Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187796 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kristoforus Hendra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gagal jantung telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan seringkali diasosiasikan dengan tingginya frekuensi perawatan di rumah sakit dan lama rawat yang panjang. Sayangnya, hingga saat ini belum ada satupun penelitian yang menggambarkan lama rawat serta profil pasien gagal jantung di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran lama rawat dan mendeskripsikan karakteristik demografis serta karakteristik klinis dari pasien-pasien gagal jantung yang dirawat di RSUPN-CM pada tahun 2012
Metode: Dilakukan suatu studi dengan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien-pasien gagal jantung di RSUPN-CM selama tahun 2012. Selanjutnya dilakukan pengolahan data secara deskriptif untuk kemudian ditampilkan.
Hasil: Terkumpul data 331 pasien gagal jantung yang dirawat selama tahun 2012. Median usia adalah 58 tahun, 62,2% di antaranya adalah pria, dan 42,9% menggunakan jaminan sosial Askes/In-Health. Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah pendidikan SMU dan sederajat sebanyak 23,9%. Median lama rawat 8 hari didapat dari perhitungan yang dilakukan terhadap semua pasien (NYHA I – IV), namun pada mereka yang dirawat dengan kelas fungsional NYHA III – IV saja, median lama rawatnya 9 hari. Pada awal perawatan, median tekanan darah sistolik 124 mmHg, denyut nadi 90 kali permenit, edema perifer terdapat pada 36,9% pasien, hipertensi 57,1%, diabetes mellitus 33,2%, penyakit jantung iskemik 74,9%, gangguan fungsi ginjal pada 46,2%, penyakit saluran pernafasan akut pada 45,9%, dan skor CCI terbanyak adalah 3.
Kesimpulan: Median lama rawat pasien gagal jantung di RSUPN-CM adalah 8 – 9 hari. Sebagian besar pasien adalah pria, berpendidikan SMU, dan menggunakan jaminan Askes/In-Health dengan median usia 58 tahun.

ABSTRACT
Introduction: Heart failure has become global health issue worldwide, as it has been associated with high rate of readmissions and prolonged hospitalizations. Indonesia has never had any publication describing the profile and length of hospital stay of their heart failure patients. Hence, the aim of this study is to obtain the length of hospital stay and describe the demographic characteristic as well as clinical characteristic of heart failure patients in Cipto Mangunkusumo General Hospital hospitalized in the year of 2012.
Methods: A cross sectional study was designed using secondary data from heart failure patients’ medical records in Cipto Mangunkusumo General Hospital admitted during 2012. Furthermore, data were calculated and presented thereafter.
Results: Based on the medical records of the year 2012, 331 heart failure patients were included in the study. Median age was 58 years old, 62,2% were men, 42,9% used Askes/In-Health as their social insurance payor, and as many as 23,9% had graduated from senior high school level. Median length of stay was 8 days for all patients, while for patients admitted with NYHA functional class III – IV, the median length of stay was 9 days. When patients were admitted to hospital, median systolic blood pressure was 124 mmHg, pulse 90 beats per minute, peripheral edema was shown in 36,9% of patients, hypertension in 57,1%, diabetes mellitus in 33,2%, ischemic heart disease in 74,9%, renal impairment in 46,2%, acute respiratory conditions in 45,9% of patients, and the most frequent CCI score was 3.
Conclusions: Median length of stay for heart failure patients in Cipto Mangunkusumo GH is 8 – 9 days. Most patients were men, senior high school graduate, and used Askes/In-Health as their social insurance, with median age 58 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggreni Wiyono
"Memanjangnya lama rawat pra bedah pada pasien bedah secara umum dan pasien bedah tumor secara khusus merupakan masalah inefisiensi bagi rumah sakit. Di samping itu bagi pasien memanjangnya lama rawat ini menyebabkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan sehingga kepuasan terhadap rumah sakit akan berkurang. Masalah ini melatarbelakangi penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang yang berpengaruh terhadap lama rawat pra bedah pasien tumor tersebut.
Penelitian dilakukan pada sampel .yang terdiri dari 71 kasus pasien bedah tumor yang dirawat di IRNA A kelas 3 pads bulan Januari sampai pertengahan Februari dan bulan Juni 1996. Pada seluruh sampel dilakukan operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan desain "cross sectional". Data sekunder diarnbil dari data rekam medis yang terdapat di IRNA A sebelum pasien dipulangkan. Selain itu juga dilakukan pengecekan di IBP pada saat pasien dioperasi.
Variabel bebas yang diteliti ialah kondisi medis pasien, jenis tindakan yang direncanakan, pemeriksaan penunjang yang dilaksanakan, keterlibatan dengan sub bagian lain, dan penundaan operasi. Variabel terikat ialah larva rawat pra bedah, yang terdiri dari 2 bagian, yaitu lama persiapan operasi dan lama menunggu jadwal operasi.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Rata-rata lama rawat pra bedah pada keseluruhan sampel ialah 19,28 hari. Pada pasien dengan kondisi 1 tindakan medis berat ialah 24,92 hari, sedangkan pada pasien dengan kondisi 1 tindakan medis sedang ialah 11,47 hari.
Kesimpulan utama yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan lama rawat pra bedah pada pasien secara keseluruhan , yaitu kondisi medis, jenis tindakan, keterlibatan sub bagian lain.
2. Faktor yang tidak berpengaruh terhadap lama rawat pra bedah pada keseluruhan sampel ialah pemeriksaan penunjang.
Saran yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Membuat suatu alur pasien dari poliklinik bedah tumor sampai ke Instalasi Bedah Pusat, di mana pasien baru dapat dimasukkan ke IRNA A jika operasi sudah teijadwal. Pada keadaan ini tempat tidur di IRNA A sudah disiapkan. Alur ini diutamakan untuk pasien dengaan kondisi sedang, atau pasien yang tidak terlalu kompleks (dipakai pola dari SMF THT dan SMF Bedah Anak sebagai model).
2. Mengadakan upaya untuk menambah efisiensi dan utilisasi di Instalasi Bedah Pusat dengan mengacu pada hasil penelitian Duta Liana, 1966 dengan judul Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan atau Pembatalan Operasi di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

Efficiency is one of the most important parts in hospital management. Pre operative length of stay is a specific indicator for hospital efficiency. The increasing of length of stay causes the increasing cost which has to be born by patients and dissatisfaction among them.
This study was performed to 71 cases in hospitalized tumor patients to be operated in the third class of IRNA A in Cipto Mangunkusumo Hospital, from January until the middle of February and June 1996. This is a descriptive analytic study with the cross sectional design and based on the secondary data from the medical records in IRNA A wards after the surgeries.
The independent variables are : 1) The condition of the patients. 2) The type of the surgeries which are planned by the surgeons. 3) The waiting periods for the results of the laboratory tests or the waiting list for X ray tests in Radiology Department. 4) The consultations to other divisions. 5) Delayed or cancelled of the surgery. The dependent variables are the pre operative length of stay which is divided into 2 components, preparations time and waiting time for the surgeries.
The results of this study are: I) The average of pre operative length stay for all cases are 19.28 days. In the severe conditions are 24.92 days and in moderate cases 10.6 days.
The conclusions of the study are: There are relationships between condition of the patients, type of the surgeries, consultation to other divisions and delayed or cancelled of the surgeries. There is no relationship between waiting of the results of the laboratory tests or waiting lists for the radiology tests and pre operative length of stay.
The writer suggest that 1) The admission management has to be improved Surgeons should make the operation schedules in surgery room before patients are hospitalized. 2) Efficiency and utilization of the surgery department have to be increased, especially the delayed of the surgeries which caused by surgeries team not being on time (based on study of Liana, 1966)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yugo Hario Sakti Dua
"Latar Belakang. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) masih menjadi masalah di Indonesia. Penanganan yang tepat serta identifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi lamanya perawatan dapat mengurangi pembiayaan. Di Indonesia belum ada studi secara terkait faktor-faktor yang memengaruhi lamanya perawatan pasien dengan perdarahan SCBA.
Tujuan.Mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi lamanya perawatan pasien dengan perdarahan SCBA.
Metode. Desain penelitian kohort retrospektif dilakukanpada yang datang dengan perdarahan SCBA yang berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pengambilan sampel secara konsekutif dan dilakukan analisis bivariat menggunakan uji Mann Whitney, hasil yang signifikan dilanjutkan analisis multivariat regresi multiple linier.
Hasil. Penelitian melibatkan 133 subjek dengan rerata usia subjek 51 tahun (minimal 20 tahun, maksimal 83 tahun), subyek penelitian 57,1% subjek berjenis kelamin laki-laki. Analisis bivariat Endoskopi kurang dari 24 jam, Hemodinamik subyek, infeksi, gagal jantung, dan keganasan didapatkan memengaruhi lamanya perawatan pada pasien perdarahan SCBA. Analisis multivariat mendapatkan keganasan, hemodinamik, infeksi dan lama tunggu endoskopi merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan R square: 0,374.
Kesimpulan. Endoskopi lebih dari 24 jam, hemodinamik subyek, infeksi selama perawatan, gagal jantung dan keganasan merupakan faktor-faktor yang memengaruhi lamanya perawatan pasien dengan perdarhan SCBA.

ABSTRACT
Background. Upper Gastrointestinal bleeding are prevalent cause of hospitalization. Risk factor identification of length of stay can minimize the cost. In Indonesia, there is no specific study about risk factor identification that prolong length of stay in upper Gastrointestinal bleeding patient.
Objectives. To identification factors that influence length of stay patient with upper gastrointestinal bleeding
Methods. This is a retrospective cohort study, analyzing medical record upper gastrointestinal bleeding patient in Cipto Mangunkusumo Hospital. Consecutive sampling was performed with bivariate analysis is performed by using Mann Whitney analysis and Multivariate analysis by Regression linier.
Result. A total of 133 subject enrolled in this study, withmedian age of subject was 51 years (minimal 20 years, maximal 83 years), male (57,1%). In bivariate analysis, late endoscopy (>24 hours), hemodynamic instability, nosocomial infection, heart failure, and malignancy in gastrointestinal tract influence the length of stay patient with upper gastrointestinal bleeding. Multivariate analysis found late endoscopy (>24 hours), hemodynamic instability, nosocomial infection and malignancy has major impact.
Conclusion. Late endoscopy (>24 hours), hemodynamic instability, nosocomial infection, and malignancy in gastrointestinal tract influence the length of stay patient with upper gastrointestinal bleeding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nurul Huda
"Latar belakang: Sepsis adalah penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Tunjangan
nutrisi enteral (NE) dalam 48 jam pertama direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik yang meningkat, sedangkan tunjangan nutrisi parenteral (NP) diberikan apabila
terdapat intoleransi atau kontraindikasi terhadap NE. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara tunjangan nutrisi dalam 72 jam pertama dengan
mortalitas dan lama rawat sepsis pada anak.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan menggunakan data rekam medis pasien anak
yang dirawat di RSCM tahun 2014-2019 dengan diagnosis sepsis menurut kriteria
konsensus sepsis anak internasional. Pasien dikelompokkan berdasarkan tipe tunjangan
nutrisi (NE, NP, atau kombinasi) yang diberikan dalam 72 jam pertama perawatan.
Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan uji Mann Whitney dilakukan untuk
membandingkan kejadian kematian dan lama rawat antara kelompok NP dengan
kelompok NE dan kombinasi (NE+NP).
Hasil: Terdapat 134 pasien yang diinklusikan dengan median usia 12 bulan dan sebagian
besar (59,7%) diberikan NP saja dalam 72 jam pertama. Fokus infeksi terbanyak adalah
paru-paru (59%) dan saluran cerna (36,6%). Sebanyak 96 (71,6%) pasien meninggal
dengan rerata lama rawat secara keseluruhan adalah 4 hari. Pemberian NP saja dalam 72
jam pertama (n=63; p=0,018; RR 1,78; IK 95% 1,06-3,00) dan NP pada hari ketiga (n=77;
p=0,006; RR 1,79; IK 95% 1,12-2,85) berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan NE dan kombinasi. Tidak ditemukan hubungan antara tunjangan nutrisi 72
jam pertama dengan lama rawat (p=0,945).
Kesimpulan: Pada pasien sepsis anak, tunjangan nutrisi dalam 72 jam pertama
(parenteral saja dibandingkan enteral/kombinasi) berhubungan dengan mortalitas, namun
tidak berhubungan dengan lama rawat.

Background: Sepsis is the leading cause of death in pediatric population. Enteral
nutrition (EN) in the first 48 hours is recommended to meet the increased metabolic
demands, whereas parenteral nutrition (PN) is given if intolerance or contraindications to
EN was present. This study aims to determine the relationship between nutritional support
in the first 72 hours with mortality and length of stay (LOS) in pediatric sepsis.
Methods: A retrospective cohort study was conducted using medical record data of
pediatric patients admitted to RSCM in 2014-2019 with sepsis according to International
Pediatric Sepsis Consensus criteria. Patients were classified into groups based on the type
of nutrition (PN, EN, or combination) given in the first 72 hours of treatment. Bivariate
analysis using Chi-square test and Mann Whitney test is conducted to compare mortality
and average LOS between PN group and EN/EN+PN group.
Results: In total, 134 patients were included with a median age of 12 months and the
majority (59.7%) receiving PN alone in the first 72 hours. The most common site of
infection were lungs (59%) and gastrointestinal tract (36.6%). Overall, mortality rate was
71.6% and median LOS was 4 days. PN within the first 72 hours (n=63; p=0.018; RR
1.78; 95%CI 1.06-3.00) and PN on the third day (n=77; p=0.006; RR 1.79; 95%CI 1.12-
2.85) was associated with higher mortality compared to EN/EN+PN. There was no
significant difference in hospital LOS between PN and EN/EN+PN group (p=0.945).
Conclusion: In pediatric sepsis, nutritional support in the first 72 hours (PN vs
EN/EN+PN) is associated with mortality, but has no effect on LOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Imelda
"Latar Belakang: Stroke iskemik merupakan penyebab kecacatan no 1 didunia yang membutuhkan perawatan jangka panjang sehingga akan mempengaruhi lama hari rawat di rumah sakit. Berdasarkan data statistik tahun 2012 rumah sakit PMI Bogor terjadi peningkatan kasus stroke iskemik yang cukup tinggi. Namun belum ada gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan yang berhubungan dengan lama hari rawat pasien stroke iskemik.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat inap pasien stroke iskemik baik faktor karakteristik rumah sakit (Kelas Perawatan, Pemakaian ruangan intensive, Hari masuk, Hari keluar) maupun faktor karakteristik pasien (Umur, Jenis kelamin, Komplikasi, Penyakit Penyerta, Cara Bayar Dan Cara Keluar).
Metode: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional, jumlah sampel 112 pasien dengan data sekunder dari sistem informasi rekam medis rumah sakit. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Hasil dan kesimpulan: Penelitian menunjukkan bahwa rata–rata lama hari rawat inap pasien stroke iskemik di rumah sakit PMI Bogor tahun 2012 adalah 5,88 hari, dan hasil uji bivariat yang berhubungan adalah yang memiliki nilai (p<0,005). Faktor yang mempengaruhi lama hari rawat yang panjang adalah pasien diruangan intesive (p=0,006), memiliki komplikasi (p=0,001) dan penyakit jumlah penyerta (p=0,035). Sedangkan faktor yang mempengaruhi lama hari rawat lebih singkat adalah cara keluar pasien yang keluar atas permintaan sendiri (p=0,003). Variabel kelas perawatan, hari masuk, hari keluar, umur, jenis kelamin, cara bayar tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
Saran: segera menetapkan standar lama hari rawat pasien stroke iskemik dan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi lama hari rawat yaitu pada variabel pemakaian ruangan intesive, komplikasi, penyakit penyerta, dan cara keluar.

Background: Stroke Ischemic is the no.1 cause of disability in the world and long-term care that will affect the long days hospitalized. Based on the statistical data of 2012 PMI Bogor hospital increased cases of ischemic stroke is high enough. But there is no picture and the factors related with lenght of stay inpatient for stroke ischemic.
Objective: This study was to describe and factors related to the old days of hospitalization for ischemic stroke patients both hospital characteristic factors (Class Care, Intensive Care Use, Day In, Day Out) and factors of patient characteristics (Age, Sex, Complications, Infectious Host, How To Pay And How To Get Out).
Methode: This study is a quantitative cross-sectional design, the sample size of 112 patients with secondary data from the medical record information system hospital. Data were analyzed using univariate and bivariate.
Results and conclusions: The study showed that the average length of stay inpatient of for stroke ischemic patients in the hospital PMI Bogor in 2012 was 5.88 days, and the test results are related bivariate who has value (p<0.005). Factors affecting long long day care is patient room of intesive (p=0.006), had a complication (p=0.001) and the number of comorbid diseases (p=0.035). While the factors that affect the long days shorter hospitalization is the way out the exit at the request of the patient 's own (p=0.003). Variable-class care, day in, day out, age, gender, how to pay did not show any significant relationship.
Suggestion: immediately set the standard lenght of stay inpatient ischemic stroke ischemic and control the factors that affect the day care is the use of variable intesive room, complications, comorbidities, and the way out.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Roswenda
"Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).

There are still many controversies regarding the impact of obesity on morbidity and mortality of the critically ill patient. Immune dysregulation, increased cardiovascular risk, impaired wound healing and changes antimicrobial pharmacokinetics can all be attributed to increased fat mass in obese individuals. Even so, numerous studies show increased survival of obese critically ill patiens compared to normal BMI. This phenomenon is known as the obesity paradox. This study aims to see the relationship between obesity with ICU Length of Stay and nosocomial infection in critically ill patient of RSUPN Cipto Mangunkusumo. Subjects’ anthropometric measurements were taken and then grouped into obese or normal BMI group based on Asia-Pacific BMI classification. Length of stay and diagnosis of nosocomial infection were recorded during daily follow up while the subjects were still admitted in the ICU. There is a total of 79 subjects, mostly female (65%) with median age of 46 years. Most patients were admitted to the ICU following surgery (89%) with a qSOFA score of 1 (52%). 92% of patients stepdown from the ICU with the remaining 8% died. 5% of patients had nosocomial infection, all of them being ventilator associate pneumonia. There is no significant relationship between rate of nosocomial infection and obesity status (OR (95% CI): 1,03 (0,1-14,85)). The median length of stay for both subject groups is 2 days. There is no difference in ICU length of stay between obese patients and normal BMI (p=0,663)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Prabowo Wirjodigdo
"Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes akan mengalami diabetic foot ulcer (DFU). Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perawatan konvensional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi lama rawat DFU dengan NPWT. Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain cross sectional analitik pada 105 subjek yang dirawat pada Januari 2016 sampai Desember 2018 di RS dr. Cipto Mangunkusumo. Lama rawat DFU dengan NPWT adalah 19,9 ± 19,3 hari. Faktor risiko yang mempengaruhi lama rawat adalah riwayat ulkus (r = 0,01; p = 0,034), kedalaman luka (r = 0,292; p = 0.003), Hb (r = 0,05; p = 0,039), HbA1c (r = 0,06; p = 0,033), albumin (r = 0,06; p = 0,017), PCT (r = 0,10; p = 0,035), dan lama menderita DM (r = 0,193; p = 0,009). Penelitian ini menunjukkan bahwa lama rawat DFU dengan NPWT dipengaruhi oleh faktor sitemik (lama menderita DM, Hb, HbA1c, albumin, dan PCT) dan faktor lokal (riwayat ulkus sebelumnya dan kedalaman luka). Kedalaman luka merupakan faktor yang paling berhubungan positif terhadap lama perawatan DFU pasca NPWT (r = 0,292, p = 0,003). Intervensi pada faktor risiko patut dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan NPWT dan mengurangi lama perawatan.

It is estimated that around 15% of diabetic patients will experience diabetic foot ulcer (DFU). Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is proven to be more effective than conventional treatments. This study was conducted to determine the risk factors that affect the length of stay of DFU with NPWT. This research is a retrospective study with a cross-sectional analytic design of 105 subjects treated in January 2016 to December 2018 at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. The average length of stay of DFU with NPWT was 19.9 ± 19.3 days. Risk factors affecting the length of stay were history of ulcers (r = 0.01; p = 0.034), wound depth (r = 0.292; p = 0.003), Hb (r = 0.05; p = 0.039), HbA1c (r = 0.06; p = 0.033), albumin (r = 0.06; p = 0.017), PCT (r = 0.10; p = 0.035), and duration of DM (r = 0.193; p = 0.009). This study showed that the length of stay of DFU with NPWT was influenced by systemic factors (duration of DM, Hb, HbA1c, albumin, and PCT) and local factors (history of previous ulcers and wound depth). Depth of the wound was themost positively related factor to the length of stay in DFU post NPWT (r = 0.292; p = 0.003). Interventions on the risk factors may amplify the result of NPWT and reduce the length of treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Prabowo Wirjodigdo
"Latar belakang: Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes akan mengalami diabetic foot ulcer (DFU) dalam masa hidupnya. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perawatan konvensional. NPWT menciptakan lingkungan luka yang lembab, peningkatan aliran darah lokal dan merangsang jaringan granulasi sehingga mempercepat penyembuhan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi lama rawat DFU dengan NPWT.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan desain cross sectional analitik pada 105 subjek yang dirawat pada Januari 2016 sampai Desember 2018 di RS dr. Cipto Mangunkusumo. Karakteristik dan demografi pasien dan faktor risiko diambil dari rekam medik. Durasi perawatan dari aplikasi pertama NPWT hingga luaran sebagai hasil, kemudian dianalisis terhadap faktor risiko yang memengaruhinya.
Hasil Penelitian: Lama rawat DFU dengan NPWT adalah 19,9 ± 19,3 hari. Faktor risiko yang mempengaruhi lama rawat adalah riwayat ulkus (r = 0,01; p = 0,034), kedalaman luka (r = 0,292; p = 0.003), Hb (r = 0,05; p = 0,039), HbA1c (r = 0,06; p = 0,033), albumin (r = 0,06; p = 0,017), PCT (r = 0,10; p = 0,035), dan lama menderita DM (r = 0,193; p = 0,009).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa lama rawat DFU dengan NPWT dipengaruhi oleh faktor sitemik (lama menderita DM, Hb, HbA1c, albumin, dan PCT) dan faktor lokal (riwayat ulkus sebelumnya dan kedalaman luka). Kedalaman luka merupakan faktor yang paling berhubungan positif terhadap lama perawatan DFU pasca NPWT (r = 0,292, p = 0,003). Intervensi pada faktor risiko yang dapat diperbaiki sebelum penggunaan NPWT patut dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan NPWT dan mengurangi lama perawatan.

Background: It is estimated that around 15% of diabetic patients will experience diabetic foot ulcer (DFU) in their lifetime. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is proven to be more effective than conventional treatments. NPWT creates a moist wound environment, increases local blood flow and stimulates tissue granulation thereby accelerating wound healing. This study was conducted to determine the risk factors that affect the length of stay of DFU with NPWT. Knowing this risk factors may be helpful for optimizing management strategy.
Methods: This research is a retrospective study with a cross-sectional analytic design in 105 subjects treated in January 2016 to December 2018 at RS. dr. Cipto Mangunkusumo. Patient characteristics, demographics and risk factors were taken from medical records. The length of stay of the patient from the first application of NPWT to its outcomes was the main result, then the correlation to the risk factors that influence it was analyzed.
Results: The length of stay of DFU with NPWT was 19.9 ± 19.3 days. Risk factors affecting the length of stay were history of ulcers (r = 0.01; p = 0.034), wound depth (r = 0.292; p = 0.003), Hb (r = 0.05; p = 0.039), HbA1c (r = 0.06; p = 0.033), albumin (r = 0.06; p = 0.017), PCT (r = 0.10; p = 0.035), and duration of DM (r = 0.193; p = 0.009).
Conclusions: This study showed that the length of stay of DFU with NPWT was influenced by systemic factors (duration of DM, Hb, HbA1c, albumin, and PCT) and local factors (history of previous ulcers and wound depth). The depth of the wound was the most positively related factor to the length of stay in DFU post NPWT (r = 0.292; p = 0.003). Interventions on the risk factors that can be corrected before the application of NPWT may amplify the result of NPWT and reduce the length of treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Mansjoer
"Latar Belakang. Lama rawat intensif pasien pascabedah jantung yang memanjang mempengaruhi alur pasien bedah jantung berikutnya. Pengaturan pasien berdasarkan lama rawat diperlukan agar alur pasien lancar.
Tujuan. Membuat prediksi lama rawat intensif 48 jam berdasarkan nilai skor dari model EuroSCORE dan model yang dimodifikasi dari faktor-faktor EuroSCORE.
Metode. Penelitian restrospektif dilakukan pada Januari 2012 - Desember 2013 pada 249 pasien yang menjalani bedah jantung di Unit Pelayanan Jantung RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Analisis survival dan regresi Cox dilakukan untuk membuat prediksi lama rawat intensif 48 jam.
Hasil. Median kesintasan lama rawat intensif 43 jam. Nilai skor EuroSCORE tidak memenuhi asumsi hazard proporsional. Model baru telah dibuat dari 7 variabel EuroSCORE yang secara substansi berhubungan dengan lama rawat intensif (AUC 0,67).
Kesimpulan. Model baru dari tujuh faktor EuroSCORE cukup dapat memprediksi lama rawat intensif 48 jam.

Background. Prolonged intensive care unit length of stay (ICU-LOS) in a postcardiac surgery may shortage of ICU beds due to clog of patient flow. Improving ICU-LOS may lead to better patient flow.
Objectives. To predict 48-hour ICU-LOS based on EuroSCORE model and to create a modified EuroSCORE factors model.
Methods. A retrospective study was conducted from January 2012 to December 2013 among 249 patients who underwent cardiac surgery at Integrated Cardiac Services, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Survival analysis and Cox?s regression were performed to make a prediction model for 48-hour ICU-LOS.
Results. Median survival of ICU-LOS was 43-hour. The EuroSCORE model did not meet the proporsional hazard assumption. A new substantial model from 7- EuroSCORE factors was created to predict 48 hours ICU-LOS (AUC 0.67).
Conclusions. Seven EuroSCORE factors was sufficient as a new model to predict the 48-hour ICU-LOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanzil, Ricky Effendi
"Memasuki era perdagangan dan investasi bebas baik dalam kerangka AFTA maupun APEC, semua Rumah Sakit di Indonesia harus meningkatkan efisiensi pelayanannya kepada masyarakat untuk memenangkan persaingan. Salah satu parameter efisiensi pelayanan rumah sakit selain BOR dan TOI adalah LHR (lama hari rawat) yang penting bagi manajemen RS untuk kualitas pelayanan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah salah Satu penyakit degeneratif yang makin banyak terdapat akhir-akhir ini, sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkatnya pencemaran udara akibat industrialisasi, meningkatnya mobilisasi, serta perubahan gaya hidup masyarakat. RSUP Persahabatan Jakarta yang merupakan pusat rujukan paru nasional dan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana, mencoba menerapkan delapan strategi manajemen diantaranya dengan lebih mempersingkat lagi lama hari rawat rata-rata. Masalahnya selama 1 tahun terakhir (1 Desember 1994 sampai dengan 30 November 1995), di Ruang Rawat Soka RSUP Persahabatan Jakarta, masih terdapat sebanyak 20 kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik atau 40% dari sebanyak 50 pasien yang pulang hidup, mempunyai LHR lebih lama dari 14 hari sesuai standar rumah sakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan LHR PPOK yang diperkenankan pulang setelah dirawat di Ruang Rawat Soka RSUP Persahabatan Jakarta selama 1 tahun penuh ( 1 Desember 1994 s/d 30 Desember 1995 ) dan menganalisa hubungannya. Disain penelitian adalah cross sectional memakai data sekunder dari rekam medis, deskriptif statistik memakai tabel distribusi frekuensi dan areal isa statistik memakai tabulasi silang dengan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua faktor-faktor internal rumah sakit tidak ada yang mempunyai hubungan dengan LHR PPOK, sedang dari faktor-faktor eksternal rumah sakit, hanya faktor- kelas perawatan yang dipilih pasien mempunyai hubungan dengan LHR PPOK. DisimpuIkan, penelitian ini tidak menjawab sebagian besar faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan LHR PPOK, serta disarankan agar diadakan penelitian lanjutan dengan memakai disain penelitian kohort, sehingga dapat menerangkan hubungan sebab akibat.

Following to the AFTA and APEC era in the near future, support hospital management concern in Indonesia to improve their efficiency, effectiveness of the service. Inpatient's Length of Stay in a hospital is one of the hospital efficiency indicators as well as Bed Occupancy Rate and Turn Over Interval, and it is important to the hospital management to indicate the quality of service. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is one of the increased degenerating diseases following to social economic condition such as life expectancy rates, air pollution due to industrialization, public mobilization and changing in the way of life. Persahabatan General Hospital is a centre of excellent in pulmonary disease, and a partially self financing hospital since 1492, apply the eight strategic management policy to improve it efficiency, and one of these strategic is shortening the Average Length Of Stay. The problem is, there are 20 cases or 40% of all allowed discharged COPD cases in Persahabatan General Hospital, have Length Of Stay more longer than the hospital's standard for the last one year. The aims of the research is to describe and to analyze factors which is be estimated relating to Length Of Stay of all allowed discharged COPD cases for last one year in Persahabatan General Hospital. The methodology of this research is a cross sectional study of allowed discharged COPD cases for one year period and research sample used data is secondary data which given by medical record department. Statistical analysis use tables of frequency, distribution and descriptive statistic for univariate analysis and chi square test for bivariate analysis. The results is, only one variable of the external factors have a statistically significance related to Length Of Stay, but the other variables show non significances. The conclusions is, the research concept actually cannot prove allowed discharged COPD's most relating factors to Length Of Stay in Persahabatan General Hospital as reported by references or prior researchers and suggest to follow through this research by difference concept to know other variables relating to Length Of Stay of allowed discharged COED, and developed another research to explore causes factors such as kohort study."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>