Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarifah Nurul Afiah
"UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada dasarnya perkawinan menganut asas monogami terbuka, dengan maksud masih diperbolehkan adanya perkawinan poligami apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya. Menurut agama Islam diperbolehkan berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur poligami namun masih saja terdapat poligami yang tidak memenuhi syarat, salah satunya karena tidak adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri terdahulu. Terlihat dengan adanya putusan Pengadilan Agama Depok No.324/Pdt.G/2006/PA.Dpk tentang Pembatalan Perkawinan Poligami. Permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan, akibat dan upaya yang dilakukan dari pembatalan perkawinan poligami ditinjau dari Hukum Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, serta analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Depok No.324/Pdt.G/PA.Dpk.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan didukung dengan wawancara kepada narasumber dan tipologi penelitiannya deskriptif analitis. Dari penelitian penulis didapatkan bahwa pengaturan mengenai pembatalan perkawinan poligami ditinjau dari Hukum Islam diatur dalam al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 22,23,24, sedangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 22, dan Pasal 24. Menurut KHI diatur dalam Pasal 71 huruf a. Adanya keputusan pembatalan perkawinan dari pengadilan menimbulkan akibat hukum terhadap status/kedudukan suami isteri, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, harta bersama, dan terhadap pihak ketiga. Kemudian upaya hukum yang dapat dilakukan oleh isteri/isteri-isteri mengajukan pembatalan perkawinan ke pengadilan. Putusan Pengadilan Agama Depok No.324/Pdt.G/2006/PA.Dpk telah sesuai dengan Hukum Islam, UU No. 1 Tahun 1974, dan KHI.

Regulation No. 1 of 1974 on Marriage essentially adheres to the principle of open monogamy marriages, with the intention of the allowance of polygamy marriages if desired by the individual in question because the law and religion from those individuals allow it. According to the Islamic religion, polygamy is allowed if the necessary terms are fulfilled. Even though there isa regulation that governs polygamy, but there are still polygamous marriages that do not meet the requirement, one of the reasons being is that there are absent of consent from the current legal wife. With the Decision of Religious Court of Depok No. 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk on Aborted Nuptials, problems arising from this writing are how are the cancelation polygamous marriages regulated, affected and affronted from the perspective of Islamic Law, Regulation No. 1 of Islamic laws and then analysis of the Decision of Religious Court of Depok No. 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk.
The writer uses the method of normative judicial research along with interviews from sources and the typology of writing being analytical descriptive. From this research, the writer concludes that the law regarding cancelation of polygamous marriages from the perspective of Islamic law within the al-Qur’an An-Nisa Letter verse 22,23,24, while on Regulation No. 1 of 1974 is regulated in Article 1 verse 2, Article 2, Article 5, Article 22 and Article 24. According to Compilation of Islamic Law in Article 71 (a), there are decisions on cancellation by courts that gives legal affect towards the status of the bride and groom in question, their sons and/or daughters from the marriage, their shared wealth, and towards the third party. Consequently, the remedy that can be obtained by the wife/wives is to cancel the marriage in front of the court. The Decision of Religious Court of Depok No. 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk is within the scope of Islamic Law, Regulation No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vienna Mienaristy
"Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan poligami karena ketiadaan izin isteri pertama dalam melakukan poligami. Pasal 5 UU Perkawinan, Hukum Islam dan Pasal 58 KHI (ijtihad para ulama Indonesia), mengatur bahwa poligami diperbolehkan apabila memenuhi syarat-syarat. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif dan tipologi bersifat deskriptif analitis. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pembatalan perkawinan poligami, bagaimana akibat pembatalan perkawinan poligami dan apakah tepat pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 312/Pdt.G/2009/PA.Tng.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perkawinan poligami yang dilakukan tanpa adanya izin isteri pertama adalah bertentangan dengan UU Perkawinan dan KHI sehingga dapat dibatalkan. Putusan pembatalan perkawinan menyebabkan perkawinan mereka batal, mereka bukan lagi sebagai suami isteri, hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi hapus, tidak ada harta bersama, anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap menjadi anak sah dari kedua orang-tuanya dan ada masa iddah bagi isteri. Putusan Hakim PA Tangerang Nomor 312/Pdt.G/2009/PA.Tng sudah tepat.

This thesis examines the annulment of marriage caused by the absence of permission from the first wife to do polygamy. Article 5 of Marriage Law, Islamic Law and Article 58 Compilation of Islamic Law (ijtihad by Indonesian muslim scholars), regulate that husband is permitted to do polygamy if he fulfill the requirements. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods and the typology is descriptive analytical. The problem in this thesis are how is the regulation of polygamous marriage annulment, the consequences of polygamous marriage annulment and whether the judges sentence of religious court of Tangerang No. 312/Pdt.G/2009/PA.Tng is already appropriate and correct or not.
The conclusion of those problems are polygamous marriages that held without the first wife’s permission is prohibited and against Marriage Law and Compilation of Islamic Law, so that polygamous marriage can be annulled. Polygamous marriage annulment causes their marriage is annulled, they are no longer as husband and wife, the rights and obligations between husband and wife whose marriage is annulled become no longer exist, there is no common property between them, children who were born on that annulled polygamous marriage are still legitimate child of their parents and there is waiting period for the wife. Judge’s sentence of Religious Court of Tangerang No. 312/Pdt.G/2009/PA.Tng is correct and appropriate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranny Alfianti
"Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun ketentuan mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan pengertian perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berwarganegaraan Indonesia. Perkawinan dalam Hukum Islam pada dasarnya menganut asas monogami dan bukan poligami. Namun agama Islam pada dasarnya tidak melarang poligami dengan persyaratan khusus serta juga sejumlah ketentuan yang dikenakan kepadanya. Berkaitan dengan perkawinan poligami, menurut Penjelasan Umum poin 4 huruf c Undang-Undang Perkawinan menyatakan, bahwa pada dasarnya undang-undang menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.
Permasalahan dalam penulisan tesis ini yaitu akibat hukum dilangsungkannya perkawinan poligami dalam perkawinan campuran beda kewarganegaraan dan apakah tepat pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk. Kemudian dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Sementara itu, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu mengacu pada data penelitian yang diteliti oleh peneliti.
Sedangkan kesimpulan berdasarkan permasalahan di atas adalah akibat hukumnya adalah dapat memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan salah satu pihak, tidak mempunyai penguasaan hak milik atas tanah di Indonesia, dan terhadap status kewarganegaraan terhadap anak yang dilahirkan memperoleh kewarganegaraan ganda sebelum berumur 18 tahun atau telah kawin, Sedangkan dalam putusan Pengadilan Agama Depok 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk, Majelis Hakim menggunakan Pasal 24 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang intinya seorang yang masih terikat perkawinan dirinya dengan salah satu dari kedua pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

Marriage is inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and everlasting family (household) based on Belief in God. The provisions on marriage set out in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage. While the definition of mixed marriage is a marital union of two individuals in Indonesia which subject to different laws, because of nationality difference and one of the couple is Indonesia citizen. Marriage in Islamic Law is basically adheres to the principle of monogamy instead of polygamy. But basically, the religion does not prohibit polygamy provided that applicable special requirements as well as the provisions are met. With regard to polygamous marriage, according to the General Explanation of point 4 letter c of Marriage Law states that basically the law embraces the principle of monogamy, only if required by the individual due to the laws and religion of the individual permit polygamy, a husband can have more than one wife. This thesis draws up the problem of legal consequences of polygamous marriage of different citizenship and whether the judge provided proper consideration in the nullity of marriage in the Decision of Religious Court of Depok No. 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk.
The author applies the juridical-normative literature research method, with the main data used are secondary data obtained from the literature in the form of primary, secondary and tertiary legal materials. The method of data analysis used in this study is qualitative research that refers to the data examined by the author.
The conclusion developed based on the above problem regarding the legal consequences are the possibility of gaining and losing the citizenship status of either party, either party does not have tenure rights to land in Indonesia, and their children will obtain dual citizenship status before the age of 18 or married. While in the Decision of Religious Court of Depok No. 324/Pdt.G/2006/PA.Dpk, the Judges used Article 24 of Law No. 1 of 1974 regarding Marriage which states that basically, a person who is still married to one of the two parties and on the basis of the persistence of the marriage may apply the nullity without prejudice to the provisions of Article 3 paragraph (2) and Article 4 of this Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T 28671
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqo Ayu Garnasi
"Putusnya perkawinan tentu akan mempunyai banyak akibat kepada para pihak. Salah satu akibatnya terhadap pihak perempuan adalah masa ‘iddah. Terhadap perkawinan yang dibatalkan di Pengadilan Agama Depok dan Wonosari dapat penulis teliti apakah masa ‘iddah akibat pembatalan perkawinan dapat diperhitungkan serta apakah Hakim Pengadilan Agama tersebut menerapkan ketentuan hukum mengenai masa ‘iddah dalam putusannya. Penulis akan menganalisis dengan mengacu kepada metode pendekatan yuridis normatif. Karena begitu penting ditetapkannya masa ‘iddah yang harus dijalankan oleh pihak perempuan setelah putus perkawinannya termasuk dari pembatalan perkawinan.

The breakdown of marriage will certainly have a lot due to the parties. One of the women is a result of the waiting period. Against the marriage was canceled in Depok Religious Court and can Wonosari authors carefully whether the waiting period can be taken into account due to the cancellation of marriage and whether the judge courts for applying the legal provisions regarding the waiting period in its decision. The author will analyze with reference to the normative juridical approach. Because it is so important stipulation of the waiting period that must be taken by the woman after the break up of a marriage, including the nullification of the marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Henni Clementin
"Pembatalan perkawinan memiliki akibat bagi pihak-pihak tertentu, termasuk terhadap anak. Pembatalan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Skripsi ini menjelaskan status anak yang lahir dari suatu perkawinan yang dibatalkan, yang dikaji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Selain itu, skripsi ini juga akan menjelaskan ada atau tidaknya pertentangan antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan dalam mengatur mengenai pembatalan perkawinan. Dibahas juga kesesuaian penerapan hukum oleh hakim dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dalam putusan nomor 0554/Pdt.G/2009/PA.TA. Skripsi ini dibuat dengan metode studi pustaka dan wawancara dengan salah seorang hakim di Pengadilan Agama Depok. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa (1) tidak ada pertentangan antara Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Kompilasi Hukum Islam dan (2) terdapat kesalahan penerapan hukum oleh hakim dalam putusan nomor nomor 0554/Pdt.G/2009/PA.TA.

The nullification of marriage brings effect to the child. The nullification of marriage is ruled by the Law Number 1 Year 1974 about Marriage and The Compilation of Islamic Law. This minithesis explain the status of the child who born cause by the marriage that nullified, which is explained from the perspective of Islamic Law and Law Number 1 Year 1974 about Marriage. Other than that, this minithesis will explain about the existence of the diference of rules between The Compilation of Islamic Law and Law Number 1 Year 1974 about Marriage. This minithesis will also explain about the application of law by the judges in the case number 0554/Pdt.G/2009/PA.TA. This minithesis is created with the literature study method and interview with a judge of the Religious Court of Depok. The research get the conclusion that (1) there is no contradiction between Law Number 1 Year 1974 about Marriage and The Compilation of Islamic Law and (2) there is a mistake which done by the judge on the case number 0554/Pdt.G/2009/PA.TA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rena Restriana
"Dampak negatif dari arus globalisasi yang masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah melonggarnya batasan moral yang menjadi pegangan masyarakat selama ini. Hal tersebut menyebabkan hubungan seksual sebelum melangsungkan perkawinan seringkali dianggap menjadi hal yang biasa. Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai pembatalan perkawinan karena adanya paksaan dan ancaman yang melanggar hukum, dimana paksaan dan ancaman tersebut dilakukan, dengan alasan agar pihak laki-laki mau bertanggung jawab menikahi perempuan yang telah dihamilinya. Pada skripsi ini, juga dibahas mengenai paksaan dan ancaman yang melanggar hukum di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan digunakannya metode penelitian yuridis normatif, terhadap putusan Pengadilan Agama No. 468/Pdt.G/2014/PA.Trk, dapat disimpulkam bahwa pertimbangan hakim dalam putusan tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, karena jika merujuk pada Pasal 27 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 serta Pasal 71 dan 72 Kompilasi Hukum Islam yang pada intinya menjelaskan jika terdapat suatu paksaan dan ancaman yang melanggar hukum maka terhadap perkawinan tersebut dapat dilakukan pembatalan. Namun keputusan hakim dalam putusan No. 468/Pdt.G/2014/PA.Trk tersebut, tidak mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan.

One of negative impacts of globalization which has entered many aspects of human rsquo s life is morality as a community guidance that have been weakened. This makes the act of sex before marriage has been seen as a common thing. This thesis will tell a case of marriage annulment by reason of coercion and threat, which are done as a reason for a guy to be responsible to marry a girl whom he has impregnanted. In this thesis, the discussion envelopes coercion and threat in Law Number 1 Year 1974 and Compilation of Islamic Law. By using juridical normative research method in Religious Court rsquo s decision Number 468 Pdt.G 2014 PA.Trk, it can be concluded that judge rsquo s consideration on the decision is not suitable with The Law Number 1 Year 1974 nor Compilation of Islamic Law, because if referring to Article 27 of Law Number 1 Year 1974 along with Article 71 and 72 of Compilation of Islamic Law, explain if there rsquo s a threat or coercion, the marriage annulment is possible to be done. However, judge rsquo s rulling in the court decision Number 468 Pdt.G 2014 PA.Trk does not grant petition of marriage annulment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Yustisiani Riaji
"Pembatalan perkawinan yang telah dilangsungkan masih banyak terjadi dalam masyarakat, hal itu disebabkan karena perkawinan yang dilangsungkan tersebut cacat hukum. Pembatalan perkawinan tersebut didasarkan karena adanya syarat-syarat perkawinan yang tidak dipenuhi sehingga menyebabkan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum yang berlaku. Salah satu contohnya yaitu dalam putusan Pengadilan Agama Banda Aceh Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna yang latar belakang pengajuan pembatalan perkawinannya disebabkan karena perkawinan dilangsungkan dengan berwalikan calon mempelai perempuan sendiri dan adanya pemalsuan identitas. Dari uraian tersebut timbulah pertanyaan apakah putusan Pengadilan Agama Banda Aceh Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna bertentangan dengan Peraturan dalam Undang?Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, kemudian bagaimana status terhadap suami isteri, harta bersama dan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah dibatalkan. Untuk dapat mencari jawaban masalah ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan dan didukung dengan wawancara kepada nara sumber. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna perkawinan dibatalkan karena adanya wali nikah yang tidak sah dan pemalsuan identitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap dasar pertimbangan Hakim Majelis pada putusan tersebut telah tepat sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perundang?undangan yang berlaku khususnya mengenai perkawinan, hanya saja hakim kurang menambahkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang?Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan untuk merujuk pada Pasal 71 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan yaitu segala hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi tidak ada, dan keputusan pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak?anak yang dilahirkan dari perkawinan dan anak tetap menjadi anak yang sah serta terkait harta bersama pembagiannya diserahkan kepada masing?masing pihak sesuai dengan kesepakatan.

Most of the marriage in the community is annulled due to invalidity. The annulment of marriage is resulting from the failure to the terms of marriage thereby making the marriage invalid according to the applicable regulation. One of the examples is judgment of Banda Aceh Religious Court Number Nomor 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna that annulled a marriage because the guardian is the bride herself and because of falsification of identify. From the description, there is a question, does the judgment of Banda Aceh Religious Court Number 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna contravene the Law Number 1 Of 1974 and the Compilation of Islamic Law?, and then what is the status of the married couple, mutual property and children born from the marriage so annulled?. To answer the question, the writer uses juridical and normative research method by using secondary data from the literature supported with the interview with the resources persons. In the Judgment of the Religious Court Number 113/Pdt.G/2012/Ms-Bna, the marriage is annulled due to invalid status of the guardian and falsification of identity. The research to the consideration basis of the Council of Judges indicates that the Judgment is not in contravention of the applicable legislation, particularly that on marriage, but the judges lacks the Article 2 paragraph (1) of Law Number 1 Of 1974 on Marriage to refer to Article 71 point (e) Compilation of Islamic Law. Legal consequences of the annulment of marriage are all rights and obligations of the married couple become non-existing, and the judgment of annulment is not retroactive to the children born from the marriage and the children remain being legitimate children and the division of mutual property is submitted to the respective parties in accordance with the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafirah Zhafarina
"Di Indonesia terdapat perkawinan di mana antara suami dan istri tidak saling memenuhi kewajiban pemberian nafkah batin. Hal tersebut terjadi dengan berbagai alasan antara lain seperti ketidakcocokan dan dapat berujung pada perceraian qobla al dukhul (perceraian tanpa didahului hubungan badan antara suami istri). Permasalahan yang timbul dalam kasus ini adalah bagaimana hak-hak istri qobla al dukhul setelah perceraian menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI serta analisis putusan nomor: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. dan putusan nomor: 164/Pdt.G/2010/PA.JP.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui hak-hak istri qobla al dukhul setelah perceraian dan apakah putusan pengadilan tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan sumber data sekunder dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak-hak yang diperoleh istri qobla al dukhul setelah perceraian yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam adalah hak atas sebagian mahar dan ketiadaan masa ?iddah, sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur hal tersebut. Hasil dari analisis putusan nomor: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. dan putusan nomor: 164/Pdt.G/2010/PA.JP. menunjukkan bahwa terdapat beberapa pertimbangan dan diktum putusan yang kurang tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan KHI.

In Indonesia there are some marriages between a husband and wife that does not mutually fulfill the obligation to provide spiritual sustenance. That happens for various reasons such as incompatibility and can lead to qobla al dukhul divorce (divorce without any prior sexual relations between husband and wife). The problems that arise in this case is how the rights of the qobla al dukhul wife after divorce according to Act Number 1 of 1974 about Marriage and KHI and analysis of decision number: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. and decision number: 164/Pdt.G/2010/PA.JP.
The purpose of this paper is to determine the rights of qobla al dukhul wife after divorce and whether the court's decision was in accordance with Indonesian laws and regulations. This study uses a normative analytical descriptive with secondary data, and analyzed qualitatively.
The result showed that the rights obtained by the qobla al dukhul wife after divorce based on Compilation of Islamic Law are a share of the dowry and the absence of the waiting period, whereas Act Number 1 of 1974 about Marriage does not regulate it. The results of the analysis of decision number: 0212/Pdt.G/2011/PA.Sbg. and decision number: 164/Pdt.G/2010/PA.JP. shows that there are some considerations and dictum of decision which less accurate because it does not suitable with KHI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Rohayati
"Pembatalan perkawinan masih terjadi dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut dikarenakan adanya syarat perkawinan yang tidak terpenuhi sehingga perkawinan tersebut menjadi tidak sah menurut hukum. Salah satu contohnya ialah putusan Pengadilan Agama Kebumen Nomor 2879/Pdt.G/2019/PA.Kbm, pengajuan pembatalan perkawinan dalam putusan tersebut dikarenakan wali nikah yang tidak sah. Tujuan penelitian ialah untuk menganalisis tanggungjawab Petugas Pencatat Nikah (PPN) yang tidak melakukan konfirmasi atau penelitian dan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap dokumen-dokumen dan wali nikah, dan untuk  menganalisis akibat hukum terhadap pembatalan perkawinan karena wali nikah yang tidak sah terhadap kedudukan pasangan suami istri, anak dan harta kekayaan yang diperoleh selama pernikahan. Metode penelitian yang digunakan ialah yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskriptif analitis, data yang digunakan berasal dari data sekunder. Hasil penelitian ialah Pegawai Pencatat Nikah telah lalai dalam memeriksa dokumen dan verifikasi terhadap kebenaran wali nikah, semestinya memiliki tanggung jawab atas kelalaiannya tersebut. Namun, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, tidak mengatur mengenai sanksi apapun. Tindakan Pegawai Pencatat Nikah tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Sehingga dapat dikenakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akibat hukum pembatalan perkawinan ialah putusnya hubungan antara pemohon dan termohon sebagai suami dan istri, kedudukan anak-anak yang dilahirkan tetap menjadi anak sah. Harta benda dari perkawinan kembali seperti semula, harta bersama dibagi sesuai ketentuan pembagian harta bersama, namun apabila perkawinan tersebut disertai perjanjian perkawinan, maka perjanjian perkawinan tersebut juga dinyatakan batal.

 

Kata kunci: pembatalan, perkawinan, wali nikah yang tidak sah.


The annulment of marriage still occurs in people's lives, this is due to the unfulfilled terms of marriage thereby making the marriage invalid according to the regulation. One of the example is the judgment of the Kebumen Religious Court Number 2879/Pdt.G/2019/PA.Kbm, the annulment of marriage in that judgment because of the guardian is invalid. The purpose of the study is to find out the responsibilities of the marriage registrar who do not confirm or research the documents and marriage guardian,  and legal consequences of marriage annulment due to invalid marriage guardians  of the position of the husband and wife, children and marriage assets. The research method used is normative juridical, with descriptive analysis type, the research used secondary data. The results of the study are that the Marriage Registrar has been negligent in examining documents and verifying the truth of a marriage guardian, they should have responsibility for such negligence. However, Regulation of the Minister of Religion Number 20 of 2019 regarding Marriage Registration, does not regulate any sanctions. The act of the Registrar of Marriage is against the law. So that it can be subject to Article 1365 of the Civil Code. The legal consequence of a marriage cancellation is a break in the relationship between the applicant and the respondent as husband and wife, the position of the children born to remain legal children. Assets from remarriage are as before, shared property is divided according to the provisions of shared property, but if the marriage is accompanied by a marriage agreement, then the marriage agreement is also declared null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adil Supatra Akbar
"Perkawinan merupakan hal yang fundamental dalam kehidupan manusia. Salah satu fungsi perkawinan ialah melanjutkan keturunan manusia di muka bumi. Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur pelaksanaan perkawinan sedemikian rupa agar pelaksanaan perkawinan itu dapat berjalan dengan baik dan teratur. Pengaturan perkawinan salah satunya dilakukan dengan cara menerapkan rukun dan syarat perkawinan. Pelanggaran terhadap rukun dan syarat perkawinan dapat menyebabkan perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Skripsi ini akan mengulas perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi salah satu syarat perkawinan dengan studi kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 1899/Pdt.G/2012/PAJT. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perkawinan yang tidak memenuhi syarat berkedudukan sebagai perkawinan yang harus segera dibatalkan dan perkawinan yang tidak sah dapat dibatalkan sesuai prosedur perceraian.
Marriage is a fundamental thing in human life. One of the function of marriage is to continue the descent of human on earth. Islamic Law and Law No. 1 of 1974 has arranged in such a way so that the implementation of the marriage can be run properly. To set off the marriage, law has been applying a principles and requirements of marriage. Violation of the principles and the requirements of marriage is a serious matter because violating the principles and the requirements means violating religion norms. This essay will reviewing the marriage that conducted without fulfilling one of the principle and the requirements of marriage. A marriage that does not fulfilling the principle and the requirements of marriage can make the marriage can be annulled, even it can be viewed as a null and void marriage according to the Islamic law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>