Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233637 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novi Safitri
"Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Pesatnya perkembangan teknologi informasi di berbagai belahan dunia telah memunculkan berbagai kejahatan baru yang dikenal dengan sebutan kejahatan siber (cyber crime). Dalam mengatasi kejahatan siber ini, berbagai negara membuat suatu aturan khusus yang mengatur tentang kejahatan ini yang disebut dengan hukum siber (cyber law). Atas dasar inilah, kemudian diundangkanlah Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan dalam pemanfaatan teknologi informasi ini. Akan tetapi, pada kenyataannya undang-undang ini sendiri memiliki beberapa kelemahan, khususnya berkaitan dengan rumusan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dimana menurut berbagai kalangan, rumusan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang terdapat didalam ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE tersebut terlalu luas pengaturannya yang dapat menyebabkan terjadinya multitafsir terhadap rumusan penghinaan tersebut yang dapat membatasi kebebasan menyatakan pendapat di media internet dan jejaring sosial. Oleh karena itu, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini. Dari hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa rumusan penghinaan yang dimaksud oleh undang-undang ini adalah penghinaan dalam arti formil. Bahwa pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE pada prinsipnya tidak menghalangi kebebasan berpendapat seseorang. Pembatasan yang terdapat didalam undangundang ini bertujuan untuk melindungi kepentingan dan hak pribadi seseorang dari ancaman penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap dirinya.

The utilization of information technology, media, and communications have changed the behavior of both human society and civilization in globally. The rapid development of information technology in various parts of the world has led to the various new crime known as cyber crime. In order to overcome this cyber crime, many countries around the world make a apecial rules to regulating this cyber crimes that called cyber law. Based on this point, then the Indonesian goverment issued Law No. 11 Year 2008 of Information and Electronic Transaction, that aims to provide protection to the public society from abuse of technology in this utilization of the information technology. However, in reality this law itself has some drawbacks, especially related to the formulation of libel in the article 27 (3) of this ITE Act, which according to various groups, the terminology of libel that contained in the article 27 (3) of the ITE act is too broad that can cause the multiple interpretations of libel that may restrict the freedom of speech on the Internet and social networking media. Therefore, this research was conducted to see how far these provisions can be a problem. From the result of this research, it can be said that the libel that this act means is the libel per se. The article 27 (3) of the ITE Act, is in principle does not preclude a person freedom, the restrictions that contained in this legislation is aims to protect the personal and interest and the personal rights from the libel or defamation to itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Pendy Prasetya
"Masalah mengenai kebebasan berbicara masih menjadi perdebatan yang tidak kunjung selesai. Bukan tanpa sebab, hal ini karena selalu bermunculannya kasus-kasus kebebasan berbicara dari waktu ke waktu, khususnya di Indonesia. Adanya ketidakjelasan batas-batas kebebasan berbicara menjadi faktornya. Di sini, ada indikasi bahwa batasan kebebasan berbicara diletakkan pada wilayah yang terlalu sempit. Hal tersebut didukung juga dengan berlakunya UU ITE yang masih kontroversial, yakni beberapa pasalnya dinilai masih bermasalah sehingga berpotensi untuk disalahgunakan. Selanjutnya, timbul pertanyaan, sejauh mana seharusnya batasan dari kebebasan berbicara tersebut, sehingga di satu sisi tidak dianggap terlalu sempit dan di lain sisi terlalu luas. Saya menggunakan dan mendukung pemikiran John Stuart Mill, khususnya harm principlesebagai batasan dari kebebasan berbicara, selanjutnya didukung oleh pemikiran Isaiah Berlin mengenai kebebasan negatif dan kebebasan positif, juga gagasannya tentang pluralisme. Dalam memperoleh data terkait, saya menerapkan metode ceteris paribus untuk memperoleh gagasan yang relevan tentang kebebasan berbicara. Selanjutnya, dari hasil pemilahan dengan metode ceteris paribus tersebut, saya kemudian menggunakan analisis filosofis sebagai metode analisisnya. Dari hasil analisis tersebut, saya menyimpulkan bahwa ada pendefinisian batas kebebasan berbicara yang terlalu sempit, sehingga hukum yang bermasalah, dalam hal ini UU ITE, menjadi faktor pendukungnya.

The issue of freedom of speech is still an unfinished debate. The reason is because there are always cases of freedom of speech appear from time to time, especially in Indonesia. The existence of unclear boundaries of freedom of speech is its factor. Here, there are indications that the freedom of speech is too limited. This is also supported by the enactment of the UU ITE (Electronic Information and Transactions Law) which is still controversial, in which several articles are considered problematic so that they have the potential to be misused. Moreover, there comes a question about the extent of the limitation of freedom of speech should be, so that on the one hand it is not considered too limited and on the other hand it is too broad. I used and support John Stuart Mill's way of thinking, especially the harm principle as a limitation of freedom of speech, which further supported by Isaiah Berlin's opinion on negative freedom and positive freedom, as well as the idea of pluralism. To obtain the related data, I used the ceteris paribus method to obtain relevant ideas about freedom of speech. Furthermore, from the results of the sorting with the ceteris paribus method, then I used philosophical analysis as the analysis method. From the results of the analysis, I concluded that the definition of freedom of speech limitation is too limited in which the UU ITE, as the problematic law, becomes its supporting factor."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Lembaga Informasi Nasional, [date of publication not identified]
323 LEM k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R. Abdussalam
Jakarta: PTIK Press, 2003
321.8 ABD k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Widyastanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S25504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Murdani
"ABSTRAK
Kemajuan yang begitu pesat di bidang teknologi informasi telah
memberikan sumbangan yang besar berkembangnya dunia informsai dan transaksi
elektronik. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, kemajuan yang begitu dahsyat
tersebut di satu sisi membawa berkat namun di sisi lain membawa kerugian bagi
manusia. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi ini bisa dimanfaatkan secara
tidak bertanggung jawab dengan menyerang kehormatan dan nama baik
seseorang. Walaupun dilakukan di dunia maya namun akibat yang ditimbulkan
atau dampaknya dirasakan dalam dunia nyata. Seperti dalam kasus Prita
Mulyasari yang disangka melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
kepada Rumah Sakit Omni dan dokter melalui media internet dengan Pasal 27
ayat (3) UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Berawal dari penerapan pasal tersebut penelitian dilakukan mengenai penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut. Menurut penulis dengan
melihat kasus Prita Mulyasari ini adanya permasalahan dalam hal kejelasan
rumusan delik dan menafsirkan atau mengimpretasikan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dalam UU ITE sehingga diperlukan penelitian lebih dalam
melalui KUHP, Putusan Pengadilan ataupun pendapat – pendapat ahli hukum
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa delik penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dalam UU ITE bukan merupakan norma baru namun
merupakan suatu norma yang sudah ada sebelumnya yang diatur dalam Bab XVI
Penghinaan dalam KUHP, sehingga dalam penerapan delik penghinaan dalam UU
ITE tidak terlepas penerapannya dalam KUHP. Walaupun demikian masih perlu
batasan-batasan dalam memaknai penghinaan tersebut sehingga kasus seperti Prita
Mulyasari tidak terulang kembali.

ABSTRACT
Rapid progress in the field of information technology has made major
contributions to the development of world of information and electronic
transactions. But it can not be denied, such powerful progress on the one hand is a
blessing, and on the other hand bring harm to humans. Utilization of this
advanced information technology could be used irresponsibly by attacking a
person's dignity and reputation. Although it is conducted in the virtual world, the
effect or the impact is felt in the real world. For example, in the case of Prita
Mulyasari that were accused of humiliation and/or libel to Omni Hospital and the
physicians via Internet with Article 27 paragraph (3) of Law No.11 of 2008
concerning Information and Transaction of Electronic (ITE). Starting from the
application of the article, the research was conducted on humiliation and/or libel
in the ITE Law. According to the writer, by looking at this case of Prita
Mulyasari, there is a problem in terms of clarity of offense formulation and
interpretation of humiliation and/or libel in ITE Law so that further research was
needed through the Criminal Code, Court decision or legal adviser opinion. From
the research, it was concluded that humiliation and/or libel offense in ITE Law is
not a new norm, but it is a pre-existing norm set out in the Chapter XVI of
humiliation in the Criminal Code, so that application of the humiliation offense in
the ITE Law is inseparable from Criminal Code. However, it still need boundaries
within the interpretation of humiliation, so such cases as Prita Mulyasari do not
happen again."
Universitas Indonesia, 2013
T35676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martinus Evan Aldyputra
"Perkembangan teknologi informasi memberikan kemudahan dalam mengakses segala jenis informasi. Hal ini mengakibatkan munculnya jenis kejahatan baru yang dikenal dengan nama cyber crime. Dalam menghadapi akibat dari perkembangan tersebut, berbagai negara di dunia melakukan perkembangan dalam kebijakan hukumnya melalui pembuatan ketentuan yang dikenal dengan nama cyber law.
Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan perkembangan seperti itu, melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) terdapatlah sebuah cyber law di Indonesia. Walaupun demikian, Undang-Undang tersebut dapat dikatakan memiliki kekurangan-kekurangan dalam pengaturannya. Salah satu kekurangan tersebut adalah dalam hal mengenai penyebaran informasi yang memiliki muatan penghinaan. Menurut penulis, ketentuan yang mengatur penyebaran dengan muatan informasi seperti itu dapat menjadi masalah dalam penerapannya apabila tidak terdapat kejelasan dalam perumusannya. Oleh karenanya, untuk melihat sejauh mana ketentuan tersebut dapat menjadi masalah dilakukanlah penelitian ini.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa ketentuan mengenai penyebaran informasi yang bermuatan penghinaan dalam Undang-Undang ITE dapat menjadi suatu masalah. Walaupun dari segi perumusannya dapat dijelaskan unsur-unsur yang dimilikinya, namun dari segi batasannya ketentuan tersebut terlalu luas pengaturannya sehingga memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dalam penerapannya.

Development of information technology provides easy access to all kinds of information, this resulted in the emergence of new crime known as cyber crime. To face the consequences of these developments, many countries around the world develop a new legal policy known as cyber law.
Indonesia is one of the country that did such a development, through The Criminalization, Information and Electronic Transaction Act (Law Number 11, 2008) cyber law exist in Indonesia. However, it can be said that the Act has flaws in its regulation. One of these is in the case regarding the spread of information that contains defamation. According to the authors, such policy could be a problem in practice if there is no clarity in the concept. Therefore, this research was conducted to see how far the policy can be a problem.
From the results of research, it can be said that Dissemination Policy of Defamation in The Criminalization, Information and Electronic Transaction Act can become a problem. Although it can be explained in terms of concept, but in terms of usage it is too broad that making it possible to abuse in its implementation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30572
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Nur Hanifah
"Kebebasan dan ketubuhan merupakan dua hal yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketubuhan dapat dimaknai sebagai sebuah keberadaan eksistensial seperti yang tertuang di dalam novel Un Pays Pour Mourir (2015) karya Abdellah Taïa. Novel ini menceritakan tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Zahira, seorang perempuan Maghribi yang bermigrasi ke Paris bersama dengan teman-temannya yang sama-sama berprofesi sebagai pelacur. Hal yang ingin dipaparkan melalui artikel ini adalah bagaimana setiap tokoh menggunakan tubuh mereka untuk mendapatkan kebebasannya sehingga mereka sadar atas eksistensi dirinya dan pada akhirnya dapat menempatkan dirinya sebagai subjek di dunianya. Berdasarkan metode kualitatif, ditemukan bahwa unsur ketubuhan menjadi penggerak fungsi utama di dalam novel ini sekaligus hambatan utama yang dihadapi oleh para tokoh baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosialnya. Melalui konsep kebebasan dan ketubuhan yang dihadirkan oleh penulis, timbul kesadaran mengenai kebebasan yang mereka miliki atas tubuhnya sehingga masing-masing tokoh akan memahami eksistensinya melalui tubuh yang mereka miliki. Tubuh yang dimiliki oleh seseorang seringkali dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan kebebasan tersebut, baik untuk untuk tetap bertahan hidup dan menikmati kebebasan di dunia, atau dengan mematikan tubuhnya sehingga mendapatkan kebebasan yang abadi atau kematian.

Freedom and body are two things that are related to one another. The body can be interpreted as an existential being as stated in the novel Un Pays Pour Mourir (2015) by Abdellah Taïa. This novel tells about the life of the main character Zahira, a Maghreb woman who migrated to Paris with her friends and worked as prostitutes. This article discusses how each character uses their bodies to get their freedom so that they are aware of their existence and can finally place themselves as subjects in their world. Based on the qualitative method, it was found that the physical element becomes the main issue in this novel as well as the main obstacle faced by the characters both from the family and society. Through the concepts of freedom and body presented by the author, awareness arises about the freedom they have over their bodies so that each character will understand their existence through the bodies they have. A person's body is often used as a tool to get that freedom, either to survive and enjoy freedom in the world, or by turning his body off to get eternal freedom or death."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taqi Misbah Yazdi
Jakarta: Al-Huda, 2006
123.5 MUH f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman, contributor
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
323.4 Bud K
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>