Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Wulan Deborah
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kualitas hidup dan psychological ownership pengemudi mobil pribadi yang melakukan komuter ke Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF dari WHO dan alat ukur psychological ownership. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti 60 partisipan yang mengemudi mobil pribadi usia dewasa muda yang melewati jalan tol Karang Tengah ke arah Jakarta setiap hari kerja. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan secara signifikan antara tiga domain kualitas hidup, yaitu domain physical, social relations, dan environment dan psychological ownership, namun tidak terdapat korelasi secara signifikan antara domain psychological dan psychological ownership pada pengemudi mobil pribadi yang melakukan komuter ke Jakarta.

The aim of this study was to examine the relationship between quality of life and psychological ownership on young adult drivers who commute to Jakarta. 60 participants who drove their own car, and traveled to Jakarta through Karang Tengah toll way on work days were asked to complete the Quality of Life instruments (WHOQOL-BREF) developed by WHO and Psychological Ownership Scale. The study found significant positive relationships between three domains of quality of life, namely physical, social relations, and environment and psychological ownership. There was no significant relationship between psychological domain and psychological ownership on young adult car driver who commute to Jakarta.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Tannudjaja
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kualitas hidup dan perceived social support dari penumpang dan lawan bicara di telepon pada pengemudi yang melakukan komuter ke Jakarta setiap hari kerja. Dalam penelitian ini, 43 partisipan yang tinggal di Tangerang dan mengemudi ke Jakarta melalui tol Karang Tengah mengisi alat ukur WHOQOL-BREF dan Social Provisions Scale (SPS).
Dari penelitian, ditemukan bahwa seluruh domain dari kualitas hidup memiliki korelasi yang positif dengan perceived social support. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kualitas hidup maupun perceived social support antara pengemudi yang didampingi penumpang dan pengemudi yang berbicara dengan orang lain melalui telepon.

The study was conducted to establish the relationship between quality of life and perceived social support from passenger and telephone conversation partner in drivers who commute to Jakarta on work days. A total of 43 participants, who lived in Tangerang and drove to Jakarta through Karang Tengah tollway, completed the WHOQOL-BREF and the SPS.
The study found that all quality of life domains were positively correlated with perceived social support. However, there was no significant difference in quality of life and in perceived social support between drivers who were accompanied by passenger and those who talked to telephone conversation partner.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Sayyid Mahfuzh
"Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan antara driving anger dan kualitas hidup pada pengemudi di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuatitatif dengan desain korelasional. Partisipan penelitian ini adalah 124 pengemudi dewasa muda yang tinggal di DKI Jakarta dengan pengalaman mengemudi minimal enam bulan dan mengemudi kendaraan pribadi. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yaitu World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) dan Driving Anger Scale. Hasil penelitian ini adalah dimensi kesehatan fisik merupakan dimensi dengan skor kualitas hidup paling tinggi pada pengemudi dewasa muda di DKI Jakarta. Selain itu, hasil penghitungan driving anger menghasilnya rentang skor antara 50 hingga 117. Berdasarkan hasil uji korelasi antara driving anger dengan kualitas hidup, terlihat hubungan yang signifikan antara driving anger dengan dimensi kesehatan fisik, dengan r = -0,206 pada level 0,05 dan dimensi kesejahteraan psikologis dengan r = -0,258 pada level 0,01 dan dimensi lingkungan dengan r= -0.188. Oleh sebab itu, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara driving anger dengan kualitas hidup pada pengemudi dewasa muda di DKI Jakarta.

The main aim of this research is to investigate the relationship between driving anger and quality of life of young adulthood in DKI Jakarta. Quantitative methods and correlational research design was used in this study. It involved participants of 124 young adulthood drivers who live in DKI Jakarta with a criteria of minimum six months driving experience and usign private car. Two instument was used, World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) from WHO and Driving Anger Scale by Deffenbacher, Oetting and Lynch (1994). The result of this research found that physical health dimension have the highest quality of life score in young adulthood drivers in DKI Jakarta. In addition, based on the driving anger scale the range of score varies between 50 to 117. Moreover, the result of correlation test between driving anger and quality of life indicated significant correlation between driving anger and physical health dimension with, r = -0,206 and significant at l.o.s 0.05, psychological dimension with, r = -0,258 and significant at l.o.s 0.01 and r= -0.188 and significant at l.o.s 0.05. Therefore, this study found that there is a negative correlation between driving anger and quality of life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abifa Arif
"ABSTRACT
This paper examines the relationship between job demands and burnout in the Indonesian power generation industry, both in the private sector and the public sector. The Job demands and Decision Latitude questionnaire was developed by Karasek (1979) to measure job demands. This present study also used the Burnout measure, which was developed by Pines & Aronson (1988) to measure burnout. The two companies that were studied were PT. PLN (Persero) and PT. A. A total of 240 employees were given both questionnaires and the results were analyzed using the Pearson?s correlation. The results of the study found no overall correlation between job demands and burnout as a whole with a correlation coefficient of .06 and in the public sector power generation industry employees with a correlation coefficient of -.07. However, the results indicated a significant correlation in the private sector employees with a correlation coefficient of 0.18. Further analyses found significant correlations between the Job Demands & Decision latitude questionnaire subscales and the Burnout measure inline with theories regarding the public sector and the private sector."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Pandu Dhirabrata
"Pandemi berpengaruh besar terhadap kehidupan, terutama perilaku berkendara di Indonesia. Dengan berakhirnya peraturan pembatasan sosial akibat pandemi, penulis hendak membandingkan perilaku berkendara mobil pada pengendara dewasa muda (18-25 tahun) di kawasan jabodetabek pada saat dan setelah pandemi. Pengendara dewasa muda dipilih karena lebih rentan melakukan perilaku berkendara berisiko. Penelitian ini membandingkan persepsi terhadap kondisi lalu lintas, persepsi risiko, perilaku berkendara berisiko pengendara, dan perilaku berkendara berisiko pengendara lain saat dan setelah pandemi. Partisipan penelitian (N=100) mengisi kuesioner mengenai persepsi dan perilaku berkendara saat dan setelah pandemi. Berdasarkan hasil kuesioner, pengendara mempersepsikan kondisi lalu lintas lebih buruk setelah pandemi. Hasil data menunjukkan pengendara mempersepsikan risiko lebih tinggi, melaporkan lebih sering melakukan perilaku berkendara berisiko, dan melihat lebih banyak pengendara lain yang melakukan perilaku berkendara berisiko setelah pandemi. Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya dilakukan upaya dalam meningkatkan kondisi lalu lintas dengan pengembangan moda transportasi umum.

Pandemic has a big impact on our society, especially to driving behaviors in Indonesia. With the pandemic social distancing comes to an end, researcher intend to compare driving behaviors on young adult (18-25 years old) car drivers in jabodetabek region during and after pandemic. Young adult drivers are chosen since they’re more vulnerable to risky driving behavior. This research compares perception to traffic conditions, risk perception, drivers risky driving behavior, and other drivers risky driving behavior during and after pandemic. Each participants (N=100) fill in a questionnaire about driver perception and driving behaviour during and after pandemic. Research results shows drivers perceive worse traffic conditions after pandemic. Research also shows that drivers perceive higher risk, report more risky driving behaviours, and seen more risky driving behaviours on other drivers after pandemic. Research suggests there need to be efforts done to improve traffic conditions with further development of public transportation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Thomas
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Novita Widyawati
"Beberapa waktu ini situasi krisis perekonomian melanda negeri kita. Dampaknya terasa di segala bidang, termasuk bidang kerja yang merupakan sendi kehidupan yang penting bagi individu sendiri maupun keluarganya. Untuk dapat bertahan di tempat kerja, karyawan harus bekerja dengan sebaik mungkin. Sementara itu situasi di tempat kerja yang mengandung stress tidak dapat dihindari. Ada banyak stressor di tempat kerja. Fokus penelitian ini adalah stressor kerja yang secara internal terdapat di tempat kerja dan penggolongan aspek stressor ini disesuaikan dengan stressor yang umum terjadi di lingkungan organisasi. Ditetapkan keempat aspek stressor kerja, yaitu beban kerja, peran kerja, kurangnya dukungan sosial, dan lingkungan kerja secara fisik maupun psikologis. Pada penelitian mengenai stress kerja, umumnya ditemukan korelasi dengan kepuasan kerja. Namun demikian stress yang dimaksud adalah hasil reaksi individu terhadap stressor kerja, bukan penilaian terhadap stressornya. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang langsung dan signifikan antara stressor dan kepuasan kerja, namun tidak sedikit pula penelitian yang menemukan adanya korelasi yang signifikan antara stressor kerja dan kepuasan kerja. Walaupun demikian, tidak semua stressor kerja yang telah digolongkan menjadi empat bagian di atas menjadi perhatian dari penelitian-penelitian tersebut. Apakah ada korelasi yang negatif antara masing-masing aspek stressor dan kepuasan kerja, pertanyaan ini mendorong peneliti untuk meninjau hubungan tersebut.
Metode pengambilan sampel adalah non-probability sampling. Sejumlah 80 subyek berhasil diperoleh datanya. Untuk teknik pengambilan data, dipergunakan kuesioner yang merupakan self rating dan self report dengan menggunakan skala Likert. Rentang penilaian dari skala 1 hingga 6. Kuesioner stressor mencontoh format survei stress kerja yang ditinjau dari tingkat kadar dan frekuensi timbulnya stressor kerja. Selain itu digunakan kuesioner kepuasan kerja yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan format kuesioner Job Description Index (IDI). Perhitungan korelasi digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara aspek stressor peran kerja, kurangnya dukungan sosial, dan beban kerja dengan kepuasan kerja. Artinya, semakin tinggi persepsi karyawan terhadap ketiga aspek stressor tersebut akan berhubungan dengan kepuasan kerja yang semakin menurun. Sebaliknya, tidak terdapat korelasi yang signifikan antara aspek stressor Iingkungan kerja dan kepuasan kerja. Sementara itu ditinjau dari proporsi hubungan seluruh aspek stressor kerja menunjukkan bahwa aspek stressor beban kerja, peran kerja, kurangnya dukungan sosial, dan lingkungan kerja berperan terhadap stressor kerja internal, meskipun faktor perbedaan individual cukup berpengaruh terhadap skor persepsi terhadap stressor kerja, seperti usia dan pengalaman kerja. Dengan kondisi ini, subyek tidak memandang stressor dan kepuasan kerja dari kondisi lingkungan fisik kerja., melainkan dari kesesuaian tugas dan imbalan yang diterimanya.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa masih banyak kemungkinan yang belum terjawab, seperti dinamika hubungan antar aspek stressor kerja dan aspek kepuasan kerja yang ada, gambaran persepsi subyek terhadap stress kerja dan kepuasan kerjanya. Agar dapat diperoleh hasil yang lengkap dan akurat, disarankan adanya penelitian lanjutan yang mempertimbangkan faktor keseimbangan jumlah item, pendekatan teoritis untuk kepuasan kerja, karakteristik sampel, serta memperbesar jumlah sampel. Selain itu dapat dilakukan penelitian yang terpusat pada sebuah organisasi perusahaan atau bidang pekerjaan atau membandingkan dua organisasi ataupun dua bidang pekerjaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Tianti Ernawati
"Lembaga ABC adalah Aparat Pergawasan Internal Pemerintah, bertanggung Jawab kepada Presiden melalui/dibawah koordinasi Menteri X. Tugas dan fungsi Lembaga ABC terakhir tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2004. Sebagai aparat pengawasan internal pemerintah, tugas pengawasan Lembaga ABC tidak hanya semata-mata pemeriksaan yang bersifat represif, tapi juga kegiatan yang bersifat preventif dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola pemerintah di bidang keuangan dan pembangunan, sehingga diharapkan seluruh Instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah (tidak hanya sektor APBN) mampu menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance dan Clean Government). Bahkan tidak hanya di sektor publik Lembaga ABC berkiprah, namun juga di sektor korporat, yaitu dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN/BUMD sehingga diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dengan baik. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Lembaga ABC memiliki kantor yang berkedudukan di Pusat atau Jakarta (Lampiran 1) maupun di Perwakilan (Lampiran 2) yang tersebar di dua puluh lima (25) Provinsi di Indonesia (Lampiran 3), didukung oleh Sumber Daya manusia (SDM) yang berjumlah 6281 Profil SDM secara rinci tercantum dalam Lampiran 4.
Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membantu organisasi dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kompetensi Kepala Perwakilan (Kaper) Lembaga ABC yang tersebar pada 25 Provinsi di Indonesia. Hal ini penting dilakukan karena Kepala Perwakilan berperan sebagai Kepala Instansi vertikal Lembaga ABC di daerah, sebagai ujung tamhak pelaksana operasional organisasi yang sangat menentukan dalam mencapai Visi Lembaga ABC yang bare (dikutip dan Renstra Lembaga ABC 2000) yaitu sebagai "Katalisator Pernbaharuan Manajemen Pemerintahan melalui Pengawasan yang profesional". Adapun tugas dari Kepala Perwakilan adalah melaksanakan Pengawasan Keuangan dan Pembingunan serta penyelenggaraan akuntabilitas di daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Rincian Tugas terdapat pada Lampiran 5.
Berdasarkan basil wawancara yang dilakukan terhadap Pejabat Sekretaris Utama (Eselon I) yang menangani masalah SDM , Kepala Perwakilan (Eselon 2), Kepala Biro Kepegawaian (Eselon 2) maupun bawahan langsung kepala perwakilan (Eselon 3) , sejak terjadinya perubahan strategi bisnis organisasi dan Represif yaitu jasa audit ke strategi Preventif yaitu jasa non audit dengan melakukan sosialisasi, asistensi dan evaluasi berbagai produk yang dikembangkan Lembaga ABC telah muncul permasalahan yang bisa menghambat pencapaian nisi organisasi. Padahal perubahan Sty acegi terebut dilakukan seiring dengan tuniutan Good Governance dan Clean Government pada era sekarang. Permasalahan yang muncul adalah bahwa sejak terjadinya perubahan strategi bisnis, terjadinya resistensi pegawai yang ditunjukkan dengan penurunan disiplin pegawai; adanya demotivasi ; pegawai minta diperbantukan ke instansi lain atau keluar danri organisasi bahkan muncul konflik diantara pegawai karena potensi yang dimiliki belum dikembangkan oleh organisasi. Padahal mereka adalah orang orang yang profesional yang relate mendapatkan pendidikan dan latihan secara berkesinambungan dan mavoritas sebagai auditor yang berlatar belakang akuntan. Apabila kondisi scperti ini dibiarkan, inaka Visi organisasi tidak akan tercapai dan lambat laun organisasi tidak akan diperlukan lam' oleh Pemeriritah. Secara rinci dapat dilihar pada BAB I .
Thomas (2006) menyatakan bahwa Leaders adalah orang yang niengtnspirasi, memorivasi dan membawa pola pikir untuk mencapai rujuan. me:,ggunakan Visi dan teinpat agar orang tetap semangat untuk keraa. Adanya perubahan lingkungan yang cepat, globalisasi, pesaing, maka organisasi melakukan reposisi dan redefinisi peran sehingga organisasi melakukan perubahan strategi. Carr, Hard dan Trahant (1996) menggambarkan bahwa perubahan strategi menimbulkan konsekuensi bahwa diperlukan leadership yang juga berbeda dengan sebelum adanya perubahan strategi. Dengan demikian jelas bahwa faktor leadership adalah hal yang sangat penting antak mencapai visi organisasi karena akan mempengaruhi keseimbangan faktorfaktor lain dari 7S Model McKinsey.
Faktor leadership menjadi sangat signifikan, demikian kata Kotler dalam buku Leadership Factor ( 1988) . lapun menambahkan dalam buku Leading Change (1996) bahwa ketrampilan leadership memang penting dan dapat dikembangkan. Leadership adalah tentang mengaktualisasikan potensi dengan Tnenggunakan skill dan ability. Agar dapat mendukung visi organisasi. Kepala Perwakilan harus memenuhi kompetensi sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga dapat mengatasi setiap perubahan yang terjadi pada organisasinya, yaitu perubahan strategi represif melakukan audit ke strategi preventif yaitu melakukan kegiatan non audit dan membawa pegawai keluar dari comfort zone. Menurut kamus kompetensi LOMA's (1998) kompetensi dideftnisikan sebagai aspek-aspek pribadi daii seorang pekerja yang memungkinkan mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat motif, motif, sistem nilai, sikap. pengetahuan dan ketrampilan. Pembahasan secara rinci dapat dilihat pada BAB II.
Apabila ditinjau dari kondisi yang terjadi dan dikaitkan dengan teori yang digunakan, maka diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut yaitu merancang model kompetensi kepala perwakilan sesuai dergan perannya sebagai pemimpin kantor, sebagai ujung tombak kegiatan organisasi. Hasilnya dapat digunakan untuk melakukan assessment kompetensi kepala perwakilan sehingga bisa melakukan mapping kompetensi kepala perwakilan dengan melalui Assessment center a tau teknik 360 derajat Feedback. Tujuan pengukuran dapat digunakan oleh organisasi untuk seleksi maupun mengembangkan kompetensi yang masih lemah melalui training. Apabila usulan tersebut dilaksanakan oleh organisasi, diharapkan kepala penvakiian memiliki kompetensi kepala perwakilan sesuai dengan kebutuhan organisasi yang selaras dengan strategi baru Lembaga ABC yaitu represif (audit) dan preventif (non audit) sehingga dapat mendukung Visi organisasi . Secara rinci lihat BAB III
Rekomendasi yang diajukan dan harus dilakukan dengan segera adalah merancang model kompetensi kepala perwakilan sehingga dapat dilakukan pengukuran kompetensi dengan berpatokan pada rancangan kompetensi yang telah dibuat. Dapat dilihat pada BAB IV."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardijanti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983
S2208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashar Sunyoto Munandar
Jakarta: UI-Press, 2001
158.7 ASH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>