Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Florentina Mariane Rahardja
"Tatalaksana nutrisi pada beberapa penyakit paru yang disampaikan dalam bentuk serial kasus ini bertujuan untuk mengetahui peran terapi nutrisi yang adekuat pada proses pemulihan penyakit paru Serial kasus ini terdiri dari 1 TB paru aktif dengan basil tahan asam BTA positif 2 Pleuritis TB 3 penyakit paru obstruktif kronik PPOK eksaserbasi akut dengan TB paru relaps dan 4 PPOK eksaserbasi akut suspek kor pulmonale dengan riwayat TB paru Keempat pasien adalah pasien rawat inap di RSUT yaitu salah satu RS jejaring PPDS 1 PSIGK yang mendapat tatalaksana bagi penyakitnya dan diberikan dukungan nutrisi selama kurang lebih delapan hari Pasien pada serial kasus ini berusia antara 17 ndash 72 tahun Umumnya pasien mengalami sesak napas anoreksia penurunan berat badan dan malnutrisi Hasil skrining gizi menunjukkan semua pasien memerlukan tatalaksana nutrisi Pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan masing masing pasien kalori dimulai dari 80 kebutuhan energi basal dan secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan energi total Pemantauan tatalaksana nutrisi dilakukan selama minimal lima hari mencakup toleransi asupan makanan kapasitas fungsional hasil pemeriksaan laboratorium dan antropometrik Hasil tatalaksana nutrisi menunjukkan perbaikan toleransi asupan makanan yang dinilai dari kemampuan pasien menghabiskan makanan Kebutuhan energi total umumnya dapat dicapai pada hari keempat dan kelima perawatan Perbaikan kapasitas fungsional ditandai dengan kemampuan pasien berdiri atau berjalan sendiri Selama perawatan terjadi peningkatan berat badan kecuali satu orang pasien berat badannya menetap Perbaikan hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat dinilai karena tidak dilakukan pemeriksaan ulang Dari serial kasus ini didapat kesimpulan bahwa pemberian nutrisi yang adekuat penting pada tatalaksana penyakit paru Tatalaksana nutrisi yang baik dapat memperbaiki status nutrisi dan imunitas pasien penyakit paru sehingga pemulihan menjadi lebih cepat dan lama rawat lebih singkat Pasien dapat kembali menjalankan aktivitas kehidupannya sehari hari dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik

The aim of nutritional management in several pulmonary diseases presented in the form of a case series is to determine the role of adequate nutritional therapy in the recovery of the diseases The case series consists of 1 active pulmonary tuberculosis TB smear positive 2 TB pleurisy 3 acute exacerbation of chronic obstruction pulmonary disease COPD with pulmonary TB relapse and 4 acute exacerbation of COPD with suspected of cor pulmonale and a history of pulmonary TB The four patients were inpatients of T hospital one of the teaching hospitals of PPDS 1 PSIGK which were examined and given nutritional therapy for about eight days The age of patients on this case series were between 17 ndash 72 years old In general patients experience shortness of breath anorexia weight loss and malnutrition Based on the results of nutritional screening all patients requiring nutritional management Nutritional management was adjusted to individual nutritional requirement provision calories began at 80 of basal energy requirement and gradually increased to achieve the total energy requirement Nutritional management was monitored for a minimum of five days including tolerance of food intake functional capacity laboratory examination and anthropometric assessment The results showed an improvement of dietary intake assessed by patient rsquo s ability to increase their food intake Total energy requirement can generally be achieved on the fourth and fifth day of treatment Improvement of the functional capacity was shown by their ability to stand or walk without any assistance The weight of all patients increased during treatment except one patient had stable weight Improvement of laboratory test results could not be assessed because there was no re examination It can be concluded from this case series that the provision of adequate nutrition is necessary in the management of pulmonary diseases Proper nutritional management can improve the nutritional status and immunity therefore can speed up patients rsquo recovery faster and shorten length of stay Patients can return to their daily activities and have a better quality of life
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni
"Penyajian serial kasus ini bertujuan untuk menganalisis dukungan nutrisi optimal pada penderita paru-paru obstruktif kronis. Pemilihan kasus berdasarkan karakteristik yang terdapat pada pasien paru-paru obstruktif kronis, yaitu usia lansia, sedang mengalami eksaserbasi akut, terdapat komplikasi dan faktor komorbid, serta malnutrisi (underweight atau obesitas), yang dirawat di rumah sakit. Kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan perhitungan rumus Harris Benedict dan dikalikan dengan faktor stres yang sesuai. Komposisi protein 1,2–1,7 gr/kg BB/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 50–60%. Hasil analisis dari dua kasus didapatkan rerata pencapaian asupan lebih dari 90% kebutuhan energi basal pada hari terakhir perawatan, satu kasus mencapai 70%, dan satu kasus lagi telah mencapai mencapai 85% kebutuhan energi total. Hanya satu kasus yang mendapat suplementasi mikronutrien lengkap dosis RDA. Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, imbang cairan, toleransi asupan, dan analisis asupan. Dukungan nutrisi yang optimal, pemberian edukasi serta motivasi kepada pasien dan keluarganya, akan memberikan toleransi asupan yang baik disertai perbaikan klinis.

The aim of this serial case is to analyze optimal nutritional support in patients with COPD. The cases selection based on the characteristics of COPD patients, i.e. older age, acute exacerbation, complications, and comorbidity factor, as well as malnutrition (underweight or obese), who were hospitalized. Basal energy requirement were determined by the Harris-Benedict equotion and was multiplied by stress factor to calculate total energy requirement. Macronutriens compositions for protein ranged from 1.2 - 1.7 g/kg bw /day, lipids 25-30%, and carbohydrate 50-60% of total calories requirement. Intake analysis from two cases showed a mean intake over 90% of basal energy needs on the last day of treatment, one case reached 70%, and other case reached up to 85% of total energy needs. Only one case received full-dose micronutrient supplementation equal to RDA. Monitoring and evaluation included clinical status, fluid balance, intake tolerance, and intake analysis. Optimal nutritional support, provision of education and motivation to patients and their families, will enhanced intake tolerance along with clinical improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Felicia Suganda
"Tatalaksana nutrisi penyakit kritis pada anak dengan pneumonia berat mencakup pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, manajemen cairan dan elektrolit serta monitoring status gizi. Terapi nutrisi yang adekuat harus diberikan pada anak sakit kritis yang dirawat intensif dengan tujuan meminimalkan efek fase akut. Sekitar 15-20% anak masuk perawatan intensif sudah dalam kondisi malnutrisi sebelumnya. Malnutrisi sering terjadi pada pasien dengan penyakit paru. Status nutrisi yang terganggu dapat mempengaruhi fungsi paru pada pasien yang bernapas spontan maupun yang menggunakan ventilator, karena status nutrisi dapat mempengaruhi fungsi otot pernapasan, kemampuan ventilasi, respon terhadap hipoksia dan mekanisme pertahanan paru. Pasien pada serial kasus ini mempunyai rentang usia 3-4,5 bulan. Umumnya keluhan utama adalah sesak napas yang semakin berat, disertai dengan tarikan dinding dada dan malas menyusu. Berkurangnya asupan menyebabkan pasien mengalami masalah gizi sehingga perlu adanya dukungan nutrisi. Terapi nutrisi diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien, yang dihitung dengan rumus Schofield atau rumus White jika menggunakan ventilator, kemudian dikalikan faktor stres dan pemberiannya dimulai dari 80% kebutuhan energi basal, yang secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan total. Kebutuhan protein dan lemak disesuaikan dengan kondisi sakit kritis. Pemantauan terapi nutrisi dilakukan pada delapan hingga sebelas hari. Pemantauan mencakup tanda klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, balans cairan, parameter laboratorium dan antropometri. Selama pemantauan didapatkan bahwa sebagian besar pasien dapat mencapai kebutuhan energi total pada hari keenam hingga delapan pemantauan. Pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis bersifat individual dan mencakup semua aspek. Dengan tatalaksana nutrisi yang baik, diharapkan kualitas hidup pasien pneumonia berat dengan berbagai penyakit penyerta akan lebih baik.

Nutrition therapy in critically ill children with severe pneumonia includes the provision of macronutrient, micronutrient, specific nutrition, fluid and electrolyte management and nutrition status monitoring. Adequate nutrition therapy should be given in critically ill children in the intensive care to minimize acute phase effect. Approximately 15-20% children admitted to the intensive care already in malnutrition state. Malnutrition is common in patients with pulmonary disease. Altered nutrition status can effect pulmonary function in spontaneous breathing or in mechanically ventilator dependent patient, because nutritional status can affect muscle function, ventilatory drive, hypoxia response and pulmonary defense mechanism. Patients in this case series have an age range from 3 to 4.5 months. Their chief complaints were dyspnoe (difficulty in breathing) with chest retraction and lack of breastfeed. Reduce intake caused patient prone to nutritional problem. Nutritional support is given according to each patient’s requirement, which is calculated with Schofield equation or White equation if the patient on ventilator, using stress factor and the administration starts with 80% basal energy expenditure, which gradually increased to reach the total energy expenditure. Protein and lipid requirement is calculated based on critically ill state. Patient’s monitoring performed on eight to eleven days. Patient’s clinical signs, food intake tolerance, functional capacity, fluid balance, laboratory and anthropometric parameter were taken. During the monitoring it was found that most patients can achieve total energy requirement on day six to eight monitoring. Nutrition in critically ill patients is individualized and includes all aspects. With the management of good nutrition, expected quality of life of patients with severe pneumonia various comorbidities would be better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permatasari
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama penyakit dan kematian di dunia. Hubungan antara TB dan malnutrisi telah lama diketahui. Berkembangnya TB secara progresif menyebabkan wasting dan hilangnya massa otot, serta hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Koinfeksi TB/HIV menyebabkan peningkatan metabolisme, gangguan fisik, dan masalah nutrisi. Selain itu, adanya penyakit infeksi kronik seperti halnya TB paru dan HIV/AIDS disertai dengan penurunan BB dapat menyebabkan kaheksia. Serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan terapi nutrisi sebagai bagian dari tatalaksana TB paru, infeksi HIV, dan kaheksia. Seluruh pasien dalam serial kasus ini adalah pasien TB paru dengan malnutrisi berat dan kaheksia. Dua dari empat pasien disertai infeksi HIV. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi, penyakit penyerta, dan kebutuhan yang bersifat individual. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan kebutuhan energi total setara dengan 35?40 kkal/kg BB. Makronutrien diberikan dalam komposisi seimbang dengan protein 15?20% total kalori (1,5-2 g/kg BB). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan angka kecukupan gizi. Nutrien spesifik berupa omega-3 dan asam amino rantai cabang (AARC) diberikan untuk memperbaiki kaheksia. Keluaran yang dinilai meliputi kondisi klinis, asupan, dan toleransi asupan. Dua dari empat pasien memberikan keluaran klinis lebih baik, namun peningkatan BB tidak signifikan.ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a leading cause of illness and death of people globally. The association between TB and malnutrition has long been known. Progressive tuberculous disease results in wasting and loss of muscle mass and hypoalbuminaemia, which are also seen in HIV infection. Co-infection with HIV and TB poses an additional metabolic, physical, and nutritional burden. In addition, chronic infecton disease such as pulmonary TB and HIV/AIDS accompanied with weight loss leads to cachexia. The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary TB, HIV infection and cachexia treatment. All patients in this reports with diagnosis of pulmonary TB with severe malnutrition and cachexia. Two of four patients diagnosed with HIV infection. Nutrition therapy was given individually according to the clinical condition and underlying disease. Harris-Benedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35?40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15?20% of total requirement (1,5-2 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Omega-3 and branched-chain amino acid (BCAA) was given as specific nutrients to improved cachexia. Outcome measurements included clinical condition, intake analysis, and intake tolerance. Two of four patient had improved in clinical outcome but there was no significant difference in weight gain."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vetinly
"Sepsis adalah keadaan infeksi yang disertai dengan respon infeksi secara sistemik yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit kiritis Penyakit kritis dapat menyebabkan seorang pasien jatuh ke dalam kondisi malnutrisi Prevalensi malnutrisi pada pasien sakit kritis yang dirawat di unit perawatan intensif adalah 50 Tujuan penatalaksanaan nutrisi pasien sepsis adalah untuk menurunkan stres metabolik mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif dan memodulasi fungsi imun Penatalaksanaan nutrisi meliputi kegiatan skrining assessment terapi nutrisi pemantauan dan evaluasi Pasien pada serial kasus ini adalah pasien dewasa dengan diagnosis sepsis yang disebabkan oleh pneumonia 3 pasien dan infeksi intraabdomen 1 pasien Komplikasi sepsis terbanyak dalam serial kasus ini adalah acute kidney injury AKI Kebutuhan energi dihitung berdasarkan rule of thumb yaitu 20 25 kkal kg BB hari pada fase akut dan 25 30 kkal kg BB hari pada fase anabolik Pada pasien yang mendapat continuous renal replacement therapy CRRT diberikan energi 35 kkal kg BB hari Pemberian protein dengan jumlah minimal 1 5 gram kg BB hari diberikan kepada pasien tanpa AKI sementara pada pasien dengan CRRT diberikan protein 1 7 gram kg BB hari Pemantauan terapi nutrisi meliputi tanda klinis toleransi asupan makanan kapasitas fungsional balans cairan parameter laboratorium dan antropometri Selama pemantauan didapatkan semua pasien dapat mencapai kebutuhan energi total dalam waktu kurang dari tujuh hari namun karena terjadi beberapa efek samping seperti peningkatan volume residu lambung dan tekanan karbon dioksida maka dilakukan penurunan asupan pada 2 pasien Pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis bersifat individual dan terintegrasi Tatalaksana nutrisi yang baik diharapkan dapat menurunkan laju morbiditas dan mortalitas pasien dengan sepsis

Sepsis is a state of infection accompanied by systemic inflammatory response syndrome It often associated with increase morbidity and mortality rate in critically ill patient Fifty percent of critically patient admitted in intensive care unit were malnourished Aims of nutritional management of septic patients are to reduce metabolic stress prevent cell damage from oxidative stress and modulate immune function Nutrition intervention in septic patients are including nutrition screening and assessment nutrition therapy monitoring and evaluation Subjects were four adult septic patients caused by pneumonia infection 3 patients and intra abdominal infection 1 patient Most frequent septic complications in this serial case report were acute kidney injury AKI Energy requirementis calculated based on the rule of thumb which is 20 25 kcal kg BW day in the acute phase and 25 30 kcal kg BW day in the anabolic phase Patients whose receiving continuous renal replacement therapy CRRT were given an energy of 35 kcal kg BW day Minimal protein requirement for patient without AKI was 1 5g kg BW day and in patients with CRRT protein intake were 1 7 grams kg BW day Monitoring includes clinical symptoms tolerance of food intake functional capacity fluid balance laboratory and anthropometric findings All patients were able to obtain total energy requirement in less than seven days However reduction of total energy was appied in 2 patients after several days of treatment due to increased gastric residual volume and carbon dioxide pressure Nutrition therapy in critically ill patients is individualized and integrated Proper nutrition therapy may decrease of morbidity and mortality rate in septic patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Saraswati
"[ABSTRAK
Serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan terapi nutrisi sebagai bagian dari terapi tuberkulosis (TB) paru. Komplikasi yang menyertai TB paru dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Seluruh pasien serial kasus ini dalam kondisi malnutrisi dan terdapat komplikasi yang menyertai masingmasing kasus berupa drug-induced hepatotoxicity, peritonitis TB, diabetes melitus tipe 2, dan pneumotoraks dengan dispepsia. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi, penyakit penyerta, dan kebutuhan yang bersifat individual. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan kebutuhan energi total setara dengan 35?40 kkal/kg BB. Makronutrien diberikan dalam komposisi seimbang dengan protein 15?20% kebutuhan energi (1,2?1,5 g/kg BB). Saran pemberian mikronutrien minimal mencapai angka kecukupan gizi. Pasien yang mendapat obat antituberkulosis berupa isoniazid disarankan mendapat suplementasi vitamin B6 dengan dosis tertentu untuk mencegah neuritis perifer. Outcome yang dinilai meliputi kondisi klinis, asupan, dan toleransi asupan. Pemberian terapi nutrisi sebagian besar pasien dimulai dari kebutuhan energi basal yang pada akhir masa perawatan dapat mencapai target kebutuhan energi total. Pemantauan jangka panjang pasca rawat inap, disarankan tidak hanya menilai outcome berdasarkan perubahan berat badan, namun dilakukan penilaian komposisi tubuh, terutama massa lemak, karena pada kasus TB terjadi abnormalitas metabolisme yang disebut anabolic block.

ABSTRACT
The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary tuberculosis (TB) therapy. Pulmonary TB with complications was associated with increased of morbidity and mortality. Malnutrition was coexisted with several complications such as drug-induced hepatotoxicity, peritoneal TB, type 2 diabetes mellitus, and pneumothorax with dyspepsia. HarrisBenedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35?40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15?20% energy requirement (1,2?1,5 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Patients with isoniazid therapy needed to get pyridoxine supplementation to prevent peripheral neuritis. Outcome measurements included clinical condition, amount of intake, and intake tolerance. Most patients were given initial nutrition therapy from basal energy requirement and has shown increment. At the end of hospitalization, all of patients could achieve total energy requirement. Due to abnormality of metabolism, usually termed as anabolic block, it was recommended not only to measure body weight as primary outcome, but also body composition., The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary tuberculosis (TB) therapy. Pulmonary TB with complications was associated with increased of morbidity and mortality. Malnutrition was coexisted with several complications such as drug-induced hepatotoxicity, peritoneal TB, type 2 diabetes mellitus, and pneumothorax with dyspepsia. HarrisBenedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35–40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15–20% energy requirement (1,2–1,5 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Patients with isoniazid therapy needed to get pyridoxine supplementation to prevent peripheral neuritis. Outcome measurements included clinical condition, amount of intake, and intake tolerance. Most patients were given initial nutrition therapy from basal energy requirement and has shown increment. At the end of hospitalization, all of patients could achieve total energy requirement. Due to abnormality of metabolism, usually termed as anabolic block, it was recommended not only to measure body weight as primary outcome, but also body composition.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Prasmapti Yunianingtias
"Malnutrisi dan tuberkulosis seringkali ditemukan secara bersamaan, Adanya malnutrisi pada tuberkulosis meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Serial kasus ini bertujuan mempelajari efek terapi nutrisi pada pasien TB paru dengan malnutrisi. Pada serial kasus ini tiga orang pasien mengalami malnutrisi berat dan satu pasien mengalami malnutrisi ringan. Nutrisi tahap awal diberikan ≤ 50% kebutuhan energi total (KET) dan ditingkatkan bertahap. Pada akhir masa perawatan, nutrisi dapat mencapai 90% KET. Protein diberikan sebesar 15-20% total kalori. Konseling gizi diberikan pada akhir masa rawat pada pasien dan keluarga. Terapi nutrisi sebaiknya harus menjadi bagian integral dari terapi tuberkulosis.

Malnutrition has been found to coexist with tuberculosis (TB). Malnutrition is associated with increased morbidity and mortality in those with TB. Objective of this case serial is to review the impact of nutritional therapy in pulmonary TB patient with malnutrition. All of four patients were malnourished and had pulmonary TB, of which 3 were severely malnourished. Initially, nutrition therapy commenced with ≤ 50% estimated energy requirement (EER) and incrementally increased to 90% EER at the end of hospitalization. Protein was given 15–20% of total calories. Bedside counseling was provided prior to discharge. Nutrition therapy should be considered as integral part of TB treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Mariatul Qiptiah
"Latar Belakang: Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab tuberkulosis pada paru dan organ lain, seperti meningen meningitis tuberkulosis . Meningitis tuberkulosis dapat merupakan komplikasi tuberkulosis primer, yang bersifat laten/asimptomatik, namun risiko reaktivasi meningkat pada penurunan sistem imun/malnutrisi. Disfagia, defisit kognitif, hemiparese, dan ketidakmampuan makan mandiri juga dapat menyebabkan malnutrisi, sehingga akan meningkatkan lama rawat dan mengganggu perbaikan kapasitas fungsional. Tatalaksana nutrisi diperlukan untuk meminimalisasi kehilangan berat badan, mendapatkan imbang nitrogen positif, dan menyediakan nutrisi untuk membangun system imun. Pada pelaksanaannya, pemberian nutrisi harus memperhatikan kondisi klinis serta komplikasi berupa peningkatan tekanan intrakranial dan defisit neurologi yang terjadi.
Metode: Laporan serial kasus ini menguraikan empat kasus meningitis tuberkulosis dengan tuberkulosis paru. Semua pasien datang dengan penurunan kesadaran dan telah terdiagnosis tuberkulosis paru sebelumnya, namun pasien minum obat tidak sesuai dengan anjuran dokter. Status gizi keempat pasien adalah malnutrisi ringan dan berat, obes 1 dan normal. Selama dirawat, tatalaksana nutrisi diberikan sesuai pedoman terapi nutrisi untuk penderita tuberkulosis. Asupan makronutrien diberikan meningkat bertahap sesuai kondisi klinis dan toleransi pasien. Suplementasi mikronutrien juga diberikan. Pemantauan meliputi keluhan subjektif, hemodinamik, analisis dan toleransi asupan, pemeriksaan laboratorium, antropometri, keseimbangan cairan, dan kapasitas fungsional.
Hasil: Dua orang pasien menunjukkan perbaikan klinis, kapasitas fungsional, hasil laboratorium, toleransi asupan, dan outcome, sedangkan dua orang lainnya mengalami perburukan dan meninggal pada hari perawatan ke-44 dan ke-24.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi infeksi tuberkulosis pada paru dan susunan saraf, dapat memberikan manfaat untuk pemulihan pasien.

Objective: Mycobacterium tuberculosis is the cause of tuberculous in the lung and other organs, such as the meninges tuberculous meningitis . Tuberculous meningitis can be a complication of primary tuberculous, latent asymptomatic, but the risk of reactivation increases to a decrease in the immune system malnutrition. Dysphagia, defisit kognitif, hemiparese, and inability to eat independently can also cause malnutrition, thereby increasing the length of stay and interfere with the functional capacity improvement. Management of nutrients needed to minimize the lose weight, get a positive nitrogen balance, and provide nutrients for building the immune system. In practice, the nutrition must consider the clinical condition and the complications in the form of increased intracranial pressure and neurological deficits that occur.
Methods: This case series report outlines four cases of tuberculous meningitis with pulmonary tuberculous. All patients present with loss of consciousness and have been diagnosed with pulmonary tuberculous before, but patients taking the medicine does not comply with doctor's advice. Nutritional status of the four patients was mild and severe malnutrition, obese and normal one. During the treatment, management of nutrition was given according to the guidelines of nutrition therapy for patients with tuberculosis. Macronutrient intake increased gradually given appropriate clinical condition and patient tolerance. Micronutrient supplementation are also given. Monitoring included subjective complaints, hemodynamic, analysis and tolerance intake, laboratory tests, anthropometric, fluid balance, and functional capacity.
Results: Two patients showed clinical improvement, functional capacity, laboratory results, tolerance intake, and outcome, while two other people suffered deterioration and died on the 44th and 24th day of treatment.
Conclusion: Nutritional support tuberkulosis infection in the lungs and nervous system, can provide benefit to the patient's recovery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55631
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monique Carolina Widjaja
"Luka bakar berat berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Tatalaksana nutrisi pada luka bakar berat diutamakan pada pemberian nutrisi enteral dini (NED). Nutrisi enteral dini diberikan sedini mungkin setelah resusitasi tercapai, bermanfaat sebagai trophic feeding yang terbukti mencegah terjadinya atrofi vili-vili mukosa sebagai upaya mengatasi dampak hipoperfusi splangnikus. Pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai asupan, toleransi, dan keadaan klinis pasien. Serial kasus ini terdiri dari tiga kasus dengan penyebab api dan satu yang disebabkan oleh listrik. Dua kasus dengan trauma inhalasi dan dua kasus dengan kegagalan ginjal akut (AKI). Dua kasus masuk pada hari pertama pasca trauma, dan dua kasus pada hari ke enam dan delapan pasca trauma. Keempat kasus masih dalam keadaan resusitasi cairan, sehingga pemberian nutrisi ditujukan untuk pemberian NED. Monitoring dilakukan pada klinis, asupan dan toleransi, dan laboratorium terutama darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, laktat, albumin, dan fungsi ginjal.
Asupan keempat kasus tidak pernah mencapai total karena berulang kali dipuasakan untuk pembedahan. Aliran balik yang tinggi menunjukkan intoleransi saluran cerna sehingga perlu diberikan prokinetik. Pemberian antibiotik sebagai suatu kebutuhan mutlak perlu memperhatikan interaksinya dengan nutrien. Pemberian analgetika dan sedatif perlu memperhatikan interaksi dan efek terhadap kebutuhan nutrisi. Trombositopenia yang terjadi pada tiga kasus berhubungan dengan sepsis dan mortalitas. Koagulopati bersama dengan hipotermia dan asidosis menjadi komponen Triad of Death. Hiperlaktatemia harus dinilai bersamaan dengan parameter lain untuk menilai adanya hipoksia jaringan. Dua kasus berkomplikasi menjadi AKI, tatalaksana nutrisi memperhatikan terapi yang didapat pasien. Pemberian medikamentosa untuk perbaikan sirkulasi juga memperhatikan interaksi obat.

Severe burns associated with high morbidity and mortality. Nutritional management of severe burns priority on early enteral nutrition (EEN). Early enteral nutrition is given as early as possible after resuscitation achieved, useful as trophic feeding are proven to prevent the occurrence of mucosal villous atrophy as the effort to overcome the effects of splanchnic hypoperfusion. Providing appropriate nutrition intake gradually increased, due to tolerance, and clinical condition of patients. This case series consisted of three cases the cause of the fire and one caused by electricity. Two cases with inhalation injury and two cases with acute renal failure (ARF). Two cases admitted on the first day after trauma, and two cases in the sixth and eighth days after trauma. The four cases are still in a state of fluid resuscitation, thus giving nutrition aimed at giving EEN. Monitoring conducted in clinical condition, caloric intake and tolerance, and laboratories especially equipped peripheral blood, electrolytes, blood gases analysis, lactate, albumin, and kidney function.
Intake of four cases never reach the total due to repeated fasting for surgery. High-flow indicates that gastrointestinal intolerance should be given prokinetic agent. Giving antibiotics as an absolute necessity need to consider interactions with nutrients. Giving analgesics and sedatives need to consider interactions and effects on nutritional requirements. Thrombocytopenia occurred in three cases and mortality associated with sepsis. Coagulopathy with hypothermia and acidosis become components Triad of Death. Hyperlactatemia should be assessed in conjunction with other parameters to assess the presence of tissue hypoxia. Two cases complicated to AKI, nutritional management of patients gained attention therapy. Giving drug therapy for improved circulation also consider drug interactions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Maria Christine
"Malnutrisi energi dan protein merupakan suatu masalah umum yang ditemukan pada pasien rawat inap di rumah sakit. Berbagai studi menunjukkan sebanyak 40% pasien bedah sudah mengalami malnutrisi pada saat masuk ke rumah sakit. Studi tersebut menunjukkan terdapat hubungan langsung antara penurunan berat badan pra bedah dengan laju mortalitas pasca bedah. Terapi nutrisi perioperatif yang adekuat telah dilaporkan dapat menurunkan laju morbiditas dan menurunkan masa rawat inap secara bermakna. Serial kasus ini terdiri atas empat kasus terapi nutrisi perioperatif pada pasien malnutrisi dengan kanker periampular yang menjalani pembedahan pankreatikoduodenektomi. Pasien adalah laki-laki, berusia antara 40-60 tahun, dengan kanker periampular (pankreas dan ampula Vateri). Keempat pasien kasus ini mengalami sindrom kaheksia-kanker, yaitu ditemukan penurunan BB sebesar 10-15% dalam ena bulan terakhir, anemia, fatigue, dan hipoalbuminemia. Kebutuhan energi total dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Bennedict dengan menambahkan faktor stres sebesar 1,5. Pemberian kalori dan nutrisi dilakukan secara bertahap dan ditingkatkan sesuai dengan perbaikan keadaan klinis, gastrointestinal, dan toleransi asupan pasien. Pemantauan dan evaluasi pasien dilakukan sesuai dengan perubahan subyektif dan obyektif. Selain itu, konseling dan edukasi mengenai terapi nutrisi diberikan setiap hari pada pasien. Selama perawatan, keempat pasien serial kasus ini menunjukkan perbaikan, baik secara subyektif maupun obyektif. Kebutuhan energi total tercapai selama periode pra bedah dan tujuh hingga sembilan hari pasca bedah. Masa rawat pasien ini adalah 12-20 hari. Perbaikan status nutrisi tidak tercapai pada pasien ini, namun terjadi perbaikan kapasitas fungsional dan proses penyembuhan luka yang adekuat. Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan diharapkan mampu meningkatkan atau mempertahankan status nutrisi pasien, prognosis pasca bedah, serta meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.

Energy and protein malnutrition are common issues in hospitalized patient worldwide. Various studies had reported that 40% of surgical patient were already malnutrition when admitted to the hospital. The study reported that there were direct relationships between lost of body weight with mortality rate post surgery. Adequate perioperative nutritional therapy had been reported could decrease the morbidity rate and length of stay significantly. This case series consist of four perioperative nutritional management cases in malnourished patients with periampullary cancer that undergone pancreaticoduodenectomy surgery. Patients were male, age between 40-60 years, with periampullary cancer (pancreas & ampulla of Vatery). This four patients were having cancer-cahexia syndrome, which was characterized by lost of body weight 10-15% in the last six months, anemia, fatigue, and hypoalbuminemia. Total energy requirement were calculated with Harris-Bennedict equation with stress factor equal to 1,5. Energy and nutrition were given gradually and increased according to the improvement of clinical & gastrointestinal condition, and food intake tolerance of the patients. Monitoring and evaluation of the patients were applied according to the changes of subjective and objective parameter. Besides that, counseling and education were also given everyday to all of the patients. During the hospitalization, this four case series patients showed improvement, in both subjective and objective parameter. Total energy requirement was achieved in preoperative periode and seven until nine days postoperative in all of this patients. Length of stay of this patients were 12-20 days. Improvement of nutritional status were not found in this patients, but there were significant improvement of functional capacity and wound healing happened in them. Perioperative nutritional management applied to the patients were expected could increase or maintain the patiens’ nutritional status, improve prognosis post surgery functional capacity, and eventually leads to improvement of overall quality of life of the patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>