Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Debby Qurniasasi
"ABSTRAK
Kemandirian merupakan salah satu aspek yang penting yang harus dimiliki
setiap individu, sebab dapat mempengaruhi kinerja (/w fo rm a u c e ) seseorang (Mussen,
1963 dalam Martin, 2001). Kemandirian juga dapat membantu seseorang mencapai
tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan. Dengan kata
lain kemandirian merupakan bekal yang penting yang harus dimiliki oleh setiap
individu. Menurut Hurlock (1995) mengungkapkan bahwa masa kanak-kanak awal
dimulai sebagai penutup masa bayi yaitu usia dimana ketergantungan secara praktis
sudah terlewati. Kemudian diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir
sekitar usia masuk sekolah dasar. Lebih lanjut Hurlock memandang periode awal ini
berlangsung dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Oleh karenanya orang tua sebagai agen
utama dalam pendidikan anak mengambil peran yang penting untuk melatih
kemandirian anak sejak dini. Hal ini karena anak menghabiskan waktu lebih banyak
pada masa awal kanak-kanak ini bersama orangtuanya.
Penyusunan program pelatihan diawali dengan analisa kebutuhan melalui
wawancara agar program sesuai kebutuhan orang tua. Dari analisa kebutuhan
diketahui bahwa orang tua membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang akan
membantunya dalam melatih kemandirian anak.
Tujuan utama program pelatihan ini adalah agar orang tua memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam melatih kemandirian anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya khususnya pada usia 2-5 tahun. Pelatihan akan diadakan selama
dua hari dengan total waktu 480 menit atau 8 jam yang terbagi menjadi 7 sesi. Metode
yang digunakan meliputi diskusi/tanya jawab, bermain peran, permainan, simulasi,
pemutaran film dan ceramah singkat."
2008
T38133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Rahmi
"Salah satu tugas perkembangan pada masa prasekolah adalah berkembangnya kemampuan motorik kasar anak. Pada saat ini tubuh anak berkembang pesat, terutama perkernbangan otot-otot besar yang memungkinkan perkembangan motorik kasarnya. Anak juga sangat aktif dan energik, sehingga membutuhkan latihan kegiatan motorik kasar. Kemampuan motorik kasar ini memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan kognitif, emosi dan sosial pada anak. Pentingnya perkembangan motorik kasar sudah menjadi perhatian para pendidik sejak lama. Sayangnya, di Indonesia, perkembangan motorik kasar anak prasekolah belum mendapat perhatian yang sesuai. Penelitian pada 212 Taman Kanak-kanak (TK) di DKI Jakarta pada tahun 2002, ditemukan bahwa hanya 57,3 % sekolah yang memberi kesempatan bagi murid untuk melakukan kegiatan motorik kasar.
Program Pendidikan Rumah Bagi Orangtua Dalam Mengembangkan Motorik Kasar Anak Prasekolah ini disusun sebagai alternatif pendidikan untuk anak prasekolah. Pada masa prasekolah anak tidak harus mengikuti pendidikan di sekolah atau institusi tertentu di luar rumah. Kebutuhan anak adalah memperoleh Stimulasi yang kaya dan beragam, sehingga dapat mengembangkan dirinya dengan optimal. Stimulasi tersebut dapat diberikan sendiri oleh orangtua rnelalui pendidikan rumah. Dengan peran aktif orangtua sebagai guru di rumah dapat terjalin hubungan yang lebih akrab antara anak dengan orangtua.
Dengan demikian, program ini disusun agar anak dapat mencapai perkembangan motorik kasar yang optimal. Program ini menggunakan teori perkembangan motorik dari Gallahue dan Ozmun yang dirangkum dengan teori-teori dari ahli-ahli lainnya, seperti Berk, Miller dan Feldman. Perkembangan motorik kasar disebut juga perkembangan gerak, dibagi menjadi tiga aspek, yaitu stabilitas, lokomosi dan manipulasi. Masing-masing aspek terdiri dari beberapa kemampuan yang nantinya akan dilatihkan pada anak.
Di dalam program ini terdapat kegiatan-kegiatan yang sederhana, material yang mudah didapat Serta tujuan pembelajaran yang jelas, sehingga aplikatif untuk digunakan oleh orangtua. Untuk penyempurnaan program ini selanjutnya dapat dilakukan dengan uji coba di lapangan serta evaluasi. Perbaikan terhadap hasil evaluasi akan menghasilkan program baru yang telah teruji. Kemudian diberikan pelatihan untuk orangtua."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Nadhifa Mazaya
"Penelitian ini mengkaji tentang rangkaian ujaran direktif bahasa Jepang terhadap anak usia 2-5 tahun. Rangkaian ujaran direktif itu disampaikan oleh orang tua. Sumber data yang digunakan berupa video percakapan antara orang tua dan anak yang diunggah di Youtube. Alasan memilih sumber data itu antara lain, rekaman percakapan bersifat impromptu sehingga memperlihatkan gambaran realisasi ujaran direktif terhadap anak. Video percakapan yang diamati berjumlah lima video. Dari kelima video itu, ditemukan kombinasi ujaran direktif langsung dan taklangsung. Rangkaian ujaran direktif yang ditemukan dalam penelitian ini ada lima pola. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada umumnya kombinasi ujaran terdiri dari tiga sampai enam rangkaian direktif. Dengan kata lain, penutur mengatakan ujaran direktif kepada anak lebih dari satu kali, bahkan berkali-kali. Ujaran taklangsung cukup produktif direalisasikan terhadap anak usia 2-5 tahun. Tampaknya anak usia 2-5 tahun dapat mengerti ujaran direktif taklangsung. Bahkan dari 5 video yang ada, 3 video data 3, 4 dan 5 memperlihatkan bahwa ujaran direktif taklangsung efektif digunakan. Anak melakukan permintaan orang tua setelah orang tua mengatakan ujaran direktif taklangsung.

This study reviews sequences of directive utterances in Japanese speech to children aged 2 to 5 years old. The sequences of directive utterances are delivered by parents. The data sources used are conversational videos between parents and children uploaded on Youtube. The reason for choosing such data sources is that the videos are recorded impromptu, and thus, they show the realization of directive utterances to children. There are, in total, five videos observed. From the videos, it is revealed that there is a combination between direct and indirect directive utterances. The study also identified 5 patterns in the directive utterances. Based on the results, the combination of utterances generally consists of 3 to 6 sequences of directive utterances. In other words, speakers use directive utterances to children more than once and even repeatedly. Indirect directive utterances are delivered to children in the age range of 2 to 5 years old productively. It seems that those children are able to understand indirect directive utterances. Out of five videos, three videos data 3, 4 and 5 showed that indirect directive utterances are effectively used. The children performed their parents rsquo requests after their parents used indirect directive utterances.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Martanto
"Pergaulan bebas berdampak pada perkembangan remaja dan tidak bisa lepas dari permasalahan. Remaja merupakan masa-masa kritis dan pencarian identitas diri karena remaja tidak bisa beradaptasi dan melewati masa krisis dapat terlibat dalam perbuatan kriminal. Akibat kenakalan pada remaja menjadikan remaja menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Program pembinaan dengan pendidikan, ketrampilan maupun kemandirian merupakan salah satu ketrampilan yang akan menjadi bekal untuk bekerja, berkeluarga dan bermasyarakat sesuai dengan sistem pemasyarakatan menjadikan warga binaan/anak didik di pemasyarakatan menjadi manusia yang mandiri dan bertanggung jawab.
Beberapa program pembinaan pada anak didik telah dilakukan namun demikian dalam proses pelaksanaannya masih terdapat kendala antara lain anak didik kurang berminat terhadap program-program pembinaan, kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan di lembaga pemasyarakatan. Salah satu sebabnya adalah anak merasa tidak berminat dengan kegiatan yang sesuai dengan keinginannya. Selain itu anak merasa belum terbuka terhadap petugas, dikarenakan komunikasi yang dilakukannya kurang berjalan optimal. Sedangkan petugas dalam pembinaan masih ada yang menggunakan cara dengan kekerasan bila anak didik tidak mengikuti aturan dan program pembinaan yang dilaksanakan.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya dalam memperbaiki dan menjadikan program pembinaan sebagai salah satu kegiatan mengembalikan anak kepada orang tua dan masyarakat. Di sisi lain diharapkan petugas dapat berperan sebagai pengganti orang tua di saat anak menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan. Untuk itu dilakukan intervensi dengan tujuan menciptakan anak yang selaras dengan norma dan anak dapat beradaptasi dengan program pembinaan. Salah satu intervensi yang dilakukan melalui komunikasi interpersonal.
Dalam tugas akhir ini penulis menawarkan program pelatihan komunikasi interpersonal bagi petugas khususnya petugas pembinaan dengan kemampuan ketrampilan komunikasi pada petugas diharapkan petugas lebih arif dan bijak dalam berhubungan dengan anak didik. Sehingga program yang dilaksanakan dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan dengan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hal yang mempengaruhi keberhasilan anak didik dalam mengikuti program pembinaan adalah diikuti dengan ketrampilan petugas dalam hal komunikasi interpersonal dengan tujuan petugas dapat lebih memahami keberadaan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`ainun
"Anak adalah generasi penerus, dan juga sekaligus merupakan salah satu aset penting yang ikut menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Menyadari akan hal tersebut, negara berusaha untuk memberikan jaminan agar setiap anak Indonesia dapat tumbuh kembang secara wajar dan optimal dalam lingkungan masyarakat luas serta mendapatkan hak-haknya. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal (2) yang menyebutkan bahwa:
Penyelenggaran perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:
a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan penghidupan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam kenyataannya, tidak semua anak dapat menikmati masa kecilnya dengan normal dan dalam lingkungan masyarakat luas. Di antaranya adalah anak-anak yang harus menjalani kehidupannya di dalam lingkungan penjara, atau yang secara resmi disebut Lembaga Pemasyarakatan. Untuk selanjutnya anak-anak ini disebut sebagai Anak Didik Pemasyarakatan yang terbagi dalam tiga kategori yaitu (Sujatno, 2004):
1. Anak Pidana, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
2. Anak Negara, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
3. Anak Sipil, adalah anak yang atas permintaan orang tua dan walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
Dari uraian di atas diketahui bahwa batasan umur seorang warga binaan anak adalah mencapai usia hingga 18 tahun, meskipun kenyataannya di Lapas Anak dapat dijumpai anak didik yang berusia hingga 21-24 tahun. Dalam psikologi perkembangan, usia ini dapat digolongkan ke dalam tahap remaja atau masa adolesen (Hurlock, 1996).
Visi dari Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri seperti yang tercantum dalam rencana strategis Ditjen Pemasyarakatan adalah memulihkan kesatuan hubuagan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebagai individu, anggota masyarakat dan mahluk Tuhan YME. Sedangkan rumusan misinya adalah melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembiinbingan para WBP serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Untuk mewujudkan misi tersebut, dalam kenyataannya bukanlah hal yang mudah. Dalam buku 40 tahun Pemasyarakatan (Ditjen PAS, 2004) menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tetap dianggap oleh sebagian besar masyarakat adalah penjara. Para narapidana seperti di pengasingan dalam tembok penjara yang tinggi dan seram, serta kegiatan pembinaan dan pemberian pekerjaan dalam Lapas ternyata tidak memberi manfaat bagi para narapidana setelah mereka babas kelak. Hal-hal tersebut di atas hanyalah sebagian temuan kecil yang merupakan masalah-masalah dalam pembinaan narapidana.
Pemenjaraan bagi setiap orang berarti juga dipisahkannya individu tersebut dari lingkungan masyarakat disertai dengan segala pembatasan-pembatasan dalam setiap segi kehidupan. Seperti yang dikemukakan oleh Cooke, Baldwin & Howison (1990) bahwa terdapat berbagai permasalahan yang timbul serta berbagai pengarulmya bagi seseorang sebagai akibat dari pemenjaraan, seperti loss of control, loss of family, lack of stimulation, lack of communication, dan loss of models."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujo Harinto
"ABSTRAK
Sistem Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi sekedar mengandung aspek penjeraan semata, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk mewujudkan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan, yaitu pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sistem ini, narapidana tidak lagi dipandang sebagai obyek dan pribadi yang inheren dengan tindak pidana yang dilakukan, tetapi dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad baik dan potensi positif yang dapat digali dan dikembangkan dalarn rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Khusus terhadap narapidana anak yang dikenal dengan istilah Anak Didik Pemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dilakukan usaha yang lebih mengarah pada upaya memberikan bekal keterampilan hidup (life skill) sehingga diharapkan mereka dapat berperan aktif dalam pembangunan.
Penulis mencoba mengajukan program intervensi dalam bentuk pelatihan Keterampilan Hidup (Life Skill) bagi Anak Didik sehingga diharapkan mereka dapat kembali berintegrasi dengan masyarakatnya secara sehat dengan bekal keterampilan yang dimiliki.
Diakhir pelatihan, anak didik diharapkan dapat mengenali kelemahan dan kekuatan atau potensi yang ada pads dirinya, sehingga is dapat mempersiapkan diri guna menyusun rencana pengembangan din dan strategi dalam usaha mewujudkan cita-citanya."
2007
T17661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giyanto
"Rancangan tugas akhir ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam menangani konflik antar narapidana dengan menggunakan teknik mediasi. Teknik mediasi memposisikan petugas sebagai orang yang netral dalam mendamaikan pihak yang berkonflik. Konflik antar narapidana yang sering terjadi di Lembaga Pemasyarakatan berakibat langsung terhadap terciptanya stabilitas keamanan sehingga setiap permasalahan harus cepat diselesaikan. Kondisi keamanan yang kondusif menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan Lapas karena hal tersebut dapat mendukung terselenggaranya proses pembinaan narapidana.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan petugas saat ini dalam menangani masalah antar narapidana belum maksimal Pendekatan keamanan masih menjadi prioritas dalam mengambil tindakan. Data dilapangan juga menunjukkan sering terjadinya masalah-masalah pemerasan, perkelahian, dan penyalahgunaan obat terlarang.
Program ini berbentuk pelatihan yang akan diselenggarakan selama 6 hari dengan beberapa materi ketrampilan dasar yang harus dikuasai petugas pengamanan sebagai mediator. Dengan kegiatan tersebut diharapkan petugas pengamanan mampu untuk menangani konflik antar narapidana dan menyelesaikan secara damai tanpa ada pihak yang dirugikan. Hasil dari pelatihan dapat dilihat dari efektifitas petugas pengamanan yang telah mengikuti pelatihan ketika mengaplikasikan kemampuannya dalam menangani permasalahan di lapangan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunilia Juhana
"ABSTRAK
Sejalan dengan era globalisasi maka persaingan pada dunia industri menjadi semakin ketat. Setiap organisasi perusahaan berperan secara aktif untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain. Adanya faktor pendukung dari sumber daya manusia menjadi hal penting agar tercapainya tujuan organisasi. Sumber daya manusia yang berpotensi menjadi kebutuhan mutlak. Dalam hal ini banyak perusahaan yang memiliki sumber daya yang berpotensi dibidangnya kurang dapat memahami tujuan organisasi perusahaan. Pada kenyataannya sumber daya manusia yang ada kurang dikelola dengan manajemen yang efektif. Manajemen yang dipimpin oleh adanya manajer berperanan penting dalam mempengaruhi karyawannya menampilkan kerjasama yang optimal dalam menyelesaikan tugas.
Sejak berdirinya sekitar empat tahun yang lalu PT. PCN selaku perusahaan berbasis jasa teknologi informasi dengan skala perusahaan swasta kecil dengan karyawan tidak lebih dari 25 (duapuluh lima) orang memiliki manajer-manajer yang kurang terampil dalam memimpin bawahannya. PT. PCN yang berorientasi pada memuaskan pelanggan melalui hasil jasanya saat ini kurang didukung oleh kinerja karyawan yang optimal dalam bentuk semangat kerja dan kerjasama. Faktor keterampilan manajer dalam memimpin untuk mempengaruhi bawahan bekerja tampaknya masih kurang disadari.
Adanya keterampilan manajer dalam memimpin terutama yang berkaitan langsung dengan bawahan khususnya melalui interaksi dalam bentuk pola komunikasi verbal tampaknya masih kurang disadari keberadaaannya. Ketidak terampilan manajer dalam berkomunikasi dapat dikatakan sebagai tidak terjadinya komunikasi efektif yang dapat menyebabkan karyawan tidak dapat mengerti maksud manajer, serta salah menginterpretasikan pesan yang disampaikan manajer kepada bawahannya.
Sebagai konsekuensinya hal ini dapat juga berakibat pada menurunnya semangat kerja karyawan untuk menuntaskan tugas dalam kerjasama.
Sebagai usaha mengatasi masalah yang ada sertaberdasarkan berdasarkan analisis kebutuhan maka program pelatihan keterampilan komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi salah satu persoalan manajer berkomunikasi dalam mempengaruhi bawahannya. Keterampilan komunikasi efektif tersebut dapat diberikan oleh lembaga yang terbiasa menangani kegiatan pelatihan. Durasi pelatihan dilakukan dalam satu setengah hari. Setelah pelatihan akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui efektivitas kegiatan pelatihan itu sendiri, yaitu pada tahap reaksi, evaluasi untuk mengetahui adanya proses belajar pada tahap learning dan evaluasi untuk melihat dampak perubahan pada peningkatan kinerja yaitu pada tahap behavior. Kegiatan evaluasi ini selanjutnya diikuti dengan kegiatan transfer of training untuk melihat pelaksanaan pengetahuan, keterampilan yang didapat dari pelatihan ke situasi kerja sehari-hari."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sitohang, Christine
"Anak usia dini seringkali mengalami masalah perilaku makan yang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor masalah makan pada anak adalah food neophobia yang dapat timbul karena berbagai hal, seperti faktor genetik, faktor sensitivitas sensorik, faktor lingkungan, faktor pengalaman awal makan dan praktik pemberian makan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tekanan untuk makan dengan food neophobia pada anak usia 2-5 tahun. Desain penelitian ini adalah studi observasi cross-sectional dengan metode pengambilan sampel consecutive sampling terhadap 107 responden ibu yang memiliki anak usia 2-5 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen mengenai Child Feeding Questionnaire dan Food Neoophobia Scale. Analisis uji statistik yang digunakan adalah Fisher Exact. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan tekanan untuk makan dengan food neophobia pada anak usia 2-5 tahun (p = 0,005). Peneliti merekomendasikan untuk meneliti menggunakan variabel yang berbeda dalam penelitian seperti dukungan keluarga, food preference, dan anak dengan kebutuhan khusus.

Early childhood often experiences eating behavior problems that can be caused by various factors. One of the factors contributing to eating problems in children is food neophobia, which can arise due to various things, such as genetic factors, sensory sensitivity factors, environmental factors, early eating experience factors, and feeding practices. This study aims to identify the relationship between pressure to eat and food neophobia in children aged 2–5 years. The design of this study was a cross-sectional observational study with consecutive sampling of 107 respondents who had children aged 2–5 years. The research instruments used were instruments regarding the Child Feeding Questionnaire and the Food Neophobia Scale. The statistical test analysis used was Fisher Exact. The results showed that there was a relationship between pressure to eat and food neophobia in children aged 2–5 years (p = 0.005). Researchers recommend conducting research using different variables, such as family support, food preferences, and children with special needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>