Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Ilyas
"Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini merupakan pasangan calon yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional untuk berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Walau sudah memiliki pemilih tetap, latar belakang Hidayat dan Didik yang notabenenya adalah agamawan, birokrat, dan akademisi belum begitu termaktub dalam keseharian swing voters.
Tugas karya akhir ini membahas program perencanaan kampanye untuk Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini agar dapat meraih suara dalam pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Periode 2012 - 2017. Untuk dapat mencapai tujuan ini maka disusun sebuah strategi kampanye yang dapat meningkatkan awareness calon pemilih, menguatkan positioning , serta menciptkan emotional bounding. Pada kampanye ini, calon pemilih diajak untuk turut terlibat dalam secara aktif dalam setiap tahapan kampanye. Hal ini akan membawa calon pemilih lebih dekat dengan Hidayat dan Didik baik secara personal maupun pemahaman akan program dan janji calon. Program kampanye ini menghabiskan biaya sebesar Rp. 608.758.000, 00 selama dua minggu masa kampanye.

Hidayat Nur Wahid and Didik J Rachbini the candidates promoted by the Partai Keadilan Sejahtera and Partai Amanat national to participate in the election of Jakarta in 2012. While it has a permanent voter, Hidayat and Didik backgrounds, that are clergy, bureaucrats, and academics have not been so rooted in the everyday swing voters.
This final paper discusses the task of planning a campaign program to Hidayat Nur Wahid and Didik J Rachbini order to achieve voice in the election of governor and deputy governor of Jakarta period 2012 to 2017. In order to achieve this goal it organized a campaign strategy that can increase voter awareness, strengthen the positioning, and creating emotional bounding. On this campaign, voters were invited to participate actively involved in every stage of the campaign. This will bring voters closer to Hidayat and Didik both personally and understanding of the program and the appointment of candidates. The Campaign is cost of Rp. 608 758 000, 00 for two weeks of the campaign.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aida Mardhatila
"Tesis ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku loyalitas pemilih pemula pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pemilih pemula dapat didefinisikan sebagai Warga Negara Indonesia WNI yang sudah berusia 17 tahun; atau WNI yang berusia kurang dari 17 tahun tetapi sudah menikah/sudah pernah menikah. Di dalam Teori Perilaku Memilih ada faktor-faktor sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional yang dapat mempengaruhi pemilih pemula dalam menentukan pilihannya. Begitu pula pemilih pemula pada Pilkada Jakarta 2017 yang mendapatkan pengaruh dari lingkungan sosialnya, citra psikologis kandidat, atau pertimbangan rasional dari berbagai media informasi.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Ukuran sampel dalam penelitian ini adalah 400 responden dengan tingkat kepercayaan 95 dan Margin of Error MoE 5. Selain itu, pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling hingga diperoleh 10 kelurahan terpilih dari 5 kecamatan di 5 wilayah kota Provinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa faktor yang paling banyak mempengaruhi loyalitas pemilih pemula pada Pilkada Jakarta 2017 ialah orientasi isu yang merupakan turunan dari faktor-faktor psikologis. Hal ini disebabkan pemilih pemula lebih banyak memilih kandidat karena menyukai program-program yang ditawarkan. Dari segi implikasi teoritisnya, studi ini memberikan hasil berbeda dari penelitian mengenai pemilih pemula di Jakarta oleh Budi Jatnika 2004. Ada perubahan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih pemula di DKI Jakarta, yaitu dari faktor sosiologis menjadi faktor psikologis. Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan situasi politik, dimana pada tahun 2004 kompetisi antar partai politik berlangsung ketat, sementara di tahun 2017 kompetisi yang terjadi tidak hanya antar partai, tetapi juga mengandalkan program dan figur kandidat.

This thesis discusses the factors that influence first voter's loyalty in Jakarta Regional Election 2017. Based on Law Number 7 Year 2017 about General Election, first voters can be defined as Indonesian citizen WNI aged minimum 17 years or an Indonesian citizen who is less than 17 years old but married already married. The Voting Behavior Theory there are sociological, psychological, and rational choices that may influence the first voters. Similarly, first voters in Jakarta Regional Election 2017 who also got influence from their social environment, individual psychological, or rational considerations of various media information.
This research uses quantitative method and data collection is done by using questionnaire. The sample size in this study was 400 respondents, with 95 confidence level, and 5 Margin of Error MoE. In addition, sampling is done by stratified random sampling method to obtain 10 selected urban villages kelurahan, from 5 districts kecamatan, in 5 administratitive cities of Jakarta Province.
The result of this study is the most influence factor on first voter's behavior is issue orientation, which is derived from psychological factors. Because, first voters choose the candidates based on their programs. The theoretical implication is this study gives different results from previous study by Budi Jatmika 2004. There is a change of factors influencing first voter's behavior in Jakarta, from sociological factors into psychological factors. This is also related to the difference political situation, where in 2004 the competition between political parties was tight, while in 2017 the competition was not only between parties, but also rely on candidate programs and their figures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jayadi Nas
"Konliik antar elit politik lokal pasca runtuhnya rezim Orde Baru merupakan suatu fenomena politik baru dalam lanscap perpolitikan di Indonesia yang jarang ditemukan pada masa sebelumnya. Pada masa sebelumnya, konflik yang sering terjadi adalah konflik antara elit politik di pusat dengan masyarakat di tingkat lokal atau konliik anlar elit politik pusat dalam memperebutkan pengaruh di tingkat lokal.
Dalam konteks Pemilihan Gubemur dan Wakil Gubemur Provinsi Sulawesi Selatan periode 2003-2008, studi ini menemukan berbagai pola konflik, baik yang bersifat kontinuitas maupun pergeseran pola konflik. Pertama, pola konflik yang bersifat kontinuitas adalah pola konflik yang bersifat ulangan dari pola konflik sebelumnya, yakni konflik antar elit politik lokal yang didasarkan pada kepenlingan aliran politik dan kesukuan/wilayah. Konflik kepentingan antar aliran politik dan kesukuan wilayah adalah konflik yang kerapkali terjadi pada mesa sebelumnya. Bahkan konfiik yang didasarkan atas kepentingan suku sudah terjadi sejak zaman penjajahan.
Kedua, ditemukan pergeseran pola konflik, dari konflik yang bersifat vertikal (antara kelompok bangsawan dangan bukan bangsawan) berubah menjadi konflik horizontal (konflik antar kelompok kepentingan). Konfiik kepentingan antara kelompok bangsawan dengan masyarakat biasa yang selama ini dominan dalam setiap pemilihan dan pengangkatan seorang pemimpin di Sulawesi Selatan, secara perlahan tidak muncul Iagi. Temuan teresbut menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan dan tuntutan perubahan zaman, pemilihan pemimpir: di Sulawesi Selatan seyogianya disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan nilai-nilai global. Konsep ini didasarkan atas pemikiran bahwa masyarakat Sulawesi Selatan dikenal teguh dalam menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Namun demikian tuntutan perubahan dan perkembangan zaman juga tidak dapat dinafikan.
Ketiga, studi ini juga menemukan bahwa konflik antar elit politik yang terjadi di tingkat lokal tidak sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan, persaingan, dan pertentangan antar elit di tingkat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap elit politik di tingkat pusat. Temuan tersebut menunjukkan bahwa konflik antar elit politik di tingkat lokal maupun pusat merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Meskipun elit politik di pusat memberikan kekuasaan kepada elit lokal maupun masyarakat unluk mengambil keputusan politik, tetapi elit politik di pusat masih tetap ingin berkuasa. Namun demikian, dalam kondisi tertentu elit poiitik lokal juga kerapkali mengambil keputusan sendiri dengan mengabaikan kebijakan elit politik pusat.
Berdasarkan temuan tersebut dirumuskan suatu konsep teori bahwa desentralisasi politik tidak serta merta dapat mendorong kebebasan dan kemandirian elit politik lokal dan masyarakat secara substansial dalam mengambil keputusan politik. Elit politik di pusat masih berpengaruh, bahkan dalam kondisi tertenlu dapat memaksakan keinginan politiknya. Namun demikian, adanya kekuasaan politik yang diberikan secara perlahan memungkinkan elit politik lokal dan masyarakal dapat mengambil keputusan secara otonom tanpa bergantung pada elit politik pusat.

Local elite conflict after New Order regime is a new political phenomenon in the Indonesian political landscape which uneasy to find previously. In previous period, the existing conflicts usually took place between central political elite with local community or among central political elite themselves.
In the context of local election in South Sulawesi to select new Govemor and Vice Governor for the period or 2003-2008, this study tries to identify several patterns of conflict which are continuously or altering pattern of political conflict. First, continuous conflict replicates from previous conflict, based on political tradition and ethnic. These conflicts existed even before the independence of the state.
Second, there is a political alteration from vertical conflict (among royal families with ordinary people) to horizontal conflict (among interest groups). Conflict between royal families and ordinary people which is common in the elite selection process, slowly decrease and fade away. This finding shows that parallel with the change of an era, the election of local elite in the province should consider both local and global culture. This concept is based on the fact that the community in the province is lcnown as a faithful society in holding their cultural value. However, the global changing cannot be denied by the people.
Third, this study also found that local political elite is not caused by differentiation, competition and contradiction in the local context, but it is also influenced by political opinion of elite in Jakarta. This finding shows that political conflict in local or central context is inter-connected and influential one to another. Even the political elites in Jakarta give power to the local elite to rule the province, but they still want to involve. However, in certain condition, local political elites sometimes make their own decision and disobey central elite?s policy.
Based on those findings, it can be formulated a theoretical concept that political decentralization is not automatically endorse local political elite and society freedom and autonomy to decide substantive political decision. Political elites in Jakarta are still influential, even in certain condition can endorse their interest. However, the transfer of political power slowly gives a chance to local political elite and society to make their own decision autonomously independent fiom political elite in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D790
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardeni Mihardi
"Kampanye merupakan salah satu momen dalam pemilu yang paling ditunggu. Masa kampanye adalah saat dimana calon kepala daerah memperkenalkan diri kepada masyarakat luas, terutama visi dan misinya. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap suatu kampanye politik digunakan analisis sentimen menggunakan data Twitter. Penelitian ini melakukan analisis sentimen terhadap kampanye politik pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Program yang digunakan untuk klasifikasi yaitu sentiStrength dengan menggunakan pendekatan berbasis leksikon. Dataset yang digunakan untuk klasifikasi yaitu kicauan tweet pengguna yang ditujukan untuk to membalas kicauan akun ofisial calon gubernur dan wakil gubernur, dan kicauan yang menyebut mention akun ofisial calon gubernur dan wakil gubernur pada saat masa kampanye putaran 1 dari tanggal 28 Oktober 2016 sampai 11 Februari 2017 dengan total kicauan yang terkumpul sebanyak 158.517 kicauan dan putaran 2 dari tanggal 7 Maret sampai 15 April 2017 dengan total kicauan yang terkumpul sebanyak 117.074 kicauan. Pengklasifikasian terbagi menjadi 3 kelas yaitu positif, negatif, dan netral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum sentimen positif mendominasi sentimen negatif untuk tiap-tiap calon gubernur dan wakil gubernur, dan hasil perolehan sentimen positif di media sosial Twitter dengan hasil perolehan suara yang didapat oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017 baik pada putaran 1 maupun 2 memiliki urutan yang sama.

The campaign is one of the most awaited moments in elections. The campaign period is the time when the candidate head of the region introduces himself to the public, especially his vision and mission. To find out the public view of a political campaign used sentiment analysis using Twitter data. This study analyzes the sentiment toward the political campaign of candidate pair of governor and vice governor of DKI Jakarta in 2017. The program used for classification is sentiStrength by using lexicon based approach. The dataset used for classification is the tweets of users intended to respond to the tweets of the official accounts of candidates for governors and vice governors, and tweets that mention the official accounts of candidates for governor and vice governor during the campaign period round 1 from October 28, 2016 to February 11, 2017 with a total of tweets gathered as many as 158,517 tweets, and round 2 from March 7 to April 15, 2017 with a total tweet gathered 117,074 tweets. Classification is divided into 3 classes of positive, negative, and neutral. The results showed that in general the positive sentiment dominates the negative sentiment for each candidate of governor and vice governor, and the result of positive sentiments in social media Twitter with the result of vote earned by the couple of candidates for governor and vice governor of DKI Jakarta 2017 both on round 1 and 2 have the same order.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Elektrika Puspitasari
"Penelitian ini mendeskripsikan strategi komunikasi politik melalui media sosial yang dilakukan oleh calon independen Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Faisal Basri dan Biem Benjamin. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Faisal-Biem telah menyampaikan pesan-pesan berulang di media sosial dengan metode informatif dan edukatif, namun kurang persuasif. Secara garis besar, strategi komunikasi politik yang dilakukan cukup optimal terutama dalam membangun citra politik sebagai pemain baru di kancah perpolitikan. Elemen-elemen penting dalam pembentukan citra sudah saling terintegrasi dan dibangun secara bersamaan dalam strategi yang dilakukan oleh Faisal-Biem. Citra independen dan bersih yang dikomunikasikan melalui media sosial telah diwujudkan dengan sistem penggalangan donasi online. Pemeliharaan citra tersebut dilakukan dengan penciptaan hubungan, meski masih tergolong statis. Tidak hanya independensinya, dominasi media sosial pada strategi yang dilakukan oleh Faisal-Biem juga telah menambahkan warna baru bagi demokrasi dan juga menjadi pembelajaran politik terutama dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012. Meski peran media konvensional belum tergantikan, namun keberadaan media sosial dapat menjadi senjata pelengkap dalam berkomunikasi dan membentuk citra politik. Penelitian ini hanya fokus kepada pemaparan strategi komunikasi politik dan pembentukan citra, untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut pada pasca-pemilihan untuk mengukur tingkat keberhasilannya.

This study describes the political communication strategy through social media conducted by independent candidates for DKI Jakarta gubernatorial election, Faisal Basri and Biem Benjamin. This is a descriptive qualitative research, focus on Faisal-Biem?s strategy in communicating and building political image. Faisal-Biem had successfully delivered political verbal text messages with redundancy, informative and educative methods, but less persuasive. However, the political communication strategy in building political brand as a newcomer in the political arena was well managed. Essential elements in the personal branding concept have been integrated well with each other and built simultaneously. The online donations system became a realization of their independent image. Not only their independence, but the dominant use of social media in their strategy has brought a new atmosphere as well as a political education for the democracy system in Indonesia. Although the role of the conventional media has not been replaced, the existence of social media could be an effective complementary weapon in communicating and forming political brand. Further research after the Jakarta gubernatorial election is needed to measure the success rate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30752
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcholis MA Basyari
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menelaah etika komunikasi politik kandidat gubernur-wakil gubernur Anies-Sandi terkait dengan janji kampanye pemilikan rumah DP nol rupiah dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai informan. Peneliti tertarik mengkaji bagaimana masyarakat menilai etika komunikasi politik Anies-Sandi dalam menjanjikan rumah DP nol rupiah. Penilaian etis itu menggunakan model tiga poros etika Bruce E. Gronbeck, yakni: motif, karakter, dan kompetensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan preferensi pilihan politik mempengaruhi bagaimana penilaian etis masyarakat terhadap kandidat, baik pada aspek motif, karakter maupun kompetensi. Selain itu, ada kecenderungan perbedaan persepsi terhadap pesan politik-dalam hal ini janji kampanye rumah DP nol rupiah-juga turut menentukan bagaimana penilaian masyarakat terhadap etika komunikasi politik kandidat pada tiga poros etis tersebut.

ABSTRACT
The purpose of this thesis is to evaluate political communication ethic of Anies-Sandi as a governor-vice governor candidate in the matter of campaign promise on zero rupiah down payment of property ownership in the Jakarta's gubernatorial election 2017. This qualitative research use study case method. Data collection is conducted by interviewing informants. The researcher interested in elaborating how the public evaluate political communication ethic of Anies-Sandi when they promised zero rupiah down payment of property ownership. The main framework for analysing the ethical dimension will be ethical judgment model of Bruce E Gronbeck's three ethical pivots: motives, character, and competence. The result of this research found that political preference tends to influence ethical judgement toward candidate in term of motive, character, as well as competence. It also show that perception difference on political message-i.e. campaign promise on zero rupiah DP- tend to affect the ethical judgement toward candidate's motive, character, and competence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Andi Sunarjo
"Tesis ini bertujuan menjelaskan kecenderungan isi debat dan fungsional debat kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 putaran pertama. Putaran pertama ini terdiri dari 3 seri debat yang dilakukan masing-masing pada tanggal 13 Januari untuk seri yang pertama, kemudian seri kedua 27 Januari dan terakhir pada tanggal 10 Februari 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif-deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fungsional dalam wacana kampanye politik Functional Theory of Political Campaign Discourse yang dikembangkan oleh seorang professor ilmu kmunikasi dari Amerika, William L. Benoit. Hasil penelitian ini akan menunjukkan kecenderungan masing-masing kandidat apakah lebih fokus dalam fungsi acclaim, attack atau malah defense. Teori ini juga akan menunjukkan kecenderungan topik yang digunakan oleh masing-masing kandidat apakah lebih mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan policy atau berkaitan dengan karakter character .Kata Kunci: Analisis Isi; Komunikasi Politik; debat; functional theory; Benoit

This thesis aims to explain the tendency of functional and debate content on DKI Gubernatorial Election 2017. There are 3 series of debate on the first round. The first debate was on January 13th, the second on 27th and last was on February 10th 2017. This is quantitative descriptive research. The theory used in this research is the functional theory of political campaign discourse developed by a professor of communication science from America, William l. Benoit. The results of this study will show the tendency of each candidate whether more focused in the function acclaim, attack or even defense. This theory will also indicate the tendency of the topics used by each candidate whether to prioritize matters relating to the policy or related to the character.Keywords Content Analysis Political Communication Debate Functional Theory Benoit"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T49510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Rizky Akbar
"Penelitian ini mendeskripsikan model komunikasi politik yang dilakukan oleh humas politik pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno dalam pertarungan politik Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Model komunikasi politik sebagai satu panduan utama dalam setiap langkah komunikasi politik pasangan calon, melahirkan turunan bagan sebagai strategi komunikasi politik maupun penyusunan komunikasi strategis. Penelitian dengan pendekatan kualitatif serta desain deskriptif ini, memberikan sebuah hasil penelitian yang menunjukan proses perumusan sebuah model komunikasi politik yang melahirkan strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh tim pemenangan Anies-Sandi dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Meski terjadi simplifikasi dalam kajian strategi komunikasi politik yang hanya berfokus pada optimalisasi dan evaluasi penggunaan media sebagai pintu informasi dengan muatan komunikasi politik, dalam pelaksanaannya tim pemenangan melalui Media Center Anies-Sandi memberikan pandangan bahwa landasan strategi komunikasi politik berangkat dari sebuah rancangan dalam merumuskan sebuah Grand Design atau paradigma sebagai penentu alur komunikasi politik yang efektif, efisien dan tepat sasaran serta melahirkan tujuan komunikasi yang sesuai dengan apa yang telah dirancang sebelumnya. Penelitian hanya berfokus pada pemaparan mengenai perumusan model komunikasi politik dan strategi komunikasi politik pada masa pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

This study describes the political communication model wich conducted by the political public relations of  Anies Baswedan-Sandiaga Uno in the 2017 DKI Jakarta Regional Election. Political communication model as a main guide in each step of political communication of the candidate, defining the strategy of politics and strategic communication. This research with a qualitative approach and descriptive design give the result that shows the process of formulating a political communication model  bring forth political communication strategy conducted by Anies-Sandis political PR in the 2017 DKI Jakarta regional election and contestation. Despite has a simplification in the study of political communication strategies which only focuses on optimizing and evaluating the use of media as an information with political communication content, in the implementing the winning team through Media Center Anies-Sandi gives the view that the foundation of political communication strategy departs from a design in formulating a Grand Design or paradigm as a determinant of political communication effective, efficient and right on target made up the goals that are in accordance with what has been previously designed. The research only focuses on the presentation of the formulation of the political communication model and political communication strategy in the 2017 DKI Jakarta regional election.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Satria Darmalaksana
"Debat Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan wadah bagi para pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) untuk mengukur kompetensi dan kelayakannya sebagai orang nomor 1 dan 2 di Provinsi DKI Jakarta. Untuk mendapatkan perhatian, dukungan, dan kepercayaan warga DKI Jakarta, para pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur melakukan hal yang disebut tindak tutur performatif dalam menyampaikan gagasan dan programnya ketika beradu pendapat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan maksud tindak tutur performatif yang digunakan para pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur. Data penelitian ini adalah seluruh tuturan para pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur pada segmen empat, lima, dan enam dalam debat perdana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tindak tutur performatif dalam Debat Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan jenis asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi dengan maksud memosisikan penutur dalam kebenaran, memengaruhi mitra tutur untuk melakukan sesuatu, menunjukkan komitmen penutur pada masa mendatang, mengutarakan sikap perasaan penutur, dan mengetahui penyebutan suatu hal.

Jakarta Gubernatorial Election debate 2017 was a stage for governors candidates and vice governors candidates to show their competence and expediency as the number 1 and 2 in DKI Jakarta. To get interest, support, and trust from DKI Jakartas citizens, the candidates did acts in deliver their ideas and programs. This acts are called performative utterance. The purpose of the research is to identify kind and meaning of the performative utterance that the candidates used. The research data are the candidates utterance from segment four, five, and six of first Jakarta Gubernatorial Election debate. The research output are performative utterance in Jakarta Gubernatorial Election debate 2017, with kind assertive, directive, commisive, expressive, and declarative, with meaning to place the speaker as the truth, to influence audience to do something, to show speakers commitment in the future, to explain speakers sentiments attitude, and to know matters mentioning."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70477
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lelly Andriasanti
"ABSTRACT
The chaotic political issues always accompany the nation of Indonesia until this day. One of them is reflected in political dimension which summarized on the intolerance narrative in the election of Jakarta governor in 2017. Nonetheless, gender and women dimensions seem to shrink from public attention. Within the framework of the state, the important role of women for national life is reduced in the ideology of ibuism.This ideology actually finds a way in triggering activation of women when adapting to Political Islam. For that reason, research question of this paper is how the ibuism of political Islam affect the perception and preferences of female voters in the election of Jakarta governor in 2017? In order to answer the question, this paper uses a qualitative methodology with a phenomenological approach. As the final result, this paper conclude that in the framework of ibuism of political Islam, women played a role as agent which directing women voter perception. It is worked in taklims mobilization network where women voter are asked vow to vote or do not vote particular candidate in Jakarta governor election in 2017."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2018
305 JP 23:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>