Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Windy Natasya
"Sekitar 490.000 perempuan di seluruh dunia didiagnosa menderita kanker serviks dan
rata-rata 240.000 kasus kematian perempuan terjadi akibat kanker serviks dan hampir
80% dari kasus tersebut terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2008). Nyeri
merupakan keluhan terbanyak yang dirasakan penderita kanker. Seperti halnya dikatakan
oleh Abernethy, Keefe, McCrory, Scipio, (2006), angka kejadian nyeri pada semua
pasien kanker sekitar 25% pada kanker yang baru terdiagnosa dan sekitar 60% sampai
dengan 90% pada kanker stadium lanjut. Dodd, Miaskowski, dan Paul (2001)
mengidentifikasi terjadinya nyeri pada pasien dengan kanker yang mendapatkan
kemoterapi. Tujuan :dari penelitian ini mendapatkan gambaran efektifitas Brief CBT
terhadap nyeri dengan menggunakan instrumen Numeric Rating Scale (NRS) dan Perceived
Meaning Cancer Pain Inventory (PMCPI). Metoda : quasi experimental pre post test with
control group, teknik consecutive sampling terhadap 51 sampel : 26 intervensi dan 25
kontrol. Hasil penelitian ditemukan penurunan intensitas nyeri dan PMCPI yang mendapat
CBT lebih besar dibanding yang tidak mendapat CBT (p-value < 0,05). Rekomendasi: Brief
CBT dijadikan terapi terpadu dalam manajemen nyeri pada pasien kanker serviks.

Approximately 490,000 women worldwide are diagnosed with cervical cancer and
anaverage of 240,000 female deaths occur from cervical cancer and nearly 80% of these
cases occur in developing countries (WHO, 2008). Pain is a complaint that is felt most
cancer patients. As well said by Abernethy, Keefe, McCrory, Scipio, (2006), the incidence
of pain in all cancer patients about 25% in the newly diagnosed cancers and approximately
60% to 90% in advanced cancer. Dodd, Miaskowski, and Paul (2001) identified the
occurrence of pain in patients with cancer receiving chemotherapy. The purpose: to get an
overview of the research on the effectiveness of brief CBT pain using instruments Numeric
Rating Scale (NRS) and Perceived Meanings Cancer Pain Inventory (PMCPI). Method:
quasi-experimental pre-post test with control group, 51 consecutive sampling technique to
sample: 26 intervention and 25 control. The results found reductions in pain intensity and
PMCPI that gets bigger than that CBT did not receive CBT (p-value <0,05).
Recommendation: Brief CBT therapy be integrated in the management of pain in patients
with cervical cancer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T36751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rukayah
"ABSTRAK
Akupresur merupakan salah satu terapi komplementer pada anak yang mengalami
mual muntah lambat akibat kemoterapi. Mual muntah merupakan efek samping
yang dapat menimbulkan stres pada anak dan keluarga. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah lambat
akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita kanker di RS Kanker
Dharmais Jakarta. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan pre-post
without control design berupa pemberian akupresur pada titik P6 dan St36
sebanyak 2 kali selama 3 menit setiap 6 jam sekali pada hari kedua setelah
kemoterapi. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling, 20
responden anak usia sekolah dipilih sebagai responden. Hasil penelitian
menunjukkan penurunan rerata mual muntah setelah akupresur (p value=0,000).
Kesimpulan akupresur dapat menurunkan mual muntah lambat akibat kemoterapi
pada anak usia sekolah yang menderita kanker. Rekomendasi penelitian
akupresur dapat diterapkan sebagai terapi non farmakologi untuk mengurangi
mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak.

ABSTRACT
Acupressure is one of the complementary therapy on children who experience
delayed chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV). Nausea vomiting is
an effect that cause stress in children and their family. The purpose of this
research was to identify the effect of acupressure to delayed chemotherapyinduced
nausea and vomiting in school age who suffered from cancer at Kanker
Dharmais Hospital Jakarta. The study design was quasi eksperiment with pre-post
test without control design form of acupressure point P6 and St36 2 times for 3
minutes every 6 hours. Sample by consecutive sampling, 20 respondents age
children selected for the study. Further, result also showed that there is a
significant decreases of the mean delayed nausea and vomiting scores after
acupressure. The conclusion was that the acupressure can decrease delayed CINV
in school age who suffered from cancer. Acupressure research recommendations
can be applied as a non-pharmacological therapy to reduce nausea and vomiting
caused by chemotherapy than in children."
2013
T32586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Puspitasari
"Kanker merupakan masalah kesehatan yang bersifat life-threatening. Obat yang paling banyak digunakan dan dikembangkan sejak lama untuk terapi kanker adalah kemoterapi. Zat ini bersifat toksik pada sel, namun tidak bersifat spesifik terhadap sel target sehingga mengakibatkan berbagai macam efek yang tidak diinginkan. Monoklonal antibodi telah dikembangkan dan digunakan sebagai target-specific therapy, namun nilai survival rate sebagian monoklonal antibodi pada kanker sekitar 20%. Oleh karena itu, dalam praktek klinis, pemberian monoklonal antibodi dikombinasikan dengan agen kemoterapi. Untuk efektivitas dan meminimalisir efek yang tidak diinginkan, dibutuhkan suatu agen antikanker dengan efek sitotoksik yang selektif pada sel target, yaitu imunotoksin. Tujuan: Studi ini memperkenalkan pendekatan baru untuk mengkonjugasikan monoklonal antibodi (Cetuximab) dan toksin (Puromycin) yang dibuat untuk menghambat proliferasi sel kanker payudara tipe triple negative (TNBC) secara selektif dan untuk meningkatkan efikasi monoklonal antibodi dalam menyebabkan kematian sel target. Bahan dan metode: Cetuximab dikonjugasikan dengan Puromycin menggunakan suatu linker heterobifungsional, yaitu SATP (Succinimidyl-acetylthiopropionate) dan diuji pada sel lestari kanker payudara tipe triple negative (MDA-MB-231) yang mengekspresikan reseptor EGF (epidermal growth factor). Cetuximab merupakan monoklonal antibodi yang menargetkan reseptor EGF dengan menghambat pengikatan ligan reseptor tersebut. Sel lestari MCF-7 digunakan sebagai sel kontrol karena memiliki ekspresi EGFR yang rendah. Perhitungan sel dilakukan sebagai pengujian viabilitas sel pada inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam setelah pemberian senyawa konjugat. Hasil: Hasil studi menunjukkan penurunan signifikan jumlah sel hidup pada kelompok senyawa Konjugat 20 µg/mL yang dikultur pada sel MDA-MB-231 dibandingkan dengan yang dikultur pada MCF-7 setelah 24 jam, 48 jam, dan 72 jam inkubasi. Pada seluruh waktu inkubasi, penurunan signifikan jumlah sel hidup MDA-MB-231 juga teramati pada kelompok senyawa Konjugat 20 µg/mL dibandingkan dengan kelompok Cetuximab 20 µg/mL. Kesimpulan: Senyawa konjugat menunjukkan target-specific effect pada sel kanker payudara tipe triple negative melalui sel lestari MDA-MB-231 dan menunjukkan perbaikan efikasi Cetuximab dibandingkan dengan kelompok kontrol (Cetuximab). Di masa depan, senyawa konjugat Cetuximab – Puromisin dapat menjadi terapi antikanker potensial untuk kanker payudara tipe triple negative.

Cancer is life-threatening disease and being global health problems. Chemotherapy is one of the most used therapy for cancer since many years ago. But, this substance is also toxic for normal cell, which is not specific to the target cells. Consequently, chemotherapy has various side effects in the patients with cancer. Monoclonal antibody (MAb) has been developed for specific therapy which only has killing effect in cancer cells, but the survival rate of most MAbs around 20%. Therefore, in clinical practice, MAbs administration should combine with chemotherapeutic agents. For effectiveness of therapy and to minimalize the adverse effects, anticancer agent with selective cytotoxic effect on target cells is needed, the immunotoxin. Objective: This study introduces a novel approach to conjugate monoclonal antibody (Cetuximab) and toxin (Puromycin), called immunotoxin, in order to selectively inhibit proliferation of triple negative breast cancer (TNBC) and to enhance the efficacy of MAb in target cells killing. Materials and methods: Cetuximab was conjugated with Puromycin using heterobifunctional linker, i.e SATP (Succinimidyl-acetylthiopropionate) and tested on triple negative breast cancer cell lines (MDA-MB-231) which expressed EGFR (epidermal growth factor receptor). Cetuximab is MAb which targets EGFR. MCF-7 was also used as control cells since it has low or no EGFR expression. Cell counting were conducted as viability assay at 24 hours, 48 hours, and 72 hours after conjugate treatment. Results: The results showed the significant reduction of live cells number in Conjugate 20 µg/mL cultured in MDA-MB-231 compared to MCF-7 after 24 hours, 48 hours, and 72 hours incubation. In all time period of incubation, significant reduction of MDA-MB-231 live cells number was also observed in Conjugate 20 µg/mL compared to Cetuximab 20 µg/mL. Conclusion: Synthesized conjugate showed its target-specific effect in triple negative breast cancer cells through MDA-MB-231 and improved the efficacy of Cetuximab on MDA-MB-231 compared to control group (Cetuximab). In the future, conjugate Cetuximab – Puromycin can be a potential anticancer therapy in treating triple-negative breast cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phopy Aropatin N, Kiki Korneliani
"Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. Penyakit diare pada balita masih menjadi masalah. Di Sukarame pada umumnya masyarakat belum memiliki jamban pribadi, sehingga masih banyak yang BAB, mandi dan mencuci disatu tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor ibu yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas (dependen) dalam penelitian ini adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu tentang diare, sikap ibu tentang diare dan praktek hygieni ibu sedangkan variabel terikatnya (independen) adalah kejadian diare pada balita. dengan jumlah populasi seluruh ibu yang memeriksakan balitanya ke puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 1675 orang dan sampelnya sebanyak 94 orang. Berdasarkan uji chi-square diperoleh kesimpulan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah pendidikan ibu (p=0,044, OR=2,692), pekerjaan ibu (p=0,001, OR=3,81), pengetahuan ibu tentang diare (p=0,001, OR=6,57), praktek hygieni ibu (p=<0,001, OR=11,978) dan variabel yang tidak ada hubungan yaitu sikap ibu (p=0,056, OR=2,542). Saran untuk ibu-ibu agar selalu memperhatikan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan selalu mencuci tangan secara benar sebelum menyuapi, menyusui, memegang makanan serta sesudah buang air besar. Disamping itu pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan. "
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi, 2005
JKKI 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Richa Aprilianti
"Anemia merupakan akibat sekunder dari Gagal Ginjal Terminal (GGT) yang terjadi pada 80-95% pasien, seiring dengan penurunan laju filtrasi glomerulus pada pasien hemodialisis. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada pasien hemodialisis rutin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 116 orang.
Hasil penelitian menunjukkan penyakit inflamasi merupakan faktor yang paling berhubungan dengan anemia ( p = 0,05; OR = 2,7), kedua adekuasi hemodialisis (p = 0,04; OR = 2,3) dan ketiga status nutrisi (p = 0,04; OR = 0,31). Pelaksanaan asuhan keperawatan yang komprehensif dan peran perawat dalam memastikan adekuasi hemodialisis tercapai untuk setiap pasien dengan frekuensi dialisis 3x/minggu selama 4 - 5 jam/sesi hemodialisis merupakan kunci keberhasilan manajemen anemia sebagai salah satu indikator kualitas pelayanan ruang hemodialisis.

Anemia is a secondary effect of Chronic Renal Failure (CRF), which occurs in 80-95% of patients, in line with the decline of glomerular filtration rate. The purpose of this research was to identify the factors associated with anemia in hemodialysis patient. This study used cross-sectional design with a sample of 116 people.
Results showed inflammatory disease was the most influential factor on the incidence of anemia (p = 0.05, OR = 2.7), then the adequacy of hemodialysis (p = 0.04; OR = 2.3) and third nutritional status (p = 0.04; OR = 0.31). Implementation of comprehensive nursing care and the role of nurses ensure adequacy of hemodialysis is achived for each patient with the frequency of hemodialysis performed 3 times a week for 4-5 hour per session of hemodialysis is the key indicator of adequacy of treatment of anemia as a service quality hemodialysis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T38674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nusaibah Al Hima
"Demam neutropenia merupakan efek samping yang sering terjadi setelah kemoterapi. Demam neutropenia dapat menyebabkan penundaan dosis kemoterapi sehingga dapat mengurangi efektivitas terapi. Kejadian demam neutropenia paskakemoterapi dapat dicegah dengan pemberian Granulocyte-colony Stimulating Factor (G-CSF). Regimen kemoterapi yang digunakan dapat memengaruhi kejadian demam neutropenia. Selain itu, usia, stadium kanker, riwayat kemoterapi dan kadar hemoglobin sebelum kemoterapi merupakan faktor risiko demam neutropenia paskakemoterapi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kejadian demam neutropenia regimen TAC (dosetaksel, doksorubisin, siklofosfamid) dengan profilaksis primer G-CSF dan regimen FAC (fluorourasil, doksorubisin, siklofosfamid) pada pasien kanker payudara di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2017-Juni 2019.
Desain penelitian adalah cross sectional uji dua populasi. Jumlah sampel sebanyak 61 regimen TAC dan 102 regimen FAC. Kejadian demam neutropenia dianalisis menggunakan chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan kejadian demam neutropenia paskakemoterapi lebih banyak terjadi pada regimen TAC dengan profilaksis primer G-CSF dibandingkan dengan regimen FAC. Kejadian demam neutropenia 12 kali lebih banyak terjadi pada regimen TAC dengan GCSF dibanding regimen FAC. Usia, stadium kemoterapi, riwayat kemoterapi dan kadar hemoglobin sebelum kemoterapi secara statistik tidak signifikan memengaruhi kejadian demam neutropenia paskakemoterapi.

Febrile Neutropenia is a common side effect of chemotherapy. Febrile neutropenia can cause delayed chemo doses that can reduce the effectiveness of therapy. The incidence of febrile neutropenia can be prevented by administering Granulocyte-colony Stimulating Factor (G-CSF). The chemotherapy regimen can affect the incidence of febrile neutropenia. In addition, age, stage of cancer, history of chemotherapy and prechemotherapy hemoglobin level are risk factors for febrile neutropenia.
This study aimed to compare the incidence of febrile neutropenia between TAC (docetaxel, doxorubicin, cyclophosphamide) regimen with G-CSF primary prophylaxis and FAC regimen (fluorouracil, doxorubicin, cyclophosphamide) in breast cancer patients at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung period January 2017 - June 2019.
The study design was cross sectional test of two populations. The sample consisted of 61 TAC regimen and 102 FAC regimen. The incidence of febrile neutropenia were analyzed using chi-square.
The results showed that the incidence of post-chemotherapy febrile neutropenia is more common in TAC regimen with G-CSF primary prophylaxis than FAC regimen. The incidence of neutropenia is 12 times more common in TAC regimens with G-CSF than FAC regimen. Age, stage of chemotherapy, history of chemotherapy and pre-chemotherapy hemoglobin levels did not statistically significantly influence the incidence of febrile neutropenia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Maryani
"Kemoterapi sering menimbulkan kecemasan, mual dan muntah. Salah satu tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi kecemasan,mual dan muntah setelah kemoterapi adalah dengan relaksasi Progressive Muscle Relaxation (PMR).
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh PMR terhadap kecemasan, mual, dan muntah setelah kemoterapi pada kanker payudara di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metoda penelitian quasi experiment.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre and post test group design dengan kelompok kontrol. Sampel berjumlah 70 orang. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Alat yang digunakan kuesioner kecemasan State and Trait dan Morrow Assesment Nausea and Emesis (MANE) untuk mengukur mual dan muntah. Kelompok intervensi diberikan relaksasi dengan Progressive Muscle Relaxation (PMR) sehari dua kali selama satu minggu post kemoterapi (dua siklus kemoterapi) atau secara total, subjek melakukan 28 kali relaksasi dengan PMR.Untuk menguji perbedaan rata-rata skor kecemasan, mual, dan muntah pada kelompok kontrol dan intervensi digunakan uji T.
Hasil penelitian usia, tingkat pendidikan, dan siklus kemoterapi setara. Selisih Penurunan rata-rata kecemasan, mual, dan muntah sebelum dan setelah PMR pada kelompok intervensi berbeda secara bermakna (p value=0,000).
Kesimpulan PMR dapat menurunkan kecemasan, mual, dan muntah setelah kemoterapi pada pasien kanker payudara di RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung. Disarankan PMR diterapkan di rumah sakit sebagai salah satu terapi komplementer nonfarmakologik untuk mengatasi kecemasan, mual, dan muntah, dibuat sebagai prosedur tetap dalam
intervensi keperawatan.

ABSTRACT
Chemotherapy often causes anxiety, nausea and vomiting. One of the complementary therapy nonfarmacological procedures to overcome post-chemotherapy anxiety, nausea, and vomiting is Progressive Muscle Relaxation (PMR).
The objective of the research is to identify impact of PMR on anxiety impact of PMR on anxiety, nausea, and vomiting after chemotherapy for breast cancer at Dr. Hasan Sadikin Hospital in Bandung. The research method was a quasi experimental.
The research design was pre and post groups design with a control. The number of the sample participated in the study was 70 persons. The sample collection technique used was a consecutive sampling. One quesionare was utilized the State and Trait and the Morrow Assessment Nausea and Emesis (MANE) to measure nausea and vomiting. The intervention group was treated with PMR twice a day for one week post chemotherapy (two cycle of chemotherapy) or subjek was relaxation with PMR for 28 times, totally. To test the average difference in scores of anxiety, nausea, and vomiting in in the control and the intervention groups, a ttest was used.
The research result demonstrated tha the age, education, and the chemotherapy cicle is equal.the average scores of anxiety, nausea, and vomiting before and after PMR in the intervention groups decreases significantly (pvalue=0,000). It is conclude that PMR can reduce anxiety, nausea, and vomiting after chemotherapy among patient with breast cancer at Dr. Hasan Sadikin Hospital in Bandung.
It is recommended that PMR should be used in hospitals as a complementary therapy to overcome anxiety, nausea, and vomiting nonpharmacologicaly. In addition, a recommendation also directed to the management of hospital to include PMR as a standard nursing procedure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nelis Fitriah Handayani
"Appendisitis merupakan kasus terbanyak dalam SMF Bedah Subspesialistik Bedah Digestif. LOS appendisitis ditemukan memanjang yaitu berkisar 3 hingga 9 hari. Tujuan penelitian adalah menentukan determinan LOS pada pasien appendisitis. Penelitian dilakukan pada 75 pasien appendisitis di RSHS, yang menjalani appendektomi emergensi periode Juli sampai dengan Oktober 2014. Parameter yang dinilai adalah LOS, sedangkan determinan diambil berdasar karakteristik pasien dan karakteristik layanan kesehatan.
Hasil uji statistika menunjukkan tidak didapatkan hubungan pada seluruh determinan berdasar karakteristik pasien, yaitu usia, gender, diagnosa, orientasi dan posisi appendiks, ukuran panjang appendiks, riwayat kunjungan ke sarana kesehatan lain sebelumnya serta keterlambatan berobat dengan LOS yang memanjang lebih dari 5 hari. Berdasar karakteristik layanan kesehatan, ditentukan bahwa determinan keterlambatantindakan, waktu pelaksanaan operasi, serta operator tidak berhubungan dengan pemanjangan LOS lebih dari 5 hari. Terdapat hubungan durasi operasi dan komplikasi paska operatif dengan LOS memanjang lebih dari 5 hari.
Analisa lebih detail memperlihatkan bahwa komplikasi paska operatif dipengaruhi oleh usia dan ukuran panjang appendiks, terdapat juga dugaan komplikasi paska operatif akibat memanjangnya durasi operasi.Sedangkan keterlambatan berobat berhubungan dengan kejadian appendisitis perforata.

Appendicitis were majority in digestive surgery division. We found LOS were varies ranging from 3 to 9 day, longer than 5 days in most cases. The objective is to determine factors contributed to LOS. Ressearch was performed to 75 samples whom underwent open emergency appendicectomy taken from july to October 2014 at Hasan Sadikin General Hospital Bandung . LOS was the dependent variables. LOS determination were emerged from patient characteristics and health care provider characteristics. Statistical test was done to all data results.
The results showed that patient age, gender, diagnose, appendiceal orientation and positioning, length of the appendix, previous visit and pre hospital delay were not contributed to LOS more than 5 days. Emerging from health care provider characteristic, in hospital delay, time operation was perfomed and operator were irrelevant to LOS, otherwise operating theathrre timestamp and post operative complication were found relevant to LOS more than 5 days.
This study also reveals that patient age and length of the appendix contributed to the rate of post operative complication, that in turn indirectly contributing to LOS more than 5 days. Suspicioulys that duration operation may contribute to post operative complications.Similar study concluded pre hospital delay was highly significant predisposing to appendiceal perforation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Apriany
"Terapi musik merupakan salah satu terapi komplementer pada anak yang mengalami mual muntah lambat akibat kemoterapi. Mual muntah lambat merupakan efek yang paling menimbulkan stres pada anak dan keluarga. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh terap musik terhadap mual muntah lambat pada anak usia sekolah dengan kanker. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dngan pre-post test control design.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan mual muntah setelah mendapatkan terapi musik pada kelompok intervensi bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Kesimpulannya, terapi musik secara signifikan dapat menurunkan mual muntah lambat akibat kemoterapi. Disarankan agar terapi musik dapat diterapkan sebagai intervensi keperawatan dalam menangani pasien yang mengalami mual muntah lambat akibat kemoterapi.

Music therapy is one of complementary theray on children who experience delayed nause vomiting as chemotherapy effect. Nausea vomiting is an effect that cause stress in children and their family. The purpose iof this research was to identify the effect of music therapy on delayed nausea vomiting in school age who suffered from cancer. Design research used a quasi experimental with pre-post test control design.
Result show that there were significant decrease of average delayed nausea vomiting on intervention group that was given music therapy comparing to control group. Music therapy significantly decrease delayed nause vomiting as chemotherapy effect in school age who suffered from cancer. It is suggested that music therapy can be intergrated as part of nursing intervention in delivering nursing care for patients who experience delayed nausea vomiting as chemotherapy effect."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28403
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Damanaik, Chrisyen
"Kemoterapi merupakan salah satu metode utama dalam penanganan kanker namun memiliki sifat vesican dan iritan yang memicu terjadinya flebitis. Respon kerusakan jaringan akibat flebitis ialah nyeri. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas pemberian minyak wijen terhadap intensitas nyeri flebitis pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Penelitian ini menggunakan desain Randomized Controlled Trial. Jumlah sampel empat puluh orang yang terdiri dari 2 kelompok: kontrol dan intervensi. Analisis dengan Paired T test menunjukkan adanya perbedaan signifikan rata-rata skor intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi (p=0,001) dan hasil analisis Independent T test terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor intensitas nyeri antara kelompok kontrol dan intervensi setelah intervensi (p=0,001). Berdasarkan hal tersebut direkomendasikan bahwa minyak wijen dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien flebitis yang menjalani kemoterapi.

Chemotherapy is one of the main methods in the treatment of cancer but has a vesicant and irritant that trigger of phlebitis. The response tissue damage due to of phlebitis is pain. This study aimed to determine the effectiveness administration of sesame oil to pain intensity of phlebitis in cancer patients undergoing chemotherapy. This study used a randomized controlled trial design. Forty samples were devided groups: control and intervention groups. This study analysed was Paired T test showed a significant mean difference pain intensity scores before and after intervention (p = 0.001) and the results showed that there was a significant difference between two groups (p = 0.001). These results recommended that sesame oil can be used to reduce phlebitis pain in patients undergoing chemotherapy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>