Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185331 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ihsan Azizi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penurunan tekanan pada kabin pesawat dapat mencetuskan gejala hipoksia pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Saat ini belum ada laporan mengenai profil gejala hipoksia saat penerbangan dan gambaran penilaian kelaikan terbang berdasarkan kemungkinan kejadian hipoksia saat penerbangan pada jemaah haji dengan PPOK. Tujuan: Mengetahui profil pasien PPOK yang mengalami gejala hipoksia saat penerbangan dan penilaian kelaikan terbang tanpa menggunakan oksigen berdasarkan fungsi faal paru, saturasi oksigen dan aktifitas berjalan lebih dari 50 meter pada jemaah haji dengan PPOK. Metode: Studi kohort prospektif yang dilakukan pada jemaah haji Embarkasi Jakarta dengan PPOK saat pelaksanaan ibadah haji tahun 2011. Hasil: Pada studi ini didapatkan 36 subyek jemaah haji dengan PPOK. Pada penilaian pra-keberangkatan didapatkan 33 subyek yang dinilai laik terbang tanpa menggunakan oksigen. Saat penerbangan didapatkan tiga subyek mengalami gejala hipoksia. Dua orang berasal dari kelompok yang dinilai laik terbang tanpa menggunakan oksigen dan satu orang dari kelompok yang dinilai laik terbang dengan menggunakan oksigen. Karakterisitik subyek yang mengalami gejala hipoksia didapatkan pada perokok aktif (10,5%), tidak terdiagnosis PPOK sebelumnya (8,8%), PPOK derajat sedang (9,5%), usia lebih dari 60 tahun (5,3%) dan adanya komorbiditas (4,2%). Kesimpulan: Sebagian besar penderita PPOK dapat melakukan penerbangan tanpa menggunakan oksigen.

ABSTRACT
Background: The decreased pressure in aircraft cabins may cause hypoxia symptoms in patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Currently, there is no publication known to have reported the profile in-flight hypoxia symptoms and pre-flight medical screening to predict the need for oxygen supplementation in COPD pilgrims. Objective: To obtain profile of in-flight hypoxia and pre-flight assessment for fitness to fly without oxygen supplementation based on pulmonary function test, oxygen saturation, and the ability to walk more than 50 meters among pilgrims with COPD. Methods: This is a cohort-prospective study which was conducted during pilgrimage season during hajj year of 2011. Results: Thirty three COPD patients were identified and subsequently recruited to this study. Pre-flight medical assesment concluded that 33 subject were fit to fly without supplemental oxygen. Nevertheless, three subject developed in-flight hypoxia symptoms i.e. two of them were fit to fly without supplemental oxygen, while another subject was recommended to have supplemental oxygen. Characteristics of subjects with in-flight hypoxia were as follows: (10.5%) current smokers, (8.8%) not known to have COPD prior to health examination, (9.5%) moderate COPD category, (5,3%) above 60 years of age, and (4,2%) with comorbidity. Conclusion: Most pilgrims with COPD were fit to fly without oxygen supplementation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyanisa Ulfathinah
"Penyakit paru obstruktif kronik dapat menyebabkan seseorang mengalami keluhan pernapasan seperti sesak napas, batuk, sputum berlebih. Keluhan pernapasan dan berbagai faktor dapat mempengaruhi kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada pasien PPOK. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan purposive sampling. Sebanyak 200 sampel diambil di tiga rumah sakit daerah jakarta pada Mei-Juni 2018. Kuesioner menggunakan COPD Assesment Test dan Pittsburgh Sleep Quality Index.
Hasil penelitan menunjukkan 66 pasien PPOK memiliki kualitas tidur buruk dengan masalah tertinggi yaitu durasi tidur. Kualitas tidur buruk ditemukan rata-rata pada usia 62 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan SD/SMP, pendapatan kurang lebih Rp.2.000.000, menikah, IMT normal, memiliki >1 penyakit penyerta, terdiagnosis PPOK 12 bulan. Pasien PPOK yang mengalami kualitas tidur buruk mayoritas memiliki keluhan pernapasan sedang-berat. Tingkat keluhan pernapasan memiliki hubungan dengan kualitas tidur p = 0,016;OR:2,28. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas tidur pasien PPOK.

Chronic obstructive pulmonary disease can cause someone experience respiratory complaints such as shortness breath, coughing, excessive sputum. Respiratory complaints and many factors can influence sleep quality. This study purpose to describe sleep quality in COPD. Design used cross sectional purposive sampling in May June 2018. Respondents was 200 at three hospitals in Jakarta. Questionnaire used COPD Assesment Test and the PSQI.
Results showed that 66 COPD had poor sleep quality, the highest problems was sleep duration. Poor sleep quality was found average at 62 years old, male, education level in elementary junior high school, income Rp.2.000.000, married, had normal BMI and 1 comorbidities, diagnosed COPD for 12 months. Most of COPD who experience poor sleep had moderate severe respiratory complaints. There was relationship between respiratory complaints and poor sleep quality in COPD p 0.016 OR 2,28 . Nurses as caregivers is expected to correct or improve sleep quality in COPD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Hera Wahyuni
"Penurunan fungsi paru berperan pada peningkatan insiden PPOK  pada lansia. Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan inhaler dapat berdampak negatif terhadap prognosis. Tujuan Penelitian mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK. Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan lokasi penelitian di poliklinik Paru Asma-PPOK. Sampel pada penelitian dipilih melalui teknik consecutive sampling berjumlah 96 responden lansia PPOK. Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasilnya responden mengalami gangguan fungsi kognitif dengan kategori tidak tepat dalam penggunaan inhaler sebanyak 46 responden (55.2%). Uji statistik regresi logistik didapatkan variabel fungsi kognitif berhubungan dengan ketepatan penggunaan inhaler (p=0,001; OR=40,524; CI 95% 12,537- 130,984). Kesimpulan ada hubungan antara fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK setelah dilakukan uji statistik. Lansia mengalami gangguan fungsi kognitif tidak optimal dalam penggunaan inhaler. Pemberian edukasi pada lansia serta keluarga/caregiver dengan metode disesuaikan kemampuan kognitif lansia, seperti demonstrasi langsung, video instruksional, dan materi visual.

Decreased lung function contributes increased incidence of COPD in older adults. Impairment cognitive function affect accuracy of inhalers could have bad prognosis. Aim of study was to determine relationship between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD. The research method used cross sectional location at polyclinic Asma-PPOK. The respondents were selected method through consecutive sampling technique, totalling 96 older adults with COPD. Data analysis consisted of univariate analysis, bivariate analysis using the Chi-square / Pearson Chi-square test, and multivariate analysis using the Logistic Regression test. Result respondents impaired cognitive function with inappropriate  use of inhalers as many as 46 respondents (55.2%). Logistic regression statistical obtained cognitive function correlated with accuracy of inhaler use (p=0.001; OR=40.524; CI95% 12.537- 130.984). Conclusion there correlation between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD after statistical analysis. Older adults with impaired cognitive function are not optimal use inhalers. Providing education to older adults and caregivers by methods adjusted cognitive function, such as direct demonstrations, instructional videos, and visual materials."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Antono
"Latar Belakang: PPOK adalah penyakit yang penting di seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang. Penyapu jalan raya terpajan oleh partikel debu, bioaerosol dan berbagai gas berbahaya. Penelitian ini mengevaluasi prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta.
Metode : Penelitian potong lintang pada 153 subjek penyapu jalan raya di Jakarta, berusia lebih dari 40 tahun dengan masa kerja lebih dari 2 tahun. Pengumpulan subjek menggunakan metode cluster sampling berdasarkan lokasi kerja daerah kotamadya di Jakarta. Diagnosis PPOK berdasarkan kuesioner COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, pemeriksaan spirometri berdasarkan Pneumobile Project Indonesia dan dilakukan uji bronkodilator bila didapatkan hasil obstruktif.
Hasil : Prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta adalah 10 dari 153 subjek 6,5 . Enam subjek laki-laki 60 , tidak menggunakan masker 80 , bekerja lebih dari 10 tahun 70 , perokok 60 dan indeks massa tubuh le;25 kg/m2 80. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dan PPOK.

Background: Chronic obstructive pulmonary disease COPD is an important disease worldwide in both high income and low income countries. Dust has been known to increase COPD risk. During sweeping activity, sweepers are exposed to dust. The street sweepers are exposed to dust particles, bioaerosols, and various harmful gases. In this study we evaluates the prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta.
Method: This is a cross sectional study among 153 street sweepers in Jakarta, Indonesia with age more than 40 years old with working period more than 2 years. Subjects were collected by cluster sampling method based on working location correlated with Jakarta regional district area. COPD was diagnosed by using questionnaires of COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, spirometry examination based on Pneumobile Project Indonesia, and bronchodilator test if there was obstructive results.
Results A total of 153 subjects was selected for spirometry examination. The prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta, Indonesia was 10 of 153 subject 6.5. Six of them were males 60, do not use face mask 80 , working years 10 years 70, smokers 60, and BMI le 25 kg m2 80 .There was a statistically significant relationship between age and COPD p 0,05.
Conclusion Prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta is 6.5 . Factor related to the occurrence of COPD is age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Prilia Damaranti
"PPOK merupakan penyakit pernapasan kronis penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak dengan dampak pembiayaan yang cukup tinggi di Indonesia. Clinical Pathway (CP) adalah bagian dari pelaksanaan tata kelola klinis rumah sakit dan salah satu tools dalam mewujudkan sistem kendali mutu dan kendali biaya di era JKN. Efektivitas kepatuhan penerapan clinical pathway (CP) terhadap luaran klinis pasien pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif. RS Paru Respira Yogyakarta telah menetapkan CP PPOK sebagai CP prioritas, namun dalam proses evaluasi kepatuhan CP belum menggunakan seluruh komponen PPA seperti yang diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2022. Paradigma pelayanan kesehatan saat ini adalah value-based healthcare sehingga perlu dilakukan evaluasi dampak kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien PPOK, dan proses penerapan kepatuhan CP PPOK di RS Pusat Paru Respira Yogyakarta tahun 2022. Desain penelitian adalah observasional (cross sectional) dengan pendekatan mix method. Pengambilan data metode kuantitatif menggunakan rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama PPOK tahun 2022 (n=57) dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian kuantitatif didapatkan tingkat kepatuhan CP PPOK sebesar 87,7%, ada hubungan yang signifikan antara beban kerja DPJP dengan kejadian komplikasi (p value=0,003) dan antara kepatuhan CP dengan luaran klinis yaitu komplikasi (p value=0,05 dan OR=6,75), faktor yang paling berpengaruh pada luaran klinis pasien adalah kepatuhan terhadap CP. Metode kualitatif, berdasarkan perspektif 10 variabel dalam teori Gibson dan Mathis-Jackson, didapatkan hasil yang baik pada variabel sikap. Untuk variabel pengetahuan, supervisi, komunikasi, pelatihan, SDM, standar kinerja, sarana prasarana, insentif dan struktur organisasi masih perlu peningkatan. Untuk meningkatkan kepatuhan CP diperlukan komunikasi yang efektif antara pembuat dan pelaksana CP, pemahaman dan komitmen penuh para PPA, dukungan manajemen untuk rutin meninjau ulang tata laksana CP, meningkatkan sosialisasi, pelatihan, sarana prasarana, kebutuhan SDM, fasilitas IT penunjang serta regulasi terkait pelaksanaan CP.

COPD is a chronic respiratory disease that causes the most morbidity and mortality with a high cost impact in Indonesia. Clinical Pathway (CP) is part of the implementation of hospital clinical governance and one of the tools in quality and cost control system in JKN era. The effectiveness of clinical pathway (CP) compliance to patient clinical outcomes in several studies has shown positive results. Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta has designated CP COPD as a priority CP, but in the process of evaluating CP compliance, it has not used all Profesional Caregiver components as stipulated in Health Ministerial Regulation No. 30 of 2022. The current paradigm of health services is value-based healthcare, so it is necessary to evaluate the impact of CP compliance on the patient's clinical outcome. This study aims to determine the association of CP compliance to the clinical outcome of COPD patients and the process of implementing COPD CP compliance at the Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta in 2022. The research design is observational (cross sectional) with mix method approach. Quantitative method data collection using inpatient medical records with a primary diagnosis of COPD in 2022 (n=57) and qualitative method using with in-depth interviews, observation and document review. The results of quantitative study showed that COPD CP compliance rate is 87.7%, there is a significant relationship between doctor in charge of services workload with the incidence of complications (p value=0.003) and between CP compliance with clinical outcomes of complications (p value=0.05 and OR=6.75), factor that most influenced the patient's clinical outcome was CP compliance. Qualitative methods, based on the perspective of 10 variables in the theory of Gibson and Mathis-Jackson, showed good results on attitude variables. Knowledge, supervision, communication, training, human resources, performance standards, infrastructure, incentives and organizational structure variables still need improvement. To improve CP compliance, an effective communication between CP makers and implementer are required, full understanding and commitment of Profesional Caregivers, management support to regularly review CP governance, improve socialization, training, infrastructure, human resource needs, supporting IT facilities and regulations related to the implementation of CP are required."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Fatimah
"PPOK merupakan penyakit yang bersifat kronis, irreversible, dan progresif lambat semakin lama semakin memburuk. Hal tersebut membuat pasien PPOK mengalami ketergantungan terhadap obat dan orang lain, sehingga rentan mengalami gangguan status emosional. Maka, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik consecutive sampling. Data diolah menggunakan perangkat lunak dengan menggunakan uji statistik Chi Square.
Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional depresi p=0.921, status emosional kecemasan p=0.184, dan status emosional stress p=0.795. Namun, peneliti menyarankan pada rumah sakit agar melakukan skrinning status emosional pada setiap pasien, khususnya pasien PPOK agar dapat mencegah terjadinya perburukan.

COPD is a chronic disease, irreversible, slow progressive disease progressively worsens. This makes the COPD patient dependent on drugs and others, so vulnerable to emotional status disorders. So, researchers interested to know the relationship between social support with emotional status in patients with COPD. The sampling technique used in this research is consecutive sampling technique. Data is processed using software using Chi Square statistical test.
The analysis of the relationship between social support and emotional status in COPD patients showed no association between social support with emotional status depression p 0.921, emotional status anxiety p 0.184, and emotional status stress p 0.795 . Horever, investigators suggest that the hospital should screen for the emotional status of each patient, especially in the case of COPD to prevent worsening.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvony Chandra
"Latar Belakang: Perubahan sistemik pada PPOK menyebabkan terjadinya disfungsi otot yang berhubungan dengan penurunan fungsi keseimbangan. Gangguan keseimbangan menimbulkan konsekuensi terhadap kejadian jatuh. Penambahan latihan keseimbangan pada PPOK dapat meningkatkan fungsi keseimbangan, namun belum menjadi standar tatalaksana pada program rehabilitasi PPOK. Latihan ketahanan dengan menggunakan jentera dan sepeda statis menunjukkan adanya peningkatan nilai uji fungsi keseimbangan pasien PPOK, namun belum ada penelitian yang membandingkan antara kedua latihan tersebut dalam meningkatkan fungsi keseimbangan pasien PPOK.
Tujuan: Menilai efek latihan jentera dan latihan sepeda statis selama delapan minggu terhadap perbaikan fungsi keseimbangan pasien PPOK.Metode. Uji klinis teracak terhadap pasien PPOK stabil grup A,B,C dan D pada usia 55-80 tahun. Subjek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok jentera dan kelompok sepeda statis. Kedua kelompok mendapat program rehabilitasi paru selama delapan minggu. Dilakukan evaluasi fungsi keseimbangan dengan menggunakan Berg Balance Scale BBS pada awal penelitian, 4 dan 8 minggu setelah mulai penelitian.
Hasil: Terdapat 16 subjek PPOK yang menyelesaikan penelitian. Didapatkan peningkatan yang signifikan secara statistik pada nilai BBS baik pada latihan jentera maupun pada latihan sepeda statis setelah delapan minggu latihan dengan nilai akhir BBS 51,88 dan 50,25 secara berurutan. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara selisih peningkatan nilai BBS latihan jentera dan latihan sepeda statis dengan nilai tengah 3,00 dan 3,50 secara berurutan.
Kesimpulan: Nilai BBS menunjukkan perbaikan bermakna secara statistik baik pada latihan jentera maupun sepeda statis. Tidak terdapat perbedaan efek yang bermakna secara statistik antara latihan pada kedua kelompok tersebut.

Background: Systemic changes in COPD result in muscle dysfunction that associated with decreased balance function. Impaired balance has consequences for falling events. The addition of balance exercises to COPD can improve balance function, but it has not yet become the standard treatment for COPD rehabilitation programs. Endurance exercises using treadmill and static cycle show an increase in balance function test of COPD patients, but no studies have compared the two exercises in order to improve the balance function of COPD patients.
Aim: To assess the effects of treadmill and static cycle exercise for eight weeks on improving balance function of COPD patients. Method. Randomized Clinical trials of stable COPD patients on A, B, C and D group at age 55 80 years. Subjects were divided into two groups, treadmill and static cycle group. Both groups received pulmonary rehabilitation program for eight weeks. Evaluation of balance function using Berg Balance Scale BBS at the beginning of the study, 4 and 8 weeks after the study.
Results: There were 16 subjects of COPD who completed the study. There was a statistically significant increase in the value of BBS in both treadmill and static cycle group after eight weeks of exercise with a final BBS score of 51.88 and 50.25 respectively. There was no statistically significant difference between the improvement value of BBS in treadmill and static cycle exercise with median values of 3.00 and 3.50 respectively.
Conclusion: The BBS score showed statistically significant improvements in treadmill and static cycles exercise. There was no statistically significant different effect of exercises in both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affifah Tata Tanjung
"Penelitian ini memperluas konsep therapeutic landscape dalam geografi kesehatan dengan menguraikan pola ruang sehat pasien PPOK. Karakteristik pasien seperti usia dan diagnosa klinis, serta tiga aspek therapeutic landscape dalam perilaku keruangan pasien membentuk pola ruang. Dengan melibatkan 30 responden, pasien menjelaskan aktivitas dan tempat-tempat terkait pemeliharaan kesehatan dari aspek fisik, aspek mental, aspek spiritual kemudian diperkaya dengan deskripsi site dan situation pada tempat tersebut. Sehingga dapat menjelaskan bagaimana ruang tersebut dan pola spasialnya. Penelitian ini menemukan bahwa pola ruang sehat tidak hanya terbentuk dari kedua variabel, melainkan kedekatan antar tempat, situasi lingkungan di sekitar tempat yang memiliki keseragaman, dan karakteristik tempat itu sendiri.

This research expands the therapeutic landscape concept in health geography by describing the healthy space patterns of COPD patients. Patient characteristics such as age and clinical diagnosis, as well as three aspects of the therapeutic landscape in the patient's spatial behavior form the spatial pattern. By involving 30 respondents, patients explain the activities and places related to health care from physical aspects, mentality aspects, spirituality aspects and then enriched with a description of the site and situation at the place involved. Therefore that can explain how the space and spatial patterns. This study found that the pattern of healthy space is not only formed from the two variables, but the proximity between places, situations around places that have uniformity, and the characteristics of the place itself.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Mariska Taruli Godang
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui pada pasien PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik dipertimbangkan sebagai faktor risiko berkembangnya diabetes tipe 2 melalui beberapa mekanisme antara lain inflamasi sitemik, merokok, stres oksidatif, obesitas dan penggunaan kortikosteroid inhalasi. Prevalens DM pada pasien PPOK di Indonesia belum diketahui secara pasti. Diabetes melitus sebagai penyakit komorbid pada pasien PPOK akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien PPOK.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan analisis deskriptif yang dilakukan di poliklinik asma ndash;PPOK Rumah sakit umum pusat Persahabatan pada bulan Februari ndash; Maret 2017 untuk melihat kejadian diabetes pada pasien PPOK. Enam puluh empat pasien PPOk di ambil untuk ikut dalam penelitian ini secara consecutive sampling. Pada semua pasien dilakukan wawancara, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Pada penelitian ini diambil 64 pasien PPOK lakilaki: 60, perempuan : 4 dengan usia rata rata 65 8.7 tahun. Sebanyak 12 subjek 18.8 sudah memiliki riwayat DM sebelumnya dan pasien ini dimasukan kedalam kelompok DM tanpa memandang hasil laboratorium. Dari 52 81.3 subjek yang belum diketahui status DM ditemukan 2 subjek 3,1 dengan diagnosis DM. Prevalens DM pada pasien PPOK pada penelitian ini sebesar 21.9. Ditemukan 16 subjek 25 dengan kadar HbA1c sesuai dengan prediabetes. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, riwayat merokok, sataus gizi, hambatan aliran udara dan penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian DM pada pasien PPOK.
Kesimpulan: Prevalens DM pada pasien PPOK dalam penelitian ini adalah sebesar 21..9 . Penapisan komorbid DM penting dilakukan secara berkala.

Background: Type 2 diabetes mellitus DM is a common comorbidity of COPD. COPD may be considered as a risk factor for new onset type 2 DM via multiple pathophysiological alterations such as systemic inflammation, smoking, oxidative stress, obesity and inhaled corticosteroid use. Exact prevalence of DM in COPD patients in Indonesia are still unclear. Co morbid conditions like DM have great impacts on the outcome of COPD in the form of severity, morbidity and mortality
Method: A cross sectional study with descriptive analysis was done in Asthma COPD clinic Persahabatan Hospital from February to March 2017 to screen COPD patients for DM. Sixty four subjects were recruited consecutively. Interview, physical examination and laboratory testing were performed in all subjects.
Results: A total of 64 patients with COPD Males 60, Female 4 with mean age 65 8.7 were screened for DM. Patients with known history of DM were 12 18.8 and were enrolled as Known DM cases. Remaining 52 81.3 patients whose DM status were unclear and screened by random or fasting blood sugar and HbA1c. Two subjects 3.1 were considered as newly diagnosed DM cases. Prevalence of DM in present study was 21.9. Number of patients with prediabetes were 16 subjects 25. There were no significant relationship among gender, age, smoking, nutritional status, airflow limitation and inhaled corticosteroid use in occurrence of DM among COPD patients.
Conclusion: Prevalence of DM in COPD patients in the present study is 21.9. It is important to screen all COPD patients for DM routinely.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cipuk Muhaswitri
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK adalah penyakit akibat stres oksidatif penyebab menurunnya fungsi paru sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.Tes baku untuk mengukur kualitas hidup PPOK adalah COPD AssessmentTest CAT . Vitamin C sebagai antioksidan banyak terdapat di cairan pelapis epitel paru. Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara kadar vitamin C serum dan skor CAT pada PPOK. Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan,Jakarta Timur, melibatkan 47 subjek dengan metode consecutive sampling. Data karakteristik subjek dan asupan vitamin C secara FFQ semikuantitatif didapatkan melalui wawancara. Data klasifikasi klinis, fungsi paru, komorbid, skor CAT didapatkan dari rekam medis dan wawancara. Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks Masa Tubuh IMT , dan kadar vitamin C serum dengan spektrofotometer. Semua subjek laki-laki, rerata usia 66,6 tahun, sebagian besar bekas perokok berat dengan fungsi paru rendah. Status gizi kurang pada 25 subjek, skor CAT kategori ringan, asupan vitamin C cukup, dan kadar vitamin C rendah. Tidak didapatkan korelasi antara kadar vitamin C serum dan skor CAT.

COPD is a disease due to oxidative stress causing low pulmonary function, resulting in low quality of life. A standard test to measure the quality of life in COPD is COPD Assessment Test CAT . Vitamin C as antioxidant is widely available in the pulmonary epithelial fluid. This study aimed to investigate the correlation between serum vitamin C level and CAT score in COPD. This cross sectional study was conducted at Persahabatan Hospital, East Jakarta, involving 47 subjects using consecutive sampling method. Interview was used to assess subjects rsquo characteristics and vitamin C intake using semi quantitative FFQ. Clinical classification, lung function, comorbidity, and CAT scores were gathered from medical records or interview. BMI was used to determine nutritional status, while vitamin C serum level was assessed using spectrophotometry. All subjects were male, mean age was 66.6 years, mostly ex heavy smokers, with decreased lung function, and 25 were undernourished. Vitamin C intake was sufficient, but low in serum vitamin C level and CAT score. There was no correlation between serum vitamin C levels and CAT score. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>