Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107158 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fithrotul Aini
"Bedah ortopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memulihkan kondisi disfungsi muskuloskeletal.Infeksi Luka Operasi (ILO) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implan. Salah satu cara pencegahan ILO adalah dengan menggunakan antibiotik profilaksis. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi antibiotik yang sangat merugikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis bedah ortopedi di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat periode tahun 2012. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dan metode retrospektif dengan mengambil dan mengumpulkan data dari dokumen rekam medis pasien yang menjalani operasi ortopedi selama tahun 2012. Sebanyak 163 sampel yang diperoleh terdiri dari laki-laki 73% dan perempuan 27% dengan rentang usia dibawah 12 tahun 9,8%, 12-25 tahun 23,3%, 26-65 tahun 28,9% dan diatas 65 tahun 8,0%. Antibiotik profilaksis yang sering digunakan adalah seftriakson 87,8%, gentamisin 3,7%, sefotaksim 3,7%, sefoporakson 1,2%, siprofloksasin 1,2%, fosfomisin 0,6%, meropenem 0,6%, dan vankomisin 0,6%. Sebanyak 55,8% antibiotik yang diberikan sudah tepat waktu, sedangkan sebanyak 93,9% antibiotik tidak tepat obat. Terdapat 8 kasus ILO (4,9%) dari seluruh pasien bedah ortopedi yang mendapat antibiotik profilaksis. Jenis mikroorganisme yang paling sering ditemukan di RSAL Dr. Mintohardjo, Jakarta, adalah Eschericia coli (23,08%), Coliform (18,62%), Staphylococcus aureus sp. (18%). Pseudomonas Sp. (12,15%) dan Alkaligenes Sp (9,31%). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis bedah ortopedi di RSAL Dr. Mintohardjo tidak rasional. Hasil yang diperoleh dari uji kai kuadrat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis antibiotik profilaksis yang digunakan dengan kondisi pasien pasca operasi.

Orthopedic surgery is a surgery to recover muskuloskeletal dysfunction. The Surgical Site Infection (SSI) is an infection of the surgical wound or organ / space that occurs within 30 days after surgery or within 1 year if an implant there. One way to prevent SSI is by using prophylaxis antibiotics. However, improper use of antibiotics can lead to antibiotic resistance wich is very harmfull. The purpose of this study was to collect data and evaluate the rational use of prophylaxis antibiotic in orthopedic surgery at RSAL Dr. Mintohardjo Central Jakarta in 2012. The study was designed cross sectional and conducted retrospectively by taking and collecting data from the medical record document of patients who were undergoing orthopedic surgery during 2012. A total of 163 samples consisted of men 73% and women 27% with an age range under 12 years 9.8%, 12-25 years 23.3%, 26-65 years 58.9% and over 65 years 8.0%. Prophylaxis antibiotics which common used were ceftriaxone 87.8%, gentamycin 3.7%, cefotaxime 3.7%, cefoporaxone 1.2%, siprofloksasin 1.2%, fosfomycin 0.6%, meropenem 0.6%, and vancomycin 0.6%. A total of 55.8% of these prophylaxis antibiotics were given on time, and 93.9% of them were not appropriate drugs. There were 8 SSI cases or 4.9% of all orthopedic surgical patients who received prophylaxis antibiotics. The types of microorganisms which most frequently found at RSAL Dr. Mintohardjo Central Jakarta was Eschericia coli (23.08%), Coliform (18.62%), Staphylococcus aureus sp. (18%). Pseudomonas Sp. (12.15%) and Alkaligenes Sp (9.31%). From these results we could concluded that the use of prophylaxis antibiotics in orthopedic surgery RSAL Dr. Mintohardjo was irrational. Data were tested by chi square test and the results showed that there were a relationship between the types of antibiotic used with patient’s condition after surgery."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S52658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Fathni
"Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari - Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali.
Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis.

Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts.
The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January - December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics.
The results showed that most of prophylaxis antibiotics were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviani Tika Wulandria
"Antibiotik sebagai salah satu pilihan terapi penyakit infeksi saluran pernafasan akut banyak digunakan pada anak-anak. Penggunaan antibiotik yang tepat akan mengurangi angka kejadian resistensi dan efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan antibiotik pada balita dengan infeksi saluran pernafasan akut di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Penelitian ini bersifat observasional dengan metode retrospektif berdasarkan rekam medis dengan desain potong lintang. Analisis dilakukan secara deskriptif. Sampel adalah anak-anak berusia 12-<60 bulan dengan infeksi saluran pernafasan akut dan diberikan terapi antibiotik. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Sampel yang didapatkan sebanyak 66 pasien yang terdiri dari 53,03% laki-laki dan 46,97% perempuan. Terdapat 3 jenis infeksi saluran pernafasan akut yang diderita yaitu faringitis (95,45%), laringitis (1,51%), dan pneumonia (3,04%). Sebanyak 9 jenis antibiotik digunakan yaitu amoksisilin (2,5%), gentamisin (6,3%%), kloramfenikol (1,3%), sefadroksil (5,0%), sefiksim (5,0%), sefotaksim (30,0%), seftriakson (42,5%), sulfametoksazol-trimetoprim (antimikroba) (5,0%), dan tiamfenikol (2,5%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketepatan penggunaan antibiotik pada sampel dilihat dari segi indikasi (100%), pemilihan antibiotik (100%), regimen dosis (83,8%), dan lama penggunaan (50,0%). Data diuji dengan Metode Kai Kuadrat dan hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat hubungan yang lemah antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan dosis, serta tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan lama penggunaan.

Antibiotics, as a treatment option for acute respiratory tract infection were widely used in children. Appropriate use of antibiotics could reduce the incidence of resistance and adverse drug effects. The purpose of this research was to analyze the use of antibiotics in children with acute respiratory tract infection in Dr. Mintohardjo?s Naval Hospital Central Jakarta. This was an observational research with retrospective method based on medical records and cross sectional design. Descriptive analyze was performed. Samples were children aged 12-<60 months with acute respiratory tract infection and antibiotic therapy. Sampling?s technique used was total sampling. The numbers of samples were 66 children consist of 53.03% males and 46.97% females. The types of acute respiratory tract infections were pharyngitis (95.45%), laryngitis (1.51%), and pneumonia (3.04%). Total of 9 types of antibiotics used were amoxicillin (2.5%), gentamicin (6.3%), chloramphenicol (1.3%), cefadroxil (5.0%), cefixime (5.0%), cefotaxime (30.0%), ceftriaxone (42.5%), sulfamethoxazole-trimethoprim (antimicrobial) (5.0%), and tiamfenikol (2.5%). From this research, it can be concluded that appropriate used of antibiotics in the samples in terms of indication (100%), antibiotic treatment (100%), dose regimen (83.8%), and duration of use (50%). Data were tested by Chi Square Methods and the results show that there were a weak relationship between the types of antibiotic used with appropriate dosage, and there were no significant relationship between the types of antibiotic used to the appropriate duration of used."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S52584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fibya Indah Sari
"Bedah merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan dan berisiko tinggi menyebabkan infeksi Adanya infeksi harus ditangani dengan antibiotika empiris yang tepat dan rasional. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data penggunaan antibiotika empiris pada pasien pascabedah di Ruang ICU RSAL Dr Mintohardjo selama periode 2012 2013 dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien ketepatan indikasi ketepatan obat ketepatan dosis dan interaksi obat. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik empiris dari rekam medis pasien pascabedah dengan metode retrospektif dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan tekniktotal sampling. Populasi penelitian berjumlah 299 pasien dan 35 pasien diterima sebagai sampel penelitian. Pada penilaian terhadap jumlah pasien pascabedah terdapat 100 pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien 11 43 pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi 0 pasien mendapatkan antibiotik tepat obat 85 71 pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat dan 51 43 pasien tidak mengalami interaksi obat. Sehingga dapat disimpulkan pengobatan antibiotik empiris pada pasien pascabedah di RSAL Dr Mintohardjo tidak rasional.

Surgery is a manual medical procedure which causes many wounds and has a high infection risk Patient who has infection must be given antibiotic immediatelyand rationally. The aim of this study was to collect empiric antibiotics usage data in Intensive Care Unit of Naval Hospital Dr Mintohardjo 2012 2013 and to evaluate rationality of the administration through the appropriate patient appropriate indication appropriate drug appropriate dose and drugs interaction. This retrospective cross sectional study was done by collecting empiric antibiotics usage data from medical record of postoperative patients on 2012 2013 using total sampling. Population of study included 299 patients and 35 patients were accepted as samples of study. Appropriate assessment based on number of postoperative patients showed 100 appropriate patient 11 43 appropriate indication 0 appropriate drug 85 71 appropriate dose and 31 43 no drugs interaction. It was concluded that empirical antibiotic treatment in postoperative patients in Naval Hospital Dr Mintohardjo were irrational."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Shirleyana Putri
"Gangren kaki diabetik ialah salah satu bentuk komplikasi yang dialami oleh banyak pasien penderita diabetes melitus. Pemberian terapi antibiotik sudah menjadi hal yang umum untuk mengatasi infeksi gangren kaki diabetik. Terapi antibiotik yang rasional sangat diperlukan bagi penderita infeksi gangren kaki diabetik kerena diharapkan dapat mengurangi terjadinya resistensi bakteri dan mencegah dilakukannya tindakan amputasi, mengurangi biaya dan waktu lama perawatan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien penderita gangren kaki diabetik yang di RSAL Dr. Mintohardjo pada tahun 2012, melalui penilaian ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis ketepatan pasien, dan tidak adanya interaksi obat. Peneliti melakukan pengambilan data melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode Januari–Desember 2012 dengan desain cross-sectional. Dengan menggunakan teknik total sampling, didapatkan 18 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian.
Pada hasil penyajian data secara deskriptif, penilaian ketepatan berdasarkan pemberian antibiotik pada pasien terdapat tepat dosis sebesar 27,78%, tepat indikasi 38,89%, tidak adanya interaksi obat 72,22%, tepat pasien 8,33%, dan tepat obat 13,89%. Pada penilaian terhadap jumlah pasien gangren kaki diabetik, terdapat 16,67% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, 16,67% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi, 55,56% pasien tidak mengalami interaksi obat, 11,11% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien, dan 0% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak ada pasien gangren kaki diabetik yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara rasional.

Diabetic foot gangrene is one of complications happened in many patients with diabetes mellitus. Antibiotic therapy has become a common thing to overcome diabetic foot infection. Rational antibiotic therapy is necessary for patients with diabetic foot gangrene infection because it is expected to reduce the occurrence of bacterial resistance, prevent the amputation, reduce cost, and patient's length of stay time.
The purpose of this study was to obtain an overview rational usage of antibiotics in patients with diabetic foot gangrene in Naval Hospital Dr. Mintohardjo during 2012, through the appropriate indication, appropriate drug, appropiate dose, appropiate patient, no drugs interaction. Researcher collected secondary data from medical record during January-December 2012 and used cross-sectional design. By total sampling technique, there were 18 samples were obtained in accordance with inclusion criteria of study.
Appropriate assessment based on number of antibiotics given, showed 27,78% appropriate dose, 38,89% appropriate indication, 72,22% no drugs interaction, 8,33% appropriate patient, and 13,80% appropriate drug. Based on the number diabetic foot gangrene patients, there were 16,67% patients received appropriate dose, 16,67% received appropriate indication of antibiotics, 55,56% patients had no drugs interaction 11,11% patients received appropriate antibiotics as their own condition, and 0% patients received appropriate drug. Based on the result of, it was concluded that, there were no diabetic foot gangrene patients who received rational antibiotic treatment.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Nurrakhmani
"Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan sulitnya penanganan penyakit infeksi karena dengan meningkatnya penggunaan antibiotik yang tidak rasional, tingkat resistensi kuman terhadap antibiotik akan terus meningkat. Salah satu penyakit infeksi yang mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia adalah SIRS, yang mencakup sepertiga dari pasien yang dirawat di ICU. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) merupakan respons klinis terhadap rangsangan spesifik dan nonspesifik, yang disebabkan oleh faktor infeksi maupun non-infeksi. SIRS yang terjadi akibat infeksi perlu diberikan terapi antibiotik yang rasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik pada pasien SIRS di Ruang ICU RSAL Dr. Mintohardjo dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan tanpa interaksi obat.
Penelitian ini merupakan studi survey yang dilakukan dengan cara pengambilan data penggunaan antibiotik dari rekam medis pada periode 2012-2013 secara retrospektif dengan desain cross-sectional dan pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Populasi penelitian bejumlah 148 pasien dan 35 pasien diterima sebagai sampel penelitian dengan total administrasi antibiotik sebanyak 91 kali dengan rincian sebagai berikut, antibiotik tunggal sebanyak 8 kali dan kombinasi 62 kali. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah meropenem, sedangkan antibiotik yang paling sering dikombinasi adalah meropenem+metronidazol. Penggunaan antibiotik yang memenuhi kriteria tepat pasien sebanyak 100,00%, tepat indikasi 22.86%, tepat obat 2.86%, tepat dosis 74.29% dan tanpa interaksi obat 31.43%. Hasil secara keseluruhan pemberian antibiotik empiris pada pasien penderita SIRS dinilai tidak ada yang memenuhi kriteria rasional.

The irrationality of antibiotics usage can lead to difficulty in handling infectious diseases. This occurs due to the increased of antibiotics usage that are not rational will rising the level of resistance of germs to antibiotics. One of the diseases that have a high prevalence of infection in Indonesia is SIRS, which covers one-third of the patients treated in the ICU. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) is a clinical response to specific and nonspecific insult, which are caused by infectious or non-infectious. SIRS caused by infection should be given a rational empirical antibiotic therapy. This study was conducted to determine the pattern of antibiotic usage in patients with SIRS in ICU Naval Hospital Dr. Mintohardjo and evaluation of the accuracy of precision patient, an indication of accuracy, precision medicine, precision dosing, and no drug interactions.
The study is a survey study done by collecting data from medical records of antibiotic usage in 2012-2013 with a retrospective methods, cross-sectional design and sampling with a total sampling technique. Population of study included 148 patients and 35 patients were accepted as samples of study. The study showed that the administration of antibiotics were given 91 times with the following details, a single antibiotic were given 8 times and the combination of antibiotic were given 62 times. The antibiotics most commonly used are meropenem, while most antibiotics are often combined meropenem + metronidazole. Patientd that giben empirical antibitocs with following criteria like right patients as much as 100.00%, 22.86% precise indications, 2.86% right drug, the right dose 74.29% and 31.43% with no drug interactions. There is no rationality in empirical antibiotics usage for patient with SIRS in Naval Hospital Dr. Mintohardjo.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binerta Bai Agfa
"Angka kejadian bedah caesar di seluruh dunia terus meningkat setiap tahun. Namun, angka risiko kematian pasca bedah caesar sangat tinggi akibat infeksi. Pemakaian suatu jenis antibiotik profilaksis pada sebagian kasus bedah caesar telah terbukti dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis serta kerasionalan antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah caesar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2015.
Penelitian dilakukan secara observasional dengan menggunakan metode deskriptif dan data diperoleh dari rekam medis pasien secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dinilai dari ketepatan pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan tanpa infeksi luka operasi.
Pasien yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian sebanyak 245 pasien. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah sefazolin (72,66%). Pada penelitian terdapat pasien bedah caesar yang menerima antibiotik profilaksis 100% tepat pasien, 100% tepat indikasi, 98,78% tepat obat, 98,37% tepat dosis dan 72,24% tepat waktu pemberian, serta 98,37% tanpa infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar terbukti 72,24% pasien menunjukkan kerasionalan.
The number of caesarean section in all over the world continue to increase each year. But the rate of post caesarean section risk of death is very high due to infection. The use of a type of antibiotics prophylaxis in some cases of caesarean section has been proven to reduce the occurrence of surgical site infection. The purpose of this study was to know the image of antibiotic prophylaxis and the rationality of antibiotic prophylaxis on caesarean section patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2015.
This study was conducted in observation using descriptive method and the data is acquired from medical record investigation retrospectively. Data were collected using purposive sampling technique. Rational use of antibiotics assessed evaluation of the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, appropriate time and without the provision of surgical site infection.
Eligible patients as subjects of research were 245 patients. Data obtained showed that the most common kind of antibiotic prophylaxis that being used is cefazoline (72.66%). In this study were caesarean patients who received antibiotic prophylaxis showed 100% appropriate patient, 100% appropriate indication, 98.78% appropriate drug, 98.37% appropriate dose, 72.24% appropriate time and 98.37% no surgical site infection. The usage of antibiotic prophylaxis in patients with proven 72.24% caesarean section patients showed rationality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Septia Bintang Kinanti
"Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis yang biasa terjadi karena disebabkan oleh infeksi atau obstruksi. Pemberian antibiotik dapat menurunkan resiko infeksi pada luka operasi.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data penggunaan antibiotika empiris pada pasien apendisitis di Ruang Perawatan RSAL Dr. Mintohardjo selama tahun 2014 dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan interaksi obat.
Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik empiris dari rekam medis pasien apendisitis dengan metode retrospektif dengan desain penelitian cross- sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling.
Populasi penelitian berjumlah 130 pasien, dan 111 pasien diterima sebagai sampel penelitian. Pada penilaian terhadap jumlah pasien apendisitis, terdapat 100% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien; 83,78% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi; 100% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat; 97,30% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, dan 100% pasien tidak mengalami interaksi obat. Sehingga dapat disimpulkan pengobatan antibiotik empiris pada pasien apendisitis di RSAL Dr. Mintohardjo hampir semua rasional.

Appendicitis is an inflammation of the appendix vermiformis commonly happened because it is caused by an infection or obstruction. Antibiotics can reduce the risk of infection in the surgical wound.
This study aimed to obtain empirical data on the use of antibiotics in patients with appendicitis at Inpatient Unit Hospital Dr. Mintohardjo. This research was conducted to obtain data on the use of empiric antibiotics in appendicitis patients at Inpatient Unit Hospital Dr. Mintohardjo during 2014 and evaluate rationality of the administration through the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, and drugs interaction. This retrospective cross-sectional study was done by collecting empiric antibiotics usage data from medical record of appendicitis patients on 2014 using total sampling.
Population of study included 130 patients, and 111 patients were accepted as samples of study. Appropriate assessment based on number of appendicitis patients, showed 100% appropriate patient, 83,78% appropriate indication, 100% appropriate drug, 97,30% appropriate dose, and 100% drugs interaction. It can be concluded that empirical antibiotic treatment in patients with appendicitis at RSAL Dr. Mintohardjo most of all is rational.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rejeki
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kinerja dokter di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, yang dilakukan terhadap seluruh dokter sebagai responden, menggunakan kuesioner penelitian dengan analisa univariat dan bivariat dengan disain cross sectional. Penilaian kinerja dokter dilakukan oleh pasien yang meliputi perilaku, kehadiran dan komunikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja dokter di poliklinik rawat jalan Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta adalah faktor psikologis (kepuasan kerja), faktor organisasi (kepemimpinan) dan faktor organisasi (budaya organisasi).

The research aims to find out the factors that relate to the performance of doctors in outpatient polyclinics Naval Hospital Dr. Mintohardjo, with the respondents of all doctors, using the questionnaire, analysis of univariate and bivariate by cross sectional design. Performance appraisal of doctor was performed by patients, which covers the behavior, presence and communication.
The result showed that factors that influence the performance of doctors in outpatient polyclinic Naval Hospital Dr. Mintohardjo Jakarta are psychological factor (satisfaction work), the organization factor (leadership) and the organization factor (organization culture).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30618
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyahidah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antibiotik profilaksis bedah bertujuan untuk mencegah infeksi daerah operasi pada pasien yang dianggap mempunyai risiko tinggi. Meskipun kebijakan penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai yang dapat menyebabkan peningkatan risiko resistensi antibiotik dan peningkatan biaya perawatan di rumah sakit.Tujuan: Mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis serta efisiensi biaya penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah digestif di RSUPN-CMMetode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Data sekunder diambil dari rekam medik pasien rawat inap Departemen Bedah RSUPN-CM selama periode Januari hingga Desember 2015. Pada penelitian ini 102 pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis dievaluasi berdasarkan panduan NHS Lanaskhire untuk ketepatan dosis dan waktu pemberian pada tindakan pembedahan dan panduan antibiotik profilaksis divisi bedah digestif RSUPN-CM untuk pemilihan antibiotik berdasarkan indikasi tindakan.Hasil: Dari 102 pasien penelitian 81,4 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dengan indikasi sesuai tindakan dan 90,8 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat dosis. Berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 52 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat waktu 30 menit . Sementara itu, pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis lebih dari satu dosis yang berarti bukan lagi profilaksis sebanyak 15,7 . Tambahan biaya obat akibat pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp. 16.016.007,-.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan masih adanya penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman pada pasien bedah digestif RSUPN-CM. Pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan rumah sakit. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman yang digunakan.
hr>
b>ABSTRACT
"Background Prophylactic antibiotic is used to prevent surgical wound infections in surgery patients who are considered to have high risk of contamination. Despite established guideline, some studies reported inappropriate use of prophylactic antibiotic which potentially increase the risk of antibiotic resistance and hospitalization cost.Aim To evaluate the appropriateness and cost of prophylactic antibiotic usage in digestive surgery patients at Cipto Mangunkusumo hospital.Methods This was a retrospective study conducted on digestive surgery patients. Secondary data were collected from medical records of hospitalized patients in Surgery Department of Cipto Mangunkusumo hospital during the periode January to Desember 2015. In this study, 102 patients receiving prophylactic antibiotics were evaluated based on NHS Lanaskhire guideline for dosage and timimg in accordance with surgical types and guideline of digestive surgery division Cipto Mangunkusumo hospital for antibiotic selection.Results In 102 patients 81,3 patients received prophylactic antibiotics with appropriate indications and 91,2 patients received prophylactic antibiotics with appropriate doses. While 52 patient received prophylactic antibiotic with appropriate timing of 30 minutes. Meanwhile, patients that received prophylactic antibiotics more than once, which means not prophylactic anymore, were accounted for 15,7 . The estimated extra cost due to of inappropriate use of prophylactic antibiotics was Rp. 16.016.007, .Conclusion The results showed that inappropriate use of antimicrobial prophylaxis was still found in digestive surgery Cipto Mangunkusumo hospital and it increased drug cost. The most frequent inappropriateness was the timing of administration followed by inappropriate indication and dose. More work is needed in order to increase the adherence to the guidelines. "
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>