Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80371 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Tyagita Silka Hapsari
"Vidiadhar Surajprasad Naipaul adalah keturunan generasi ketiga buruh kontrak India yang lahir di Trinidad dan menempuh pendidikan tinggi di Inggris. Ia menuliskan perjalanan pertamanya ke India dalam novel perjalanan An Area of Darkness dan ia mempersonifikasikan dirinya sebagai tokoh 'Aku' dalam teks. Dalam perjalanan tersebut Naipaul juga seringkali mengingat dan membandingkan India dengan pengalaman hidupnya di Trinidad dan di Inggris. Hal ini menunjukkan betapa kehidupannya di kedua tempat itu memengaruhi caranya melihat India sebagai negeri nenek moyangnya. Permasalahan utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana kontradiksi yang dialami oleh tokoh 'Aku' dalam An Area of Darkness berkaitan dengan latar belakang diaspora yang dimilikinya memengaruhi cara pandangnya dalam perjalanan.
Kontradiksi dalam identitas tokoh 'Aku' diteliti berdasarkan kajian-kajian pascakolonial yang membahas tentang identitas, terutama konsep identitas diaspora. Dua buah konsep yang bersifat fundamental bagi penelitian ini adalah konsep yang dicetuskan Stuart Hall (1990) dan Amal Treacher (2000). Hall menyatakan adanya dua macam identitas budaya: pertama, identitas budaya yang bersifat tetap dan kolektif sehingga menyatukan orang-orang dengan kesamaan budaya; kedua, identitas budaya yang terus berubah karena perjalanan waktu dan perbedaan pengalaman masing-masing orang dalam lingkup budaya tersebut. Treacher menuliskan adanya kontradiksi keinginan yang dimiliki kaum diaspora, antara lain keinginan untuk tidak berbeda dengan orang lain dan pada saat yang bersamaan penolakan untuk dianggap sama; serta keinginan untuk pergi dan hasrat untuk pulang.
Penelitian difokuskan pada karakter J.S. Naipaul dalam teks An Area of Darkness sebagai tokoh 'Aku', dengan menggunakan dua buah konsep yang dikemukakan di alas sebagai dasar pembacaan. Penelitian dibagi ke dalam segmen_segmen berdasarkan lokasi geografis tokoh, yaitu Trinidad, Inggris, dan India, Pembahasan dalam segmen India dibagi ke dalam beberapa subbagian yang lebih spesifik untuk menunjukkan identitas tokoh di awal, pertengahan, dan akhir perjalanan. Analisis karakter tokoh 'Aku' difokuskan pada pikiran, emosi, dan reaksi yang terkait dengan identitas diaspora tokoh tersebut yang terjadi dalam segmen-segmen geografis seperti disebutkan sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan identitas tokoh 'Aku' dalam perjalanan, baik perjalanan hidup dalam lingkup besar, maupun dalam lingkup yang lebih spesifik yaitu perjalanan di India, Perubahan tersebut menunjukkan bahwa walaupun ia percaya akan identitas budaya yang bersifat tetap dari masa lalu, ia sebetulnya adalah bukti hidup dari identitas budaya yang terus berubah karena pengalaman perpindahan tempat dan ketercerabutan dari akar budayanya. Hasil temuan penelitian ini menggambarkan bagaimana identitas budaya seseorang yang berlatar belakang diaspora cenderung mengalami perubahan karena perpindahan tempat dan perbedaan budaya yang menuntut terjadinya adaptasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ribalow, Harold U.
New York: Twayne, 1945
822.914 RIB a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leeming, Glenda
London: Published for the British Council, 1972
822.914 LEE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtarudin Ibrahim
Jakarta: Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983
923.2 MUC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Galofaro, Luca
Boston: Birkhauser-Publishers for Architecture, 1999
720.92 GAL d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Monacelli Press, 2003
720.92 BLU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ika Faiqah
"Kajian ini berawal dan dilatarbelakangi dari kekaguman penulis terhadap fenomena mimpi, Penulis melihat permasalahan yang menarik untuk dikaji secara mendalam pada mimpi terutama hal yang berkenaan dengan kedudukan dan fungsi mimpi. Mulai dari yang menganggap mimpi hanya sebagai wangsit, bunga tidur belaka sampai pada para ilmuwan dan peneliti yang sibuk melakukan penelitian dan eksperimentasi empiris untuk menggali dan mengungkap tabir rahasia dibalik mimpi.
Melihat luasnya obyek penelitian yang akan penulis kaji, maka penulis membatasi obyek penelitian ini kepada dua tokoh pemikir besar tentang mimpi yaitu Ibnu Sirin yang berlatar belakang seorang muslim (Dania Timur) dan Sigmund Freud yang berlatar belakang seorang yahudi (Dunia Barat). Kedua orang pemikir ini penulis anggap sangat layak dan sesuai untuk diangkat sebagai obyek, dengan memperhatikan betapa mereka telah melahirkan dan memberikan kontribusi dan sumbangan yang begitu besar berupa konsep dan teori pemikiran tentang mimpi yang kuat dan berpengaruh luas. Metode yang penulis gunakan dalam kajian penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi pustaka. Sedangkan dalam proses analisis data penulis menggunakan tehnik perbandingan dan deskriptif analisis. Setelah melakukan pengolahan data, penulis menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa tcori mimpi antara Ibnu Sirin dan Sigmund Freud terdapat beberapa persamaan dan perbedaan.
Persamaan teori mimpi mereka antara lain mengenai hal yang berkenaan dengan metodologi mengutarakan mimpi, Kedua ilmuwan itu menyebutkan bahwa dalam mengutarakan mimpi, seorang penafsir haruslah memberikan perhatian yang penuh, bersungguh-sungguh dan tidak terburu-buru. Kemudian, seorang penafsir harus berusaha mencari tabu semua hal yang berhubungan dengan gambaran atau isi mimpi serta pelaku mimpi secara komprehensif. Kemudian terdapat juga kesamaan tentang kamampuan atau pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang penafsir mimpi. lbnu Sirin dan Sigmund Freud sama-sama menyebutkan bahwa seorang penafsir mimpi harus menguasai ilmu tentang Bahasa. tentang makna kata, derivasi kata, dan kata-kata kiasan maupun pribahasa sehingga mengetahui tentang kondisi dan kebiasaan serta budaya yang berlaku pada masyarakat atau daerah setempat.
Sedangkan perbedaan konsep atau teori mimpi antara Ibnu Sirin dan Sigmund Freud. antara lain terletak pada sumber atau asal mimpi. Ibnu Sirin mengatakan bahwa mimpi itu ada yang berasal dari Allah, setan dan manusia itu sendiri. Sedangkan Freud, sama sekali bahkan terkesan menafikan pesan Tuhan berkaitan dengan sumber atau asal mimpi, ia lebih menekankan tentang fungsi fisik dan psikis manusia sebagai sumber atau isi mimpi. Terdapat perbedaan juga dalam hal simbol mimpi. Simbol-simbol mimpi yang diungkapkan Ibnu Sirin, hampir mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. kecuali simbol-simbol yang berkaitan dengan seks. Hal ini disebabkan. karena lbnu Sirin menganggap mimpi-mimpi yang berhuhungan dengan seks adalah tennasuk mimpi yang kosong dan tidak mempunyai makna. Sehingga simbol-simbol yang munculpun tidak perlu diperhatikan maupun ditakwilkan. Sebaliknva Freud, simbol-simbol yang ia kemukakan, meskipun hanya sedikit, sernuanya merupakan simbol-simbol yang berhubungan dengan seks. Kedua hal inilah yang menjadi perbedaan utama konsep mimpi antara lbnu Sirin dan Sigmund Freud. Disamping perbedaan mendasar lain tentang kedudukan dan fungsi mimpi. Ibnu Sirin mengagap mimpi sebagai bagian dari kenabian dan memiliki nilai ibadah. Sedangkan Freud, sama sekali tidak mengkaitkan mimpi dengan agama apalagi Tuhan.

This study was based on the writer's amazement at the phenomenon of dreams. The writer finds this matter quite interesting to study in some depth, especially the things concerning its importance and function in people's lives. Some people see dreams as they are, but others see them as an illumination. Some scientists and researchers have been occupied with these phenomenons that they have done some empirical research and experiments to reveal the secrets of dreams.
Considering the wide-ranging research object the writer is going to study, the writer will limit her research to the two scientists' views on dreams; they are Ibnu Sirin who was a Moslem coming from the East and Sigmund Freud who was a Jewish coming from the West. The writer finds these two scientists' views quite interesting to study as the object of research, considering these two scientists' amazing concepts and theories has greatly influenced many people. The method the writer uses in this research is through a qualitative approach by using a reference-study method. While in the process of data analysis, the writer uses a comparative technique and descriptive analysis.
After processing the data, the writer came up with a conclusion that there are some similarities and differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories of dreams. They had similar ideas on the things concerning the methodology used in revealing the meaning of a dream. The two scientists cited that in revealing the meaning of a dream, a dream foreteller had to use some serious thought and did not do that in haste. Then, the dream foreteller had to try hard to find out all the things concerning the object and the subject of a dream in a comprehensive way. Then, the two scientists also shared the same thought on the skills and knowledge which a dream foreteller must have. Both Ibnu Sirin and Sigmund Freud said that a dream foreteller had to have a wide-ranging knowledge of language and its related aspects. They also said that a foreteller had to have a wide-ranging knowledge of the customs and tradition of a local society or area.
While the differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories of dreams, among others, lied in the source of a dream. Ibnu Sirin said that dreams could come from the God, evils or people. Sigmund Freud, on the other hand, seemed to negate the role of the God as a source of a dream. The latter scientist gave more importance to human physical and psychological function as a source of a dream. They also had different ideas in the symbols of dreams. The symbols of dream stated by Ibnu Sirin, almost covered all the things related to people's lives, except the symbols related to sex. This might be that Ibnu Sirin saw the dreams concerning sex was meaningless, so that there was no need to pay attention to the symbols given. Freud's symbols, on the other hand, were all, even if just a few, related to sex. Those two things are the main differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories on the importance and function of a dream. Ibnu Sirin saw dreams as a part of prophecy and had religious values, while Freud, did not relate dreams to religion, or the God.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Faozi
"ABSTRAK
Corak pemikiran Islam sangat jelas dalam kehidupan rakyat Palestina. Hal itu erat hubungannya dengan eksistensi Palestina yang memiliki corak budaya religius dan merupakaa pusat sejarah ajaran agama-agama monotheis besar dunia; Islam, Nasrani, dan Yahudi.
Perlawanan Islam terhadap Zionisme Israel sudah aria sejak dekade tahun 1930-an, ketika terjadi konflik terbuka besar-bosaran antaru rakyat Arab dan Israel di Palestine Namun perlawanan tersebut dapat dipatahkaa.
Perlawanan Islam muncul kembali di tahun 1987 saat tarjadi ledakan Intifadah, aksi perlawanan sipil rakyat semesta yang dipelopori gerakan Islam HAMAS.
HAMAS merupakan cabang gerakan Islam Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam terbesar yang pengaruhnya hampir meliputi aeluruh wilayah Timur Tengah
HAMAS memiliki kekhususan tersendiri karena dibentuk sebagai cabang Ikhwanul Muslimin yang disesuaikan dengan kondisi permasalahan Palestina
Gerakan HAMAS memiliki kedudukan tersendiri di tengah kelompok_kelompok perjuangan Palestina yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua kubu, kelompok nasionalis dan gerakan Islam. HAMAS merupakan bagian dari kelompok kedua
HAMAS menjadi kelompok alternatif bagi rakyat Palestina yang menghendaki perlawanan terhadap pendudukan Israel dengan jalan perjuangan Islam. Hal tersebut berhubungan dengan kuatnya pengaruh agama dalam kehidupan rakyat Palestina, terutama dalam kehidupan umat Islam.
Keberadaan gerakan HAMAS dalam kehidupan rakyat Palestina memiliki pengaruh yang cukup besar. Gerakan ini telah melakukan upaya pemberdayaan rakyat Palestina di daerah pendudukan, sehingga mereka mampu melakukan aksi perlawanan Intifadah.

"
1995
S13183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>