelima karya utamanya ini-yang jelas mengeritik ataupun hanya memberi komentar terhadap struktur masya_rakatnya-Miller dikukuhkan sebagai salah seorang dramawan Amerika yang terpenting..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S14087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Safitri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara setiap gaya resolusi konflik dengan penyesuaian pernikahan pada dewasa muda. Gaya resolusi konflik adalah sekelompok perilaku yang digunakan seseorang dalam menghadapi konflik. Menurut Kurdek (1994) terdapat empat gaya resolusi konflik, yaitu pemecahan masalah secara positif, keterlibatan dalam konflik, menghindar, dan mengalah. Spanier (1976) mendefinisikan penyesuaian pernikahan sebagai suatu proses yang berlangsung terus menerus, dengan suatu dimensi yang bersifat kualitatif, yang berkisar dari penyesuaian yang baik hingga penyesuaian yang buruk, dan dapat dievaluasi pada suatu waktu tertentu.
Dalam penelitian ini, gaya resolusi konflik diukur menggunakan adaptasi dari Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) yang disusun oleh Kurdek, sedangkan penyesuaian pernikahan diukur menggunakan adaptasi dari Dyadic Adjustment Scale (DAS) yang disusun oleh Spanier. Kedua alat ukur ini diadministrasikan kepada 76 orang dewasa muda yang berstatus menikah, dengan usia pernikahan maksimal 10 tahun. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 28 pria dan 48 wanita.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa gaya resolusi konflik pemecahan masalah secara positif memiliki hubungan positif yang signifikan dengan penyesuaian pernikahan. Gaya resolusi konflik keterlibatan dalam konflik dan menghindar memiliki hubungan negatif yang signifikan. Kemudian tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara gaya resolusi konflik mengalah dengan penyesuaian pernikahan.

The objective of this research is to find the correlation between each conflict resolution style with marital adjustment in young adult. Conflict resolution style refers to clusters of behaviour that people use in managing conflicts. According to Kurdek (1994) there are four conflict resolution styles; positive problem solving, conflict engagement, withdrawal, and compliance. Spanier (1976) defined marital adjustment as an ever-changing process with a qualitative dimension which can be evaluated at any point in time on a dimension from well adjusted to maladjusted.
In this research, conflict resolution style was measured by adaptation of Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) created by Kurdek, and marital adjustment was measured by adaptation of Dyadic Adjustment Scale (DAS) created by Spanier. These two inventories was administered to 76 young adult that were married, and their maximum marriages age were 10 years. The participants consisted of 28 men and 48 women.
This research found that there was a positive correlation between positive problem solving and marital adjustment. Conflict engagement and withdrawal were negatively correlate to marital adjustment. Then, there was not any significant correlation between compliance and marital adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
306.81 SAF h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Nursita Dewi
"Keberadaan individu gay masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Individu gay yang sudah berani membuka diri seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari lingkungannya. Individu gay yang membutuhkan sumber dukungan sosial memilih untuk bergabung dengan komunitas gay tertentu yang memberikan banyak kontribusi bagi individu gay, baik yang belum membuka diri maupun yang sudah terbuka mengenai orientasi seksualnya yang homoseksual. Kompleksnya permasalahan yang dialami oleh individu gay yang belum terbuka berkaitan dengan orientasi seksualnya diperberat oleh adanya tuntutan dari masyarakat untuk menikah. Tuntutan itu umumnya bersumber dari lingkungan yang paling dekat, yaitu keluarga dan menjadi sumber masalah baru bagi individu gay. Individu gay yang tidak ingin melawan norma sosial yang telah tertanam dalam masyarakat akhirnya memilih untuk memenuhi tuntutan sosial tersebut.
Konflik yang dialami oleh individu gay yang menikah menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut. Masalah ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana konflik yang dialami oleh individu gay yang menikah dan bagaimana mereka mengatasi hal tersebut. Konflik internal dalam diri individu gay sudah cukup menjadi masalah ditambah konflik dengan masyarakat yang masih belum menerima keberadaan mereka. Situasi ini diperparah dengan keharusan untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk menikah dengan lawan jenisnya. Masalah dalam perkawinan yang dilakukan oleh individu heteroseksual terkadang memaksa mereka untuk berpisah dengan pasangannya, terlebih lagi masalah yang akan dihadapi oleh individu gay yang menikah.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti melakukan Studi eksploratif dengan menggunakan metode kualitatif terhadap dua orang individu gay yang telah menikah. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam yang dilakukan sejak tanggal 25 Februari sampai dengan 13 Maret 2005. Subyek dalam penelitian ini ialah individu gay ya.ng telah menikah dengan lawan jenisnya yang heteroseksual, berusia antara 20-40 tahun, dan telah menikah minimal selama satu tahun. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek memiliki kesamaan orientasi seksual dan berada pada gradasi 3-4 pada skala gradasi kontinum seksualitas dari Kinsey. Perilaku coping masing-masing subjek untuk mengatasi konflik yang dialaminya juga berbeda. Perbedaan latar belakang perkawinan yang dilakukan kedua subyek semata-mata untuk memenuhi norma sosial yang ada, bahwa laki-laki harus menikah dengan perempuan. Mereka menggunakan baik coping terpusat masalah maupun coping terpusat emosi. Perbedaan pola asuh dalam keluarga juga menentukan proses penerimaan dan keterbukaan mereka mengenai kondisi mereka. Cara terakhir yang mereka lakukan untuk mengatasi masalah sama, yaitu dengan turning to religion, dimana agama dijadikan sumber penguatan emosional.
Saran penelitian yang diberikan untuk masyarakat umum hendaknya tidak mempunyai kesan negatif kepada individu gay. Tidak semua individu gay berperilaku negatif banyak dari mereka mampu berkreasi dengan baik. Bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarganya homoseksual, hendaknya melakukan pendekatan sehingga dapat menjadi pendukung dalam masalah yang harus dihadapi oleh mereka. Penanaman norma-norma agama dan sosial juga hendaknya dilakukan sejak kecil. Individu gay yang mengalami masalah dapat mencari sumber-sumber dukungan sosial dan informasi cara pemecahannya dari teman-teman sesama gay yang juga mengalami masalah serupa. Untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik jika diperoleh subjek dengan beragam latar belakang dan penelitian dilakukan dengan lebih mendalam. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>