Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193017 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Ardhian Syaifuddin
"Tesis ini membahas tentang apakah korban-korban kejahatan seksual yang diperiksa di pusat krisis terpadu rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dokter-dokter yang sehari-harinya memeriksa korban-korban kejahatan seksual menerima langkah-langkah protokol pada pusat pelayanan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologi dan data dikumpulkan dengan menggunakan in-depth interview terhadap 10 responden korban kejahatan seksual yang diperiksa di pusat krisis terpadu rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan focus group discussion terhadap 4 responden dokter. Hasil menunjukkan bahwa seluruh responden korban bersedia diperiksa dengan langkah-langkah tersebut dan responden dokter menerima langkah-langkah tersebut dalam praktek sehari-hari.

This thesis discusses whether victims of sexual violance who's examined in the integrated crisis center of Cipto Mangunkusumo hospital and doctors who regularly examine the victims are accepting the step-by-step protocol at the service center. This is a qualitative phenomenology research and the data were collected using in-depth interviews with 10 respondents of sexual violent victims whose examined in an integrated crisis center Cipto Mangunkusumo hospital and a focus group discussion with 4 physician respondents. The result showed that all the victim respondents are willing to be examined with these methods and the physician respondents accepting the methods in daily practice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mattalatta, Andi
"Sejauh ini, sudah sering kita dengar pembicaraan-pembicaraan disertai dengan usaha-usaha untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak seorang tersangka, terdakwa, dan atau terpidana. Perlindungan itu antara lain, meliputi pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dalam suatu proses pidana, pemberian ganti kerugian dan atau rehabilitasi atas kerugian yang ditimbulkan oleh suatu proses pidana yang tidak berdasakan hukum, serta peningkatan perbaikan sistem pemidanaan dan pembinaan bagi narapidana untuk mencapai suatu taraf yang dianggap lebih manusiawi. Pembicaraan-pembicaraan semacam ini, banyak menghiasi forum-forum pertemuan dan tulisan-tulisan ilmiah. Ada sementara kesan bahwa, perlindungan atas hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana yang demikian ini adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi unsur mutlak dari proses pidana di negara-negara yang berdasarkan hukum di abad modern ini.
Dalam keadaan di mana perhatian yang sedemikian besarnya dicurahkan oleh para kalangan hukum untuk melindungi hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam suatu proses pidana, beberapa ahli kemudian mencurahkan perhatian mereka pada korban tindak pidanal. Perhatian mereka ini dapat dianggap sebagai cikal bakal lahirnya "viktimologi". Dilihat dari segi tahun kelahirannya2, dapat dikatakan bahwa permasalahan mengenai korban tindak pidana yang dibahas oleh viktimologi belum berbilang abad usianya. Walaupun demikian, perhatian yang dicurahkan oleh para ilmuwan di luar negeri terhadap bidang kajian ini, memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Perhatian yang meningkat ini dapat dilihat dengan diadakannya empat kali simposium internasional mengenai viktimologi dalam kurun waktu sembilan tahun3.
Perhatian yang diberikan oleh masyarakat di luar negeri terhadap permasalahan korban tindak pidana, tidak hanya terbatas pada pembahasannya secara ilmiah sebagai suatu kajian, tetapi beberapa negara4 malahan telah mengaturnya juga dalam bentuk perundang-undangan. Dengan demikian, pemecahan masalah korban tindak pidana telah menjadi bagian dari kebijaksanaan kriminal5 dari berbagai negara. Di Indonesia sendiri, kajian mengenai korban tindak itu dapat diketahui dari masih sangat langkanya tulisan-tulisan ilrniah yang membahas permasalahan yang menyangkut korban tindak pidana. Kedudukan korban dalam suatu proses pidana, terutama pemenuhan hak-haknya sebagai pihak yang dirugikan, juga belum diatur secara tegas dalam perundangundangan kita.
Kurangnya perhatian yang diberikan terhadap permasalahan korban tindak pidana dalam suatu proses pidana, mungkin disebabkan atau merupakan suatu konsekuensi dari pentahapan prioritas dalam menyoroti pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses pidana. Pentahapan prioritas yang demikian itu dapat dimengerti dengan melihat terbatasnya sumber daya negara dan usia kemerdekaan yang masih muda dibanding dengan luasnya ruang lingkup kehidupan masyarakat yang harus ditata6.
Demikianlah misalnya pentahapan itu dapat kita lihat dalam perhatian yang diberikan oleh perundang-undangan nasional kita. Hal yang pertama-tama banyak diatur dan dibahas ialah bagaimana agar para penegak hukum itu yang antara lain, terdiri dari polisi, jaksa, hakim dapat melaksanakan tugas-tugas mereka dengan baik. Ini tercermin dari lahirnya Undang-Undang no. 1 tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Undang-Undang Darurat no. 1 tahun 1951, tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil, Undang-Undang no. 13 tahun?."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Akbar Nusantara
"Tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan Umrah mengakibatkan kerugian ratusan miliyar rupiah dan dengan jumlah korban yang sangat banyak, oleh sebab itu perlindungan hukum bagi korban sangat dibutuhkan bagi korban, terutama perlindungan hak ganti kerugian bagi korban, karena seperti yang kita ketahui selama ini tuntutan pidana penjara bagi pelaku tidak memenuhi hak ganti kerugian pada korban. Oleh sebab itu diperlukan peran pemerintah serta aparat hukum di Indonesia untuk melindungi hak ganti kerugian kepada korban.Serta diperlukan peran pemerintah dalam upaya mencegah penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan ibadah umrah.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan jenis data skunder dengan bahan hukum primer yaitu peraturan kementrian agama, peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum skunder meliputi artikel, makalah, dan berita online yang terkait. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam perlindungan hukum bagi korban tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan umrah ini terdapat didalam KUHP pasal 372 dan 378, serta Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, tetapi memang tidak diatur tentang pengembalian hak ganti kerugian secara penuh kepada korban, oleh sebab itu para korban dapat menempun jalur penggabungan perkara pidana dan perdata untuk mendapatkan hak ganti kerugian secara penuh.

The crime of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency resulted in losses of hundreds of billions of rupiah and with a very large number of victims, therefore legal protection for victims was very much needed, especially protection of compensation rights for victims, because as we know during this demands a prison sentence for the offender not fulfilling the right to compensate the victim. Therefore, the role of the government and the legal apparatus in Indonesia is needed to protect compensation rights to victims. And the role of the government is needed in an effort to prevent fraud and embezzlement carried out by the Umrah pilgrimage travel agency. The method used in this study uses a normative juridical approach, by using secondary data types with primary legal material, namely the regulations of the Ministry of Religion, legislation, and secondary legal materials including articles, papers, and journals. The results of this study conclude that in legal protection for victims of criminal acts of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency contained in the Criminal Code article 372 and 378, and Article 64 Paragraph (2) of Law Number 13 of 2008 concerning the implementation of the Hajj, but indeed it is not regulated about returning full compensation rights to victims, therefore victims can establish a path of combining criminal and civil cases to obtain full compensation rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barkas, Seth Alan
New York: Charles Scribner's Sons, 1978
362.8 BAR v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Davies, Pamela
Los Angeles: Sage, 2017
364 DAV v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2021
362.88 MEL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Manu
"Gagasan Fungsionalisasi Lembaga Ganti Kerugian melalui peradilan pidana untuk perlindungan korban penganiayaan berat, telah memiliki satu argumentasi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, sosiologis, filosofis/ ideologis, dan humanis atau hak asasi manusia. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek yuridis, bertolak dari pemahaman bahwa anti kerugian merupakan salah satu sarana yang tepat untuk melindungi dan melayani hak-hak pihak korban secara proporsional, demi tegaknya hukum dan keadilan. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek sosiologis, bertolak dari pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu instrument sosial yang handal untuk melindungi masyarakat, membangun solidaritas sosial, memperkuat sistem kontrol sosial, mengembangkan tanggung jawab sosial, mencapai prevensi sosial, membina sikap toleransi dan kepedulian scsial terhadap sesamanya dalam masyarakat. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek filesofis/ideologis, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu bentuk aplikasi konkrit nilai-nilai luhur kehidupan, yang berakar pada nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan/Demokrasi, dan nilai Keadilan Sosial. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek humanis atau hak asasi manusia, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan wujud dari suatu tuntutan moral (moral claimed) atas perlunya suatu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia untuk memiliki hidup dan hak menjalani kehidupan secara bebas dan bertanggung jawab dalam batas-batas kebebasan orang lain.
Pemberdayaan lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana dapat dilakukan melalui tiga model/cara kerja, yaitu : Pertama, penerapan "denda damai" oleh polisi kepada pelaku penganiayaan berat untuk mengganti kerugian korbannya lewat penyelesaian perkara di luar sidang pengadilan, dalam rangka pelaksanaan fungsi "police disceretion" sebagai pejabat fungsional penegak hukum dan keadilan, serta sekaligus pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, penerapan suatu "restitusi" oleh hakim kepada terpidana melalui suatu prosedur penggabungan perkara atas permohonan korban kepada hakim ketua sidang untuk menggabungkan tuntutan ganti-kerugian pada perkara pidana yang bersangkutan, yang diputus bersama secara kumulatip dengan sanksi pidana penjara, sebagai upaya untuk menghematkan waktu dan biaya. Ketiga, penerapan perintah hakim kepada terpidana bersyarat untuk dalam waktu yang lebih pendek/singkat dari masa percobaan membayar ganti kerugian kepada pihak korban, sebagai pelaksanaan "syarat khusus" pidana bersyarat, dalam hal dijatuhkan pidana penjara tidak lebih dari satu tahun.
Terdapat hubungan yang asimetris antara ganti kerugian sebagai salah suatu "alat/sarana" yang efektif di satu pihak dan perlindungan serta pemulihan hak-hak dan kesejahteraan pihak korban di pihak lain, sebagai "tujuan" yang ingin dicapai dengan upaya fungsionalisasi lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dari segenap manfaat yang diperoleh melalui penerapan ganti kerugian dimaksud, baik bagi kepentingan korban, kepentingan masyarakat, kepentingan terpidana, dan kepentingan negara atau praktek peradilan pidana itu sendiri.
Untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap korban maka, selain diperlukan pengkajian ilmiah secara mendalam mengenai masalah korban kejaratan, juga diperlukan kebijakan legislasi nasional perlindungan korban dalam satu undang-undang supaya segenap tindakan yang diambil memiliki unsur kepastian hukum, dan kegunaan hukum demi mencapai kebenaran dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Tasya Prathisthita Tanaya
"Tulisan ini mengkaji lima kasus eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia sebagai bentuk kejahatan, dengan menyorot relasi kuasa, kerentanan anak, dan viktimisasi yang ada. Metode penulisan yang digunakan adalah analisis data sekunder, yang berasal dari artikel-artikel berita online Indonesia, tentang eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan power relations theory oleh Foucault dan social ecological model. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya relasi kuasa yang tidak setara antara orang dewasa dan anak serta adanya kerentanan anak yang disebabkan oleh faktor dari berbagai lapisan, menyebabkan anak menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming. Anak-anak yang menjadi korban juga ditemukan mengalami viktimisasi kekerasan seksual, viktimisasi online, dan viktimisasi kekerasan ekonomi. Viktimisasi-viktimisasi tersebut terjadi sebanyak lebih dari satu kali. Ini menyebabkan para korban mengalami multiple victimization dan revictimization. Lalu, konten seksual live streaming para korban disebarkan ke internet oleh para pelaku, mengakibatkan para korban mengalami revictimization kronis.

This paper examines five cases of child sexual exploitation and abuse through live streaming as a form of crime, highlighting the power relations, child vulnerabilities, and victimization within the phenomenon. The writing method in this paper is secondary data analysis, derived from Indonesian news articles, about the phenomenon of child sexual exploitation and abuse through live streaming. The analysis in this paper uses power relations theory by Foucault and social ecological model. The result of the analysis shows that the unequal power relations between adults and children along with child vulnerabilities that is caused by factors from various layers, resulting in children as the victims of child sexual exploitation and abuse through live streaming. This paper also shows that the children who become victims are experiencing sexual abuse victimization, online victimization, and economical abuse victimization. These victimizations happen for more than once, resulting in children to experience multiple victimization and revictimization. In addition, the children’s live streaming sexual content are shared to the internet by the perpetrators, causing chronic child revictimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Oktaviani
"Viktimisasi Sekunder merupakan suatu proses dimana korban mengalami kembali proses menjadi korban ketika bersentuhan dengan sistem peradilan pidana (formal) dan masyarakat (informal). Penulisan ini bertujuan untuk melihat pengalaman viktimisasi sekunder perempuan korban perkosaan, dampaknya terhadap korban, dan bagaimana viktimisasi sekunder tersebut bisa terjadi, yang direpresentasikan dalam serial Netflix Unbelievable. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan metode analisis isi kualitatif dalam menganalisis serial tersebut yang terdiri dari 8 episode. Hasil analisis menunjukkan bahwa perempuan korban perkosaan telah mengalami pengalaman buruk seperti dieksklusikan dari hukum, diragukan dan dipertanyakan kredibilitasnya, tidak dipercaya, direndahkan, diintimidasi, diancam, dan dipaksa mengakui bahwa ia berbohong. Pengalaman tersebut merupakan bentuk dari viktimisasi sekunder yang kemudian membuat korban mengalami berbagai dampak negatif dalam hal psikologis, relasional, dan finansial. Viktimisasi sekunder yang dialami korban terjadi karena adanya penerimaan rape myth yang menganggap perempuan berbohong terkait perkosaan yang dialaminya (she lied). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa serial ini telah mematahkan rape myth lainnya yang meliputi perempuan ingin diperkosa dan menikmatinya (she enjoy rape); dan perempuan memprovokasi perkosaan melalui pakaian dan perilaku mereka (she asked to be raped). Pada akhirnya, analisis juga menunjukkan bahwa akar dari segala penderitaan perempuan korban perkosaan adalah patriarki yang sudah melembaga dalam setiap aspek kehidupan.

Secondary Victimization is a process where victims experience the process of being victims again when they come into contact with the criminal justice system (formal) and society (informal). This writing aims to look at the experience of secondary victimization of rape victims, their impact on victims, and how this secondary victimization can occur, which is represented in the Netflix series Unbelievable. This writing uses radical feminist theory and qualitative content analysis methods in analyzing the series which consists of 8 episodes. The results of the analysis show that women victims of rape have experienced bad experiences such as being excluded from the law, doubting and having their credibility questioned, distrusted, humiliated, intimidated, threatened, and forced to admit that they lied. This experience is a form of secondary victimization which then makes the victim experience various negative impacts in terms of psychological, relational, and financial. The secondary victimization experienced by the victim occurs because of the acceptance of the rape myth which assumes that women lied about the rape they experienced. The results of the analysis also show that this series has broken other rape myths which include women enjoying rape; and women asked to be raped. In the end, the analysis also shows that the root of all the suffering of women victims of rape is patriarchy which has been institutionalized in every aspect of life."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Livi Elizabeth
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan menjelaskan bagaimana peraturan hukum hak atas pemulihan bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual melalui skema Dana Bantuan Korban. Dana Bantuan
Korban merupakan sebuah bentuk kompensasi dari negara bagi korban tindak pidana kekerasan seksual apabila pelaku tidak dapat memberikan ganti rugi dalam bentuk restitusi. Restitusi atau ganti rugi dalam bentuk uang yang diberikan oleh pelaku kepada
korban merupakan sebuah upaya untuk memulihkan hak korban tetapi tak serta merta korban bisa dapatkan. Dengan menggunakan Feminist Legal Method yang melihat pada pengalaman perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual, maka penelitian
ini akan memakai empat putusan tindak pidana kekerasan seksual terkait restitusi. Penelitian ini juga memperlihatkan bagaimana korban perempuan sebagai korban seringkali semata-mata hanya dianggap sebagai saksi untuk mendakwa korban bukan sebagai korban dari perlakuan pelaku. Penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana peran hukum di Indonesia terhadap pemenuhan hak korban tindak pidana kekerasan seksual dan implikasi dari adanya Dana Bantuan Korban di Indonesia. Lebih lanjut,
penelitian juga dilakukan dengan menelaah serangkaian peraturan perundang-undangan dan wawancara dengan para narasumber terkait Dana Bantuan Korban untuk memperoleh data-data. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan skema Dana Bantuan Korban yang sejalan dengan Feminist Legal Theory sebagai hasil perjuangan hak perempuan dan
reformasi hukum bagi perempuan. Oleh sebab itu, dengan adanya Dana Bantuan Korban diharapkan dapat membantu para korban perempuan yang seringkali tidak bisa mendapatkan hak atas pemulihan.

This research was conducted with the aim of providing an understanding of and explaining how the law regulates the right to recovery for women who are victims of crimes of sexual violence through the Victim Trust Fund scheme. The Victim Trust Fund
is a form of compensation from the state for victims of crimes of sexual violence if the perpetrators are unable to provide compensation in the form of restitution. Restitution or compensation in the form of money given by the perpetrator to the victim is an attempt to restore the victim's rights, but the victim does not necessarily get it. By using the feminist legal method, which looks at the experiences of women as victims of sexual violence, this research will use four decisions for sexual violence crimes related to restitution. This research also shows how female victims are often only seen as witnesses to indict victims, not as victims of the perpetrator's treatment. This research will also analyze the role of the law in Indonesia in fulfilling the rights of victims of sexual violence and the implications of the existence of a Victim Trust Fund in Indonesia. Furthermore, research was also carried out by examining a series of laws and regulations and conducting interviews with sources related to The Victim Trust Fund to obtain data. In addition, this
research also shows that The Victim Trust Fund scheme is in line with feminist legal theory as a result of the struggle for women's rights and legal reforms for women. Therefore, with the existence of The Victim Trust Fund, it is hoped that it can help female victims, who often unable get their right to recovery.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>