Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dara Rahmania
"Pers Indonesia yang berdiri di tengah masa penjajahan Belanda dikekang oleh sejumlah peraturan. Peraturan ini mengancam media dan para jurnalis yang berseberangan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Haatzaai Artikelen, Persbreidel Ordonnantie, UU 1856, dan UU 1906 menjadi senjata Pemerintah Hindia Belanda untuk membredel dan menahan penentangnya. Namun, di tengah kekangan tersebut masih ada celah untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang berseberangan dengan Pemerintah. Salah satu pelopor pejuang cikal bakal kebebasan pers di Indonesia adalah Ernest François Eugene Douwes Dekker.

Indonesian press, which was established in the middle of Dutch's colonialism era, was restrained by some rules. These rules threatened media and journalists that were opposite to the Hindian-Dutch Government. Haatzaai Artikelen, Persbreidel Ordonnantie, act 1856, and act 1906 were used by the government to ban and restrain its opposition. In spite of those restrictions, there was still a chance to deliver the people aspirations who opposed to the government. One of the pioneer of Indonesian press independence was Ernest Francois Douwes Dekker.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nibras Nada Nailufar
"ABSTRAK
Kebebasan selalu menjadi isu penting bagi pers di Indonesia, bahkan setelah pasca reformasi di mana demokratisasi berlangsung di segala lini kehidupan. Ancaman sensor oleh pemerintah yang sebelumnya menjadi momok bagi jurnalisme, kini diganti oleh konglomerasi dan konvergensi yang dikhawatirkan mengancam kebebasan pers. Artikel ini merupakan review terhadap dua penelitian yang berfokus pada hal tersebut. Penelitian pertama oleh Anett Keller pada 2004 melihat bagaimana kepemilikan sangat berpengaruh terhadap otonomi redaksi. Sepuluh tahun setelah itu Ross Tapsell juga menyorot kebebasan pers di era konvergensi yang sarat dengan konglomerasi, dan bagaimana teknologi merupakan masalah sekaligus jawaban dari kekhawatiran tentang kebebasan pers. Meskipun berangkat dengan fokus yang berbeda, kedua penelitian berhasil memetakan ancaman dan potensi bagi kebebasan pers Indonesia yang terus bergejolak.

ABSTRACT
Freedom of the press has always been a critical issue in the industry, moreover in the post-reform era where democratization is happening on every aspect. The government?s censor that previously being the main problem for journalism, now shift towards conglomeration and convergence that raise concern to freedom of the press. This article is a review to two researches that focus on that issue. The first is Anett Keller?s 2004 research that examine how ownership is significantly affecting newsroom autonomy. After ten years Ross Tapsell also aims to further examine freedom of the press in the convergence era, and how technology works as both threat and solution to freedom of the press. Although focuses differently, both research successfully map the threats and possibilities to Indonesia?s freedom of the press that is an ongoing process."
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pradita Vilkasari
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh kebijakan pemerintah Meiji terhadap kebebasan pers di Jepang, terutama terkait sistem sensor. Selama masa Meiji, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan pers Jepang seperti Peraturan Pers dan Peraturan Penerbitan tahun 1869; Peraturan Pers tahun 1875; Peraturan Penerbitan tahun 1893 dan Undang-undang Pers tahun 1909. Walaupun selama zaman Meiji, kebebasan pers Jepang dibatasi, namun pada kenyataannya pers Jepang tetap mampu menyuarakan pendapat. Hal ini dapat dilihat pada masa Perang Jepang Cina (1894-1895) dan perang Rusia Jepang (1905-1907) yang memberi keuntungan bagi pers Jepang karena menarik perhatian publik.

This study examines the effect of Meiji government policies on press freedom in Japan, especially the censorship system. In Meiji Era, the government issued regulations concerning Japanese press such as Press Ordinance and Publication Ordinance in 1869; Newspaper Ordinance in 1875; Publishing Ordinance in 1893; and Publishing Law in 1909. Despite of the restrictment of Meiji government regulations, in fact, Japanese press still could state their opinions.These freedom of press could be seen during Sino Japanese War (1894-1895) and Russo War (1905-1907) because the press could attract public attention."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Waluyo
"Abstrak
artikel ini membahas kebebasan pers di indonesia sehingga era reformasi. tonggak awal kebebasan pers dimulai pada masa kolonial hindia belanda dulu yang memperkenalkan penerbitan pers kepada bangsa pribumi. dan kemudian pada masa pergerakan nasional , masa kemerdekaan dan masa presiden sukarno. masa presiden suharto dan era reformasi. namun dalam praktiknya media pers yang i terbitkan harus sepengetahuan dari pemerintah kolonial hingga kini juga harus sejalan politik media dengan pemerintah. benag merah ternyata media masih di kontrol oleh pemerintah, meskipun regulasi telah membebaskan bagi penerbitan pers untuk memberitakan bagi kepentingan publik. kebebasan pers dalam era reformasi relatif makin terbentuk wujudnya yang dirasakan manfaatnya bagi publik"
Jakarta: Peneliti Bidang Studi Media and Network Society pada BPPKI Jakarta, 2018
384 KOMAS 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Waluyo
"Abstrak
artikel ini membahas kebebasan pers di indonesia sehingga era reformasi. tonggak awal kebebasan pers dimulai pada masa kolonial hindia belanda dulu yang memperkenalkan penerbitan pers kepada bangsa pribumi. dan kemudian pada masa pergerakan nasional , masa kemerdekaan dan masa presiden sukarno. masa presiden suharto dan era reformasi. namun dalam praktiknya media pers yang i terbitkan harus sepengetahuan dari pemerintah kolonial hingga kini juga harus sejalan politik media dengan pemerintah. benag merah ternyata media masih di kontrol oleh pemerintah, meskipun regulasi telah membebaskan bagi penerbitan pers untuk memberitakan bagi kepentingan publik. kebebasan pers dalam era reformasi relatif makin terbentuk wujudnya yang dirasakan manfaatnya bagi publik"
Jakarta: Peneliti Bidang Studi Media and Network Society pada BPPKI Jakarta, 2018
384 KOMAS 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Waluyo
"Abstrak
artikel ini membahas kebebasan pers di indonesia sehingga era reformasi. tonggak awal kebebasan pers dimulai pada masa kolonial hindia belanda dulu yang memperkenalkan penerbitan pers kepada bangsa pribumi. dan kemudian pada masa pergerakan nasional , masa kemerdekaan dan masa presiden sukarno. masa presiden suharto dan era reformasi. namun dalam praktiknya media pers yang i terbitkan harus sepengetahuan dari pemerintah kolonial hingga kini juga harus sejalan politik media dengan pemerintah. benag merah ternyata media masih di kontrol oleh pemerintah, meskipun regulasi telah membebaskan bagi penerbitan pers untuk memberitakan bagi kepentingan publik. kebebasan pers dalam era reformasi relatif makin terbentuk wujudnya yang dirasakan manfaatnya bagi publik"
Jakarta: Peneliti Bidang Studi Media and Network Society pada BPPKI Jakarta, 2018
384 KOMAS 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widjajanti M. Santoso
"ABSTRAK
Disertasi ini memproblematikakan representasi perempuan Indonesia melalui sinetron dengan menggunakan perspektlf feminis sosiologi, dalam konteks situasi sosial pasca Orde Baru sebagai konteks sosiologis signifikansi booming media dalam situasi yang berbeda dari dekade sebelumnya. Proses menggunakan perspektif feminis, disertasi ini juga melihat dialog antara sosiologi sebagai ilmu arus utama dengan feminis yang dianggap partikular.
Sebagai upaya menyumbang pada ruang publlk, disertasi ini juga berusaha memperlihatkan implikasi praktis sumbangan feminis terhadap kehidupan ruang publik di Indonesia.

Abstract
After the tumbling down of the New Order, the situation concerning the media in Indonesia is getting freer. The eradication of the Department of Information and the lesser control by the military is used by the media to secure freedom of the press by the legislature and regulation. The media afterward is a booming economic activity which can be seen from the increasing numbers of media whether print, audio or audio visual. The dissertation oontextualises such situation as particular important and significant historical event, because it marks the sequence of social change."
2006
D724
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Ruswandi
"Studi ini berupaya melihat bagaimana hubungan kerja sama antara media lokal dan pemerintah lokal. Secara lebih spesifik penelitian ini ingin melihat apakah kerja sama tersebut mengganggu kebebasan pers dari media lokal dalam memberitakan isu-isu terkait aktivitas dan kebijakan pemerintah lokal. Riset ini didasari latar belakang banyaknya kerja sama yang dibuat oleh pemerintah lokal dengan media lokal dalam hal pemberitaan aktivitas-aktivitas pemerintah lokal pada era otonomi/desentralisasi pemerintahan daerah. Studi ini bertujuan untuk mengkaji kebebasan pers lokal yang memiliki hubungan kerja sama dengan pemerintah lokal. Penelitian ini menggunakan teori ekonomi politik komunikasi dari Mosco dengan fokus melihat komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Konsep-konsep lain yang digunakan untuk menganalisis data adalah media capture, strategi dan taktik finansial pemerintah dalam mendominasi media, serta model hierarki pengaruh. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Media yang dipilih adalah media daring lokal di Jawa Barat, yaitu Media Jabar 1 dan Media Jabar 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media lokal yang bekerja sama dengan pemerintah lokal telah menggeser fungsi media yang tadinya sepenuhnya untuk ruang publik, sekarang sebagian ruang itu digunakan untuk corong pemerintah. Media dijadikan telah menjadi alat tukar yang ditransaksikan dengan pemerintah lokal. Akibatnya ruang-ruang untuk melayani publik di media semakin berkurang atau menyempit, karena sebagian ruang itu digunakan untuk suara pemerintah lokal. Lebih jauh lagi media lokal sudah kehilangan fungsi sebagai alat kontrol bagi pemerintah, juga kehilangan fungsi penyedia informasi alternatif untuk mengimbangi suara pemerintah di tengah publik. Jadi, ada relasi kuasa yang timpang antara pemerintah lokal terhadap media lokal. Implikasinya adalah media lokal tidak dapat menjalankan kebebasan pers dengan baik. Padahal media yang bebas adalah salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan desentralisasi demokratis.

This study investigates the relationship between local media and local government, with a particular focus on whether such cooperation interferes with the freedom of local media in reporting issues related to local government activities and policies. This research stems from the background of numerous collaborations between local governments and local media in reporting local government activities in the era of autonomy and decentralization. The study aims to examine the press freedom of local media that maintain cooperative relationships with local governments. The theoretical framework of this research is based on Mosco's political economy of communication, emphasizing commodification, spatialization, and structuration. Moreover, it used other concepts to analyze the data include media capture, government financial strategies and tactics in dominating media, and the hierarchy of influences model, as well. A qualitative case study approach is employed, focusing on two local online media outlets in West Java: Media Jabar 1 and Media Jabar 2. The findings reveal that local media collaborating with local governments have shifted their role from solely serving the public sphere to partially acting as government mouthpieces. Media has become a transactional medium, exchanged for local government funds. Consequently, the space dedicated to serving the public in the media has been diminished, as part of it is used to propagate the local government's voice. Furthermore, local media have lost their function as government watchdogs and as providers of alternative information to balance government narratives within the public sphere. This results in an unequal power relationship between local governments and local media, hindering the proper exercise of media freedom. Ultimately, the presence of free media is a crucial indicator of successful democratic decentralization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
384 KOMAS 10:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fefriza Ilzar
"Euforia kebebasan pers yang berlangsung di era reformasi (pasta Orde Baru), selain memberikan angin segar bagi kehidupan demokrasi dan rakyat Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif sebagai akibat dari penyelenggaraan pers yang terlalu antusias atau berlebihan-lebihan.
Tesis ini berusaha mengkaji persoalan tersebut dengan fokus: jaminan pemerintah/negara terhadap aktivitas praktisi pers yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan pers: apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan selaras pula dengankode etik jurnalistik; implikasi kebebasan pers bagi kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan menawarkan alternatif pemikiran bagi perbaikan penyelenggraan pers di tanah air agar tidak memberikan implikasi negatif.
Untuk sampai pada tujuan tersebut digunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data: wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah informan yang berasal dari kalangan praktisi pers, pakar komunikasi, pakar psikologi sosial, politisi (anggota DPR) dan aktivis media watch dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengorganisasikan, mengkategorikan, menemukan tema dan ide-ide, dan kemudian disajikan secara deskriptif. Analisis data atas temuan-temuan di lapangan menunjukkan beberapa kesimpulan panting sebagai berikut:
Sejak pemerintahan Presiden BJ Habibie, di Indonesia berlangsung reformasi pers yang ditandai oleh kebebasan pers. Namun kebebasan tersebut masih berlangsung semu. Kebebasan pers dinodai sikap emosional crew pers dalam menurunkan berita, sehingga bermunculan berita-berita bombastis, sensasional, tendensius, provokatif, fitnah, caci maki, eksploitasi pronografi, menafikan fairness dan akurasi, sehingga pers kehilangan profesionalitas dan berjarak dengan etika jurnatistik, bahkan kerap melakukan trial by the public."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>