Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Yasmin Iskandar
"Latar belakang. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan bahwa insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile semakin meningkat, terutama pada pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika. Namun belum ada penelitian yang mendapatkan data kedua insidens tersebut di Indonesia, terutama di RSCM.
Tujuan. Untuk mengetahui insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM.
Metode. Dilakukan studi kohort prospektif berbasis surveilans pada 96 pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM pada periode penelitian. Dilakukan pemeriksaan feses dengan uji kromatografi cepat C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM pada awal dan akhir penelitian. Dilakukan follow-up selama 5-7 hari perawatan pada semua pasien. Insidens kolonisasi strain non-toksigenik adalah pasien yang memiliki hasil pemeriksaan fesesnya konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/-. Insidens kolonisasi strain toksigenik adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+. Insidens infeksi adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+ yang disertai satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan infeksi C.difficile.
Hasil. Dari 96 subjek penelitian, 13 subjek mengalami kolonisasi non-toksigenik; 8 subjek mengalami kolonisasi toksigenik; 9 subjek mengalami infeksi. Terdapat 11 subjek yang mengalami gejala klinis, namun hasil pemeriksaan fesesnya tidak ditemukan toksin yang positif (2 subjek hanya mengalami kolinisasi non-toksigenik dan 9 subjek tidak mengalami kolonisasi atau infeksi) sehingga dianggap bukan merupakan infeksi C.difficile.
Kesimpulan. Insidens kolonisasi C.difficile adalah 22%, dimana kolonisasi strain non-toksigenik adalah 14% (IK95% 13-16) dan strain toksi.

Background. Previous studies showed that there have been a significant increasing of the incidence of C.difficile colonization and infection, particularly among hospital inpatients prescribed antibiotics. However, there is no such data available in Indonesia, mainly at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Objective. To determine the incidence of Clostridium difficile colonization and infection among hospital inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods. A surveillance-based prospective cohort study was conducted on 96 inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital during the study period. All patient was followed-up for 5-7 days hospitalization. We obtained rectal swabs or stool samples on admission and day 5-7 of hospitalization and performed a rapid chromatography test C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM to determine colonization or infection. Incidence of non-toxigenic colonization was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/- as the second result. Incidence of toxigenic colonization was defined as as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result. Incidence of infection was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result, accompanied by one or more C.difficile infection-associated clinical symptoms.
Results. A total of 96 subjects were included in the study; 13, 8 and 9 had a non-toxigenic colonization, toxigenic colonization, and infection, respectively. 11 subjects with clinical symptoms could not be determined whether they had a C.difficile infection because of the “toxin-negative” findings from their stool examination (2 subjects had non-toxigenic colonization and 9 subjects had neither colonization nor infection).
Conclusion. The incidence of C.difficile colonization was 22%, which 14% (95% CI 13-16) was the incidence of non-toxigenic colonization and 8% (95% CI 7-10) was the incidence of toxigenic colonization. The incidence of C.difficile infection was 9% (95% CI 8-11).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Najwa Rokhmah
"Kejadian infeksi luka operasi menjadi salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering banyak terjadi di beberapa negara. Belum maksimalnya penggunaan antibiotik profilaksis ditandai dengan penggunaannya yang tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan secara nasional maupun internasional mengakibatkan meningkatnya resiko kejadian infeksi luka operasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik profilaksis bedah terhadap kejadian infeksi luka operasi yang dievaluasi selama 23 hari di RS Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel secara total sampling dan retrospektif dengan menggunakan data sekunder (rekam medis). Sampel penelitian sebanyak 577 rekam medis pasien sejak Januari 2013-Desember 2013.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 6 kejadian infeksi luka operasi (1,04%) dengan penggunaan antibiotik profilaksis tidak sesuai dengan Kepmenkes no 2046 tahun 2011. Tidak terdapat hubungan antara jenis dan waktu penggunaan antibiotik terhadap kejadian infeksi luka operasi serta tidak terdapat hubungan antara faktor resiko dengan kejadian infeksi luka operasi.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kejadian infeksi luka operasi di RS Dr H Marzoeki Mahdi cukup rendah dibandingkan penelitian lain yang pernah dilakukan dan tidak terdapat pengaruh signifikan antibiotik profilaksis serta faktor resiko terhadap kejadian infeksi luka operasi.

Surgical site infection is one of nosocomial infection that frequently happened in some countries. Unappropriate used of prophylactic antibiotic signed by the used of antibiotic not accordance with local or international guidelines and it caused surgical site infection increase.
This study aim to assesed and evaluated factors that affect antibiotic prophylactic use to surgical site infection in Marzoeki Mahdi Hospital Bogor. The design of this study cross sectional with total sampling, and data collected retrospectively. Sample of this study are 577 patient from January 2013- December 2013.
The result showed surgical site infection occur in 6 patients (1,04%), the used od prophylactic antibiotic is not appropriate Kepmenkes No 2046. There is no relationship between types and duration of prophylactic antibiotic to surgical site infection cases and also there is no relation between risk factors and surgical site infection cases.
In this study we can conclude incidence of surgical site infection in Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital was low and there is no significant relation between prophylactic antibiotic used and risk factors with surgical site infection cases.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Asyura Rizkyani
"ABSTRAK
Peranan farmasi klinik di era JKN telah berkembang yaitu melakukan evaluasi
farmakoekonomi terutama pada penggunaan antibiotik pasien anak di PICU yang
berisiko tinggi akan resistensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi peran
serta farmasi klinik pada terapi antibiotik secara ekonomi di PICU RSCM periode
Mei-Oktober 2014. Metode yang digunakan adalah analisis efektivitas biaya.
terhadap lama rawat pasien pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan
rekomendasi periode Mei-Juli 2014 (NR) dibandingkan dengan kelompok pasien
yang mendapat rekomendasi dari farmasi klinik periode Agustus-Oktober 2014
(R). Hasil yang diperoleh dari 42 pasien kelompok NR dan 51 pasien kelompok R
adalah total biaya pada kelompok NR sebesar Rp 427.805.134, sedangkan
kelompok R sebesar Rp 349.302.060. Total lama rawat pasien pada kelompok NR
adalah 268 hari, sedangkan kelompok R adalah 228 hari. Rata-rata lama rawat per
pasien kelompok NR yaitu 6,4 hari sedangkan kelompok R yaitu 4,5 hari.
Persentase efektivitas pada kelompok NR adalah 15,36%, sedangkan kelompok R
22,22%. Hasil ACER kelompok NR adalah Rp 1.591.537/hari, sedangkan ACER
kelompok NR adalah Rp 1.522.013/hari. Hasil analisa sensitivitasnya adalah
dominan karena biaya lebih kecil sedangkan efektivitasnya lebih besar. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran serta farmasi klinik dalam terapi dapat
menurunkan biaya dan lama rawat pasien di PICU RSCM.

ABSTRACT
The role of clinical pharmacy in National Health Insurance era to evaluate the use
of antibiotics has been evolved, especially for children in PICU which at high risk
for resistance. The research objective was to evaluate the role of clinical pharmacy
on antibiotic therapy in the PICU RSCM period from May to October 2014. The
method used is cost-effectiveness analysis to length of stay between the group of
patients who did not received recommendation of clinical pharmacy in the period
May - July 2014 (NR) compared with the group of patients who received the
recommendation of clinical pharmacy period from August to October 2014 (R).
The results were obtained from 42 patients NR group and 51 patients in the R
group. The total direct medical costs in the NR group Rp 427.805.134 , while the
R group Rp 349.302.060. Total length of hospital patients in the NR group was
268 days, while the R group was 228 days. Average length of stay per patient in
the NR group was 6.4 days, while R group was 4.5 days. Percentage of effectivity
from the NR group was 15,36%, while the group R was 22,22 %. ACER in NR
group is Rp 1.591.537 per length of stay, whereas the R group is Rp 1.522.013
per length of stay. The results of the sensitivity analysis is dominant because the
costs was less , while its effectiveness is greater. Thus, it can be concluded that
participation in the clinical pharm"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T43200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryman Utama Suryadinata
"Penggunaan antibiotik yang salah atau irasional dapat menyebabkan terjadinya kasus Antibiotic Resistance (ABR). Salah satu proses dalam mengendalikan ABR yaitu dengan melakukan evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens. Rumah Sakit X saat ini berupaya untuk terus memenuhi standar pelayanan kesehatan yaitu tentang penggunaan antibiotik yang rasional. Metode untuk mengevaluasi rasionalitas yang digunakan adalah dengan metode Gyssens. Kemudian, beberapa hasil yang menarik akan diverifikasi dengan tim pada saat diskusi dilakukan. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 307 kali penggunaan antibiotik. Terdapat 7,5% penggunaan antibiotik yang sesuai dengan pedoman dan penggunaan antibiotik terbanyak pada golongan Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone) dan Beta Lactam (Ampisilin Sulbaktam).
Penyebab terjadinya ketidaksesuaian dan dalam penggunaan antibiotik adalah belum adanya standar pedoman penggunaan antibiotik pada seluruh kelompok diagnosa penyakit, beberapa antibiotik tidak tersedia di rumah sakit, beberapa kebijakan dan program belum berjalan maksimal. Dampak tersebut dapat menyebabkan potensi terjadinya resistensi, penurunan efektivitas obat bahkan dapat meningkatkan biaya pengobatan. Beberapa solusi harus segera dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan cost saving dan hal ini dapat berpengaruh terhadap pembelian obat di rumah sakit termasuk pada mengurangi potensi risiko lainnya yang dapat muncul. Hal tersebut memiliki tujuan akhir yang sama yaitu kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.

Irational antibiotics usage could drive into Antibiotics Resistance (ABR) which could be control by doing the evaluation of antbiotic usage. Nowdays, Hospital X is very concern to improve their quality of services by pushing rational usage of antibiotics. This reasearch will evaluate the rationality of antibioic useage with Gyssens algorithm, and cntinue by some discussion with the team for verification the interesting results. The total sample is 307 cases of antibiotic used. There are 7,5% rational cases of antibiotics usage which Cephalosporin 3 generation (Ceftriaxone) and Beta Lactam (Ampicillin Sulbactam) were the most frequent delivered.
Those irational antibiotic usage caused by there was no antibiotics used guideline for therapy especially for antibiotics therapy, some kind of antibiotics are not available in hospital and some internal regulations and programs were not working properly which could drive to antibiotics resistance, inefficient of the treatment and also increase the treatment cost. The hospital should do some improvement to prevent the resistance, which could give some benefits such as increase cost saving of the treatment, decrease the purchasing level and minimum risk of potential incident. All of those things just to reach the best quality with the controlled cost of healthy services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Indrawati
"Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis pengendalian persediaan antibiotik pada tahun 2011 di RSIA Budi Kemuliaan. Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis unsur-unsur yang berpengaruh pada efektifitas pengendalian dan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis ABC antibiotik pada tahun 2011. Hasil yang didapat dari penelitian ini untuk analisis ABC nilai indeks kritis, kelompok A terdiri dari 8 item obat atau 6,25 % dari seluruh item antibiotik, kelompok B 58 item atau 45,31% dan kelompok C 48,44% atau 62 item antibiotik Untuk evaluasi Formularium, 28 item antibiotik dalam kelompok C dapat dihilangkan. Efektifitas pengendalian belum tercapai, dikarenakan kebijakan yang ada belum cukup dan belum dibakukan menjadi pedoman yang disosialisasikan serta dievaluasi secara rutin dan belum dibakukannya prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengendalian persediaan, serta sistem informasi yang tersedia belum menunjang proses pencatatan dan pelaporan.

The aim of this research is to analyze antibiotics stock control in Budi Kemuliaan Hospital in 2011. This was a cross-sectional study using qualitative approach to analyze some factors influencing control effectivity and quantitative approach to analyze ABC antibiotics in 2011. The result of this study, using ABC analysis of critical index point, showed that Group A consisted of 8 drug items or 6.25% of total antibiotics items, Group B consisted of 58 items (45.31%) and Group C consisted of 62 items (48.44%). Twenty eight itemsin Group C could be deleted from Budi Kemuliaan Hospital?s drug formularium lists.The effectivity of stock control had not been achieved yet because the policy regarding stock controlhad not been established adequately andhad not became a guidance to be socialized and evaluated routinely;there were many procedures of drug stock control had not became SOP (Standard Operating Procedure); and the excellence information system that supported good documentation had not been available yet."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31235
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Tilaqza
"ABSTRAK
Sekitar 50% peresepan antibiotik tidak rasional berdasarkan data dari WHO,
dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, biaya
pengobatan, efek samping dan resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pola peresepan antibiotik dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan peresepan antibiotik yang rasional di seluruh puskesmas kecamatan kota
Depok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel
penelitian terdiri dari seluruh dokter, tenaga kefarmasian, resep antibiotik per oral
dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode Oktober
– Desember 2012. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis diketahui pola peresepan antibiotik
yang paling banyak diresepkan berdasarkan jenis antibiotik adalah amoksisilin
(73,5%) dan kotrimoksazol (17,4%), berdasarkan jenis penyakit adalah faringitis
akut (40,2%) dan ISPA tidak spesifik (25,4%), berdasarkan jenis kelamin pasien
adalah perempuan (54,4%), dan berdasarkan usia yakni antara 19-60 tahun
(45,4%). Dari 392 resep diketahui 56,1% tidak memenuhi kriteria kerasionalan
peresepan antibiotik yakni dalam hal pemilihan antibiotik (22,7%), durasi
pemberian (72,3%), frekuensi pemberian (3,2%), durasi dan frekuensi pemberian
(1,8%).Dokter yang pernah mengikuti pelatihan 2,014 kali lebih rasional
dibandingkan dengan dokter yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Dokter
dengan masa kerja singkat (< 7 tahun) 3,952 kali lebih rasional dalam peresepan
antibiotik dibandingkan dengan masa kerja lama (> 7 tahun). Penelitian ini juga
menunjukkan peran tenaga kefarmasian dalam peresepan antibiotik rasional
belum bisa dilakukan karena kendala keterbatasan tenaga. Oleh karena itu perlu
dilakukan pelatihan kepada dokter dalam upaya meningkatkan peresepan
antibiotik yang rasional secara periodik dan penambahan tenaga kefarmasian agar
bisa melaksanakan peran dalam peresepan antibiotik rasional.
ABSTRACT
Approximately 50% of antibiotic prescribing is categorized as irrational according
to the data from the WHO, which will cause an increase in morbidity, mortality,
cost of medication, side effects, and resistance. The aim of this study was to
evaluate antibiotic prescribing patterns and factors associated with rational
antibiotic prescribing at public health care in Depok. Study design used a cross
sectional method. The sample consisted of physicians, pharmacists, oral antibiotic
prescriptions, and LPLPO from October to December 2012. Data were analyzed
by chi-square test and logistic regression analysis. Based on the results of
analysis, the most widely prescribed antibiotic pattern based on type of antibiotic
were amoxicillin (73.5%) and cotrimoxazole (17.4%), based on the type of
disease were acute pharyngitis (40.2%) and non-specific respiratory infection
(25.4%), based on the patient's gender was female (54.4%), and based on the age
was between 19-60 years (45.4%). About 56.1% of 392 prescriptions was found
not to meet the criteria for rational antibiotic prescribing in the case of antibiotic
selection (22.7%), duration of administration (72.3%), frequency of
administration (3.2%), duration and frequency of administration (1.8%).
Physicians who had attended training for rational drug use was 2,014 times more
rational than physicians who had never attended training. Physicians with short
working period (<7 years) was 3,952 times more rational in prescribing of
antibiotics compared to physicians with a longer working period (> 7 years). This
study also indicated that the role of pharmacist in rational antibiotic prescribing
could not be implemented due to the lack of pharmacist staff. Therefore,
periodically training is necessary for physicians in an effort to improve a rational
antibiotic prescribing in public health care. Additional staff of pharmacist in order
to carry out their role in rational antibiotic prescribing is also needed."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Chatib Warsa
"

Perkembangan mikroba atau jasad renik yang resistan atau kebal pada antibiotika yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi, telah menjadi masalah besar didalam pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Bersamaan dengan berkembangnya penyakit baru akhir-akhir ini, ramai dipublikasikan adanya bentuk baru evolusi kuman yang sulit ditanggulangi dengan obat antibiotika yang biasa dipergunakan untuk pengobatan, yang kemudian disebut sebagai "Superbugs" atau "Killerbugs" atau "Killer Microbes"(1,2,3). Kejadian mikroba resistan terhadap kemoterapi telah dilaporkan terjadi pada berbagai jenis bakteri, jamur, virus maupun parasit. Saat ini bakteri yang resistan antibiotika prevaiensinya paling besar, sehingga pada kesempatan ini saya akan membahas secara singkat masalah ini. Contoh mikroba resistan lain misalnya pada jamur/fungi (Candida sp. resistan pada flukonasol), virus (HIV resistan pada zidovudin), dan parasit (Trichomonas sp. resistan pada metronidasol dan Plasmodium falsifarum resistan pada kloroquin)(4).

Telah diteliti oleh para ahli penyakit infeksi, bahwa pada penderita dengan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri resistan antibiotika, akan menyebabkan penyakit makin berat, makin lamanya masa sakit dan lebih lama tinggal di rumah sakit bagi penderita yang dirawat, juga menyebabkan gejala sisa atau sequelae yang lebih besar, meningkatnya angka kematian/mortalitas, serta biaya pengobatan yang meningkat karena makin mahalnya obat pilihan alternatif(5). Sebaliknya peningkatan resistansi juga dipengaruhi oleh beberapa kemajuan yang didapat dari kehadiran dan efektivitas pengobatan dengan antibiotika itu sendiri, antara lain dimungkinkannya prosedur operasi yang lama dan banyak komplikasi pada penderita immunosupresi, usia lanjut atau penderita yang sakit berat; dapat dilakukan transplantasi; dan dapat digunakannya peralatan dan alat bantu yang kompleks. Kehadiran antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan pada tindakan profilaksis dan pengobatan, memberikan kemungkinan tindakan medik yang lebih kompleks dan dahulu sulit dilakukan(6,7).

Meningkatnya prevalensi bakteri resistan terhadap antibiotika, mengharuskan pertimbangan yang lebih besar didalam melakukan evaluasi risiko tindakan medik yang sudah ada. Ini termasuk tindakan operasi metode baru yang membutuhkan waktu lama; penggunaan instrumentasi dan alat bantu dengan teknologi baru; tindakan pada penderita menurunnya imunokompeten, sakit berat dan sakit kronik; pada kondisi di mana kurangnya fasilitas pada pendidikan dan pelatihan kontrol infeksi; tidak mempunyai fasilitas laboratorium mikrobiologi untuk pemeriksaan tes kepekaan antibiotika, guna mendeteksi adanya resistansi; tidak adanya standar teknik antiseptik yang baik; pada densiti komunitas yang padat; sanitasi buruk di sekitar tempat tinggal.

"
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0223
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Fathni
"Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari - Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali.
Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis.

Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts.
The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January - December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics.
The results showed that most of prophylaxis antibiotics were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Heningtyas
"Penggunaan antibiotik secara bebas atau tanpa menggunakan resep dan kepatuhan pasien dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi antibiotik. Masalah resistensi antibiotik selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan praktik pembelian antibiotika tanpa resep dan hubungan praktik pembelian antibiotik tanpa resep dengan kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan di beberapa apotek Kecamatan Beji Kota Depok pada tahun 2018.
Metode Penelitian ini menggunakan desain studi kuantitatif dan dilakukan secara random terhadap responden yang keluar apotek yang menjual antibiotik tanpa resep yang kemudian dihubungi kembali setelah 7 hari untuk mendapatkan data kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan.
Hasil dari penelitian diantara 109 responden 63,3% membeli antibiotik tanpa resep, 37,6 % tidak menghabiskan antibiotiknya, 82% responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah melakukan pembelian antibiotik tanpa resep, terdapat perbedaan rata rata nilai pengetahuan, sikap, persepsi dan akses sarana antara yang membeli antibiotik tanpa resep dengan responden yang membeli dengan resep dengan masing masing nilai p value = 0,016; 0,0005; 0,0005; dan 0.0005. Terdapat 25,5% untuk pengalaman terdahulu dan 47,7% responden yang menjadikan sebagai referensi dan melakukan pembelian antibiotik tanpa resep.
Kesimpulan: Faktor faktor yang berhubungan terhadap pembelian antibiotik tanpa resep adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi, akses sarana mendapatkan antibiotik tanpa resep, saran teman dan pengalaman terdahulu, selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara pembelian antibiotik tanpa resep dengan perilaku tidak menghabiskan antibiotik.

The use of antibiotics freely or without prescription and patients' obedience in completely consuming the antibiotics bought is one factor causing antibiotic resistance. Problem of antibiotic resistance, besides impacting morbidity and mortality, has also a very negative impact both economically and socially.
Purpose of this study is to determine factors related to the practice of antibiotic purchase without prescription and the relationship of the practice of purchasing antibiotics without prescription with patients' obedience in completely consuming antibiotics bought at some pharmacies in Beji subdistrict, Depok city in 2018.
Method: This research used a quantitative and random design study to respondents who bought antibiotics sold by the pharmacies sold those without prescription and then the patients contacted one more time after 7 days to obtain patients' obedience data in completely consuming the antibiotics bought.
Results: Among 109 respondents, 63.3% were taking antibiotics without prescriptions, 37.6% did not completely consume the antibiotics, 82% of those with low levels of education had antibiotic purchases without a prescription, there was an average difference in the value of knowledge, attitudes, perceptions and access between those who buy antibiotics without a prescription and respondents who buy them with a prescription with each value of p value = 0.016; 0.0005; 0.0005; and 0.0005. There were 25.5% for prior experience and 47.7% of respondents made reference and purchased antibiotics without a prescription.
Conclusions: Factors related to purchasing antibiotics without prescription are education, knowledge, attitude, perception, access to antibiotics without prescription, friend suggestions and prior experience. There is a significant association between the purchase of antibiotics without prescription and the antibiotic-free behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>