Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahmi Zaglulsyah
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang untuk mengetahui gambaran audiogram dan emisi otoakustik pada pekerja pabrik tekstil PT "X" Banten yang terpajan bising dengan menggunakan pemeriksaan audiometri dan DPOAE. Pada penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan pendengaran pada pajanan bising dengan audiometri nada murni sebesar 73% (66 percontoh) dari 90 percontoh, sedangkan pada DPOAE ditemukan sebesar 47,8% (43 percontoh ) dari 90 percontoh. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, percontoh dengan jenis kelamin laki-laki merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses terjadinya gangguan fungsi pendengaran. Berdasarkan analisis Kappa R, pemeriksaan audiometri dan DPOAE di frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz terdapat adanya hubungan yang bermakna dan mempunyai kesesuaian yang lemah.

ABSTRACT
This study is a cross-sectional study to describe the audiogram and emission otoakustik textile factory worker PT "X" Banten are exposed to noise by using audiometric examination and DPOAE In this study, the prevalence of hearing loss results in exposure to noise by pure tone audiometry by 73% (66 tokens) of 90 tokens, whereas the DPOAE was found to be 47.8% (43 tokens) of 90 tokens. Based on the results of logistic regression analysis, tokens with male gender is the most influential factor in the occurrence of auditory dysfunction. Based on the analysis of Kappa R examination and DPOAE at frequency 4000Hz and 6000HZ there a meaningful relationship and have weak compliance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuriah
"Latar Belakang. Bising adalah bahaya potensial (hazard) yang dapat menyebabkan NIHL pada pekerja tambang nikel yang terpajan bising. Adanya peningkatan ambang dengar pada pekerja dengan pajanan bising yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan NIHL. Kejadian NIHL yang semakin meningkat merupakan salah satu masalah pada pekerja tambang PT X. Tujuan penelitian adalah mengetahui tren audiometri dan prevalensi NIHL, mengetahui perbedaan NAD akibat pajanan bising tinggi dan rendah, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan NIHL pada pekerja tambang nikel yang terpajan bising di PT. X tahun 2012-2016. Metode. Penelitian dengan desain observasional analitik dengan kohort retrospektif di UBP Nikel PT X pada Bulan Desember 2017, dengan cara pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder MCU pekerja yang sudah dilakukan pemeriksaan audiometri, data baseline 2011, data annual dari tahun 2012 sampai dengan 2016, dan analisis data dilakukan dengan program statistik SPS Statistics 20.0. Hasil. Prevalensi kejadian NIHL sebesar 15,97% tahun 2012 dan mencapai 39,54% pada tahun 2016. Kejadian kasus (prevalensi) NIHL selalu mengalami peningkatan baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB sejak tahun 2012 sampai 2016, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko kebisingan dengan kejadian NIHL setiap tahunnya. Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan NAD telinga kanan dan kiri baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB pada tahun 2012-2016. Pada penelitian diketahui bahwa faktor usia memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL usia ≥40 tahun sebanyak 47,21% (p 0,000, IK 1,33-1,87), responden dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko mengalami NIHL 1,58 kali lebih besar dibandingkan kelompok usia <40 tahun. Masa kerja ≥10 tahun sebanyak 40,15% memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL (IK 1,51-1,85) dan memiliki risiko mengalami NIHL 1,67 kali lebih besar dibandingkan kelompok masa kerja <10 tahun. Kriteria STS yang positif (90,91%) dengan (p 0,000) signifikan menunjukkan terjadinya NIHL. Kesimpulan. Tren Audiometri dan prevalensi NIHL terlihat kecenderungan meningkat dari tahun 2012 sampai tahun 2016. Tidak terdapat perbedaan NAD telinga kanan dan kiri baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB pada tahun 2012-2016. Hasil ini menunjukkan tren kecenderungan meningkat terjadinya kejadian (prevalensi) NIHL di PT X. Kejadian kasus (prevalensi) NIHL selalu mengalami peningkatan baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB sejak tahun 2012 sampai 2016, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko kebisingan dengan kejadian NIHL setiap tahunnya. Faktor usia, masa kerja, kriteria STS positif memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL. Kata Kunci. gangguan pendengaran akibat pajanan bising (noise induced hearing loss); pekerja tambang; prevalensi; risiko kebisingan; tren audiometri.

Background. High-volume noise is a potential hazard which may cause Noise Induced Hearing Loss (NIHL) among nickel mine workers who are exposed to noise. The increase of hearing threshold in workers with chronic exposure to high-volume noise may cause NIHL. The increasing prevalence of NIHL is a problem for nickel mine workers of PT X. The objective of this study is to identify the audiometry trend and NIHL prevalence among mine workers who are exposed to high-volume noise, to investigated correlation of noise level exposure and the others that causes NIHL, to know how difference hearing treshold value on the workers worked with noise level <85 dB and ≥85 dB since 2012 until 2016. Method. This study used an analytical observational design with retrospective cohort at UBP Nikel PT X in December 2017, with the method of obtaining samples by total sampling. This study was conducted by collecting secondary medical check-up data of workers who have undergone audiometry examinations, baseline data from 2011, annual data from 2012 until 2016, and data analysis was done using SPSS program version 20.0 Results. The prevalence of NIHL was shown starting from 15,97% in 2012, and the prevalence reached 39,54% in 2016. The prevalence of NIHL always showed an increase, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016, however there was no significant relation between noise levels and NIHL prevalence each year. In this study it was discovered that there were no differences in hearing treshold value right ear and left ear, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB during 2012-2016. It was found that age had a significant association with NIHL prevalence, respondents aged >40 years old as much as 47,21% (p 0,000, 95% CI 1,33-1,87); respondents aged >40 years old had 1,58 times higher risks to develop NIHL than the age group <40 years old. Respondents with the period of work ≥10 years as much as 40,2% (IK 1,511,85) had a significant association with NIHL prevalence. They had 1,67 times higher risks to develop NIHL than period of work <10 years. It was found that Positive STS Criteria (90,91%) had a significant association with NIHL prevalence (p 0,000). Conclusion. The NIHL prevalence and the audiometry trend showed a tendency to increase from 2012 until 2016. The prevalence of NIHL always showed an increase, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016, however there was no significant relation between noise levels and NIHL prevalence each year. There were no differences in hearing treshold value right ear and left ear, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016. The factor of age and period of work had a significant association with NIHL It was found that Positive STS Criteria had a significant association with NIHL prevalence . Keywords. audiometry trend; mine workers; noise induced hearing loss; noise level risk; prevalence."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiki Fahmi Nugraha
"Pemetaan distribusi reservoir pada lapangan A Sabratah Basin, Libya, dilakukan dengan menggunakan seismik inversi impedansi akustik. Pada studi ini data seismik diinversi menjadi nilai impedansi akustik yang diturunkan dari data sumur untuk mengubah data volume seismik menjadi data volume impedansi akustik. Inversi seismik model based digunakan untuk melakukan proses tersebut. Analisa terfokus pada hasil inversi pada reservoar batu gamping. Identifikasi pada reservoar dari data sumur terlihat pada kedalaman 2610 m – 2740 m dengan ketebalan yang relatif tipis yaitu berkisar 15 m. Berdasarkan data log dan hasil inversi, reservoar batu gamping memiliki nilai impedansi akustik yang cukup tinggi yaitu sekitar 9000 -10000 (m/s)*(gr/cc). Hasil inversi dapat mendeteksi distribusi batu gamping pada horizon Reservoar di formasi El Garia yang terkonsentrasi pada bagian tenggara hingga timur laut daerah penelitian.

Mapping the distribution of reservoir in the field A of Sabratah Basin, Libya, performed using seismic acoustic impedance inversion. In this study inverted seismic data into acoustic impedance values derived from well data to transform data of seismic volume into a data acoustic impedance volume. Seismic models based inversion used to perform this process. Analysis focuses on the inversion results in limestones reservoir. Identification of the reservoir from well data visible at depths of 2610 m - 2740 m with thickness relatively thin that is about 15 m. Based on log data and inversion results, limestones reservoir has an acoustic impedance values are high enough that is around 9000 -10000 (m / s) * (g / cc). results of Inversion could detect the distribution of the limestone reservoir horizon in the El Garia formation which is concentrated in the southeast to the northeast part of the study area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuriah
"Latar Belakang: Bising adalah bahaya potensial (hazard) yang dapat menyebabkan NIHL pada pekerja tambang nikel yang terpajan bising. Adanya peningkatan ambang dengar pada pekerja dengan pajanan bising yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan NIHL. Kejadian NIHL yang semakin meningkat merupakan salah satu masalah pada pekerja tambang PT. X. Tujuan penelitian adalah mengetahui tren audiometri dan prevalensi NIHL, mengetahui perbedaan NAD akibat pajanan bising tinggi dan rendah, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan NIHL pada pekerja tambang nikel yang terpajan bising di PT. X tahun 2012-2016.
Metode: Penelitian dengan desain observasional analitik dengan kohort retrospektif di UBP Nikel PT. X pada Bulan Desember 2017, dengan cara pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder MCU pekerja yang sudah dilakukan pemeriksaan audiometri, data baseline 2011, data annual dari tahun 2012 sampai dengan 2016, dan analisis data dilakukan dengan program statistik SPS Statistics 20.0.
Hasil: Prevalensi kejadian NIHL sebesar 15,97% tahun 2012 dan mencapai 39,54% pada tahun 2016. Kejadian kasus (prevalensi) NIHL selalu mengalami peningkatan baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB sejak tahun 2012 sampai 2016, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko kebisingan dengan kejadian NIHL setiap tahunnya. Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan NAD telinga kanan dan kiri baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB pada tahun 2012-2016. Pada penelitian diketahui bahwa faktor usia memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL usia ≥40 tahun sebanyak 47,21% (p 0,000, IK 1,33-1,87), responden dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko mengalami NIHL 1,58 kali lebih besar dibandingkan kelompok usia <40 tahun. Masa kerja ≥10 tahun sebanyak 40,15% memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL (IK 1,51-1,85) dan memiliki risiko mengalami NIHL 1,67 kali lebih besar dibandingkan kelompok masa kerja <10 tahun. Kriteria STS yang positif (90,91%) dengan (p 0,000) signifikan menunjukkan terjadinya NIHL.
Kesimpulan: Tren Audiometri dan prevalensi NIHL terlihat kecenderungan meningkat dari tahun 2012 sampai tahun 2016. Tidak terdapat perbedaan NAD telinga kanan dan kiri baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB pada tahun 2012-2016. Hasil ini menunjukkan tren kecenderungan meningkat terjadinya kejadian (prevalensi) NIHL di PT. X. Kejadian kasus (prevalensi) NIHL selalu mengalami peningkatan baik pada area kerja dengan risiko kebisingan <85dB atau ≥85dB sejak tahun 2012 sampai 2016, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko kebisingan dengan kejadian NIHL setiap tahunnya. Faktor usia, masa kerja, kriteria STS positif memiliki hubungan signifikan dengan kejadian NIHL.

Background: High-volume noise is a potential hazard which may cause Noise Induced Hearing Loss (NIHL) among nickel mine workers who are exposed to noise. The increase of hearing threshold in workers with chronic exposure to high-volume noise may cause NIHL. The increasing prevalence of NIHL is a problem for nickel mine workers of PT. X. The objective of this study is to identify the audiometry trend and NIHL prevalence among mine workers who are exposed to high-volume noise, to investigated correlation of noise level exposure and the others that causes NIHL, to know how difference hearing treshold value on the workers worked with noise level <85 dB and ≥85 dB since 2012 until 2016.
Method: This study used an analytical observational design with retrospective cohort at UBP Nikel PT X in December 2017, with the method of obtaining samples by total sampling. This study was conducted by collecting secondary medical check-up data of workers who have undergone audiometry examinations, baseline data from 2011, annual data from 2012 until 2016, and data analysis was done using SPSS program version 20.0
Results: The prevalence of NIHL was shown starting from 15,97% in 2012, and the prevalence reached 39,54% in 2016. The prevalence of NIHL always showed an increase, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016, however there was no significant relation between noise levels and NIHL prevalence each year. In this study it was discovered that there were no differences in hearing treshold value right ear and left ear, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB during 2012-2016. It was found that age had a significant association with NIHL prevalence, respondents aged >40 years old as much as 47,21% (p 0,000, 95% CI 1,33-1,87); respondents aged >40 years old had 1,58 times higher risks to develop NIHL than the age group <40 years old. Respondents with the period of work ≥10 years as much as 40,2% (IK 1,51-1,85) had a significant association with NIHL prevalence. They had 1,67 times higher risks to develop NIHL than period of work <10 years. It was found that Positive STS Criteria (90,91%) had a significant association with NIHL prevalence (p 0,000).
Conclusion: The NIHL prevalence and the audiometry trend showed a tendency to increase from 2012 until 2016. The prevalence of NIHL always showed an increase, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016, however there was no significant relation between noise levels and NIHL prevalence each year. There were no differences in hearing treshold value right ear and left ear, both in the working areas with noise level <85dB and ≥85dB since 2012 until 2016. The factor of age and period of work had a significant association with NIHL It was found that Positive STS Criteria had a significant association with NIHL prevalence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nieza Femini Rissa
"Latar Belakang: Pada lansia, gangguan fungsi pendengaran ditandai dengan berkurangnya sensitivitas pendengaran dan pemahaman tutur pada suasana bising. Hal tersebut akibat gangguan pada penerimaan informasi akustik dan kemampuan melokalisir sumber suara pada proses pendengaran sentral.
Tujuan: Mengetahui nilai rerata ambang dengar, Speech Reception Threshold(SRT), Speech Discrimination Score(SDS), signal-to-noise ratio(SNR) dari audiometri nada murni, audiometri tutur, tutur dalam bising dan korelasinya, serta pengaruh faktor usia, jenis kelamin dan sisi telinga.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, melibatkan 40 percontoh lansia di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Percontoh yang memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan pemeriksaan audiometri tutur dan tutur dalam bising.
Hasil: Didapatkan nilai rerata ambang dengar sebesar 30,7±9,4dB, SRT50%33,2±12,0dB, SDS100%62,1±13,8dB pada audiometri tutur, SRT50%68,6±2,9dB, dan SDS100%83,7±6,6dB pada tutur dalam bising. Median SNRSRT50% -2,0dBSL(-7–14dBSL) dan SNRSDS100% 15,0(0–30dBSL). Terdapat korelasi sedang dan bermakna antara SRT50%(r=0,67) dan SDS100%(r=0,59) dengan audiometri nada murni(p<0,05). Selain itu, korelasi lemah(r=0,3) namun bermakna pada SRT50% dalam bising dengan audiometri nada murni (p<0,05). Didapatkan perbedaan bermakna pada SDS100% dan SNRSDS100% antar kelompok usia 60-69 dan 70-80 tahun(p<0,05).
Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri nada murni, tutur dan tutur dalam bising sebaiknya menjadi pemeriksaan rutin pada lanjut usia, terutama yang mengalami gangguan pendengaran.

Background: In elderly, hearing impairment is characterized by reduced hearing sensitivity and speech recognition in noisy situations. 
Objectives: To determine the hearing threshold, SRT, SDS, and SNR from pure tone, speech and speech-in-noise audiometry and their respective correlation, also the influences of age, gender and ear side factors. 
Methods: A cross-sectional study involving 40 elderly samples in RSCM. Forty samples to meet the inclusion criteria were examined with speech audiometry and speech-in-noise audiometry. 
Results:  The mean hearing threshold is 30.7±9.4dB, SRT50% 33.2±12.0dB, SDS100% 62.1±13.8dB in speech audiometry and the SRT50% 68.6±2.9dB, and SDS100% 83.7±6.6dB in speech-in noise audiometry examination,. The median SNRSRT 50% in noise -2.0dBSL (-7 - 14dBSL) and SNRSDS100% in noise 15.0 (0-30 dB SL). There was moderate correlation between SRT50% (r=0.67) and SDS100% (r=0.59) with pure tone audiometry (p<0.05). In addition, a weak (r=0.3) but significant correlation was found at SRT50% in noise with pure tone audiometry (p<0.05). There were significant differences in SDS and SNRSDS in noise based on the age group (p<0.05). 
Conclusion: Examination of pure tone, speech and speech-in-noise audiometry should be a routine examination for the elderly, especially those with hearing loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junicko Sacrifian Anoraga
"ABSTRAK
Latar Belakang: Audiometri impedans belum digunakan secara rutin dalam uji tekanan khususnya di Indonesia. Calon penyelam sering langsung menerima pajanan tekanan dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) tanpa diketahui keadaan telinga tengah dan fungsi tuba Eustachius. Pemeriksaan audiometri impedans sangat penting untuk mengetahui fungsi ventilasi tuba Eustachius (TE). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan nilai tekanan telinga tengah yang berhubungan dengan fungsi ventilasi TE pada calon panyelam. Metode: Penelitian ini melibatkan 29 subjek calon penyelam berusia 20-40 tahun tanpa gangguan pendengaran konduktif. Semua subjek menjalani pemeriksaan audiometri impedans yang dimodifikasi untuk kepentingan penyelaman baik sebelum maupun sesudah uji tekanan dalam RUBT beruang ganda. Hasil: Didapatkan perubahan nilai tekanan di telinga tengah yang bermakna sebelum dan sesudah uji tekanan dengan perasat Toynbee pada telinga kanan dan kiri, masing-masing p < 0,001 dan p = 0,018. Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri impedans sangat diperlukan dalam seleksi calon penyelam khususnya dalam uji tekanan dalam RUBT.

ABSTRACT
Background: Impedance audiometry is not yet used in the pressure test routinely, especially in Indonesia. Prospective divers often receive exposure of pressure in hyperbaric chamber directly without assesment of the middle ear and Eustachian tube (ET) ventilation function. Impedance audiometry examination is very important to asses the ET ventilation function. Objective: This study determined the middle ear pressure value changes associated with ET ventilation function of prospective divers. Method: This study involved 29 prospective diver subjects aged 20-40 years without a conductive hearing loss. All subjects underwent a modified diving impedance audiometry examination both before and after the pressure test in hyperbaric double lok chamber. Result: Obtained value changes of pressure in the middle ear meaningful before and after the pressure test with Toynbee maneuver on the right and left ear, respectively p <0.001 and p = 0.018 Conclution: Impedance audiometry examination is needed in the selection of candidates divers who underwent pressure test within hyperbaric chamber."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handrianto
"Pendahuluan Kehilangan pendengaran adalah problem yang sering diderita pekerja yang terpajan bising, diantaranya adalah masinis kereta api. Pajanan bising dapat menyebabkan kondisi stres oksidatif yang menyebabkan kematian pada sel rambut melalui proses nekrosis atau apoptosis. Untuk mengatasi hal tersebut, tubuh manusia memiliki mekanisme pertahanan endogen dengan membentuk enzim antioksidan, salah satunya glutathione peroxidase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk korelasi antara aktivitas glutathione peroxidase dengan hasil pemeriksaan audiometri dan mengetahui akurasi aktivitas glutathione peroxidase sebagai prediktor hasil pemeriksaan audiometri yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini kehilangan pendengaran akibat bising. Metode Penelitian ini menggunakan desain cross- sectional pada masinis kereta api. Variabel prediktor mencakup aktivitas glutathione peroxidase, indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan usia. Variabel respon adalah nilai rerata ambang pendengaran pada frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz. Hasil Subyek penelitian terdiri dari 46 orang masinis yang memiliki rerata nilai ambang pendengaran pada frekuensi 3000, 4000, 6000 Hz < 25dB. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa aktivitas glutathione peroxidase berhubungan dengan nilai ambang pendengaran (p = 0,03) dengan kekuatan korelasi negatif yang lemah (r = -0,312). Dari analisis regresi linier didapatkan bahwa aktivitas glutathione peroxidase, indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan usia melalui sebuah persamaan regresi (p = 0,018) dapat digunakan untuk memprediksi nilai ambang pendengaran = 15,104 – 0,019 (glutathione peroxidase) - 0,002 (indeks brinkman) – 0,474 (indeks massa tubuh) + 0,237 (usia) dengan nilai adjusted R2 = 0,175. Kesimpulan Aktivitas glutathione peroxidase bersama indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan usia dapat memprediksi nilai ambang pendengaran sesuai dengan persamaan regresi yang didapatkan dalam penelitian ini. Namun, masih terdapat beberapa variabel lain yang mungkin dapat memengaruhi nilai ambang pendengaran yang harus diperhitungkan.

INTRODUCTION Hearing loss is a problem that often affects workers, including train drivers, who are exposed to noise. Noise exposure can cause oxidative stress conditions causing permanent damage to hair cells through necrosis or apoptosis. The human body has an endogenous defense mechanism by forming antioxidant enzymes, one of which is glutathione peroxidase. This study aims to determine the correlation between glutathione peroxidase activity and audiometric examination results and the accuracy of glutathione peroxidase activity as a predictor of audiometric examination results that can be used for early detection of noise-induced hearing loss. METHODS This study of the train driver population used a cross- sectional design. Predictor variables include glutathione peroxidase activity, Brinkman index, body mass index, and age. The response variable is the average hearing threshold at frequencies 3000, 4000, and 6000 Hz. RESULTS The research subjects consisted of 46 train drivers with an average hearing threshold of 3000, 4000, and 6000 Hz < 25dB. Correlation test results showed that glutathione peroxidase activity was associated with a hearing threshold value (p = 0.03) with a weak negative correlation strength (r = -0.312). From linear regression analysis it was found that glutathione peroxidase activity, Brinkman index, body mass index, and age through a regression equation (p = 0.018) can be used to predict the hearing threshold value = 15.104 - 0.019 (glutathione peroxidase) - 0.002 (Brinkman index) - 0.474 (body mass index) + 0.237 (age) with adjusted R2 = 0.175. CONCLUSION Glutathione peroxidase activity, Brinkman index, body mass index, and age can predict hearing threshold values according to the regression equation obtained in this study. However, there are still several other variables that may affect the hearing threshold value that must be taken into account."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Ekayusnita
"Latar belakang : Teknisi pesawat terbang militer merupakan salah satu profesi yang berisiko terpajan bising saat bertugas. Aktivitas penerbangan militer dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). GPAB awalnya tidak dikeluhkan oleh teknisi, namun pada pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan penurunan nilai ambang pendengaran dan bersifat sensorineural. Deteksi dini gangguan pendengaran sebelum terjadi gangguan pendengaran meluas ke frekuensi percakapan sangat penting karena GPAB bersifat permanen namun hal tersebut dapat dicegah. Audiometri nada murni tidak menyertakan frekuensi yang lebih tinggi (>8KHz) dan pemeriksaan ini tidak peka terhadap kerusakan akibat bising yang terjadi pada koklea. High Frequency Audiometry (HFA) dan Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) dapat digunakan untuk deteksi dini GPAB. HFA mengevaluasi ambang pendengaran pada frekuensi yang lebih tinggi dari 8000 Hz. DPOAE dapat menilai sel-sel rambut luar koklea yang sensitif terhadap pajanan bising yang berlebihan dan dapat digunakan untuk deteksi dini GPAB. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran DPOAE, audiometri nada murni, HFA dan faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran DPOAE dan HFA. Penelitian ini juga untuk mengetahui kesesuaian antar gambaran audiometri dengan DPOAE pada teknisi yang terpajan bising mesin pesawat di Skadron Udara 2. Metode: Penelitian dilakukan 27 Desember 2021- 14 Januari 2022 di Skadron Udara 2 dan RSAU dr. Esnawan Antariksa. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan subjek penelitian adalah teknisi mesin pesawat terbang di Skadron Udara 2 yang berusia 20-58 tahun, semuanya pria, dengan masa dinas minimal lima tahun dan bebas bising 12 jam sebelum pemeriksaan. Subjek penelitian didapatkan 50 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Pemeriksaan menggunakan audiometri nada murni, HFA dan DPOAE Hasil: Berdasarkan DPOAE, terdapat 23 subjek (46%) dengan SNR<6 pada telinga kanan dan 25 subjek (50%) dengan SNR <6 pada telinga kiri. Berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan 18 subjek (36%) terdapat peningkatan intensitas pada telinga kanan dan 15 subjek (30%) dengan peningkatan intensitas pada telinga kiri. Berdasarkan hasil hasil pemeriksaan HFA, menunjukkan 14 subjek (28%) terdapat peningkatan intensitas pada telinga kanan dan 13 subjek (26%) dengan peningkatan intensitas pada telinga kiri. Faktor risiko yang paling berpengaruh pada hasil DPOAE dan HFA adalah pemakaian alat pelindung pendengaran. Pada pemeriksaan audiometri dan DPOAE pada frekuensi 3 kHz dan 10 kHz menunjukkan hubungan bermakna dengan kesesuaian yang moderate (cukup), frekuensi 4 kHz dan 6 kHz terdapat hubungan bermakna dengan kesesuaian yang kuat sedangkan pada frekuensi 8000 terdapat hubungan bermakna dengan kesesuaian yang lumayan (fair) Kesimpulan: Audiometri nada murni, HFA dan DPOAE dapat digunakan saling melengkapi dalam mendeteksi dini GPAB

Background: Military aircraft technician is one of the professions with risk of being exposed to noise. Military aviation activities can cause noise-induced hearing loss (NIHL). NIHL ​​was not initially complained by workers, but on pure tone audiometry examination showed a decreased hearing threshold value and was sensorineural. Early detection of hearing loss before hearing loss extends to the frequency of conversation is very important because NIHL is permanent but can be prevented. Pure tone audiometry excludes higher frequencies (>8KHz) and is insensitive to noise-induced damage to the cochlea. High Frequency Audiometry (HFA) and Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) can be used for early detection of NIHL. HFA evaluates hearing thresholds at frequencies higher than 8KHz. DPOAE can assess cochlear outer hair cells that are sensitive to excessive noise exposure and can be used for early detection of NIHL. Objective: This study was conducted to determine DPOAE, pure tone audiometry, HFA and the factors that affect DPOAE and HFA images on technicians exposed to aircraft noise in Air Squadron 2. This research also determine the compatibility of audiometric images with DPOAE on technicians exposed to noise. Methods: The study was conducted December 27th ,2021 until January 14th ,2022 at the Squadron 2 and Esnawan Antariksa Air Force Hospital. This research use cross sectional design with the subjects are aircraft engine technicians in Air Squadron 2 aged 20-58 years, all men, with a minimum service period of five years and noise-free 12 hours before the examination. The subjects of this study were 50 subjects who met the inclusion criteria. Examination using pure tone audiometry, HFA and DPOAE. Results: Based on the DPOAE, there were 23 subjects (46%) with SNR <6 in the right ear and 25 subjects (50%) with SNR <6 in the left ear. Based on pure tone audiometry examination, there were 18 subjects (36%) with an increased intensity in the right ear and 15 subjects (30%) with an increased intensity in the left ear. Based on the HFA examination, there were 14 subjects (28%) with an increased intensity in the right ear and 13 subjects (26%) with an increased intensity in the left ear. The use of hearing protection equipment is the most influenced risk factor which affected the results of DPOAE and HFA. On audiometric and DPOAE examination at a frequency of 3 kHz and 10 kHz showed a significant relationship with moderate (adequate), frequencies of 4 kHz and 6 kHz there was a significant relationship with conformity, while at a frequency of 8000 there was a significant relationship with fair compliance. Conclusion: Pure tone audiometry, HFA and DPOAE can be used complementary in early detection of NIHL"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigiro, Vindina Rettha Arianingrum
"Latar belakang. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) kongenital merupakan faktor non genetik yang paling sering menjadi penyebab terjadinya ketulian sensorineural pada bayi dan anak. Infeksi CMV dapat memberikan tanda dan gejala namun dapat juga tidak memberikan gejala pada yang terinfeksi. Ketulian akibat infeksi CMV kongenital tidak memiliki konfigurasi patognomik sehingga penelitian terhadap infeksi CMV kongenital pada pendengaran masih sangat diperlukan. Pengetahuan tentang ketulian akibat infeksi CMV kongenital di negara-negara luar yang semakin berkembang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran gangguan pendengaran anak dengan infeksi CMV kongenital di Indonesia, khususnya RS Cipto Mangunkusumo.
Tujuan. Mengetahui gambaran gangguan pendengaran pada anak usia 0-5 tahun yang mengalami infeksi CMV kongenital berdasarkan pemeriksaan DPOAE dan BERA click.
Metode. Penelitian cross sectional ini dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2015-Mei 2016 pada 27 subjek anak usia 0-5 tahun yang telah didiagnosa terinfeksi CMV kongenital.
Hasil. Gambaran gangguan fungsi pendengaran pada subjek anak usia 0-5 tahun dengan infeksi CMV kongenital berdasarkan pemeriksaan DPOAE dan BERA click pada unit telinga adalah tuli sensorineural sebanyak 58,0%. Didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik (p = 0,002) antara keterlambatan tumbuh kembang dengan terjadinya tuli sensorineural. Keterlambatan tumbuh kembang memiliki risiko 6,57 (CI 95%; 1,88 – 22,87) kali lebih besar dibandingkan pasien dengan tumbuh kembang normal untuk mengalami gangguan pendengaran sensorineural.

Background. Congenital cytomegalovirus (CMV) infection is a non genetical factor that is most commonly found asthe etiology of sensorineural hearing loss in infants and children. CMV does not always cause signs and symptoms.Hearing loss caused by CMV infection does not have a patognomonic configuration hence further research is needed. The development on the knowledge on hearing loss caused by congenital CMV infection in foreign countriesis the reason the author decide to investigate on the profile of hearing impairment in children with congenital CMV infection in Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Purpose. To know the profile of hearing impairment in children age 0-5 years old with congenital CMV infection based on DPOAE and BERA click.
Methods.This cross-sectional study was conducted in Cipto Mangunkusum Hospital since November 2015-May 2016 in 27 subjects, children age 0-5 years old with congenital CMV infection.
Results. Hearing impairment in subjects children age 0-5 years old with congenital CMV inefection, based on DPOAE and BERA click on ear unitsis 58,0% with sensorineural hearing loss. There is a significant relationship (p=0,002) between developmental delay and the incidence of sensorineural hearing loss. Developmental delay has a 6,57 times (CI 95%; 1,88 – 22,87) higher the risk for subjects to experience sensorineural hearing loss compared to normal development.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Duifhuis, Hendrikus
"As the field of cochlear mechanics grows in sophistication, it is clear that linear systems analysis inadequately interprets the biophysics of the cochlea. This book presents a useful and more mathematically justified approach, illuminated with clear examples."
New York: [, Springer], 2012
e20417588
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>