Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmah
"ABSTRAK
Analisis komposisi, struktur, dan regenerasi pohon hutan pamah di zona inti
bagian timur Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi dilakukan pada bulan
Oktober hingga November 2012. Pengambilan data dilakukan pada plot seluas
satu hektar yang diletakkan di daerah berbukit. Sebanyak 100 petak masingmasing
berukuran 10 m x 10 m digunakan untuk memperoleh data tingkat pohon,
dan menyarang di dalamnya plot berukuran 5 m x 5 m dan 1 m x 1 m untuk
pengamatan data tingkat belta dan semai. Tercatat 414 pohon dengan diameter
setinggi dada (DSD) ≥ 10 cm, yang mewakili 113 spesies dari 38 keluarga,
dengan Luas area dasar (LAD) keseluruhan 25,71 m2 dan indeks keanekaragaman
Shannon - Wiener sebesar 4,29. Sebanyak 282 individu tercatat mewakili 88
spesies dari 34 keluarga pada tingkat belta dan 222 individu yang mewakili 67
spesies dari 32 keluarga pada tingkat semai. Spesies yang paling dominan
berdasarkan Nilai Kepentingan (NK) pada tingkat pohon adalah Prunus arborea
dengan NK sebesar 19,19%. Ficus fistulosa merupakan spesies pohon dengan
kerapatan tertinggi (24 pohon/ha). Kerapatan tertinggi tingkat semai ditempati
oleh Rinorea anguifera (24 pohon/ha) dan kerapatan tertinggi tingkat belta
ditempati oleh Ficus fistulosa (15 pohon/ha). Moraceae dengan NK sebesar
34,05% merupakan famili terpenting dalam plot penelitian pada tingkat pohon,
sementara Violaceae dan Burseraceae dengan masing-masing NK sebesar 28,31%
dan 25,67% menjadi famili terpenting pada tingkat semai dan belta. Sebanyak 71
spesies atau 62,8% dari total spesies pohon beregenerasi di dalam plot penelitian.
Berdasarkan kerapatan pada tingkat semai, belta, dan pohon, spesies-spesies dari
famili Euphorbiaceae menunjukkan kemampuan regenerasi yang baik dan
diharapkan menjadi famili yang dominan di masa depan pada plot penelitian.
Sebanyak 61 spesies terdaftar dalam checklist Sumatra dan salah satunya
endemik, yaitu Baccaurea dulcis. Berdasarkan Redlist IUCN, Shorea leprosula
memiliki status konservasi Endangered, Aquilaria malaccensis memiliki status
konservasi Vulnerable, dan 12 spesies lain memiliki status konservasi Low Risk.

ABSTRACT
Analysis of the composition, structure, and tree regeneration of the lowland forest
in the eastern part of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi
was conducted in October and November 2012. The study was carried out on a
one-hectare plot laid out on a slope of a lowland hill forest. A total of 100
quadrats of 10 m x 10 m each was used to obtain data trees, and plots measuring 5
m x 5 m and 1 m x 1 m each were nestled in sapling quadrates to secure data of
saplings and seedlings. We recorded 414 trees with diameter at breast height
(DBH) ≥ 10 cm, representing 113 species of 38 families, with the total basal area
(BA) of 25.71 m2 and Shannon--Wiener diversity index of 4,29. A total of 282
individuals were recorded representing 88 species of 34 families at the sapling
stage and 222 individuals of seedlings representing 67 species of 32 families. The
prevalent species of tree was Prunus arborea with Importance Value (IV) of
19.2%. Ficus fistulosa was the tree species with the highest density (24 trees/ha).
The highest density of seedlings was Rinorea anguifera (24 trees/ha) and the
highest density of saplings was Ficus fistulosa (15 trees/ha). Moraceae with IV
34,05% was dominant in the study site at tree stage, while Violaceae and
Burseraceae with each IV 28.31% and 25.67% were dominant at seedlings and
saplings stage. A total of 71 species or 62.8% of all tree species were
regenerating in the plot. Based on the density of seedlings, saplings and trees, the
species of Euphorbiaceae showed a good regenerating capability and expected to
be the dominant family in the future in the area. A total of 61 species are
registered in the Sumatra checklist and one of them is endemic, which was
Baccaurea dulcis. Following the IUCN redlist we categorized Shorea leprosula
as an endangered species, Aquilaria malaccensis as a vulnerable species, and 12
others as species with low risk."
2013
T34982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sehati
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang komposisi dan struktur hutan pamah serta regenerasi pohon di zona inti bagian barat Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi pada bulan Oktober-November 2012. Plot seluas satu hektare diletakkan di tanah datar di punggung bukit. Plot dibagi menjadi 100 petak yang masing-masing berukuran 10x10 m untuk pencacahan pohon. Petak 5x5 m dan 1x1 m disarangkan dalam plot tersebut untuk pencacahan belta dan semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon dengan diameter setinggi dada (DSD) ≥ 10 cm tercatat sebanyak 463 individu, mewakili 91 spesies dan 36 famili, dengan total area dasar (AD) 27,21 m2 dan indeks keanekaragaman shannon-wiener (H’) 4,04. Spesies dominan berdasarkan nilai kepentingan (NK) adalah Archidendron bubalinum dengan NK tertinggi sebesar 13,93%, diikuti Dacryodes sp. 12,32% dan Antidesma neurocarpum sebesar 12,17%. Archidendron bubalinum adalah spesies dengan kerapatan tertinggi (29 pohon/ha) dan frekuensi tertinggi (22). Koompassia malacensis dari famili Caesalpiniaceae memiliki AD tertinggi 2,23 m2 atau 8,18% dari total AD dalam plot. Burseraceae (32,73%) dan Dipterocarpaceae (25,78%) merupakan famili dengan NK tertinggi, sedangkan famili dengan spesies terbanyak tercatat pada famili Euphorbiaceae (7 spesies). Sebanyak 12 spesies (71 individu) masuk dalam kategori redlist IUCN, 2 di antaranya masuk dalam kategori Critically Endangered (Prashorea lucida dan Shorea acuminata), Endangered (Shorea leprosula), Lower Risk (8 spesies), dan vulnerable (1 spesies). Tercatat sebanyak 511 individu pada tingkat semai, yang diwakili oleh 57 spesies dan 32 famili. Pada tingkat belta tercatat 570 individu yang diwakili oleh 87 spesies dan 36 famili. Di antara 10 spesies pohon yang memiliki kerapatan tertinggi, terdapat 6 spesies (Archidendron bubalinum, Dacryodes sp., Antidesma neurocarpum, Ochanostachys sp., Knema laurina, dan Hydnocarpus sp.) memiliki sebaran lengkap. Empat spesies hanya memiliki sebaran anakan di tingkat belta (Koompassia malacensis, Parashorea lucida, Leptonychia caudata, dan Dacryodes rostrata). Sebanyak 65 spesies atau 71,43% dari semua spesies pohon beregenerasi dalam petak penelitian.

ABSTRACT
Study on the composition, structure, and regeneration of the lowland forest in the western part of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi, was conducted in October-November 2012. A one-hectare plot was established on a flatland, over a ridge. It was divided into 100 quadrats of 10 x 10 m each for the enumeration of trees. Subplots of 5x5 m and 1x1 m were nested within the 10x10 m quadrats for enumeration of saplings and seedlings. The results showed that as many as 463 trees with a diameter at breast height (DBH) ≥ 10 cm were recorded, representing 91 species and 36 families, with a total basal area (BA) of 27.21 m2 and the Shannon-Wiener diversity index (H ') of 4.04. The prevalent species in the plot was Archidendron bubalinum with highest importance value (IV) of 13.93%, followed by Dacryodes sp. with IV of 12.32% and Antidesma neurocarpum with IV of 12.17%. Archidendron bubalinum was the species with the highest density (29 trees/ha) and highest frequency (22). Koompassia malacensis from Caesalpiniaceae was a species having the highest BA 2.23 m2 or 8.18% of the total BA in the plot. Burseraceae (32.73%) and Dipterocarpaceae (25.78%) were a families with the highest IV, while the families with the highest number of species recorded was Euphorbiaceae (7 species). A total of 12 species (71 individuals) occurring in the plot were listed in the IUCN redlist category, 2 of which were in the category of Critically Endangered (Prashorea lucida and Shorea acuminata), Endangered (Shorea leprosula), Lower Risk (8 species), and vulnerable (1 species). We recorded 511 individuals of tree seedling, representing 57 species and 32 families. At the sapling stage 570 individuals were recorded representing 87 species and 36 families. Out of 10 species of tree with the highest density, 6 species (Archidendron bubalinum, Antidesma neurocarpum, Dacryodes sp., Hydnocarpus sp., Knema laurina, and Ochanostachys sp.) had a good number of saplings and seedlings. Only four species had individuals at sapling stage (Koompassia malacensis, Parashorea lucida, Leptonychia caudata, and Dacryodes rostrata). A total of 65 species or 71.43% of all tree species were regenerating in plot."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T39237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Pramita Siwi
"ABSTRAK
Penelitian etnobotani tumbuhan obat belum banyak dikaitkan dengan penelitian mengenai vegetasi hutan sebagai sumber tumbuhan obat. Telah dilakukan penelitian oleh Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013) yang mendata 213 jenis Angiospermae berhabitus pohon (tingkat pohon, belta, dan semai) dari 53familidi zona inti Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Data tersebut menjadi bahan studi potensi tumbuhan obat untuk mengetahui manfaat pengobatan spesies tumbuhan dari ketiga penelitian tersebut. Studi dilakukan melalui penelusuran pustaka, wawancara ahli, dan dokumentasi tumbuhan. Delapan puluh tiga jenis merupakan tumbuhan obat yang digunakan berbagai etnis di Indonesia dengan keragaman bagian yang digunakan dan penyakit yang diobati. Daun merupakan bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan. Jenis penyakit yang paling banyak diobati dengan tumbuhan obat adalah gangguan gastrointestinal. Bioaktivitas dari 14 jenis tumbuhan telah diketahui sesuai dengan penggunaan tumbuhan tersebut. Sebanyak 28 jenis berada dalam database IUCN red list dengan 5 jenis berada dalam daftar high risk. Aquilaria malaccensis merupakan satu-satunya jenis yang berada dalam apendiks II CITES.

ABSTRACT
Analysis about forest vegetation are rarely related to medicinal potency of the plants. There are 213 species of Angiospermae in tree form (tree, belt, and seedling level) from 53 family recorded from Anas’ (2013), Rahma’s (2013), and Sehati’s (2013) researches in the core zone of Bukit Duabelas National Park. This data become the material of analysis about medicinal ethnobotanyto understand about medicinal properties of plant species’ from those three researches. The analysis is done by literature study, interview with ethnobotany researcher, and plant documentation. There are eighty three species used as medicinal plants in several Indonesian tribes and ethnics with high variation in use and disease.Leaves are the most frequently used part of medicinal plants and gastrointestinal disfunctions treatment are the one that use the most medicinal plants. Comparation between ethnobotanical study and bioactivity assay only shows correlation for fourteen species. Known that 28 species are in the IUCN redlist database with 5 species in highrisklist. Aquilaria malaccensis is the only plant included in the appendix II of CITES.
"
Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elviqar
"Analisis vegetasi dan studi regenerasi di Hutan Adat Imbo Mengkadai (HAIM), Desa Temenggung, Kabupaten Sarolangun, Provinsi jambi dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2012. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode petak 1 hektare. Inventarisasi spesies-spesies pohon dilakukan dengan 100 petak yang masing-masing berukuran 10x10 m. Hasil inventaris pohon diameter ≥ 10 cm tercatat 79 spesies, dari 765 individu pohon dengan total luas bidang dasar 44,85 m2. Tercatat pula untuk tingkat belta sebanyak 82 spesies, dari 1404 individu dengan total luas bidang dasar 7,70 m2. Pada tingkat semai sebanyak 64 spesies, dari 797 individu dengan total luas bidang dasar 0,02 m2. Kepindis putih (Sloetia elongata) mendominasi pada tingkat pohon, yang diikuti oleh Kelat merah (Ctenolophon parvifolius) dengan nilai kepentingan (NK) berturut - turut 28, 97% dan 19,68%. Analisis sebaran spesies terdapat 21 spesies umumnya terdapat di hutan sekunder dan 75 spesies umumnya terdapat di hutan primer. Seluruh pohon yang terdapat di HAIM adalah tumbuhan asli yang tumbuh secara alami, dan beberapa di antaranya termasuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh hukum di Indonesia. Di antara 10 spesies utama S. elongata, Baccaurea javanica dan C. parvifolius merupakan spesies memiliki jumlah belta dan semai yang tinggi. Pohon Kepindis putih (S. elongata) merupakan spesies dengan jumlah kerapatan tinggi pada tingkat pohon dan pada belta sebaliknya pada tingkat semai menurun. Hal tersebut menunjukkan mungkin suatu saat nanti S. elongata akan berkurang di kawasan hutan adat dan digantikan oleh spesies lain, seperti B. javanica yang jumlahnya menjadi lebih dominan. Keadaan struktur dan komposisi flora HAIM yang sedang mengalami suksesi dapat menuju hutan klimaks jika kawasan tidak terganggu. Sebanyak 78 spesies atau 81,25% dari total keseluruhan spesies pohon yang tercatat mengalami regenerasi dalam kawasan. Di masa depan HAIM akan didominasi oleh spesies pohon hutan primer seperti Ctenolophon parvifolius dan spesies-spesies dari famili Dipterocarpaceae, dengan pohon induk saat ini tersebar di seluruh kawasan HAIM.

Vegetation analysis and tree regeneration study in the Hutan Adat Imbo Mengkadai (HAIM), Temenggung Village, Sarolangun Regency, Jambi Province was conducted from October until December 2012. A tree species enumeration was carried out in a one-hectare plot. A total of 765 trees (diameter at breast high, dbh ≥ 10 cm) with total basal area of 44,85 m2 comprising 96 species were recorded. The sapling species recorded were 82, consisting of 1404 individuals, with a total basal area of 7,70 m2 while for the seedlings 797 individuals with a total basal area of 0.02 m2were recorded, representing 64 species. Kepindis putih (Sloetia elongata) and Kelat merah (Ctenolophon parvifolius) were dominant with the Importance Values of 28,97% and 19,68% respectively. The presence of S. elongata, C. parvifolius, Shorea spp., Pimelodendron griffithianum, among others , indicated that the forest was a regenerating natural forest leading to the primary forest. Among the 96 species recorded, 21 species were trees commonly found in secondary forests and 75 species of trees the primary forest. All tress in the forest are native plant that grows naturally, some of which are included in the category of rare and protected by the laws of Indonesia. Among the 10 prevalent species, S. elongata, Baccaurea javanica, and C. parvifolius contained the highest number of sapling and seedling. The Kepindis putih tree S. elongata, which was the species with highest in the sapling stage and contained high density in seedling stages may initially grow readily in the forest, but it will be eventually replaced as the dominant by other primary forest species, such as Ctenolophon parvifolius and Shorea spp. In term of structure and floristic composition, the forest at HAIM is undergoing succession leading to the climax forest if undisturbed. A total of 78 species (81,25%) have been regenerating in the plot. In the future the forest will be dominated by primary forest species, whose parent trees are currently scattered throughout the forest of HAIM."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T34605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Anas
"ABSTRAK
Penelitian mengenai Komposisi dan struktur serta regenerasi pohon dilakukan di Zona inti bagian tengah Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Penelitian menggunakan metode petak dengan pencuplikan pada plot seluas 1 hektare yang dibagi dalam 100 subpetak berukuran 10 m x 10 m untuk pencacahan pohon. Petak 5 m x 5 m dan 1 m x 1 m disarangkan dalam petak tersebut untuk pencacahan belta dan semai. Tercatat 540 individu pohon yang terdiri atas 89 spesies dari 36 famili dengan total luas area dasar 30,837 m2 dan nilai Indeks Keragaman (H’) sebesar 3,97. Dacroydes rostrata tercatat sebagai spesies dengan NK tertinggi (15,80%) diikuti oleh Shorea leprosula (15,58% ) dan Hydnocarpus sp. (14,91%). Shorea leprosula merupakan spesies yang memiliki luas area dasar tertinggi dengan nilai 2,829 m2 atau 9,17% dari total keseluruhan. Famili yang memiliki nilai NK tertinggi adalah Burseraceae (31,60) dan Dipterocarpaceae (28,89), sedangkan famili dengan jumlah spesies terbanyak tercatat pada Lauraceae (6 spesies). Terdapat 9 spesies yang masuk dalam kategori Red List IUCN, 2 di antaranya masuk dalam kategori Critically endangered (Parashorea lucida) dan Endangered (Shorea leprosula) serta 7 lainnya masuk dalam kategori Low risk. Pada tingkat semai tercatat 251 individu yang diwakili oleh 73 spesies dari 31 famili. Pada tingkat belta tercatat 305 individu yang terdiri dari 73 spesies dari 30 famili. Di antara 10 spesies pohon yang memiliki kerapatan tertinggi, terdapat 6 spesies yang memiliki sebaran anakan lengkap di tingkat belta dan semai yaitu Hydnocarpus sp., Antidesma neurocarpum, Shorea leprosula, Mussaenda frondosa, Prunus grisea dan Microcos crassifolia, tiga spesies hanya memiliki sebaran anakan di tingkat belta yaitu Dacryodes rostrata, Dacryodes rugosa dan Symplocos sp., dan satu spesies (Artocarpus elasticus) tidak ditemukan anakan di tingkat belta maupun semai. Secara keseluruhan, dari 89 spesies pohon yang tercatat di zona inti bagian tengah TNBD hanya 70 persen (62 spesies) yang beregenerasi.

ABSTRACT
Research on the structure and composition as well as the regeneration of the trees was conducted in the middle section of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi. Research using the plots method, with sampling an area of one hectare plot is divided into 100 subplots measuring 10 m x 10 m for the enumeration trees. Plots 5 m x 5 m and 1 mx 1 m nested within for enumeration saplings and seedlings. As many as 540 trees were recorded in the plot, representing 89 species and 36 families with basal area of 30.837 m2 and Diversity Index value (H ') of 3.97. Dacryodes rostrata recorded as species with the highest importance value (15.80%) followed by Shorea leprosula (15.58%) and Hydnocarpus sp. (14.91%). Shorea leprosula is a species with the highest basal area of 2.829 m2 or 9.17% of the total. Families having the highest importance values were Burseraceae (31.60%) and Dipterocarp (28.89%), while the families with the highest number of species recorded was Lauraceae (6 species). There are 9 species listed in the IUCN Red List category, 2 of which are in the category of Critically endangered (Parashorea lucida) and Endangered (Shorea leprosula) and 7 others in the category Low risk. As many as 251 tree seedlings were recorded in the plot, representing 73 species and 31 families. 305 sapling were recorded in the plot, representing 73 species and 30 families. Out of 10 species of tree which has the highest density, 6 species which had a good number of saplings and seedlings, i.e., Hydnocarpus sp., Antidesma neurocarpum, Shorea leprosula, Mussaenda frondosa, Prunus grisea and Microcos crassifolia,; only three species had individuals at at sapling stage only, i.e., Dacryodes rostrata, Dacryodes rugosa and Symplocos sp., and one species (Artocarpus elasticus) was not found at both saplings and seedling stages. Overall, of the 89 tree species recorded in the middle section of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi, only 70 percent (62 species) were regenerating."
Universitas Indonesia, 2013
T35984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daan Dimara
"Studi ini bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendorong peladang di daerah Kurulu lembah Baliem melakukan kegiatan perladangan di lereng gunung. Proses konversi hutan di daerah lereng gunung untuk perladangan sudah berlangsung dari tahun 1954 dan makin meningkat pada tahun 1970-an. Proses konversi hutan yang ditransformasikan menjadi lahan perladangan untuk menghasil-
kan bahan makanan yang dapat dikonsumsikan keluarga peladang itu sendiri mulai beralih ke perladangan ekonomi subsistens arau ekonomi pasar. Kegiatan perladangan di daerah lereng gunung berlangsung dari tahun ke tahun yang mempercepat proses penggundulan hutan.
Sejak masyarakat Dani kontak dengan masyarakat dari dunia Iuar yang lebih maju, secara tidak langsung mereka terseret ke dalam suatu era baru dengan proses akulturasi yang cepat dapat memberikan dampak positif mau pun dampak negatif terhadap kehidupan sosial dan lingkungan fisiknya.
Dampak positif terhadap kehidupan sosial akibat proses akulturasi adalah mulai mengenal alat-alat perladangan baru dan hasil ladang mereka dapat ditukarkan dengan uang. Dengan demikian secara berangsur-angsur dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dampak negatif terhadap lingkungan fisik akibat penggunaan alat-alat perladangan baru ini adalah secara berlebih-lebihan merombak hutan di daerah lereng gunung yang ditransformasikan menjadi ladang yang hasilnya di jual ke pasar. Sistem manajemen tradisional yang tadinya dipergunakan secara ketat untuk mengatur penggunaan hutan dan daerah perladangan makin mengendor dengan hadirnya petugas pemerintah dan penyebar agama Kristen sebagai pemimpin formal menggeser pemimpin tradisional di daerah ini.
Penggundulan hutan di daerah lereng gunung merupakan masalah ekologi marmsia yang perlu dicari jalan pemecahannya tanpa menimbulkan masalah baru terhadap masyarakat di daerah ini yang menggantungkan hidup mereka pada kegiatan
perladangan ubi jalar. Program-program penghijauan kembali daerah gundul di lereng gunung yang dilakukan pemerintah daerah belum berhasil karena ada faktor-faktor penghambat baik yang berasal dari pihak pemerintah, pelaksana program maupun yang berasal dari masyarakat setempat.
Untuk keberhasilan program penghijauan kembali daerah gundul di lereng gunung dapat disusun suatu program terpadu yang melibatkan semua sektor yang ada kaitannya dengan program pembangunan masyarakat pedesaan. Dengan demikian
program ini bertujuan untuk menghijaukan kembali daerah lereng gunung yang sudah gundul, tetapi di sisi lain dapat memberikan peningkatan hidup kepada masyarakat Dani di daerah mereka."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andestian Wijaya
Bogor: Terbit Press, 2016
634.9 AND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Arif
"Kajian manfaat tumbuhan hutan pamah telah dilakukan berdasarkan data keanekaragaman dari penelitian Anas (2013), Rahmah (2013), Sehati (2013), pada bulan Februari hingga Mei 2014. Kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui potensi pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan hutan pamah di zona inti Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Kajian manfaat tersebut dilakukan melalui tahap pengecekan serta dokumentasi spesies terkait, dan penelusuran potensi pemanfaatannya melalui sumber rujukan ilmiah. Potensi pemanfaatan yang diperoleh sejumlah 161 spesies tumbuhan yang termasuk ke dalam 111 genus dan 48 famili. Potensi tersebut dikelompokkan ke dalam kategori bahan pangan (72 spesies), bahan obat (73 spesies), bahan bangunan (87 spesies), bahan bakar (33 spesies), kerajinan dan teknologi lokal (47 spesies), bahan pewarna dan ritual (15 spesies), dan sumber penghasilan nonkayu (20 spesies). Sepuluh famili dengan potensi pemanfaatan manfaat terbanyak adalah Euphorbiaceae (10 spesies), Moraceae (10 spesies), Lauraceae (9 spesies), Clusiaceae (8 spesies), Rubiaceae (8 spesies), Fabaceae (7 spesies), Malvaceae (7 spesies), Phyllanthaceae (7 spesies), Sapindaceae (6 spesies), Annonaceae (5 spesies).

Utilization assessment of low land rain forest vegetation was conducted based on previous research data by Anas (2013), Rahmah (2013), and Sehati (2013) on February to May 2014. Its aim was to acknowledge utilization potential of low land forest plant biodiversity at core zone of Bukit Duabelas National Park (BDNP). The assesment was conducted on checking and documentation of plant biodiversity, and economic potential assessment through scientific reference. Utilization assessment deliver 161 species in 111 genera and 48 families. Utility potential was distributed into seven utilizatition groups, food (72 species) medicinal subtances (73 species), construction (87 species), firewood (33 species), craft and local technology (47 species), natural dye and ritual (15 species), non-timber additional income (20 species). Ten highest families which mostly utilized are Euphorbiaceae (10 species), Moraceae (10 species), Lauraceae (9 species), Clusiaceae (8 species), Rubiaceae (8 species), Fabaceae (7 species), Malvaceae (7 species), Phyllanthaceae (7 species), Sapindaceae (6 species), Annonaceae (5 species)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Pramita Siwi
"ABSTRAK
Penelitian etnobotani tumbuhan obat belum banyak dikaitkan dengan penelitian mengenai vegetasi hutan sebagai sumber tumbuhan obat. Telah dilakukan penelitian oleh Anas (2013), Rahma (2013), dan Sehati (2013) yang mendata 213 jenis Angiospermae berhabitus pohon (tingkat pohon, belta, dan semai) dari 53familidi zona inti Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Data tersebut menjadi bahan studi potensi tumbuhan obat untuk mengetahui manfaat pengobatan spesies tumbuhan dari ketiga penelitian tersebut. Studi dilakukan melalui penelusuran pustaka, wawancara ahli, dan dokumentasi tumbuhan. Delapan puluh tiga jenis merupakan tumbuhan obat yang digunakan berbagai etnis di Indonesia dengan keragaman bagian yang digunakan dan penyakit yang diobati. Daun merupakan bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan. Jenis penyakit yang paling banyak diobati dengan tumbuhan obat adalah gangguan gastrointestinal. Bioaktivitas dari 14 jenis tumbuhan telah diketahui sesuai dengan penggunaan tumbuhan tersebut. Sebanyak 28 jenis berada dalam database IUCN red list dengan 5 jenis berada dalam daftar high risk. Aquilaria malaccensis merupakan satu-satunya jenis yang berada dalam apendiks II CITES

ABSTRACT
Analysis about forest vegetation are rarely related to medicinal potency of the plants. There are 213 species of Angiospermae in tree form (tree, belt, and seedling level) from 53 family recorded from Anas? (2013), Rahma?s (2013), and Sehati?s (2013) researches in the core zone of Bukit Duabelas National Park. This data become the material of analysis about medicinal ethnobotanyto understand about medicinal properties of plant species? from those three researches. The analysis is done by literature study, interview with ethnobotany researcher, and plant documentation. There are eighty three species used as medicinal plants in several Indonesian tribes and ethnics with high variation in use and disease.Leaves are the most frequently used part of medicinal plants and gastrointestinal disfunctions treatment are the one that use the most medicinal plants. Comparation between ethnobotanical study and bioactivity assay only shows correlation for fourteen species. Known that 28 species are in the IUCN redlist database with 5 species in highrisklist. Aquilaria malaccensis is the only plant included in the appendix II of CITES.
"
2016
S63401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The contents also highlight efforts to conserve and promote traditional forest management practices that balance the environmental, economic and social objectives of forest management. It places these efforts in the context of recent trends towards the devolution of forest management authority in many parts of the world.
The book includes regional chapters covering North America, South America, Africa, Europe, Asia and the Australia-Pacific region. As well as relating the general factors mentioned above to these specific areas, these chapters cover issues of special regional significance, such as the importance of traditional knowledge and practices for food security, economic development and cultural identity. Other chapters examine topics ranging from key policy issues to the significant programs of regional and international organisations, and from research ethics and best practices for scientific study of traditional knowledge to the adaptation of traditional forest knowledge to climate change and globalisation."
Dordrecht: Springer, 2012
e20410637
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>