Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erfin Budi Sulistyanto
"ABSTRAK
Seiring dengan berjalannya waktu dan teknologin yang makin
berkembang, perkembangan bisnis telekomunikasi berkembang sangat pesat.
Hal ini menuntut pada operator untuk lebih kompetitif dalam pencarian pangsa
pasar serta dalam memberikan layanan yang terbaik kepada pelanggan. Jumlah
operator seluler yang banyak semakin meningkatkan persaingan para operator
dalam memperebutkan pangsa pasar, baik untuk memperoleh pangsa pasar baru
atau untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah didapatkan. Operator
telekomunikasi harus selalu menjaga kualitas serta performansi jaringan
telekomunikasi.
Untuk meningkatkan kapasitas dan menjaga kualitas layanan,
serta meningkatkan kemampuan dan kehandalan perangkat telekomunikasi,
khususnya pada sisi RF (Radio Frequency), maka operator melakukan upgrade
teknologi. Dalam hal ini dilakukan upgrade teknologi pada jaringan akses RF
dari yang sebelumnya masih tradisional V3 BTS ke SDR BTS dengan berbagai
kelebihan yang dimiliki, sehingga implementasi upgrade BTS tersebut
diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas, reliabilitas, kapasitas dan kualitas
performansi.
Implementasi teknologi pada jaringan akses Telkomsel tersebut
diperlukan karena semakin meningkatnya jumlah pelanggan Telkomsel dan
diharapkan bisa menggalakkan revenue dengan tambahan cakupan coverage dan
capacity yang dimiliki. Selain itu juga berkaitan dengan persiapan jaringan
akses dalam implementasi teknologi 4G LTE ke depan pada jaringan Telkomsel.
SDR BTS diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan performansi jaringan
sehingga dapat mendukung implementasi teknologi broadband.
Parameter OSS KPI yang meningkat performansinya diantaranya
Handover Success rate (HOSR), TCH Call Drop Rate (TDR), SDCCH Success
Rate (SDSR), TBF Completion Rate (TBF CR), TBF UL/DL Establishment
Success Rate (TBF UL/DL Est SR), TCH Traffic, TCH Blocking Rate (excluding
handover), EDGE&GPRS Payload dan EDGE&GPRS Troughput.Parameter
Drive Test KPI secara event yang meningkat performansinya diantaranya Call
Setup Success Rate (CSSR),Dropped Calls (CDR), Handover Success rate
(HOSR), Rx Quality, Speech Quality Index (SQI), Rx Level , Routing Area
Update Intra System Success Rate dan Distribusi Trafik Data. Apabila dilihat
dari sisi investasi dengan melihat Net Present Value, Internal Rate of Return,
dan Payback Period maka implementasi modernisasi RF ini sangat
menguntungkan dan memiliki tingkat profitabilitas yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil analisis resiko sensitivitas terhadap investasi disimpulkan
bahwa nilai NPV berbanding lurus dengan perubahan trafik dan tarif, namun
nilai NPV berbanding terbalik dengan discount rate, OPEX dan nilai tukar dolar.

ABSTRACT
As time goes by and with acquired technology, the development of the
telecommunications business is growing very rapidly. This requires the operator
to be more competitive in the search market share as well as in providing the
best service to customers. Many number of mobile operators was increased
competition in gaining market share, both to gain new market share or to
maintain market share has been obtained. Telecom operators must always
maintain the quality and performance of telecommunication networks. To
increase capacity and maintain quality of the service, and to improve the
capacity and reliability of telecommunications equipment, particularly in the RF
(Radio Frequency), then the operator to upgrade technology.
In this case the
telecommunication operator do upgrading the technology in the access network
from the previous RF V3, that still traditional BTS to SDR BTS. With the
implementation of the upgrade V3-SDR BTS is expected to increase the
flexibility, reliability, capacity and performance quality.
Technology implementation in the Telkomsel access network become necessary
because of the growing of Telkomsel subscribers and can be expected to
generate revenue to promote coverage and capacity owned. It also relates to the
preparation of access networks in 4G LTE technology of Telkomsel network
implementation forward. SDR base stations are expected to improve the network
performance so that it can support the implementation of broadband
technologies.
OSS KPI parameters increasingafter implementation for Handover Success rate
(HOSR), TCH Call Drop Rate (TDR), SDCCH Success Rate (SDSR), TBF
Completion Rate (CR TBF), TBF UL / DL Establishment Success Rate (TBF UL
/ DL Est SR), TCH Traffic, TCH Blocking rate (excluding handover), EDGE &
GPRS Payload and EDGE & GPRS Troughput.Parameter Test Drive KPI event
that increases its performance such as
Call Setup Success Rate (CSSR),
Dropped Calls (CDR), handover Success rate (HOSR) , Rx Quality, Speech
Quality Index (SQI), Rx Level, Intra Routing Area Update Distribution System
Success Rate and Traffic Data. When viewed from the side of the investment by
looking at the Net Present Value, Internal Rate of Return, Payback Period thus
the implementation of the modernization is profitable and has a fairly high
level of profitability. Based on the results of risk analysis concluded that the
sensitivity of the NPV of investment is proportional to the change in traffic and
the tariff, but its NPV is inversely related to the discount rate, OPEX and dollar
exchange rate."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyardi Widodo
"Penelitian ini menganalisis exit strategy perusahaan telekomunikasi dari industri yang sedang menurun dengan mengambil studi kasus keluarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dari industri CDMA (code division multiple access). Penelitian menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Porter yang dimodifikasi mengenai strategi bersaing dengan fokus membahas exit barrier dan upaya mengatasinya.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan ekosistem teknologi CDMA global, penurunan jumlah pelanggan Flexi, penurunan pendapatan, serta kerugian usahatelah mendorong Telkom untuk keluar dari industri CDMA. Adapun hambatan keluar yang dihadapi mencakup aset berupa infrastruktur, lisensi dan frekuensi, biaya terkait SDM dan pelanggan, hambatan emosional karyawan dan manajemen, hambatan pemerintah dan sosial terutama terkait dengan aspek politik sebagai BUMN, serta mekanisme penjualan harta kekayaan. Hambatan berupa aspek politik merupakan hambatan terbesar.
Telkom dapat mengatasi berbagai hambatan keluar karena dukungan pemerintah melalui penataan frekuensi, memiliki beragam portofolio bisnis sehingga mudah dalam memindahkan SDM, dan Telkom memiliki anak usaha yang kuat di bidang telekomunikasi nirkabel.

This research analyzes the exit strategy of telecommunication companies from a declining industry with a case study on the exit of PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) from code division multiple access (CDMA) industry. The research uses a post positivist approach with a mixed data collection method between quantitative and qualitative. This research refers to modified Porter?s notion of competitive strategy with a focus on discussing exit barrier and effort to overcome the barrier.
This research found that Telkom exited from CDMA industry due to the development of global CDMA technology ecosystem along with the declining number of Flexi subscribers and revenue as well as loss of business. Meanwhile, the exit barriers faced by the company include assets such as infrastructure, license and frequencies, human resources and customer-related cost, employee and management emotional barriers, government and social barriers primarily associated with political aspect as a state-owned company, and mechanism of asset sales. Political aspect became the biggest barrier.
Telkom was able to overcome the exit barriers due to government support through the arrangement of frequency alocation. Moreover, the company has a diverse business portfolio to facilitate redeployment of human resources, and the company has a strong subsidiaries in the field of wireless telecommunication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi Sinung Harjono
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
TA3264
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Prasetya
"Kebutuhan akan TV mobil yang dapat dinikmati di handset berkembang dengan pesat akhir-akhir ini, hal tersebut saat ini dimungkinkan dengan menggunakanjaringan seluler berbasis 3G. Akan tetapi jaringan 3G yang berbasis komunikasi point to point tidak dapat secara efisien menampung jumlah pengakses konten siaran TV yang dikirimkan dalam waktu bersamaan sebagaimana layaknya TV broadcaster. Sebagai alternatif dengan adanya teknologi digital broadcast yang didesain untuk mengatasi hal tersebut akan memungkinkan pengiriman konten TV ke handset secara massal dan diharapkan akan mampu menampung lonjakan kebutuhan akan jasa mobile TV mobil ini. Berbagai macam Teknologi Digital di Mobile TV yang berkembang dewasa ini khususnya yang paling populer adalah DVB-H yang menunjukkan trend adopsi terbesar di banyak negara perlu dicermati dalam hal pemilihan transmisi maupun implementasi di lapangan. Implementasi Mobile TV berbasis DVB-H di Jakarta yang merupakan uji coba secara mikro guna menentukan konsep secara keseluruhan baik tingkat adopsi maupun konsep bisnisnya menurut perhitungan adalah sangat layak untuk dilakukan dengan hasil untuk meliput wilayah Jakarta dan sekitarnya dibutuhkan 7 pemancar outdoor dan 40 repeater di dalam gedung bertingkat dengan hasil perhitungan bisnis adalah NPV sebesar Rp. 200 Milyar, IRR sebesar 47% dan Payback Period 2.5 tahun. Dengan demikian direkomendasikan untuk melakukan implementasi layanan Mobile TV berbasis teknologi DVB-H di Jakarta.

Trend of Mobile TV has been started in Indonesia, currently available Mobile TV access is through 3G cellular network. 3G cellular network has limitation since it was design based on point to point communication therefore for broadcast capabilities using 3G network is limited compare with the real broadcasting network itself. As an alternative for delivering mobile TV solution currently is by using new technology of digital broadcast that has been design for more reliable TV channel delivery to mobile mass user handset at one times. This solution supposed to answer needs of user demands on the mobile TV access. Most popular mobile TV access technology is DVBH based which is adopted in many major country in the world, for Indonesia adoption on which technology is the best really need to have brief in detail implementation study along with business case exercise especially for big cities deployment such as Jakarta. Implementation of DVB-H Mobile TV in Jakarta has proven to be success and feasible based on the analysis that Jakarta is covered by 7 big transmitter cell and 40 in-door repeater for high rise building, financial analysis shown that business case result are NPV is Rp. 200 Billion, IRR is 47% and Payback period is 2.5 years. The analysis of implementing DVB-H in Jakarta is covered both cost and revenue associated with along recommendation for adapting DVB-H technology for Mobile TV deployment in Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24771
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Ramzy
"Perkembangan arah penyelenggaraan telekomunikasi dan monopoli menuju kompetisi membutuhkan dukungan perangkat regulasi yang memadai guna menjamin berlangsungnya persaingan secara sehat dan efektif. Salah satu regulasi tersebut adalah pengaturan interkoneksi termasuk penentuan biaya interkoneksi. Pengaturan interkoneksi harus didasarkan pada prinsip keadilan (fairness), berbasis biaya, tidak membeda-bedakan (non-discrimatory) dan tidak saling merugikan masing-masing penyelenggara. Biaya interkoneksi yang berlaku saat ini belum didasarkan pada biaya, sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2004 pemerintah merencanakan implementasi biaya interkoneksi berbasis biaya pada tahun 2005.
Bagi penyelenggara PSTN Incumbent yaitu PT Telekomunikasi Indonesia, interkoneksi telah menjadi salah satu kontributor utama pendapatan operasi perusahaan. Berdasarkan data performansi perusahaan periode triwulan tiga 2004 yang diterbitkan Telkom, kontribusi pendapatan interkoneksi mencapai 17,45% pendapatan konsolidasi atau 28,01% pendapatan perusahaan tidak terkonsolidasi.
Memperhatikan bahwa hampir sepertiga pendapatan perusahaan tidak terkonsolidasi dikontribusi dari pendapatan interkoneksi, maka perubahan yang menyangkut pengaturan interkoneksi yang dapat memberi dampak bagi performansi perusahaan, terutama performansi bisnis harus dianalisis dan diantisipasi.
Proposal ini diarahkan untuk menyusun kerangka penelitian dalam melakukan identifikasi dan analisis perubahan regulasi interkoneksi serta potensi dampak perubahan regulasi terhadap performansi Telkom. Kerangka penelitian didisain untuk melakukan simulasi terhadap pemberlakuan biaya interkoneksi berbasis biaya, sehingga dapat dilakukan perbandingan antara pendapatan dan beban interkoneksi berdasarkan regulasi saat ini dibandingkan dengan regulasi cost base.
Dari hasil identifikasi dan simulasi perhitungan dampak implementasi regulasi interkoneksi akan dirumuskan formulasi strategi antisipasi yang dapat dipergunakan untuk dalam mengantisipasi rencana implementasi biaya interkoneksi berbasis biaya.

Telecommunication industry that has moved towards competition requires a set of regulations that sufficient enough to guaranty effective and healthy competition among operators. Interconnection regulation including interconnection cost is one of those regulations. To support effective and healthy competition, interconnection regulation must be made based on fairness, cost base, non-discriminatory principles and mutually beneficial to operators. Current interconnection cost applied in Indonesia is not based on cost, but it will be changed by the submission of Ministerial Decree number 32, 2004 that states the implementation of cost base interconnection cost will be applied in 2005.
Interconnection revenue has become of incumbent main operating revenue contributor. For the third quarter of 2004, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk as incumbent operator, achieve 17,45% of its consolidated revenue and 28,01% of unconsolidated revenue from interconnection.
This research proposal is aimed to develop research framework to identify and analyze the change in interconnection regulation and also potential impact that may be effect to Telkom. This research framework is designed to do some simulation with the implementation of new interconnection tariff scheme. The result of simulation will be compared with current condition.
This research proposal will include strategic formulation to anticipate regulation change. Incumbent to anticipate implementation of cost based interconnection may use strategic formulation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwijayanti Kusumaningrum
"Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan suatu Kewajiban Pelayanan Universal (US0-Universal Service Obligation) yang diprioritaskan untuk daerah pedesaan dan daerah terpencil. Hal ini disebabkan karena adanya kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dalam memperoleh informasi. Kurangnya fasilitas atau sarana untuk berkomunikasi, menyebabkan masyarakat pedesaan sulit untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan masyarakat lain di luar daerahnya.
Pada penelitian ini diambil tiga wilayah untuk dilakukan analisa yaitu Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta mewakili wilayah pulau Jawa, Lampung mewakili pulau Sumatera dan NTB mewakili Indonesia Timur, Ketiga wilayah ini diambil karena memiliki jumlah kecamatan rural yang besar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pemetaan terhadap ketiga wilayah yang kemudian akan didapat skala prioritas kecamatan yang harus didahulukan untuk digelar program USO. Metode yang digunakan untuk analisa ini adalah analisa klaster dengan teknik K Means Cluster, yaitu klaster yang jumlah kelompoknya ditetapkan langsung yaitu 4 kelompok di tiap wilayah karena dianggap paling optimal, dimana analisa tersebut ditempuh dua tahapan yaitu tahap I untuk skala Kabupaten / Kotamadya dan Tahap II untuk skala kecamatan. Adapun data-data yang diperlukan diambil dari Biro Pusat Statistik (BPS) mengenai besarnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan, luas wilayah, besar PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Densitas dan tingkat rural di tiap kecamatan.
Dari hasil penelitian didapat daerah-daerah yang potensial di tiap propinsi, untuk Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta terdapat 13 Kabupaten dengan jumlah 275 Kecamatan, Lampung terdapat 4 Kabupaten dengan jumlah 49 Kecamatan dan NTB terdapat 3 Kabupaten dengan jumlah 32 Kecamatan. Untuk Kabupaten Jawa Tengah diseleksi lagi menjadi 206 Kecamatan berdasarkan persentasi kecamatan rural, kecamatan rural adalah kecamatan yang persentasi keruralannya sebesar 50% atau lebih. Dari pengelompokkan didapat 4 kecamatan rural berdasarkanbesar persentasi kecamatan rural, kemudian dari hasil pengelompokkan didapat skala prioritas masing-masing wilayah berdasarkan tingkat keruralannya (Kecamatan Rural I sampai Kecamatan Rural IV).

The Indonesian government regulation no 52/2000 about Telecommunication Operation, has forced the government to operate a Universal Service Obligation (USO) that is focused for the villages and rural area in Indonesia. Lack of telecommunication facility among those areas has made difficulty for the people to gain information and communicate with others in different area.
This Research analyzes three different areas: Central Java and DI Yogyakarta which represent the Java area; Lampung to represent the Sumatera area and West Nusa Tenggara Barat (NTB) which is represent the Eastern Indonesia area. These three areas were taken because they have a large number of rural districts. The purpose of this research is mapping those three areas to obtain the scale of priority about the district that have the highest priority for the USO programs. The method used on this research is Cluster Analysis using the K-Means Cluster Technique, in which the number of group taken is 4 groups per area. The analysis divided in to two steps. The first step is taken for the Kabupaten or Kotamadya areas and then the second step for the Kecamatan area. The data about populations, density, educational status, and Gross Domestic Product (GDP), for this research is taken from Biro Pusat Statistik (BPS).
The analysts result shows that for Central Java and D.i. Yogyakarta there are 13 Kabupaten with 275 Kecamatan, 4 Kabupaten with 49 Kecamatan for Lampung area, and 3 Kabupaten with 32 Kecamatan for NTB, which is a potential areas for the USO programs. And then from those 275 Kecamatan in Contra! Java 206 Kocamatan are selected based on its rural percentage. Kecamatan rural is the Kecamatan which have a rural percentage 50% or above. From the grouping obtained 4 Kecamatan rural and the scale of priority for each area based on its rural percentage (Kecamatan rural I up to Kecamatan rural IV).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T10737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verawati Laksairini
"Teknologi Enhanced data for global evolution (EDGE) adalah teknologi mobile data dengan kecepatan tinggi yang merupakan pengembangan dari generasi kedua untuk komunikasi Global System for Mobile (GSM) dan jaringan Time Division Multiple Access (TDMA) yang mentransmisikan data hingga 384 kbps. Teknologi EDGE dapat meningkatkan kecepatan data rate dengan mengubah jenis modulasi yang digunakan dan efisiensi jenis carrier yang digunakan. Teknologi EDGE juga mendukung evolusi menuju generasi ketiga (sistem IMT-2000) seperti untuk sistem UMTS (Universal Mobile Telephone System) dengan mengimplementasikan beberapa perubahan di jaringan yang nantinya akan diimplementasikan di generasi ketiga (3G).
Teknologi EDGE merupakan pengembangan dari teknologi General Packet Radio Service (GAS) dan juga teknologi High Speed Circuit Switched Data (HSCS) yang sudah diimplementasikan dibeberapa operator GSM di dunia. Layanan ini dapat mentransmisikan data dengan kecepatan yang lebih tinggi pada posisi dekat dengan Base Station dengan menggunakan Eight Phase Shift Keying (8PSK) yang merupakan pengembangan dari Gaussian Minimum Shift Keying (GMSK).
Modulasi 8PSK dapat beradaptasi dengan mudah untuk menawarkan data rate yang lebih tinggi pada posisi dekat dengan BTS. Layanan ini dapat menawarkan data rate 48 Kbps per timeslot dibandingkan pada teknologi GPRS yang hanya 14 Kbps dan 9,6 Kbps pada HSCSD. Dan jika digunakan konfigurasi 8 timeslot maka data rate yang ditawarkan hingga 384 2 Kbps.

Enhanced data for global evolution (EDGE) is a high-speed mobile data standard, intended to enable second-generation global system for mobile communication (GSM) and time division multiple access (TDMA) networks to transmit data up to 384 kilobits per second (bps) EDGE provides speed enhancements by changing the type of modulation used and making a better use of the carrier currently used EDGE also provides an evolutionary path to third-generation IMT 2000-compliant systems, such as universal mobile telephone systems (UMTS), by implementing some of the changes expected in the later implementation in third generation systems.
EDGE built upon enhancements provided by general packet radio service (GAS) and high-speed circuit switched data (HSCS) technologies that are currently being tested and deployed It enables a greater data-transmission speed to be achieved in good conditions, especially near the base stations, by implementing an eight-phase-shift keying (8 PSG) modulation instead of Gaussian minimum-shift keying (GMSK).
8PSK modulation automatically adapts to focal radio conditions, offering the fastest transfer rates near to the base stations, in good conditions. It offers up to 48 7Kbps per channel, compared to 14 Kbps per channel with GPRS and 9.6 Kbps per channel for GSM. By also allowing the simultaneous use of multiple charmers, the technology allows rates of up to 384 Kbps, using all eight GSM channels.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veny Sesanria
"ABSTRAK
Perkembangan telekomunikasi yang sangat pesat menyebabkan
pertumbuhan jumlah pelanggan seluler terus meningkat sehingga trafik pun
meningkat namun ternyata tidak sebanding dengan cost dan power yang
dikeluarkan dan revenue yang diperoleh. Hal ini terjadi pada PT XYZ yang
merupakan salah satu operator telekomunikasi di Indonesia. Melihat kondisi
keuangan perusahaan saat ini, maka Tim Transmission Backbone harus jeli
menentukan teknologi yang akan digunakan untuk mereduksi CAPEX dan OPEX
sehingga bisa meningkatkan revenue. Di beberapa daerah di Sumatera saat ini
memiliki traffic demand yang besar. Selain itu juga adanya pertimbangan untuk
kebutuhan proteksi trafik skala besar di wilayah Sumatera. Namun jaringan
eksisting saat ini di dareag tersebut dan mayoritas Pulau Sumatera masih
menggunakan teknologi SDH dan traditional WDM sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya diperlukan pembangunan jaringan
backbone optik baru dengan teknologi baru yaitu OTN yang dengan kelebihankelebihannya
dapat membantu kondisi keuangan perusahaan namun tetap
memperhatikan kelebihan dalam sisi teknisnya.
Laporan tesis ini menganalisa tingkat profitabilitas dan tingkat risiko
investasi implementasi teknologi OTN pada penyelenggaraan jaringan backbone
optik di beberapa daerah di Sumatera menggunakan metode Analisa Tekno
Ekonomi. Implementasi teknologi OTN pada penyelenggaraan jaringan backbone
optik diharapkan dapat mereduksi nilai CAPEX, OPEX, serta dapat meningkatkan
revenue namun tetap mempertimbangkan kualitas jaringan yang dibangun.
Parameter yang digunakan dalam tesis ini adalah First Installed Cost
(FIC), Life Cycle Cost (LCC), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), dan Payback Period (PBP). Untuk periode investasi 5 tahun, kelima
parameter tersebut mengindikasikan kerugian bagi perusahaan. Namun jika
periode investasi diperpanjang menjadi 10 tahun, maka memberikan indikasi
untung bagi perusahaan. Jika dibandingkan dengan teknologi traditional WDM,
maka teknologi OTN mengindikasikan hasil yang lebih baik yang ditunjukkan
oleh kelima parameter yang digunakan. Berdasarkan analisa risiko, dapat
disimpulkan bahwa NPV berbanding lurus dengan tarif layanan dan total trafik,
tetapi berbanding terbalik terhadap nilai tukar Dollar, nilai OPEX, dan discount
rate. Dapat dismipulkan juga bahwa PBP berbanding lurus tarif layanan dan total
trafik tetapi berbanding terbalik dengannilai tukar Dollar dan OPEX. Sedangkan
discount rate tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap PBP investasi.

ABSTRACT
Telecommunication development causes rapid growth in the number of
mobile subscribers continues to increas, so that traffic growth has increased too.
But the increased of traffic growth is not balance to the cost incurred and the
power and revenue earned. This occurs in PT XYZ which is one of
telecommunication operator in Indonesia. Looking at this company financial
condition now, then Transmission Backbone team should determine which
technology will be used to reduced CAPEX, OPEX buat can increase revenue
with also best quality in network performance. Today, in some areas in Sumatera
have large traffic demands. There is also consideration for the need of large-scale
traffic protection accross Sumatera area. However, the existing network in that
areas is still using SDH technology. And existing network in Sumatera area in
majority is also still using SDH and traditional WDM technology that cannot meet
those needs. Consequently, it is required the development of new optical
backbone network with new technology is that with the OTN strenghts can help
the company’s financial condition but still consider the advantages of the
technical side.
This thesis analyze profitability analyze the level of profitability and the
level of investment risk of OTN technology implementation in optical backbone
network development in several areas in Sumatera using Techno-Economic
analysis method. The implementation of OTN technology From this analysis, it
will be known whether the OTN technology in optical backbone network
development is expected to reduce CAPEX and OPEX, and also can improve
revenue, but still considering quality of network that is built.
Parameters that are used in this tesis are First Installed Cost (FIC), Life
Cycle Cost (LCC), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan
Payback Period (PBP). For investment period 5 years, all five parameters indicate
suffer a financial loss for company. However, if investment period is extended to
10 years, then all five parameters indicate profit for company. If it is compared
with traditional WDM technology, then OTN techonology indicates better result
that is showed from all five parameters. Based on the result of risk analysis, it can
be concluded that the sensitivity of NPV is proportional to the tariff and traffic,
but it is inversely related to Dollar exchange rate, OPEX, and discount rate. And it
also can be concluded that the sensitivity of PBP is propotional with tarif and
traffic, but is is inversly related to Dollar exchange rate and OPEX. But discount
rate not give any changes to PBP."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T39363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Divisi regional II (Divre II) Jakarta dan sekitarnya, merupakan wilayah PT. Telkom yang mempunyai kontribusi produksi pulsa pelanggan yang terbesar, jika dibandingkan dengan divisi regional yang lainnya. Divre II Jakarta dan sekitarnya adalah meliputi wilayah, DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Serang, Karawang dan Purwakarta (Jabotabek - Sekapur) yang mempunyai penduduk sebesar 27.080.800 jiwa per Desember 1999, sehingga Divre II Jakarta dan sekitarnya mempunyai kepadatan telepon (teledensity) adalah : 8,5 sst per 100 penduduk, sedangkan untuk kepadatan telepon (teledensity) tingkat nasional adalah : 3 sst per 100 penduduk.
Pada akhir Pelita VI (199811999) Divisi Regional (Divre II) Jakarta dan sekitarnya mempunyai satuan sambungan telepon (sst) adalah 2.091.589 sst atau 36,32% dari 5.758.780 sst tingkat nasional. Dan fasilitas yang ada khususnya Divre II Jakarta dan sekitarnya, PT Telkom menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, akibat adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga terhambatnya pembangunan satuan sambungan telepon (sst). Akibat dari keterlambatan tersebut timbul permasalahan nasional, yang harus ditanggulangi oleh pemerintah (PT Telkom) dan KSO-nya. Adapun permasalahanya adalah sebagai berikut :
1. Adanya permintaan (demand} yang lebih besar dan pada penawaran (supply).
2. Adanya mekanisme penentuan tarif yang salah.
3. Terbatasnya sumber dana dalam negeri.
4. Dampak regulasi terhadap investasi dan peran swasta.
Dari permasalahan tersebut di atas, Penulis mencoba untuk menetukan metodologi penelitian, dalam hal ini ada 3 (tiga) bagian yang perlu diteliti / dianalisis yaitu:
1. Cara menentukan variabel X dan variabel Z yang optimal, agar didapatkan tingkat perubahan tarif (OP) yang efisien, efektif, dan adil (optimal).
2. Cara penggunaan sumber dana dalam negeri dengan sistem obligasi.
3. Cara pendekatan regulasi (peraturan) pemerintah yang ada terhadap usaha penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dengan metodologi penelitian tersebut di atas, Penulis melakukan analisis/penelitian sebagai berikut :
1. Analisis penentuan tarif dengan menggunakan nilai variabel X dan variabel 1. yang optimal kedalam formula price cup ( ΔP < CPI - X + Z).
2. Analisis penggunaan sumber dana dalam negeri.
3. Analisis dampak regulasi (peraturan) pemerintah yang ada yaitu, UU no. 36 tahun 1999 dan PP no 8 tahun 1993 tentang telekomunikasi terhadap investasi dan peran swasta, di dalam pembangunan fasilitas jasa telekomunikasi.
Dari hasil ketiga analisis tersebut di atas didapatkan hasil yang optimal (efisien, efektif, dan adil) sesuai dengan konsep dasar penulis untuk memenuhi harapan masyarakat pelanggan (konsumen) maupun penyelenggara jasa telekomunikasi (PT Telkom) dan mitra KSO-nya. Dari hasil analisis tersebut diharapkan para investor atau pemodal dapat berperan serta/mengambil bagian di dalam pembangunan industri jasa telekomunikasi, khususnya di wilayah Divre II Jakarta dan sekitarnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Siswanto
"Seiring dengan kebutuhan penggunaan telepon seluler dengan teknologi GSM yang semakin besar dan semakin kuatnya kompetisi yang terjadi diantara perusahaan-perusahaan operator jaringan seluler maka posisi dominan dari sebuah perusahaan dalam pasar oligopoli cukup strategis untuk dikaji sehingga dapat memperjelas arah kebijakan industri jasa telekomunikasi seluler di Indonesia.
Posisi dominan sebuah perusahaan yang telah lama berada dalam pasar oligopoli cenderung dianggap memiliki potensi penyalahgunaan posisinya untuk memenangkan persaingan. Di sisi lain regulasi telekomunikasi yang ada belum menunjang secara penuh dan seringkali menimbulkan berbagai macam interpretasi.
Tesis ini akan mengungkapkan analisa terhadap perilaku sebuah perusahaan yang berposisi dominan. Sebelumnya perlu diungkap pasar telekomunikasi seluler itu sendiri dan analisa posisi dominan perusahaan di pasar. Dengan demikian akan terukur dan teruji tentang seberapa jauh keberadaan perusahaan tersebut di pasar. Untuk itu perusahaan akan dianalisa baik secara kinerja maupun perilakunya Serta akan diuji dengan pendekatan struktural yaitu terhadap pangsa pasar.
Analisa perilaku perusahaan dilakukan secara parsial dengan tiga pendekatan yaitu Price Cost Margin (PCM), tingkat kolusi dan upaya penjualan perusahaan. Berdasarkan hasil analisa perilaku didapatkan adanya indikasi penerapan kebijakan pembedaan harga dan strategi penempatan harga di bawah biaya rata-rata yang diiakukan perusahaan. Didapat pula tingkat derajat kolusi perusahaan yang rendah dan upaya penjualan perusahaan yang masih berada di bawah rata-rata para pesaingnya.
Potensi penyalahgunaan yang mungkin dimiliki perusahaan dominan tentunya harus dibuktikan kasus per kasus perdasarkan aturan dalam undang-undang persaingan usaha. Daiam kasus penerapan tarif rendah oIeh perusahaan dominan ternyata tidak terbukti adanya perilaku predatoris sebagai Salah satu bentuk penyalahgunan posisi yang dilakukan PT. Telkomsel. Namun untuk jangka pendek kedepan potensi penyalahgunaan kemungkinan masih dapat terjadi dan dipengaruhi oleh batasan-batasan ketentuan atau peraturan regulator di bidang telekomunikasi yang berlaku."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>