Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyan Asthira Pitaloka
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Program Penggunaan PECS fase 1 dapat meningkatkan kemampuan meminta objek yang diinginkan pada anak dengan spektrum autistik dan faktor-faktor apa saja yang berperan. Salah satu karakteristik dari anak-anak dengan spektrum autistik adalah adanya gangguan komunikasi. Secara verbal, ritme, intonasi, dan kata-katanya tidak sesuai konteks, tidak biasa/aneh. Secara non-verbal, penyandang autisme tidak menunjukkan ekspresi wajah, ekspresi vokal, dan tidak melakukan komunikasi untuk mengekspresikan kebutuhan, minat, dan perasaan mereka. Kemampuan meminta sering dianggap sebagai keterampilan komunikasi yang vital bagi kemandirian individu dengan keterampilan komunikasi fungsional yang terbatas seperti pada anak-anak dengan autisme ini. Desain penelitian yang digunakan adalah single-subject research. Intervensi yang dilakukan berupa pelatihan PECS fase 1, dimana anak diajari untuk memulai komunikasi dengan cara menukarkan kartu untuk mendapat objek yang ia mau. Tahapan yang harus dilakukan adalah mengambil kartu, menjangkau trainer, dan meletakkan kartu ditangan trainer. Hasil yang diperoleh dari program intervensi ini menunjukkan adanya perbedaan perilaku sebelum dan sesudah intervensi, hasil tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti karakteristik anak, motivasi dan reinforcement, serta konsistensi dan kesinambungan. Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan PECS dapat membantu meningkatkan kemampuan meminta pada anak dengan spektrum autistik meski waktu yang dibutuhkan untuk menguasai satu tahapan berbeda-beda untuk tiap anak demikian pula dengan tingkat keberhasilannya.

The purpose of this research is to investigate the PECS (Picture Exchange Communication System) training in developing requesting skill for children with autism spectrum disorder (ASD) and what the influential factors are. One of the most commonly observed characteristic in children with ASD is communication and language deficits, in which they are not able to make an appropriate and understandable request. Requesting is a behavior often cited as a communication skill vital to the independence of individuals with little to no functional communication skills. A single-subject research design is used in this study to see if there is any behavior improvement before and after treatment. First phase of PECS is introduced to the children, where they have to exchange picture with desired objects. In details, children will pick up a picture of the item, reach toward the communicative partner (trainer), and release the picture into the trainer's hand. Result indicate that there is a slight improvement behavior before and after treatment; and the improvement depends on children characteristic; motivation and reinforcement; and consistency and continuity. These findings suggest that PECS training has impact in developing requesting skill for children with ASD. However, time needed for each subject is different and so is the percentage of independent exchange."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ainina Novara
"Anak dengan autism spectrum disorder (ASD) memiliki kemampuan komunikasi yang belum berkembang optimal karena adanya gangguan pada masa perkembangan. Mereka memiliki cara meminta yang kurang tepat, misalnya menampilkan perilaku yang kurang sesuai sebagai bentuk permintaan. Diperlukan cara lebih efektif untuk mengganti perilaku meminta yang kurang tepat pada anak dengan ASD. Picture Exchange Communication System (PECS) merupakan sistem komunikasi berbasis gambar yang dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi fungsional anak dengan ASD. PECS memungkinan anak untuk berkomunikasi dengan cara menukarkan kartu untuk mendapatkan keinginan dan kebutuhannya yang dilatih menggunakan reinforcement, prompt, dan error-correction. Pada penelitian ini, terdapat dua subjek anak dengan ASD, yakni laki-laki berusia 8 dan perempuan berusia 9 tahun dengan kemampuan komunikasi verbal yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan program intervensi PECS fase dua dalam meningkatkan kemampuan komunikasi. Desain penelitian yang digunakan adalah single subject research design dengan metode pengukuran pre dan post intervensi. Program intervensi PECS fase dua merupakan kelanjutan dari intervensi PECS fase satu yang sebelumnya dilakukan. Hasil dari intervensi ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan anak dalam melakukan PECS fase dua sebelum dan sesudah intervensi. Hasil ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik anak, motivasi terkait reinforcement, serta dukungan orang tua.

Children with autism spectrum disorder (ASD) have communication difficulties due to developmental disorders. They have inappropriate ways to communicate, such as displaying aggressive behavior as a form of request. Therefore, a more effective way to replace inappropriate behaviors in children with ASD is required. Picture Exchange Communication System (PECS) is a communication system designed to help improve the functional communication skills of children with ASD. PECS allows children to communicate by exchanging cards to get their wants and needs which are trained using reinforcement, prompt, and error-correction. In this study, there were two children with ASD (8 years-old boy and 9 years-old girl) with limited communication skills. The purpose of this study was to determine the effectiveness of PECS phase two in improving children communication skills. This study used single subject research design with pre and post intervention measurement method. The PECS phase two program is a follow-up intervention to the previously implemented PECS phase one program. The results of this intervention showed that there was an increase in children's ability to perform PECS phase two before and after the intervention. This result was influenced by child characteristics, motivation, and parental support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Carolina Hendarko
"Salah satu ciri anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kesulitan untuk berkomunikasi fungsional dalam menyampaikan permintaan sehingga menimbulkan perilaku tantrum dan agresif yang mengganggu kehidupan sosial anak dan lingkungannya. Oleh karena itu perlu intervensi dengan metode yang tepat, salah satunya adalah menggunakan prinsip behaviorisme pada Picture Exchange Communication System (PECS). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa PECS yang dimodifikasi bentuk kartunya sesuai dengan kebutuhan anak dapat meningkatkan keterampilan komunikasi fungsional untuk meminta pada anak dengan ASD berusia empat tahun yang belum bisa berbicara dan setiap hari dititipkan di penitipan anak karena keterbatasan waktu orangtuanya.
Intervensi dilakukan dalam 15 sesi bersama dengan peneliti dengan melibatkan orangtua dan pengasuh di tempat penitipan anak. Instrumen penelitian ini adalah form keterampilan ibu dan anak dalam menerapkan PECS pada fase 1-3B dan form observasi keterampilan dalam menyampaikan permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PECS dapat meningkatkan keterampilan komunikasi fungsional dalam menyampaikan permintaan. Dampak dari peningkatan keterampilan komunikasi pada anak adalah menurunnya perilaku tantrum dan agresif. Selain itu kosa kata pada anak meningkat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan kebutuhan dan kemampuan anak.

One of the characteristics of children with Autism Spectrum Disorder (ASD) is deficit in functional communication to requesting that give rise to tantrum and aggressive behavior and impacts in social life. Therefore it is necessary to intervention with the right methods. One of effective intervention is behaviorism principles using Picture Exchange Communication System (PECS). This study aims to prove that card-modified PECS according to the needs of the child can improve functional communication skills to requesting in a four years old non-verbally child with ASD who live in daycare because of limited time to interact with her parent.
Intervention was conducted in 15 sessions involving researcher, parent, and caregivers in daycare. The instruments of this research are the form of mother and child skills in applying phase 1-3B PECS and the observation form of requesting skills. This study show that PECS can improve functional communication skills to requesting. The impact of increasing communication skills in partisipan is a decrease in tantrum and aggressive behavior. Besides that vocabulary in child has increased. For further research it is recommended to pay attention to the needs and abilities of children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ratih Tresna Aryanti
"ABSTRAK
Salah satu ciri dari anak dengan Autisme adalah memiliki hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Kata-kata yang dikeluarkan oleh anak dengan Autisme seringkali tidak ditujukan untuk berkomunikasi dan mereka juga jarang menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi sehingga apa yang diinginkan oleh anak dengan Autisme terkadang tidak dapat dipahami oleh orang disekitar. Picture Exchange Communication System (PECS) merupakan sistem bergambar bagi anak yang mengalami keterbatasan sosial dan komunikasi, biasanya digunakan oleh Autisme. Dengan sistem ini, anak diajarkan untuk menyampaikan permintaan apa yang diinginkannya kepada orang lain dengan cara menukarkan kartu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan meningkatkan keterampilan komunikasi dalam menyampaikan permintaan pada anak dengan Autisme menggunakan prinsip-prinsip PECS yang ditandai dengan penguasaan tugas-tugas pada fase 3B. Dalam penelitian ini, juga dilibatkan ibu sebagai orang yan paling dekat dengan anak. Berdasarkan hasil penelitian, anak mampu menguasai fase 3B dan terdapat peningkatan keterampilan berkomunikasi dalam menyampaikan permintaan pada anak dengan Autisme.

ABSTRACT
One of the difficulties that children with Autism have is in language development and communication. The words spoken by children with autism, often not intended to communicate and they rarely used body language to communicate, so people around them sometimes don’t understand their wants and needs. Picture Exchange Communication System (PECS) is a pictorial system was developed for children who have social and communication problems. This system is usually applied for children with autism. With this system, children with autism are taught to ask for what they want to other people by exchanging cards. The purpose of this research is to improve communication skill in requesting something to other people in children with autism using PECS which are marked by mastery of tasks in phase 3B. Child’s mother is also participated in the research, as she is the closest person to the child. The result of this research is the child mastered phase 3B and there is improvement in communication skill, especially in asking for request."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maulida Aristawati
"Analisis gangguan fonologi dan pengaruhnya terhadap penguraian kata pada anak Autism Spectrum Disorder (ASD; eg, Santoso, et al., 2017, Ningsih, 2015) masih jarang ditemukan dalam penelitian kebahasaan Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk membahas beberapa gangguan fonologis pada anak ASD dan keterampilan decoding mereka, terutama untuk kata-kata dengan konsonan bilabial. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk menemukan metode atau strategi yang paling efektif yang dapat digunakan dalam mengajar anak ASD membaca teks. Selain itu, hasil tulisan ini juga dapat menjadi studi percontohan untuk mengetahui bagaimana anak ASD akan melafalkan konsonan bilabial dalam bahasa Inggris mengingat fonem konsonan bilabial dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris cukup mirip. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tiga anak ASD berusia antara 14 dan 18 tahun dengan kondisi kecerdasan yang berbeda. Studi tersebut mengungkapkan bahwa peserta ASD tidak bisa mengucapkan semua fonem konsonan bilabial [p], [b], [m], dan [w] secara akurat dalam tugas pengulangan, dan masing-masing memiliki hambatan saat menyuarakannya. Proses decoding atipikal diklasifikasikan dalam tiga kondisi; membaca keseluruhan teks dengan font ukuran normal secara mandiri, membaca kata bilabial dengan font ukuran normal secara mandiri, dan membaca kata bilabial dengan font ukuran besar secara mandiri. Berdasarkan tingkat keberhasilan dalam pengucapan di tiga kondisi decoding, metode alternatif diusulkan dalam membantu membaca ASD untuk membacakan kata-kata; menggunakan kata-kata berukuran besar. Kesimpulannya, makalah ini mengakui kesulitan anak ASD dalam membunyikan fonem konsonan bilabial, proses fonologis yang terjadi pada mereka saat menyuarakan kata-kata, dan metode baru yang dapat digunakan dalam mengajar mereka membaca.

Phonological impairment analysis and its effects on word decoding in children with Autism Spectrum Disorder (ASD; e.g., Santoso, et al., 2017, Ningsih, 2015) is still rarely found in Indonesian linguistic research. This paper aims to discuss some phonological impairments in ASD children and their decoding skills, especially for words with bilabial consonants. Another purpose of this study is to discover the most effective method or strategy that can be used in teaching ASD children to read a text. Additionally, the result of this paper could also become a pilot study for knowing how ASD children would pronounce bilabial consonants in English considering that bilabial consonant phonemes in Indonesian and English are quite similar. The method used in this study is the qualitative method with three ASD children aged between 14 and 18 years old with different intelligence conditions. The study revealed that the ASD participants could not pronounce all the bilabial consonant phonemes [p], [b], [m], and [w] accurately in the repetition task, and each had her or his impediment while voicing them out. Atypical decoding processes were classified in three conditions; reading the whole text with a normal-size font independently, reading bilabial words with a normal-size font independently, and reading bilabial words with a big-size font independently. Based on the extent of the success in pronunciation across the three decoding conditions, an alternative method was proposed in assisting ASD reading to read out words; using big-size words. In conclusion, this paper acknowledges difficulty of ASD children in sounding the bilabial consonant phonemes, a phonological process that happens to them while voicing out the words, and a new method that can be used in teaching them reading."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Nur Edwina
"ABSTRAK
Dengan menggunakan desain penelitian mixed-method, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi ibu-anak dan kemampuan joint attention (JA) pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD), khususnya anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Metode observasi terstruktur adalah metode pengambilan data utama yang digunakan dalam penelitian. Alat ukur Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) digunakan untuk mengukur kualitas interaksi ibu-anak, sedangkan alat ukur Early Social Communication Scale digunakan untuk mengukur kemampuan JA. Tujuh pasang partisipan ibu dan anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim ikut serta dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis data secara kuantitatif dan kualitatif, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hasil yang tidak sejalan terkait hubungan antara interaksi ibu-anak dan kemampuan JA pada anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan uji non-parametrik Korelasi Spearman, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi ibu-anak dan kedua kemampuan JA, yaitu kemampuan responding joint attention (RJA), rs = -.060, dan kemampuan initiating joint attention (IJA), rs = .082 (seluruh p > 0.5) pada anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Sementara itu, hasil analisis data secara kualitatif menunjukkan bahwa perilaku dan afek dari dimensi engagement terlihat dapat memunculkan kemampuan RJA dan IJA pada anak ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim.

ABSTRACT
Using a mixed method research design, this study aims to explore the correlation between mother-child interaction and joint attention skill in children with autism spectrum disorder (ASD), specifically minimally verbal school-aged children with ASD. This study used structured observation method in collecting the data. The Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) is used to measure quality of mother-child interaction, as The Early Social Communication Scale is used to quantify joint attention skill. Seven couples of mothers and children with ASD participated in this study. The result shows there is a differences between the quantitative and qualitative analysis of correlation of mother-child interaction and joint attention skill in minimally verbal school-aged children with ASD. Based on quantitative analysis, using a non-parametric Spearman Correlation, result shows that there is no significant correlation between mother-child interaction and both of types of JA, which is responding joint attention (RJA) and initiating joint attention (IJA), rs = .082 (seluruh p > 0.5), in minimally verbal school-aged children with ASD. Meanwhile, result from content analysis shows that mother's affect and behaviors in engagement dimension are able to elicit RJA dan IJA in minimally verbal school-aged children with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sansiviera Mediana Sari
"

Tesis ini berawal dari sebuah hipotesis yang mengatakan bahwa anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) mengalami gangguan bahasa secara semantik atau disebut sebagai defisit semantik.  Berdasarkan pengamatan awal  di sekolah Cahaya Didaktika yang mengamati dua anak ASD ringan berusia 16 dan 11 tahun disimpulkan bahwa dua anak ASD sudah memiliki konsep kata.  Data dari pengamatan awal tidak mencukupi untuk membuktikan hipotesis defisit semanti. Karena data awal tidak mencukupi untuk membuktikan hipotesis defisit semantik, tesis ini memperluas penyelidikan sebelumnya dengan tes pengetahuan leksikal breadth dan leksikal depth guna menjawab hipotesis defisit semantik.

 Rangkaian tes dilakukan yang terdiri atas tes pengetahuan leksikal breadth melalui tugas pemilihan leksikal dan tes pengetahuan leksikal depth melalui tugas definisi kata yang dilakukan terhadap dua anak ASD dan membandingkan dengan grup kontrol berusia sama dengan usia mental ASD yaitu 8 tahun dan 10 tahun. Stimulus terdiri atas 39 kata dan 39 pseudoword dengan kriteria pemerolehan leksikal anak usia 5 tahun, kelas kata verba dan nomina, dan bersuku kata dua. Data tersebut diolah dengan uji statistik Wilcoxon,  klasifikasi definisi kata dari  Hadley, Dickinson, Hirsh-Pasek, dan Golinkoff (2015) dan taksonomi semantik dari De Deyne dan Storms (2008). Berdasarkan dari hasil rangkaian tes pengetahuan leksikal breadth dan depth ditemukan bahwa anak ASD dalam penelitian ini  mengalami defisit semantik dengan ditandai pengetahuan leksikal breadth dan depth yang lemah.


This thesis started from the hypothesis that children with Autism Spectrum Disorder (ASD) suffers from semantic language disorder or semantic deficit. Based on preliminary observation conducted on two children with mild ASD studying at Cahaya Didaktika school (aged 16 and 11 years old), it is concluded that the children have word concepts. However, because data from the preliminary observation is not enough to prove the existence of semantic deficit, this thesis extends the previous investigation by utilizing the lexical breadth and depth tests.The tests comprise lexical knowledge breadth test through Lexical Decision Task and lexical knowledge depth test through word definition that are done by two mild ASD children and control groups matched on the mental age of the ASD children, which are 8 and 10 years old. The stimuli are 39 words with Age of Acquisition of 5 years old and 39 corresponding pseudowords, including verbs and nouns and having two syllables. Data are then analyzed statistically by and are classified according to the word definition classificationof Hadley, Dickinson, Hirsh-Pasek, and Golinkoff (2015) and De Deyne & Storms (2008) semantic taxonomy. The results demonstrate that children with ASD suffers from semantic deficit which are characterized by lack of breadth and depth their lexical knowledge."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T52647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Primaciptadi
"Tesis ini membahas pemanfaatan neurofeedback (NF) pada anak dengan gangguan spektrum autisme (GSA) di Indonesia, yang selama ini pemanfaatannya masih sangat terbatas, karena terdapat aspek yang belum jelas seperti belum adanya panduan atau konsensus terkait kriteria anak GSA yang mendapatkan manfaat dari NF, jumlah sesi latihan yang optimal, jenis protokol latihan yang optimal serta evaluasi yang perlu dilakukan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode delphi. Telah dilakukan penyusunan kuesioner yang didasarkan pada telaah literatur dan diskusi dengan pembimbing penelitian. Kuesioner yang disusun terdiri dari tujuh bagian dan tiga puluh sembilan pertanyaan. Kuesioner dibagikan kepada enam orang psikiater anak dan remaja yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang terkumpul dari kuesioner metode Delphi dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam pemanfaatan NF pada anak GSA perlu memperhatikan karakteristik anak dengan GSA, riwayat kondisi medik dan psikiatrik, kemampuan berbahasa dan komunikasi, serta tingkat kecerdasan. Selain itu pengaturan ruangan latihan NF, edukasi keluarga, asesmen awal, penyusunan rencana terapi, sesi latihan yang terstruktur dan proses evaluasi yang komprehensif juga perlu diperhatikan untuk optimalisasi hasil tatalaksana NF pada anak GSA. Berdasarkan hasil penelitian, protokol latihan NF pada anak GSA telah berhasil disusun.

This thesis discusses the utilization of neurofeedback (NF) in children with Autism Spectrum Disorder (ASD) in Indonesia, where its application has been very limited. This limitation arises due to unclear aspects such as the absence of guidelines or consensus regarding the criteria for children with ASD who benefit from NF, the optimal number of training sessions, the optimal type of training protocol, and the necessary evaluations. The research employed a qualitative approach using the Delphi method. A questionnaire was developed based on literature reviews and discussions with the research supervisor. The questionnaire consisted of seven sections with thirty-nine questions. It was distributed to six child and adolescent psychiatrists who met the inclusion criteria. Data collected from the Delphi method questionnaire were analyzed qualitatively using data reduction, data display, and conclusion drawing/verification methods. The research findings suggest that the utilization of NF in children with ASD should consider the child's characteristics, medical and psychiatric history, language and communication abilities, as well as intelligence level. Additionally, aspects such as the arrangement of the NF training room, family education, initial assessment, therapy plan development, structured training sessions, and a comprehensive evaluation process need attention to optimize the management outcomes of NF in children with ASD. Based on the research results, a successful NF training protocol for children with ASD has been formulated."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afia Fitriani
"Komunikasi pada Anak yang Mengalami Autistic Disorder Anak yang mengalami Autistic Disorder memiliki hambatan dalam tiga ranah utama yaitu, interaksi sosial timbal balik, komunikasi, dan pola tingkah Iaku repelitif (Ginanjar, 200_8). Tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik anak autis al-can mudah Bustrasi dan menunjukkan gangguan perilaku karena kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi (Mangunsong, 2009). Picture Exchange Communication .Slystam (PECS) rnerupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengajarkan cara berkomunikasi yang praktis kepada individu gang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan menggunakan kartu-ka11u bergambar (Bondy & Frost, 2001).
Program intervensi dalam tugns akhir ini diberikan pada D, anak laki-Iaki dcngan Autistic Disorder yang berusia 7 tahun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi D me-lalui modilikasi perilaku dengan metode Pictu:-e lnlwlzange Cotmuunication System (PECS) sampai fase kedua dari enam fase PECS. I-lasil menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan data dasar dan evaluasi, kemampuan komunikasi D dengan menggunakan PECS menunjukkan peningkatan kcberhasilan sebesar 30%. Hasil ini didukung oleh prosedur intervensi yang terstruktur, jelas, dilaksanakan secara intensifl serta pembexian prompt yang membantu pemahaman instruksi. Kcndala pelaksanaan program antara lain, pilihan benda yang digunakan dalam intervensi, keadaan ruangan, kondisi D yang belum pcrnah mendapatkan intervensi, serta usia D. Sccara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa program intervensi ini cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi D.

Children with Autistic Disorder have deficits in three major domains, which are social interaction reciprocity, communication, and repetitive and stereotyped patterns of behavior (Ginanjar, 2008). Without fine communication skills, autistic children may easily frustrated and then show disturbing behavior because their needs are not understood (Mangunsong, 2009). Picture Exchange Communication System (PECS) is an alternative method using picture cards to teach a practical way to communicate for individuals with speech and language limitations (Bondy & Frost, 2001).
Intervention program in this final project is given to D, a 7 years old child with Autistic Disorder. The purpose is to improve D’s communication skills by behavior mcdilication using Picture Exchange Communication System (PECS) method up to the second phase from total six phase. Results shows that based on the comparision between baseline and evaluation data, D’s communication skills using PECS indicates 30% increase of success. Supportive factors of this result were clear and structured intervention procedure, carried out intensively, and additional prompt to aid instruction understandings Unfortunately, choices of items used in the intervention, room settings, D’s age and not ever received any intervention before became the hindrance factors. Overall, this intervention program is quite effective to improve D’s communication skills.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34137
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>