Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novi Safitri
"Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Pesatnya perkembangan teknologi informasi di berbagai belahan dunia telah memunculkan berbagai kejahatan baru yang dikenal dengan sebutan kejahatan siber (cyber crime). Dalam mengatasi kejahatan siber ini, berbagai negara membuat suatu aturan khusus yang mengatur tentang kejahatan ini yang disebut dengan hukum siber (cyber law). Atas dasar inilah, kemudian diundangkanlah Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan dalam pemanfaatan teknologi informasi ini. Akan tetapi, pada kenyataannya undang-undang ini sendiri memiliki beberapa kelemahan, khususnya berkaitan dengan rumusan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dimana menurut berbagai kalangan, rumusan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang terdapat didalam ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE tersebut terlalu luas pengaturannya yang dapat menyebabkan terjadinya multitafsir terhadap rumusan penghinaan tersebut yang dapat membatasi kebebasan menyatakan pendapat di media internet dan jejaring sosial. Oleh karena itu, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini. Dari hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa rumusan penghinaan yang dimaksud oleh undang-undang ini adalah penghinaan dalam arti formil. Bahwa pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE pada prinsipnya tidak menghalangi kebebasan berpendapat seseorang. Pembatasan yang terdapat didalam undangundang ini bertujuan untuk melindungi kepentingan dan hak pribadi seseorang dari ancaman penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap dirinya.

The utilization of information technology, media, and communications have changed the behavior of both human society and civilization in globally. The rapid development of information technology in various parts of the world has led to the various new crime known as cyber crime. In order to overcome this cyber crime, many countries around the world make a apecial rules to regulating this cyber crimes that called cyber law. Based on this point, then the Indonesian goverment issued Law No. 11 Year 2008 of Information and Electronic Transaction, that aims to provide protection to the public society from abuse of technology in this utilization of the information technology. However, in reality this law itself has some drawbacks, especially related to the formulation of libel in the article 27 (3) of this ITE Act, which according to various groups, the terminology of libel that contained in the article 27 (3) of the ITE act is too broad that can cause the multiple interpretations of libel that may restrict the freedom of speech on the Internet and social networking media. Therefore, this research was conducted to see how far these provisions can be a problem. From the result of this research, it can be said that the libel that this act means is the libel per se. The article 27 (3) of the ITE Act, is in principle does not preclude a person freedom, the restrictions that contained in this legislation is aims to protect the personal and interest and the personal rights from the libel or defamation to itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Lembaga Informasi Nasional, [date of publication not identified]
323 LEM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Abdussalam
Jakarta: PTIK Press, 2003
321.8 ABD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Widyastanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S25504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Murdani
"ABSTRAK
Kemajuan yang begitu pesat di bidang teknologi informasi telah
memberikan sumbangan yang besar berkembangnya dunia informsai dan transaksi
elektronik. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, kemajuan yang begitu dahsyat
tersebut di satu sisi membawa berkat namun di sisi lain membawa kerugian bagi
manusia. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi ini bisa dimanfaatkan secara
tidak bertanggung jawab dengan menyerang kehormatan dan nama baik
seseorang. Walaupun dilakukan di dunia maya namun akibat yang ditimbulkan
atau dampaknya dirasakan dalam dunia nyata. Seperti dalam kasus Prita
Mulyasari yang disangka melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
kepada Rumah Sakit Omni dan dokter melalui media internet dengan Pasal 27
ayat (3) UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Berawal dari penerapan pasal tersebut penelitian dilakukan mengenai penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut. Menurut penulis dengan
melihat kasus Prita Mulyasari ini adanya permasalahan dalam hal kejelasan
rumusan delik dan menafsirkan atau mengimpretasikan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dalam UU ITE sehingga diperlukan penelitian lebih dalam
melalui KUHP, Putusan Pengadilan ataupun pendapat – pendapat ahli hukum
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa delik penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dalam UU ITE bukan merupakan norma baru namun
merupakan suatu norma yang sudah ada sebelumnya yang diatur dalam Bab XVI
Penghinaan dalam KUHP, sehingga dalam penerapan delik penghinaan dalam UU
ITE tidak terlepas penerapannya dalam KUHP. Walaupun demikian masih perlu
batasan-batasan dalam memaknai penghinaan tersebut sehingga kasus seperti Prita
Mulyasari tidak terulang kembali.

ABSTRACT
Rapid progress in the field of information technology has made major
contributions to the development of world of information and electronic
transactions. But it can not be denied, such powerful progress on the one hand is a
blessing, and on the other hand bring harm to humans. Utilization of this
advanced information technology could be used irresponsibly by attacking a
person's dignity and reputation. Although it is conducted in the virtual world, the
effect or the impact is felt in the real world. For example, in the case of Prita
Mulyasari that were accused of humiliation and/or libel to Omni Hospital and the
physicians via Internet with Article 27 paragraph (3) of Law No.11 of 2008
concerning Information and Transaction of Electronic (ITE). Starting from the
application of the article, the research was conducted on humiliation and/or libel
in the ITE Law. According to the writer, by looking at this case of Prita
Mulyasari, there is a problem in terms of clarity of offense formulation and
interpretation of humiliation and/or libel in ITE Law so that further research was
needed through the Criminal Code, Court decision or legal adviser opinion. From
the research, it was concluded that humiliation and/or libel offense in ITE Law is
not a new norm, but it is a pre-existing norm set out in the Chapter XVI of
humiliation in the Criminal Code, so that application of the humiliation offense in
the ITE Law is inseparable from Criminal Code. However, it still need boundaries
within the interpretation of humiliation, so such cases as Prita Mulyasari do not
happen again."
Universitas Indonesia, 2013
T35676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martinus Evan Aldyputra
"Perkembangan teknologi informasi memberikan kemudahan dalam mengakses segala jenis informasi. Hal ini mengakibatkan munculnya jenis kejahatan baru yang dikenal dengan nama cyber crime. Dalam menghadapi akibat dari perkembangan tersebut, berbagai negara di dunia melakukan perkembangan dalam kebijakan hukumnya melalui pembuatan ketentuan yang dikenal dengan nama cyber law.
Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan perkembangan seperti itu, melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) terdapatlah sebuah cyber law di Indonesia. Walaupun demikian, Undang-Undang tersebut dapat dikatakan memiliki kekurangan-kekurangan dalam pengaturannya. Salah satu kekurangan tersebut adalah dalam hal mengenai penyebaran informasi yang memiliki muatan penghinaan. Menurut penulis, ketentuan yang mengatur penyebaran dengan muatan informasi seperti itu dapat menjadi masalah dalam penerapannya apabila tidak terdapat kejelasan dalam perumusannya. Oleh karenanya, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa ketentuan mengenai penyebaran informasi yang bermuatan penghinaan dalam Undang-Undang ITE dapat menjadi suatu masalah. Walaupun dari segi perumusannya dapat dijelaskan unsur-unsur yang dimilikinya, namun dari segi batasannya ketentuan tersebut terlalu luas pengaturannya sehingga memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dalam penerapannya.

Development of information technology provides easy access to all kinds of information, this resulted in the emergence of new crime known as cyber crime. To face the consequences of these developments, many countries around the world develop a new legal policy known as cyber law.
Indonesia is one of the country that did such a development, through The Criminalization, Information and Electronic Transaction Act (Law Number 11, 2008) cyber law exist in Indonesia. However, it can be said that the Act has flaws in its regulation. One of these is in the case regarding the spread of information that contains defamation. According to the authors, such policy could be a problem in practice if there is no clarity in the concept. Therefore, this research was conducted to see how far the policy can be a problem.
From the results of research, it can be said that Dissemination Policy of Defamation in The Criminalization, Information and Electronic Transaction Act can become a problem. Although it can be explained in terms of concept, but in terms of usage it is too broad that making it possible to abuse in its implementation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30572
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taqi Misbah Yazdi
Jakarta: Al-Huda, 2006
123.5 MUH f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman, contributor
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
323.4 Bud K
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Potter, David M.
California: Stanford University Press, 1976
323.4 POT f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Esthi Maharani
"Ujaran kebencian (hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan seorang individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, atau hinaan terhadap individu atau kelompok lain terkait berbagai aspek, di antaranya yaitu warna kulit, etnis, gender, orientasi seksual, agama atau lainnya. Di Indonesia, ujaran kebencian semakin masif terjadi terutama di tahun 2017 yang disebut sebagai tahun ujaran kebencian. Di tahun yang sama, aparat pemerintah pun semakin serius untuk menangani ujaran kebencian, terutama di media sosial Facebook yang menjadikan Presiden Joko Widodo sebagai sasaran utama. Oleh karena itu, penelitian ini fokus pada penanganan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo di Facebook pada 2017 berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan publik Merilee S Grindle yang menekankan bahwa keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of implementations). Dengan metode kualitatif, penelitian ini fokus pada sepak terjang kelompok Saracen yakni kelompok yang merupakan sindikat penyebar ujaran kebencian dan hoaks. Ada tiga kasus ujaran kebencian terkait kelompok Saracen yang diteliti. Ketiga kasus tersebut menggambarkan implementasi UU 19/2016 tentang ITE lewat regulasi turunan yang dibuat oleh Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dari penelitian ini dapat diketahui adanya persoalan teknis dalam penanganan ujaran kebencian di 2017. Selain itu, penelitian ini memperlihatkan adanya pesan politis lebih besar yakni memberikan peringatan sekaligus rasa takut pada para pengunggah ujaran kebencian tetapi disaat yang sama justru memunculkan ancaman terhadap hak kebebasan berpendapat. 

Hate speech is speech which attacks others on grounds of their race, nationally, religious identity, gender, sexual orientation or other group membership, where this group membership is a morally arbitrary distinguishing characteristic. In Indonesia, hate speech is increasingly massive occurring especially in 2017. The year even referred to as the year of hate speech. In the same year, government officials become more serious to tackle hate speech. Especially in social media such as Facebook who targeting President Joko Widodo. Thus, this study focuses on the managing of hate speech against Joko Widodo on Facebook in 2017 under Law No. 19 of 2016 on Electronic Information and Transactions (UU ITE). With qualitative methods, this study focuses on Saracens group who had known as a syndicate of hate speech and hoax in Indonesia. There are three cases of hate speech related to the Saracen group being researched with politic of policy implementations theory. It described how Law 19/2016 of the ITE is implemented through derivative regulations created by the National Police and the Ministry of Communication and Informatics. This study also described technical issues about how government officials mistreated hate speech in 2017. Moreover, it showed bigger political messages about how government officials can be threatening freedom of expression.                                                                                                         "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T55266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>