Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Yulia
"ABSTRAK
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan
Barang Milik Negara. Dalam PMK 96/PMK.06/2007 Lampiran VIII, Tukarmenukar
Barang Milik Negara dapat dilakukan dalam hal Barang Milik Negara
berupa tanah dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota. Penentuan mitra dapat melalui tender dan tidak melalui tender. Jika
Mitra adalah Pemerintah Daerah maka penentuan mitra tidak melalui mekanisme
tender. Jika pemilihan mitra tidak melalui tender maka Pengelola Barang akan
mengeluarkan 1 (satu) ¡jin yaitu Ijin Tukar Menukar Barang milik Negara
sebagaimana diatur pada PP 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara Pasal 56, oleh karena Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.06/2007 Lampiran VIII Romawi VI angka 2 belum mengatur jika mitra
ditentukan melalui mekanisme tender. Dalam hal pemilihan mitra melalui tender,
mekanisme tender belum diatur dalam PMK 96/PMK.06/2007 sehingga dalam
praktek mengacu pada Kepres 80 Tahun 2003. Oleh karena itu pengaturan tender
dalam rangka pemilihan mitra perlu diatur tersendiri, yang dapat mengacu pada
Kepres 80 Tahun 2003 dan ditambah penyesuaian ketentuan tender dalam Tukar
Menukar."
2011
T38066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafriwaldi
"Penelitian ini berfokus pada Program Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIb Muara Bulian, Jambi. Selama ini pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan diberlakukan lebih kurang sama dengan narapidana dewasa dan seringkali menemui kendala dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, dalam skripsi ini penulis ingin mengetahui pelaksanaan program pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan saat ini terutama yang terjadi di lembaga pemasyarakatan di daerah. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana program pembinaan yang dilakukan terhadap anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak Muara Bulian, Jambi.
Tujuan penelitian ini untuk Mengetahui program pembinaan yang dilakukan terhadap anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak Muara Bulian, Jambi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sumber data primer (wawancara mendalam dan observasi) dan sekunder.
Dari analisis terhadap hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan program pembinaan anak didik di lembaga pemasyarakatan anak masih menggunakan orientasi Top-Down Approach, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan, hak dan tahap perkembangan anak. Proses pembinaan anak didik sampai saat ini belum terjadi perubahan signifikan yaitu masih dilaksanakan di dalam bangunan tertutup dengan lebih mengutamakan pengamanan. Selain itu, pelaksanaan assasment yang dilakukan oleh Lapas Anak masih kurang optimal, sehingga akar permasalahan mengapa anak tersebut melakukan kenakalan tidak tergali secara mendalam.

This study focuses on the Child Treatment Program for Correctional Child in Child Correctional Institution Class IIB Muara Bulian, Jambi. During this treatment applied more or less the same way with adult prisoners and often meet obstacles in implementation. Therefore, in this paper the author wants to know the implementation of treatment programs for correctional child now primarily occurring in a correctional institution in the region. The principal problem in this research is how treatment programs conducted on correctional child in Muara Bulian Child Correctional Institution, Jambi.
Knowing the purpose of this study for treatment programs conducted on correctional child in Muara Bulian Child Correctional Institution, Jambi. The method used in this research is a qualitative approach to the type of descriptive research. The used data assembly were the primer ressource (in-depth interviews and observation) and secunder ressource.
From the analysis of the interview to note that the implementation of treatment program in a child correctional institution is still using the orientation of Top-Down Approach, so that has not been able to meet the needs, rights and stages of child treatment. The process of treatment for correctional child until now there has been significant change that is still done in a closed building with more priority to security. In addition, the implementation of assessment conducted by Child Correctional Institution is still less than optimal, so that the root causes of why the child is doing delinquency is not deeply excavated.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S302
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erfin Kurniawan
"Konsep perlakuan terhadap narapidana dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan sebagai konsekuensi logis dari dinamika perkembangan jaman. Perlakuan terhadap terpidana dari sistim kepenjaraan menjadi sistim pemasyarakatan juga mengalami perubahan Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana yang memandang narapidana sesuai dengan fitrahnya baik selaku pribadi, anggota masyarakat maupun mahluk Tuhan menempatkan narapidana bukan semata-mata sebagai alat produksi. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pemasyarakatan dalam memberikan pembinan terhadap narapidana memandang pekerjaan bagi narapidana bukan semata-mata dimaksudkan untuk tujuan komersial yang bersifat profit oriented namun lebih dimaksudkan sebagai media bagi narapidana untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota masyarakat melalui kegiatan-kegiatan bimbingan kerja yang bermanfaat sehingga baik selama maupun setelah menjalani pidana dapat berperan utuh sebagaimana layaknya anggota masyarakat lainnya. Sejalan dengan pemberdayaan sumber daya manusia di Lembaga Pemasyarakatan sebagai usaha rasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Maka upaya peningkatan kualitas profesionalisme, ketrampilan merupakan suatu media dalam rangka mewujudkan reintegrasi sosial narapidana yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun mahluk Tuhan. Metode yang digunakan adalah diskriptif dengan melakukan wawancara terhadap petugas lembaga dan narapidana yang bekerja di sub seksi kegiatan kerja lemba pemasyarakatan klas IIB Purwakarta. Dari hasil temuan, ternyata bahwa di lembaga pemasyarakatan klas IIB Purwakarta bimbingan kerja yang diberikan masih belum berjalan secara maksimal, yang disebabkan antara lain kesulitan mencari tenaga kerja yang handal dan dapat membantu petugas dalam memberikan bimbingan kerja bagi narapidana-narapidana lainnya, demikian pula halnya dengan petugas bimbingan kerja yang tidak sepenuhnya memberikan bimbingan serta peralatan yang sudah tua dan banyak yang sudah rusak serta ketidak tersediaan dana anggaran sebagai salah satu penyebab mengapa bimbingan kerja bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan Klas IIB Purwakarta belum optimal."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26952
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Itun Wardatul Hamro
"Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal 8 disebutkan bahwa petugas Pemasyarakatan merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan Narapidana. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan petugas Pemasyarakatan yang profesional, berdaya guna, mempunyai kemampua dan kecakapan serta integritas moral yang tinggi. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh petugas Pemasyarakatan adalah kemampuam mentranformasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada Narapidana, mengubah perilaku mereka dari tidak atau kurang tahu dan terampil menjadi tahu dan terampil. Agar proses transformasi ini dapat berlangsung secara efektif maka petugas Pemasyarakatan harus memiliki kompetensi yang merefleksikan kualifikasi kemampuannya.
Dalam konteks tersebut permasalahan yang muncul adalah sejauh mana tingkat kompetensi petugas Pemasyarakatan yang ada pada saat ini yang dapat menunjang kebijakan dimaksud. Selanjutnya seberapa jauh petugas Pemasyarakatan itu memahami akan tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya, kemudian pendidikan serta pelatihan seperti apa yang seharusnya diberikan untuk dapat meningkatkan kompetensi petugas dimaksud sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang dapat memperbaiki hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana seperti yang menjadi tujuan dari Pemasyarakatan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran dan kondisi yang sebenarnya ada pada saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang. Keadaan ini diketahui dengan menyebarkan kuisioner kepada sebagian petugas yang dilakukan dengan acak terhadap 76 responden dari jumlah keseluruhan petugas yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ternyata ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan kompetensi petugas Pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang sebesar 0,408 atau 40,8 % , pelatihan sebesar 0,292 atau 29,2 % serta pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 0,237 atau 23,7 % terhadap kompetensi petugas Pemasyarakatan. Sisanya sebesar 76,3% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penulisan tesis ini.
Ini artinya bahwa kompetensi petugas pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan daripada pelatihan, hal ini disebabkan karena jenis pelatihan yang didapat oleh petugas relatif lebih sedikit terutama untuk pelatihan strukturalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Dias Sanyoto
"Penanggulangan peredaran narkoba bagi narapidana atau tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta sangatlah berbeda dengan strategi pada umumnya. Selain sebagai tempat pemidanaan di lembaga pemasyarakatan ini juga dilaksanakana kegiatan pembinaan. Akan tetapi pola pembinaan yang relatif sama tersebut tidak bisa diberlakukan untuk semua kasus pemidanaan, karena ada beberapa kasus yang memerlukan penanganan secara spesifik. Demikian halnya penanganan narapidana tindak pidana narkotika dan psikotropika, dimana untuk tindak pidana tersebut penanganannya memerlukan treatmen tertentu yang lebih ke arah pemulihan perilaku dari ketergantungan narkotika dan psikotropika.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penanggulangan peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta serta faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penanggulangan peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini merupakan penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang memberikan data atau gambaran secara analisis, kasus-kasus yang terjadi, dan melakukan wawancara terhadap para pejabat struktural, para petugas penjagaan, serta narapidana yang melanggar peraturan dengan mengkonsumsi narkoba di lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor yang mendorong terjadinya peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta adalah jumlah penghuni yang padat, serta penggunaan handphone secara bebas, sistem pengamanan manual dan moral petugas yang masih mudah disuap hal ini dapat dilihat dengan masih ditemukan kasus-kasus peredaran narkoba, selain itu pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta juga mengalami kendala berupa terbatasnya anggaran, sumber daya manusia, kewenangan, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam penanggulangan peredaran narkoba.
Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya penanggulangan peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta dapat dilaksanakan dengan baik bilamana Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta mengoptimalkan petugas yang ada dengan meningkatkan disiplin, meningkatkan moral dan motifasi kerja, serta mengadakan penggeledahan secara rutin dan insidentil.

Trend of violence and drug using is increasing from time to time. With the most important causes is the limitation of criminal justice system in exceeding drug using?s effort. Among so many ways of drug entering into a prison, bring it inside food or drinking water is the most often during visiting period. Drug dealer is an actor behind those efforts with probably helped by an officer who work in prison and final caused an illegal drug dealing inside it.
The purpose of this research is trying to find out the way of how to exceed a drug dealing in Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta with some obstacles in facing that problem.
Research method used in this study is an analysis of descriptive in which giving an overview of some cases and conducting an interview with high rank officer, guard personnel and also the prisoner who broke the rule by using drug inside prison area.
From the result of this research, we can find that some factors which caused drug dealing in Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta are over capacity, unlimited telephone facility, manual controlling system and the moral quality of personnel who may receive a bribe easily that reflect from some cases describe inside. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta is also facing another kind of obstacles such as a limited budget, human resources, authority level and lack of supporting facilities in developing the exceeded of drug dealing.
The conclusion can be taken from this research is in order to build a well-controlled prison from drug dealing activity, Chairman of Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta has to take a lot of real actions to optimize available personnel by increasing discipline, quality of moral, motivation and also conducting drug searching regularly and accidentally."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gularso
"Fungsi Lembaga Pemasyarakatan pada dasarnya sebagai tempat untuk menghukum, membina dan merehabilitasi seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dengan harapan tidak akan mengulanginya lagi (insaf), namun kenyataannya kejahatan dan pelanggaran justru terjadi di lapas, terjadinya kejahatan ataupun pelanggaran di lapas tidak terlepas dari sistem pengamanan, dengan pengamanan yang baik tentunya proses pemasyarakatan akan berlangsung dengan baik, dan untuk mencapai tujuan yang di inginkan maka di dalam pelaksanaannya Lapas Narkotika Nusakambangan menyelenggarakan sekuriti melalui prinsip-prinsip manajemen. Penyelenggaraan manajemen sekuriti sangat di butuhkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan oleh lapas dalam mencapai tujuan. Penyelenggaraan pengamanan yang di gunakan adalah manajemen sekuriti fisik. Kontruksi berfikirnya adalah suatu organisasi atau instansi mempunyai kepentingan guna mencapai tujuan.
Metode penelitian yang di gunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial dan metode penulisan menggunakan diskriptif analisis. Lapas Narkotika Nusakambangan telah menyelenggarakan manajemen sekuriti fisik berupa KPLP, akses control, CCTV, pagar, kunci, penerangan, pos jaga dan alat komunikasi, tetapi kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam maupun orang luar masih terjadi, hal ini dikarenakan penyelenggaraan manajemen sekuriti fisik belum optimal.
Saran yang saya ajukan untuk mencegah terjadinya kejahatan atau pelanggaran di lingkungan lapas adalah pembenahan pada penyelenggaraan manajemen sekuriti fisik mulai dari anggota KPLP, sarana dan prasara serta komitmen dari pimpinan.
Pada dasarnya pengamanan mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menciptakan rasa aman, namun pengamanan yang dilakukan di lapas sedikit berbeda, karena pengamanan di ditujukan terhadap orang-orang yang menjalani hukuman dan pembinaan sehingga fungsi KPLP berperan sangat penting dalam penyelengaraan keamanan, sehingga dalam pelaksanaannya harus di dukung oleh sekuriti lainnya seperti penambahan CCTV, jemer, borgol, senjata dan alarm sistem serta penerapan desain lingkungan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan pelanggaran (crime prevention through environmental design) dan membuat situasi menjadi tidak menguntungkan bagi pelaku kejahatan ( situational crime prevention), dengan langkahlangkah tersebut diharapkan dapat meminimalisir bahkan mencegah timbulnya kejahatan atau pelanggaran di lingkungan Lapas Narkotika Nusakambangan.

Penitentiary essentially functions as a place to punish and educate persons who have committed the crime, on hoping that they will not repeat the crime again (converted), but in fact the crimes and violations indeed take place in penitentiary. The occurrence of crime or violation in prisons is inseparable from the security systems. With good security, surely correctional process will run well, and in the implementation, to achieve the desired goal of Nusakambangan Narcotics Penitentiary has organized the security under the principles of management. The implementation of security in use is the management of physical security. Its construction is that an organization or agency has an interest in order to achieve its goal.
Method of research using qualitative methods with managerial juridical approach and method of writing using descriptive analysis. Nusakambangan Narcotics Penitentiary has conducted physical security management as to prevent occurrence of crimes and violations that take form of KPLP members, access control, CCTV, barrier, fencing, locks, lighting, guard posts and communication tool, but the crimes or violation committed by insiders or outsiders are still happening, this is because the implementation of physical security management is not optimal.
The suggestion that I (the author) proposed to prevent such crime or violation in the penitentiary environment is by improving the implementation of physical security management that includes the organization and security itself. The organization needs to be improved from the leadership commitment and job description of KPLP member.
Basically, the security has the same goal which is to create a sense of security, but security done in the penitentiary environment is slightly different, because it is aimed against those who are undergoing punishment and education. KPLP play very important functions in organizing the security, so that in its implementation it should be supported with other security elements such as the addition of CCTV, jemer, handcuffs, guns and alarm systems and application of environmental design to prevent crime and violation (crime prevention through environmental design) and make situation becomes unfavorable for perpetrators (situational crime prevention). With these measures, it is expected the onset of crime or violation in Nusakambangan Narcotics Penitentiary can be minimized or even be anticipated.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29692
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S6404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Roso Sri Widowati
"The objective of this research is done to know the work procedure of the security guard in the correctional facility of class IIA Yogyakarta. According to Gibson that attitude or behavior (B) of one employee is the function of individual (I), organization (O) and psychology (P).
B=f (I,O,P)
For further, Gibson shows that the work procedure or work achievement and individual behavior is influenced by the three variables that are individual variable, organizational variable and psychology variable. The individual variable consists of the ability and the skill; the families backgrounds either the social level or demography. The ability and the skills are one of the things that hold a role in deciding the one's of work procedure. The psychological procedure consists of perception, attitude, personality and motivation. The organization variable consists of the resources, leadership, repayment, structure and the work design.
Focusing from Gibson's opinions, the writer formulates that the most influence factor of the employee work procedure are the ability and the skill that in this case connected with the educational level, compensation, payment and work motivation which is possessed by those employee.
The population in this research is the security guard in the correctional facility of class IIA Yogyakarta. The security guards that is become responden in this research consists of the KPLP Staff (Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan), the security guard group I up to 5 of the block of woman of the KPLP Staff. The sample is stated by using the proportional stratified random sampling method, and from the 80 questionnaires which are distributed and they are 65 questionnaires that are collected again. The questionnaire that is used in this research is kind of closed question and answered list with the suitable answer valuable. The scale that is being used in this research is Likert Scale which is known as summated ratings method.
The data processing and analysis is by using SPSS (Statistical Product and Service Solutions) version 11. The cross tabulation analysis is done to know how far the relations between the independent variable and the dependent variable that is the relation between the educational level which is in this case consists of the formal education level and the training that ever take financial compensation variable that are consists of the salary and extra allowance that they get, motivation variable with the work procedure variable of the security guard in the correctional facility.
After doing the calculation with SPSS (Statistical Product and Service Solutions) version 11 by using Spearman correlation measurement method could get that the value of the relation between formal education and work procedure of security guard is 0,426 with the significant degree in the level of 0,00. So it can be concluded that there is real relation between the formal education and the work procedure of the security guard but there is only weak relation. While for the relation between the training of the work procedure of security guard with the level of relation is 0,605 with the significant degree 0, 00. So, it can be concluded that real relation between training/provisioning with the work procedure of the security guard and there is strong relation on it.
While for the relation between financial compensation perception with the work procedure of the security guard and the result is founded in 0,662 with the significant degree in the level of 0,00. So it can be concluded that there is a relation between financial compensation perceptions with the work procedure of the security guard and there is strong relation/connection. The relation between the amount of salary and the work procedure of the security guard is get the relation 0,693 with the significant degree in the level of 0,00. So, it can be concluded that there is a relation between the amounts of the salary with the work procedure of the security guard and there is strong relation. While the relation between the perception of motivation and work procedure of the security guard is in the amount of 0,722 with the significant degree is 0.00. So, it can be concluded that there is a relation between the motivation perception and the work procedure of the security guard and the relation is strong."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22007
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S8738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Jiwajennie
"Dalam penelitian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogor selama Februari ? Mei 2009 ini, pengabaian terhadap hak atas pelayanan kesehatan terhadap tahanan serta narapidana penderita TBC masih ditemukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berbentuk deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa orang informan yang terdiri dari petugas maupun narapidana. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan banyak kendala dalam proses pelayanan kesehatan bagi pasien penderita TBC di LP Bogor. Terlambatnya deteksi terhadap kasus TBC paru, rendahnya kualitas kesehatan penghuni, masalah overkapasitas, belum adanya ruang isolasi khusus bagi pasien penderita TBC paru, serta terbatasnya anggaran menjadi kendala yang dihadapi para petugas kesehatan dalam upaya penanggulangan terhadap penyakit TBC paru di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogor. Namun yang menjadi hambatan dalam upaya penanggulangan terhadap penyebaran penyakit TBC di lingkungan LP Bogor ternyata bukan hanya disebabkan oleh minimnya fasilitas lapas, namun juga disebabkan karena lemahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki baik oleh penghuni, maupun petugas lapas.

In the research conducted at Bogor Penitentiary Class IIA in February - May 2009, negligence towards the inmates? rights to health care, including inmates suffering from TBC, is still found. This research uses descriptive - qualitative approach. Data is gathered through in-depth interview with inmates and wardens. This research finds a lot of hurdles in health care for inmates suffering from TBC in Bogor Penitentiary. Late detection, low general health level, overcapacity, the absence of special isolation unit, and very limited budget are the obstacles for the administrators. But that?s not all. Another contributing factor is the lack of quality in human resources both for the inmates and the wardens."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>