Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82524 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Apriyanto
"Nyeri pascaoperasi merupakan masalah utama dan perlu ditangani dengan baik. Meskipun berbagai jenis farmakoterapi telah digunakan untuk tatalaksana nyeri pascaoperasi namun hasilnya masih belum memuaskan dan menimbulkan sejumlah efek samping seperti mual muntah dan gangguan gastrointestinal. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak dengan kontrol yang bertujuan untuk mengetahui efek elektroakupunktur (EA) pada nyeri pascaseksio sesarea.
Tiga puluh delapan ibu bersalin pascaseksio sesarea yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok EA menerima elektroakupunktur frekuensi 2 Hz pada titik ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, LI4 Hegu dan LR3 Taichong selama 30 menit sedangkan kelompok kontrol tidak menerima EA. Kedua kelompok diberikan morfin sesuai kebutuhannya melalui Patient Controlled Analgesia. Penilaian dilakukan dengan mengukur kebutuhan morfin pascaoperasi selama 24 jam dan waktu pemakaian morfin pertama kali.
Hasilnya median jumlah dosis morfin pascaoperasi selama 24 jam pada kelompok EA adalah 4,5 mg dan kelompok kontrol 15 mg (p<0,05) dan median waktu pemakaian morfin pertama kali pada kelompok EA adalah 205 menit dan kelompok kontrol 60 menit (p<0,05).
Kesimpulan penelitian ini bahwa EA mengurangi nyeri pascaseksio sesarea melalui penundaan waktu pemakaian morfin pertama kali dan pengurangan jumlah pemakaian morfin selama 24 jam pertama pascaoperasi.

Postoperative pain is a major problem and needs to be handled properly. Although various types of pharmacotherapy regimen has been used for the management of postoperative pain but the results are still not satisfactory and cause a number of side effects such as nausea, vomitting and gastrointestinal disorders. This is a randomized controlled clinical trial to determine the effects of electroacupuncture (EA) on postcesarean pain.
Thirty eight women postcesarean who met the inclusion criteria were divided into two groups. EA group received 2 Hz electroacupuncture at ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, LI4 Hegu and LR3 Taichong for 30 minutes while the control group did not received EA. Both groups were given morphine according to their individual needs through Patient Controlled Analgesia. Assessment is done by measuring total dose of morphine used within the first 24 hours and the first time of requesting morphine.
The result showed that median amount of morphine consumption for 24 hours in the EA group are 4.5 mg and 15 mg for control group (p<0.05) and the median time to the first use of morphine in EA group are 205 minutes and a control group 60 minutes (p< 0.05).
It can be concluded that EA had analgesia effect on postcesarean pain by delaying first time of requesting morphine and lowering total dose of morphine used within the first 24 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Permata Sari
"Pendahuluan : Retensi urine pasca-persalinan (RUPP) adalah ketidakmampuan berkemih spontan 6 jam pasca persalinan dengan residu urine 200 ml. Penatalaksanaan RUPP dengan pemasangan kateter urine. Elektroakupunktur meningkatkan kontraksi detrusor dan mendorong buang air kecil serta mengurangi volume residu urine dengan efek samping minimal. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas elektroakupunktur dalam mempercepat terjadinya proses berkemih dan mengurangi volume residu urine pada pasien dengan RUPP.
Metode: Desain penelitian adalah uji klinis acak tersamar ganda. Penelitian diikuti oleh 60 orang subjek penelitian yang dibagi kedalam kelompok elektroakupunktur (n=30) dan sham (n=30). Pada kelompok elektroakupunktur dilakukan penusukan jarum akupunktur kemudian dihubungkan ke stimulator elektroakupunktur dengan gelombang continuous 2 Hz selama 30 menit. Pada kelompok sham jarum hanya ditempelkan saja, disambungkan ke stimulator elektroakupunktur namun rangsang listrik tidak diberikan. Elektroakupunktur dilakukan 2 kali dalam 24 jam pemasangan kateter urine. Luaran yang dinilai adalah waktu miksi pertama dan volume residu urine 6 jam setelah pelepasan kateter.
Hasil: Waktu miksi spontan pertama pada kelompok elektroakupunktur lebih cepat (p<0,001) dan volume residu urine lebih sedikit dibandingkan kelompok sham (p=0,005).
Kesimpulan: elektroakupunktur mempercepat terjadinya miksi spontan dan mengurangi volume residu urine pada pasien dengan RUPP.

Introduction : Post-partum urinary retention (PPUR) defined as the inability to urinate spontaneously after 6 hours postpartum with residual urine ≥ 200 ml. Management of PPUR by inserting an urinary catheter. Electroacupuncture increased detrusor contractions, encourage micturition and reduce residual volume with minimal side effects. The purpose of this study was to determine the effectiveness of electroacupuncture in accelerating micturition and reducing residual urine in patients with PPUR.
Methods : this is a double-blind randomized clinical trial. This study was followed by 60 subjects who divided into electroacupuncture (n = 30) and sham (n = 30) groups. In the electroacupuncture group, an acupuncture needle was inserted and connected to electroacupuncture stimulator with continuous wave 2 Hz for 30 minutes. In the sham group the needles only attached and there’s no electrical stimulation was given. Electroacupuncture was performed 2 times within 24 hours while patient using catheter.
Results : The first spontaneous micturition in the electroacupuncture group faster (p<0.001) and residual volume was less in the electroacupuncture group than the sham group (p=0.005).
Conclusion: electroacupuncture accelerates spontaneous micturition and reduces residual urine volume in patients with PPUR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Lufty Setiawardhani
"Akupunktur sebagai suatu modalitas terapi semakin banyak digunakan dalam mengobati penyakit. Namun hingga saat ini mekanisme kerja akupunktur tetap belum jelas. Beberapa peneliti berpendapat akupunktur bekerja dengan merangsang penglepasan β-endorfin. Sementara peneliti lain berpendapat sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dapat meningkatkan kadar β-endorfin plasma sebagai dasar dari mekanisme kerja akupunktur. Tiga puluh enam sukarelawan sehat terbagi atas dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi n=18 dan kelompok kontrol n=18 . Pada kelompok intervensi dilakukan elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dengan frekuensi rendah selama 30 menit. Sementara pada kelompok kontrol dilakukan elektroakupunktur sham pada titik bukan titik akupunktur selama 30 menit. Pemeriksaan β-endorfin plasma dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat perbedaan bermakna dalam peningkatan kadar β-endorfin plasma pada kelompok intervensi dibanding pada kelompok kontrol 9 50 vs 1 5,6 ; p=0,009 . Terdapat pula perbedaan bermakna kadar β-endorfin plasma antara kedua kelompok sesudah dilakukan intervensi 35,1 3,4 vs 10,3 1,8; p=0,003 . Elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu mempunyai efek meningkatkan kadar β-endorfin plasma pada subyek sehat.

Acupuncture as a therapy modality is becoming popular for treating disease. Nevertheless, acupuncture mechanism of action remains unclear until now. Some studies suggest that acupuncture works by stimulating endorphin release. Other studies have opposite. The purpose of this study is to determine whether Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point could increase plasma endorphin level as a basic of acupuncture mechanism of action. Thirty six healthy subjects were involved and divided randomly into 2 groups which are intervention n 18 and control groups n 18 . In intervention group, electroacupuncture was applied at LI 4 Hegu Point with low frequency for 30 minutes. Meanwhile, in control group, sham electroacupuncture was applied at non acupoint for 30 minutes. Plasma endorphin was examined before and after intervention using ELISA method. There is significant difference between intervention and control groups in increasing plasma endorphin level 9 50 vs 1 5,6 p 0,009 . There is also significant difference in plasma endorphin level after intervention between two groups 35.1 3.4 vs 10.3 1.8 p 0.003 . Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point has effect to increase plasma endorphin level in healthy subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadiyah Ulayya Verdianti
"Latar Belakang
Kanker serviks adalah penyakit kronis yang mudah dicegah dan dapat ditangani jika ditemukan dini. Meskipun demikian, sampai saat ini, kanker serviks masih menjadi penyakit dengan angka kejadian dan kematian yang tinggi di Indonesia dan dunia serta menimbulkan beban yang signifikan bagi penderita maupun masyarakat. Infeksi HPV merupakan penyebab utama terjadinya kanker serviks dan tindakan pencegahan lainnya tidak cukup untuk mencegah terjadinya infeksi HPV tanpa didampingi dengan vaksinasi. Oleh karena itu, penelitian untuk menelusuri pengetahuan, sikap, dan perilaku serta faktor sosial ekonomi yang dapat menjadi penghambat terjadinya vaksinasi HPV diperlukan. Metode
Dilakukan pengambilan data menggunakan kuesioner pada tanggal 20-23 November 2023 di Poli Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSCM Kiara. Sampel yang di ambil berupa data dari sosiodemografi dan pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) terkait HPV serta kanker serviks pada populasi cakupan untuk melihat hubungan diantaranya.
Hasil
Subjek penelitian ini sebagian besar sudah memiliki sikap yang positif terhadap infeksi HPV, vaksinasi HPV, dan kanker serviks (69,3%). Akan tetapi, sebagian besar masih memiliki pengetahuan dan perilaku yang buruk (72,4% dan 84,3%). Pada penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap (p 0,001, OR 6,857, 95% CI=1,954- 24,062) dan pengetahuan dengan perilaku (p 0,003, OR 4,227, 95% CI=1,569-11,389). Akan tetapi, tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara sikap dengan perilaku. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status pengetahuan dengan status vaksinasi HPV (p 1,000), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status sikap dengan status vaksinasi HPV (p 0,455), dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status perilaku dengan status vaksinasi HPV (p 1,000). Kesimpulan
Ditemukan tingkat pengetahuan dan perilaku subjek yang buruk dengan sikap yang positif. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap dan pengetahuan dengan perilaku, tetapi tidak antara sikap dengan perilaku. Selain itu, tidak ada hubungan antara status pengetahuan, sikap, dan perilaku denga status vaksinasi.

Introduction
Cervical cancer is a chronic disease that is easy to prevent and can be treated if found early. However, to date, cervical cancer is still a disease with a high incidence and mortality rate both in Indonesia and globally, while also causing a significant burden for sufferers and society. HPV infection is the main cause of cervical cancer and, without vaccination, other preventive measures alone are not enough to prevent HPV infection. Therefore, research to explore knowledge, attitudes, and behavior as well as socio- economic factors that can hinder HPV vaccination is needed.
Method
Data were collected using a questionnaire on 20-23 November 2023 at the Obstetrics and Gynecology Clinic, RSCM Kiara. The sample that was taken was data from sociodemographics and knowledge, attitudes, and practice (KAP) related to HPV and cervical cancer in the coverage population to see the relationship between them.
Results
Most of the subjects in this study had a positive attitude towards HPV infection, HPV vaccination, and cervical cancer (69.3%). However, the majority still have poor knowledge and behavior (72.4% and 84.3%). This research found a relationship between knowledge with attitudes (p 0.001, OR 6.857, 95% CI=1,954-24,062) and knowledge with behavior (p 0.003, OR 4.227, 95% CI=1,569-11,389). However, no statistically significant relationship was found between attitudes with behavior. This study found that there was no significant relationship between knowledge status with HPV vaccination status (p 1.000), there was no significant relationship between attitude status with HPV vaccination status (p 0.455), and there was no significant relationship between behavior status with HPV vaccination status (p 0.455).
Conclusion
It was found that the subject's level of knowledge and behavior was poor with a positive attitude. This study also found that there was a statistically significant relationship between knowledge with attitudes and knowledge with behavior, but not between attitudes with behavior. Apart from that, there is no relationship between knowledge status, attitudes, and practice with vaccination status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherlly Surijadi
"Ansietas adalah sensasi ketakutan disertai gejala otonom. Prevalensi di Indonesia 6-7%, menyebabkan hendaya sosial-pekerjaan. Psikoterapi dan medikamentosa bertujuan mengembalikan keseimbangan neurotransmiter, namun memiliki kendala akses dan efek samping, sehingga pasien sering mencari terapi lain. Akupunktur diharapkan menjadi salah satu terapi. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh elektroakupunktur terhadap kadar serotonin darah dan tingkat ansietas pasien dengan gejala ansietas, sebelum dan sesudah terapi. Desain uji klinis terandomisasi, jumlah sampel 38 responden dengan skor HARS 14-27, dibagi menjadi kelompok terapi=19, kontrol=19.
Hasil: skor HARS kelompok terapi menurun 14±3,62 (p<0,001) dengan keberhasilan 100%, lebih besar bermakna dibanding kontrol yang menurun 1,31±1,49 (p=0,001) dengan keberhasilan 63%; kadar serotonin darah sebelum dan sesudah terapi berbeda bermakna, pada kelompok terapi 47(-68)-(124) (p=0,005) dengan keberhasilan 100%, sedangkan kontrol 49(-92)-(252) (p=0,025) dengan keberhasilan 93%, tapi tidak berbeda bermakna antar kelompok (p=0,804).

Anxiety is a fear sensation, accompanied by autonomic symptoms. Indonesia prevalence 6-7%, causing social-occupational impairment. Psychotherapy and pharmacological restore neurotransmitters balances, but have access dan side effect constraints, resulting patients looking for other therapies. Acupuncture expected to be one of the therapy. The study determine electroacupuncture effect on blood serotonin levels and levels of anxiety in patients with anxiety symptoms before-after therapy. Randomized clinical trials design, sample size 38 respondens with HARS scores 14-27, divided into treatment=19, control=19.
Results: HARS scores decrease in the treatment group 14±3.62 (p<0.001) with success rate 100%, are significantly greater than control 1.31±1.49 (p=0.001) with success rate 63%; blood serotonin levels significantly different between before and after therapy, treatment group 47(-68)-(124) (p=0.005) with success rate 100%, control 49(-92)-(252)(p=0.025) with success rate 93%, not significantly different compared between group (p=0.804).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Entis Fitriasi
"Skripsi ini membahas karakteristik dokter terhadap kelengkapan pengisian Informed Consent pasien bedah caesar di RS Grha Permata Ibu. Informed Consent adalah salah satu aspek penting sebelum melakukan tindakan terhadap pasien terutama dalam melakukan tindakan yang memiliki resiko tinggi seperti bedah caesar.
Dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) menyebutkan bahwa Informed Consent harus lengkap 100%, bagi dokter Informed Consent dapat membuat rasa aman dalam menjalankan tindakan medis pada pasien, sekaligus dapat digunakan sebagai pembelaan diri terhadap kemungkinan adanya tuntutan dari pasien atau keluarga pasien bila terjadi akibat yang tidak dikehendaki, sedangkan bagi pasien Informed Consent merupakan penghargaan terhadap hak-hak pasien oleh dokter dan dapat digunakan sebagai alasan gugatan terhadap dokter apabila terjadi penyimpangan praktik dokter dari maksud diberikannya persetujuan pelayanan kesehatan.
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif, pada penelitian kuantitatif dilakukan telaah dokumen berdasarkan lembar Informed Consent pasien bedah caesar pada bulan Januari-Maret 2015, sedangkan pada penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara terhadap seluruh dokter spesialis kebidanan dan kandungan di RS Grha Permata Ibu dan wawancara terhadap informan kunci dari perawat dan manajemen. Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa ketidaklengkapan pengisian lembar Informed Consent pasien bedah caesar di RS Grha Permata Ibu sebesar 63,7%. Variabel yang paling banyak tidak terisi adalah jam penandatanganan sebanyak 68,5%, hubungan antara pemberi pernyataan dan pasien sebanyak 37,9% dan nomor rekam medis sebanyak 29,8%.

This undergraduate thesis discusses about the characteristics of the doctor to the informed consent completeness of cesarean patients in Grha Permata Ibu Hospital. Informed consent is one of the important aspects before taking action to the patients, especially in carrying out the actions which have a high risk such as cesarean.
The Minimum Service Standards states that informed consent must complete 100%, for the doctors informed consent can create a sense of security in carrying out medical procedures on patients, and can be used as a defense against possible claims from the patient or the patient's family if undesirable thing happened, whereas for patients informed consent is a tribute to the rights of patients by the doctors and can be used as an excuse lawsuit against a doctor if irrelevance medical practices happened.
This study used quantitative and qualitative research, quantitative research conducted document review based on the informed consent of cesarean patients from January to March 2015, whereas in qualitative research used interview method to all specialists in obstetrics and gynecology at Grha Permata Ibu Hospital and interviewed with nurses and management. Based on the analysis showed that the incompleteness informed consent of cesarean patients in Grha Permata Ibu hospital is 63.7%. The variable that is most widely unfilled is hours signing, 68.5%, the relation between the people who give the statement and patients is 37.9% of patients and medical record numbers is 29.8%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tramudya
"Biopsi prostat merupakan Gold Standard dalam menegakkan diagnosakan kerprostat. Pada pelaksanaannya walaupun berbagai jenis farmakoterapi telah digunakan dalam proses biopsi namun masih menimbulkan efek nyeri baik derajat ringan, sedang maupun berat. Selain itu ansietas juga ditemukan pada pasien yang akan menjalankan prosedur biopsi prostat. Penelitian mengenai perbandingan efekelektroakupunktur dengan profenid suppositoria pada prosedur biopsi prostat dilakukan secara Quasi ekperimental terhadap 18 orang pasien dengan menilai derajat nyeri menggunakan skor VAS dan menilai perubahan skor kuesioner evaluasi diri SAI. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 9 orang kelompok perlakuan (Elektroakupunktur + 200 mg placebo suppositoria) dan 9 orang kelompok kontrol (Elektroakupunktur Sham + 200 mg Profenid Suppositoria). Proses sampling pada penelitian ini dilaksanakan di Poli Khusus Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Terdapat perbedaan bermakna skor VAS antara kelompok Elektroakupunktur + 200 mg place bosuppositoria dengan Kelompok Elektroakupunktur Sham + 200 mg Profenid Suppositori adalam mengurangi nyeri akibat prosedur biopsy prostat t (P 0,011). Tidak terdapat perbedaan bermakna skor SAI antara kelompok Elektroakupunktur + 200 mg place bosuppositoria dengan skor SAI Kelompok Elektroakupunktur Sham + 200 mg Profenid Suppositoria.SAI sebelum perlakuan (P 0,443) dan SAI sesudah (P 0,734) perlakuan. Kesimpulan : Elektroakupunktur dapat dijadikan salah satu modalitas terapi penunjang dalam mengatsi nyeri pada prosedur biopsi prostat.

Prostate biopsy is a Gold Standard in diagnosing prostate cancer. In practice although various types of pharmacotherapy have been used in the biopsy process but still have a mild, moderate or severe degree of pain. In addition, anxiety is also found in patients who will perform prostate biopsy procedures. Research on the comparison of electroacupuncture effects with profenid suppository on prostate biopsy procedure was done by Quasiekperimental to 18 patients by assessing the degree of pain using VAS score and assessing SAI self-evaluation questionnaire scores change. Patients were divided into 2 groups: 9 treatment groups (Electroacupuncture + 200 mg placebo suppositoria) and 9 controls (Electroacupuncture Sham + 200 mg ProfenidSuppositoria). The sampling process in this research was carried out in special urology clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. There was a significant difference in VAS score between the Electroacupuncture group + 200 mg placebo suppository with Sham + 200 mg Profenid Suppositoria Group in reducing pain due to prostate biopsy procedure (P 0.011). There was no significant difference in SAI scores between the electroacupuncture group + 200 mg placebo suppository with SAI scores of Sham + 200 mg Profenid Suppositoria.SAI group before treatment (P 0.443) and SAI after (P 0.734) treatment. Conclusions: Electroacupuncture can be a modalities of therapyfor relieving pain in prostate biopsy procedure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Candrarukmi Yogandari
"Beberapa studi di bidang akupunktur mengemukakan bahwa akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi untuk mengurangi radikal bebas pada atlet yang menjalani latihan teratur dengan intensitas tinggi dan durasi lama. Latihan dasar kemiliteran merupakan latihan intensif yang dijalani oleh setiap calon prajurit yang memungkinkan terjadinya stres oksidatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar malondialdehid pada calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran. Metode penelitian menggunakan uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 34 calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur yang masing-masing terdiri dari 17 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok akupunktur manual 0,228 ± 0,441 dan selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok elektroakupunktur 0,409 ± 0,415.

Several studies in the field of acupuncture suggests that acupuncture is a treatment modality for reducing free radicals in athletes who undergo regular training with high intensity and long duration. Military basic training is intensive training undergone by each candidate that would allow soldiers to oxidative stress. The purpose of this study was to compare whether the manual acupuncture and electroacupuncture modalities have the same effect on levels of malondialdehyde in recruits during training military base. The research method uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 34 recruits when basic military training and were divided into 2 groups: manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 17 people. The results showed that the mean difference of plasma MDA concentration on manual acupuncture group 0.228 ± 0,441 and mean difference of plasma MDA concentration in electroacupuncture group 0.409 ± 0.415."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Kannesia Dahuri
"Pendahuluan : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah pilihan utama untuk batu ginjal yang berukuran lebih dari 2 cm. Tindakan ini dapat menimbulkan nyeri pasca operasi yang merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Prevalensi nyeri pasca PCNL di Indonesia bervariasi. Penanganan nyeri pasca operasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan efek samping yang minimal. Saat ini, metode standar dalam menangani nyeri pasca operasi yang digunakan di seluruh dunia adalah dengan penggunaan opiod. Namun penggunaan opioid memiliki banyak efek samping dan dapat mempengarui kualitas hidup pada pasien. Sehingga diperlukan tatalaksana yang aman, nyaman dan efektif dalam mengatasi nyeri pasca PCNL, salah satunya adalah dengan Elektroakupunktur telinga Battlefield Acupuncture (BFA).
Metode : Desain studi ini adalah serial kasus dengan jumlah sampel 8 pasien PCNL. Studi dilakukan dari November 2023 sampai Januari 2024. Elektroakupunktur telinga BFA dilakukan selama 30 menit pada kedua telinga, satu jam sebelum PCNL. Luaran yang dinilai adalah skor nyeri ( VAS ), kualitas hidup dengan kuesioner Short Form-36 (SF-36) ,penggunaan analgesik juga efek samping yang dialami pasien dicatat pada studi ini
Hasil : Terapi elektroakupunktur telinga BFA dapat menurunkan skala nyeri berupa Visual Analog Scale ( VAS ) pada pasien operasi PCNL batu ginjal. Pada 24 jam pasca PCNL dan EA BFA, 7 dari 8 pasien dengan presentase 87,5% pasien mengalami penurunan skor VAS dan pada 7 hari pasca PCNL dan EA BFA, ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien mengalami penurunan skor VAS. Terapi elektroakupunktur telinga BFA juga dapat meningkatkan kualitas hidup pada 7 hari pasca tindakan yang diukur dengan menggunakan short form 36 ( SF36 ) pada pasien pasca PCNL dan EA BFA. Terapi elektroakupunktur telinga BFA aman, tidak menimbulkan efek samping dan pada pasien hanya mendapatkan tambahan terapi Paracetamol 1000mg .
Kesimpulan : Terapi Elektroakupunktur BFA dapat diberikan pada pasien PCNL dengan keamanan yang terbukti baik pada ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien tidak mengalami efek samping pasca EA BFA.

Introduction : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is the main choice for kidney stones larger than 2 cm. This procedure can cause post-operative pain, which is a problem that often occurs and can affect the patient's quality of life. The prevalence of post-PCNL pain in Indonesia varies. Postoperative pain management aims to reduce or eliminate pain with minimal side effects. Currently, the standard method of treating post- operative pain used throughout the world is the use of opioids. However, the use of opioids has many side effects and can affect the patient's quality of life. So safe, comfortable and effective treatment is needed to treat post-PCNL pain, one of which is Battlefield Acupuncture (BFA) ear electroacupuncture.
Methods : The design of this study was a case series with a sample size of 8 PCNL patients. The study was conducted from November 2023 to January 2024. BFA ear electroacupuncture was performed for 30 minutes on both ears, one hour before PCNL. The outcomes assessed were pain scores (VAS), quality of life with the Short Form-36 (SF-36) questionnaire, use of analgesics as well as side effects experienced by patients recorded in this study.
Results : BFA ear electroacupuncture therapy can reduce the pain scale in the form of a Visual Analog Scale (VAS) in kidney stone PCNL surgery patients. At 24 hours after PCNL and EA BFA, 7 of 8 patients with a percentage of 87.5% of patients experienced a decrease in VAS scores and at 7 days after PCNL and EA BFA, all 8 patients with a percentage of 100% of patients experienced a decrease in VAS scores. BFA ear electroacupuncture therapy can also improve quality of life 7 days after the procedure as measured using the short form 36 (SF36) in patients after PCNL and EA BFA. BFA ear electroacupuncture therapy is safe, does not cause side effects and patients only receive additional 1000mg Paracetamol therapy.
Conclusion : BFA Electroacupuncture therapy can be given to PCNL patients with proven safety in 8 patients with a 100% percentage of patients not experiencing side effects after EA BFA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Surya Supriyana
"Gagal jantung adalah sindrom progresif yang menyebabkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien. Insidensi dan prevalensi gagal jantung terus meningkat. Saat ini, banyak bukti menunjukkan bahwa gagal jantung kronis dikarakteristikkan oleh aktivitas kompensasi neurohormonal yang berlebihan, termasuk overaktivitas simpatis yang kemudian menjadi landasan terapi. Diperlukan penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet, serta intervensi farmakologi. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa akupunktur memiliki efek terapeutik dan modulatoris pada kondisi yang menjadi faktor risiko gagal jantung. Salah satu modalitas akupunktur adalah elektroakupunktur yang dapat menurunkan aktivitas simpatis dan menghambat respon reflek simpatoeksistoris kardiovaskuler. Penelitian ini merupakan uji klinis double blind randomized controlled trial (RCT), yang melibatkan 42 orang pasien gagal jantung dengan kriteria NYHA II-III, EF <40% terbagi dalam kelompok medikamentosa dan elektroakupunktur, medikamentosa dan elektroakupunktur sham, dan medikamentosa tanpa elektroakupunktur. Terapi dilakukan sebanyak 16 sesi selama 8 minggu. Pengukuran dilakukan pada awal terapi, pertengahan terapi, dan akhir terapi. Hasil menunjukkan pemberian elektroakupunktur pada terapi utama medikamentosa pada pasien gagal jantung mampu meningkatkan fraksi ejeksi, mean arterial pressure, dan menurunkan LVEDP lebih cepat, mempertahankan stabilitas dari heart rate variability, serta meningkatkan kualitas hidup yang diukur menggunakan uji jalan 6 menit secara signifikan.

Heart failure is a progressive syndrome that causes poor quality of life for patients. The incidence and prevalence of heart failure continues to increase. At present, much evidence shows that chronic heart failure is characterized by excessive neurohormonal compensatory activity, including sympathetic overactivity which later became the basis of therapy. Holistic and comprehensive management is needed including lifestyle modification, diet, and pharmacological interventions. Some clinical studies show that acupuncture has a therapeutic and modulator effect on conditions that are risk factors for heart failure. This study is a double blind clinical trial randomized controlled trial (RCT), involving 42 people with heart failure patients with NYHA II-III criteria, EF <40% divided into medical and electroacupuncture, medical and electroacupuncture sham, and medical without electroacupuncture groups. Therapy was done 16 sessions for 8 weeks. Measurements of the variables were carried out at the beginning of therapy, mid-therapy, and end of therapy. The results of showed that electroacupuncture in the top of guidlines medical therapy in heart failure patients were able to increase ejection fraction, mean arterial pressure, and to decrease LVEDP faster, maintain stability of heart rate variability, and improve quality of life measured using the 6 minute road test significantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>