Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139553 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Suryaningrum
"Skizofrenia menduduki peringkat keempat sebagai penyakit yang membebankan di seluruh dunia. Salah satu manifestasi klinik dari skizofrenia adalah perilaku kekerasan. Beban berat yang dirasakan keluarga dapat menurunkan kemampuan keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi hubungan beban dengan kemampuan keluarga merawat pasien perilaku kekerasan di Poliklinik Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Desain penelitian adalah analitik dengan tehnik purposive sampling terhadap 103 responden.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara beban dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan (P value <0,05). Penigkatan kemampuan keluarga merawat pasien perilaku kekerasan perlu dilakukan agar beban yang dirasakan keluarga menjadi berkurang.

Schizophrenia is the fourth most burdening health problem in the world. One of the clinical manifestation of schizophrenia is violent behavior. Strenous burden perceived by the family could lower the ability of family to care for patient.
The purpose of this study is to indentify the relationship of family's burden and the family ability to care for patient with violent behavior at the Psychiatric Clinic of Marzoeki Mahdi Hospital of Bogor. This study used analitical design and collected 103 samples using the purposive sampling technique.
This study result indicated a significant relationship between family?s burden and family ability to care for patient with violent behavior (p value < 0,05). Study showed it is necessary to increase family capability in caring for patient with abusive behavior in order to lower the burden perceived by the family.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S45943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Andayani
"Skizofrenia adalah gangguan jiwa atau gangguan otak kronis yang mempengaruhi individu sepanjang kehidupannya. Defisit perawatan diri merupakan salah satu perilaku klien skizofrenia dimana seseorang mengalami gangguan atau hambatan dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang meliputi defisit: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik klien skizofrenia dengan tingkat kemampuan perawatan diri. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross-sectional melalui metode observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik klien skizofrenia pada umumnya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat kemampuan perawatan dirinya, kecuali variabel frekuensi dirawat (P value < 0,05). Rekomendasi penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam penerapan tindakan keperawatan yang tepat dan pembuatan modulmodul terapi keperawatan pada klien skizofrenia sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan secara optimal dan mengurangi tingkat ketergantungan klien skizofrenia dalam perawatan dirinya.

Schizophrenia is a mental disorder or chronic brain disorder that affects human individuals throughout their lives. Self-care deficit is one of the schizophrenia client behaviour in which a person susceptible to interference or hindrance to perform or complete daily activities which include deficit on: bathing, dressing, eating, and elimination. The study aimed to determine the relationship between characteristic of schizophrenia clients with their self-care ability. The study was conducted by using cross-sectional design through direct observation. Results of the study had display generally there are no relationships or any significant difference between characteristic of schizophreniaa client with self-care level, except for the factor of treatment frequency (P value < 0,05). Recommendations suggested by the study can be used as guideline in applying appropriate nursing actions through the production of therapeutic modules on schizophrenia client to increase an optimum nursing care and finally to reduce client dependency on self care ability."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S43366
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yushlihah Rofiati Yusuf
"Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan jiwa yang paling umum. Salah satu gejala positif skizofrenia yaitu perubahan perilaku yang berlebihan dimana mencerminkan kelebihan atau distorsi fungsi normal, seperti tiba-tiba marah, berteriak, hingga melakukan perilaku kekerasan. Terapi spiritual dikatakan mampu menurunan tanda dan  gejala risiko perilaku kekerasan. Penulisan KIAN ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan dengan penerapan terapi spiritual terjadwal pada Tn. Y dengan masalah utama risiko perilaku kekerasan. Implementasi keperawatan selama 10 hari dilakukan tindakan asuhan keperawatan generalis dan pendekatan terapi spiritual. Evaluasi menggunakan instrumen assesment tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan. Hasil yang didapatkan adalah terjadi penurunan tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan pada aspek kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial ditandai dengan skor  24 menjadi 3 diakhir intervensi. Hasil analisa kasus ini merekomendasikan pelaksanaan tindakan keperawatan generalis dengan pendekatan terapi spiritual. Rencana tindak lanjut pelayanan keperawatan diharapkan adanya pelatihan dan peningkatan pemberian intervensi spiritual dalam perawatan pasien agar dapat juga memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Setiap perawat diberi pelatihan untuk menjalankan standar perawatan (SP) berbasis spiritual yang telah disusun terlebih dahulu. Kata kunci : risiko perilaku kekerasan, skizofrenia, terapi spiritual

Schizophrenia is one of the most common types of mental disorders. One of the positive symptoms of schizophrenia is excessive behavior changes which reflect excess or distortion of normal functions, such as suddenly getting angry, screaming, to violence. Spiritual therapy is said to be able to reduce signs and symptoms of violent behavior. The purpose of writing this KIAN is to analyze nursing care with the application of scheduled spiritual therapy to Mr. Y with the main problem of risk of violent behavior. Implementation For 10 days, generalist nursing care and spiritual healing approaches were carried out. Evaluation of the use of instruments to assess signs and symptoms of violent behavior. The results obtained were a decrease in signs and symptoms of violent behavior in the cognitive, affective, physiological, behavioral and social aspects marked by a score of 24 to 3 interventions at the end. The results of this case analysis recommend generalist corrective actions with a spiritual healing approach. The follow-up service plan is expected to provide training and increase the provision of spiritual interventions in patient care so that they can also meet the spiritual needs of patients. Each nurse is given training to carry out the spiritual-based standard of care (SP) that has been prepared in advance. Keywords : schizophrenia, spiritual therapy, violence risk behaviour"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Wuri Wuryaningsih
"Perilaku kekerasan merupakan masalah yang sering muncul pada pasien gangguan jiwa berat termasuk skizofrenia. Alasan keluarga membawa pasien ke RSJ adalah ketidakmampuan mengatasi perilaku kekerasan pasien di rumah. Keluarga berusaha mencegah kekambuhan perilaku kekerasan pasien pasca rawat inap karena perilaku kekerasan menimbulkan beban bagi keluarga. Penelitian ini bertujuan menggambarkan pengalaman keluarga mencegah kekambuhan pasien dengan riwayat risiko perilaku kekerasan pasca rawat inap di RSJ. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi deskriptif. Sampel penelitian berjumlah 8 partisipan dengan purposive sampling. Analisis data menggunakan metode Collaizi.
Hasil penelitian yaitu terdapat 8 tema yang menggambarkan pengalaman keluarga tersebut yaitu: 1) pengetahuan keluarga tentang riwayat perilaku kekerasan; 2) kepekaan keluarga terhadap pencetus kekambuhan, 3) cara pengendalian pasien untuk mencegah kekambuhan; 4) kepedulian keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan, 5) beban keluarga, 6) strategi koping keluarga; 7) bentuk dukungan keluarga, 8) kepasrahan dalam menerima kondisi pasien. Perawat jiwa dapat memberikan pendidikan kesehatan pencegahan dan manajemen perilaku kekerasan kepada pasien dan keluarga. Pelatihan perawat tentang terapi supportif sehingga dapat memfasilitasi terapi supportif pada pasien dan keluarga.

Violence behavior has been the common problem for patients with severe mental illness, including schizophrenia. The reason their family brought them to the psychiatric hospital is their inability to control the patients? violent behavior at home. Their family tried to prevent patients? posthospitalization recurrence because it has been a burden for them. This research was aimed to describe the family experiences in preventing patients? recurrence with risk for violence after being treated in psychiatric hospital. This research used descriptive phenomenology qualitative approach. The research sample was 8 participants taken by purposive sampling method. The data had been analyzed using Collaizi method.
Eight themes were revealed to describe the family experiences: 1) family knowledge of patients? violent behavior history; 2) family sensitivity to trigger violence behavior; 3) the ways of family controlled patient to prevent recurrence; 4) family care as an effort to prevent recurrence; 5) family burden; 6) family coping strategies in preventing recurrence; 7) family support to prevent recurrence; 8) resignation to accept the patients? condition. Nurses can provide mental health preventing education and management of violent behavior to patients and families. Nurse training of supportive therapy to facilitate supportive therapy for patients and families."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keliat, Budi Anna
"Penelitian tentang Disability Adjusted Life Year (DALY), yang dilakukan pada tahun 1990, menemukan 7 (tujuh) masalah kesehatan yang mempunyai kontribusi paling besar terhadap kesehatan. Dalam penelitian tersebut, masalah kesehatan jiwa menempati urutan ketiga yakni sebesar 10,5 % dan seluruh masalah kesehatan (WHO, 1990). Berdasarkan laporan rumah sakit di Indonesia, ditemukan prevalensi gangguan jiwa cenderung meningkat dari 1.9 % pada tahun 1990 menjadi 2.0 % pada tahun 1995 (DepKes RI,1996). Sedangkan survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SRMRT) yang dilakukan pada tahun 1995 menemukan prevalensi gejala gangguan jiwa sebesar 185 orang per 1000 penduduk (Bahar,1995). Klien yang dirawat di rumah sakit jiwa mempunyai rata-rata lama hari rawat yang tinggi yaitu 54 hari (DepKes RI, 2000) dan klien yang paling lama dirawat adalah skizofrenia yaitu 64,8 hari (DepKes, 1995). Beberapa rumah sakit jiwa mempunyai rata-rata lama hari rawat yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, antara lain, RSJP Bogor 115 hari (RSJP Bogor, 2001), RSJP Lawang 95 hari (RSJP Lawang, 2001). Survei tentang rata-rata lama hari rawat klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan adalah 42 hari (RSJP Bogor, 2001), sedangkan Morrison (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa rata-rata lama hari rawat Mien perilaku kekerasan dengan diagnosis skizofrenia adalah 14 hari.
Berdasarkan hasil focus group discussion dengan sekelompok perawat yang berpengalaman merawat klien perilaku kekerasan ditemukan bahwa upaya yang biasa dilakukan adalah pemberian antipsikotik sesuai program terapi medik, disertai pengontrolan eksternal berupa pembatasan gerak dan pengikatan fisik. Berdasarkan data tersebut didapatkan beberapa masalah yaitu asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan belum optimal, lama hari rawat klien masih panjang dan jarak kekambuhan belum diteliti.
Penelitian bertujuan untuk memberdayakan klien dan keluarga dalam merawat klien perilaku kekerasan melalui Pendidikan Kesehatan tentang Pencegahan Perilaku Kekerasan (PKPPK) yang diberikan oleh perawat, sehingga menghasilkan kemampuan. Klien yang mengikuti PKPPK dilatih 4 (empat) cara mencegah perilaku kekerasan yaitu cara fisik, cara sosial, cara spiritual dan patuh makan obat. Kemampuan klien melaksanakan keempat cara pencegahan dibagi tiga yaitu mandiri, bantuan dan tergantung. Kemudian dilakukan analisis pengaruh kemampuan yang dimiliki klien terhadap kejadian perilaku kekerasan, lama hari rawat dan jarak kekambuhan.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dalam bentuk rancangan sari ganda (multiple time series design). Penelitian dilakukan di RSJP Bogor dengan 152 klien dibagi dalam 2 kelompok yaitu 75 orang kelompok eksperimen dan 77 orang kelompok non eksperimen. Intervensi PKPPK diberikan pada klien kelompok intervensi dan keluarganya sesuai pedoman yang telah ditetapkan sampai klien pulang dari rumah sakit. Kemampuan klien diobservasi setiap hari sampai klien pulang dari rumah sakit.
Selama 120 hari setelah pulang dilakukan evaluasi kekambuhan setiap bulan melalui surat, telepon, dan daftar klien yang dirawat kembali di rumah sakit jiwa.
Hasil penelitian menunjukkan klien pria dua kali lipat lebih banyak dari klien wanita; usia paling banyak 30 tahun ke bawah; paling banyak anak pertama; Sebagian besar berpendidikan menengah dan rendah; tidak bekerja dan tidak kawin. Sebagian besar klien dirawat pertama kali, dan paling banyak dengan diagnosis skizofrenia paranoid. Anggota keluarga yang paling banyak bertanggung jawab adalah orangtua dan saudara kandung.
Klien yang mengikuti PKPPK, 86.6% mempunyai kemampuan mandiri dalam mencegah perilaku kekerasan dan klien yang lain mempunyai kemampuan bantuan. Klien yang tidak mengikuti PKPPK, semuanya hanya mempunyai kemampuan tergantung dalam menengah perilaku kekerasan. Kejadian perilaku kekerasan berkurang secara bermakna pada kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok yang mengikuti PKPPK clan yang tidak mengikuti PKPPK. Dari analisis bivariat dan multi variat tidak ditemukan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian perilaku kekerasan. Klien yang mengikuti PKPPK mempunyai lama hari rawat 23 hari dan yang tidak mengikuti PKPPK 40 hari. Lama hari rawat klien yang mengikuti PKPPK lebih pendek secara bermakna dari pada klien yang tidak mengikuti PKPPK. Dan analisis regresi linier ditemukan model yang fit, dan variabel yang berpengaruh secara bermakna memperpendek lama hari rawat adalah kemampuan mandiri dalam pencegahan perilaku kekerasan, jenis kelamin pria, usia 30 tahun ke bawah, perawatan pertama dan kedua, dan anggota keluarga yang merawat mempunyai latar belakang pendidikan menengah atau tinggi.
Klien yang mengikuti PKPPK sebanyak 13.39% (10 orang) kambuh dengan rata-rata jarak kekambuhan 92 hari setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Klien yang tidak mengikuti PKPPK sebanyak 20.8% (16 orang) kambuh dengan rata-rata jarak kekambuhan 44 hari setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Dari analisis regresi Cox ditemukan model yang fit, dan variabel yang berpengaruh secara bermakna memperpanjang jarak kekambuhan adalah kernampuan mandiri dalam pencegahan perilaku kekerasan, usia 30 tahun ke bawah dan mempunyai diagnosis skizofrenia paranoid.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kemampuan mandiri dalam pencegahan perilaku kekerasan yang diperoleh klien yang mengikuti PKPPK berpengaruh secara bermakna dalam memperpendek lama hari rawat dan memperpanjang jarak kekambuhan, sehingga klien dapat 65 hari lebih lama di rumah atau masyarakat. Oleh karena itu disarankan agar PKPPK digunakan sebagai pedoman dalam merawat klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan.

The Empowerment Of Client And Family In Caring For Schizophrenia Client With Violence Behavior In Bogor Mental HospitalResearch on Disability Adjusted Life Year (DALY), which was conducted in 1990, found 7 (seven)-health problems which contributed most to health matter. In that research, mental health problem was on the third place about 10.5% of all health problems (WHO, 1990). Based on reports from Indonesian hospitals, it was found that the prevalence of mental disturbance tend to increase from 1.9% in the year 1990 to 2.0% in the year 1995 (DepKes RI, 1996). Meanwhile, survey on the Mental Health of Household conducted in 1995 found the prevalence of mental disturbance symptoms in 185 out of 1000 people (Bahar, 1995). Clients who were hospitalized in mental hospital have an average length of stays (AvLOS) 54 days (DepKes RI, 2000) and the longest time is for schizophrenia, 64.8 days (DepKes, 1995). Some mental hospitals have higher AvLOS compare to national AvLOS, such as in Bogor Mental Hospital 115 days (RSJP Bogor, 2001), Lawang Mental Hospital 95 days (RSJP Lawang, 2001). Survey on the AvLOS for schizophrenia client with violent behavior found 42 days (RSJP Bogor, 2001), while Morrison (1994) in his research found that the AvLOS for client with violent behavior diagnosed with schizophrenia was 14 days.
Based on the result of focus group discussion with a group of nurses experienced in caring for client with violent behavior, it was found that the common effort was to administer anti-psychotic based on doctor's therapy, along with external control in the form of seclusion and physical restraint. Based on that data, several problems were derived such as: nursing care for client with violent behavior is not optimum yet, client's length of staying is longer and there has been no research on the time of relapse.
This research is intended to empower client and family in caring for client with violent behavior through the health education in preventing violent (HEPV) given by nurses, in order to result in the client's ability to prevent violent behavior. An analysis will then be conducted to find out the effect of clients ability to the occurrence of violent behavior, length of staying and time of relapse.
The method of research is quasi experiment, in the form of multiple time series design. Clients who followed HEPVare trained in 4 (four) ways to prevent violent behavior, namely: physical, social, spiritual and compliant medication. Clients' ability to perform those four preventive ways of violent behavior is divided into three kinds, which are independent, with help, and dependent. The research was conducted in Bogor Mental Hospital with 152 clients divided into two groups, 75 clients in the experimental group and 77 clients in the non-experimental group. HEPV intervention is given to clients in the experimental group and their families according to established HEPV until the clients are discharge from the hospital. The clients' capability is observed daily. For 120 days after their discharge from hospital, evaluation on relapse occurrence is conducted through letters, telephone and list of clients admitted to the mental hospital.
The result of the research showed that the number of male clients is twice as many as the number of female clients, the most common age is 30 and below, first born is also among the most number, most of them have medium and low level of education, most are being admitted for the first time, and the most common diagnosis is schizophrenia paranoid. The family members who are commonly responsible for caring of the client are parents and siblings.
Among the clients who followed HEPV, 86.6 % have the independent capability in preventing their violent behavior and the rest of the percentage has the capability with help. All clients who did not follow HEPV only have dependent capability in preventing their violent behavior. The occurrence of violent behavior decreases significantly in both groups, but there is no significant difference between the groups that follow HEPV and the group that did not follow HEPV. From bivariat and multi variat analysis, it was unable to find the variable that affects the occurrence of violent behavior.
Clients who follow HEPV have 23 days length of staying and clients who did not follow HEPV have 40 days length of staying. The length of staying from clients who follow HEPV is significantly shorter than that of clients who did not follow HEPV. From linear regression analysis was found a fit model, and the variable which have significant effect in reducing the length of staying are the independent capability in preventing violent behavior, male gender age of 30 and below, first and second admission, and the family members responsible for caring have a medium or high level of educational background.
Among the clients who follow HEPV, 13.39 % (10 clients) relapsed with an average relapse time of 92 days upon return from the mental hospital. Among clients who did not follow HEPV, 20.8 % (16 clients) relapsed with an average relapse time of 44 days upon return from the mental hospital. From Cox regression analysis was found a fit model, and the variable which have significant effect in increasing the relapse time are the independent capability in preventing violent behavior, age of 30 and below, and diagnosed with schizophrenia paranoid.
The result of this research has proven that independent capability in preventing violent behavior that the clients received from following HEPV has a meaningful effect in reducing the length of staying and prolong relapse time. Client can stay at home as well as in the community 65 days longer. Therefore, it is advisable that HEPV be used as guidance in caring for schizophrenia clients with violent behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
D570
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Olivia Yuriza
"Risiko perilaku kekerasan merupakan gejala positif dari gangguan skizoafektif yang timbul dari respon maladaptif. Perilaku kekerasan merupakan perilaku individu yang berupa tindakan mencederai diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk menganalisis tentang asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan pada Tn. AD dengan gangguan skizoafektif. Implementasi pada klien dilakukan pada 15-22 April 2019. Implementasi keperawatan generalis yang dilakukan untuk mengontrol marah adalah secara fisik: relaksasi napas dalam, latihan pukul bantal; patuh minum obat, secara verbal asertif, dan secara spiritual. Implementasi tambahan yang dilakukan untuk alternatif pemecahan kasus adalah terapi musik. Implementasi ini menghasilkan penurunan tanda gejala dan mampu mengontol perilaku kekerasan. Rencana tindak lanjut yang dapat dimaksimalkan yaitu dengan cara melibatkan keluarga dalam perawatan klien sehari-hari di rumah.

The risk of violent behavior is a positive symptom of a schizoaffective disorder which arising from maladaptive response. The violent behavior itself is an individual behavior in the form of an act of injuring oneself, others, and environment. The purpose of this case report is to analyze the nursing care toward the risk of violent behavior on Mr. AD who has schizoaffective disorder. The implementation to client is carried out on April 15-22, 2019. The implementation of generalist nursing which were done to control the anger is physically: deep breathing relaxation, hit-cushion training; obediently taking medication, verbally assertive, and spiritually. Additional implementation results on the lower of the sign of symptoms and is able to control the violent behavior. Further plan that can be maximized is involving the family to take care the client every day at home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ellah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran family functioning dan kualitas hidup pada anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran family functioning menggunakan Family Assessment Device (FAD) dan pengukuran kualitas hidup menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum family functioning anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia tidak mengalami masalah pada semua dimensi yang diukur dan kualitas hidup anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia berada pada tingkatan sedang.

This study was conducted to examine family functioning and quality of life of family member who take care for people with schizophrenia. This study used quantitative method. Family functioning was measured by Family Assessment Device (FAD) and quality of life was measured by WHOQOL-BREF.
The result of this study showed that generally family member who take care for people with schizophrenia don't have any problem on each dimension of family functioning and the result showed that they had moderate quality of life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sri Nurtantri
"Latar belakang: Penelitian ini merupakan penelitian penentuan validitas dan realibilitas instrumen Family Questionnaire (FQ) agar dapat digunakan dalam menilai kualitas dan kuantitas ekspresi emosi pada keluarga penderita skizofrenia di Indonesia.
Tujuan: Untuk mendapatkan instrumen Family Questionnaire (FQ) dalam bahasa Indonesia yang sahib dan mengetahui apakah FQ tersebut stabil dan terpercaya untuk digunakan dalam penilaian ekspresi emosi yang dialami oleh keluarga yang merawat penderita skizofrenia di Indonesia.
Metode: Pengambilan sampel keluarga yang merawat penderita skizofrenia sejumlah 97 orang (N = 97) dan sampel pada keluarga yang merawat penderita reumatoid artritis sebagai kontrol sejumlah 94 orang (N = 94). Memenuhi kriteria inklusi dengan metode consecutive yang dilaksanakan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Pengisian kuesioner dilakukan secara self report. Hasil pengisian kuesioner dianalisis secara statistik dengan alat bantu SPSS versi 13, untuk mendapatkan validitas diskriminan, validitas konstruksi, reliabilitas test retest, reliabilitas interobserver, dan reliabilitas konsistensi internal dari instrumen FQ.
Hasil: Hasil analisis diskriminan menunjukkan kemampuan diskriminasi yang baik dari instrumen FQ. Dari pengujian didapatkan sensitivitas (95,5%), spesifisitas (93,8%) dan akurasi FQ (94,3%). Pada pengujian analisis faktor didapatkan koefisien korelasi antara butir dalam domain yang sama menunjukkan angka yang iebih tinggi dibanding domain yang berbeda. Hasil dari analisis faktor menunjukkan 2 underlying construct yaitu Emotional Over Involvement (EO1} dan komponen Critical Comments (CC). Hasil pengujian reliabilitas memperlihatkan skor Cronbach alpha sebesar 0,896, tidak terdapat perbedaan bermakna pada sebagian besar reliabilitas test-retest (p >0,05) dan reliabilitas interobserver (p >0,05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini terbukti bahwa instrumen FQ versi bahasa Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik dan dapat digunakan untuk menilai ekspresi emosi yang dialami oleh keluarga penderita skizofrenia, namun ada beberapa pertanyaan yang perlu diperbaiki, terutama pada tatabahasa agar mudah dipahami.

Background: This study is a research of validity and realibility of the Family Questionnaire (FQ) for evaluating quality and quantity of emotional expression of schizophrenia caregivers.
Objective: To obtain the Family Questionnaire (FQ) in Bahasa and to explore the stability and reliability of the FQ in Bahasa for evaluating emotional expression experienced by family members and relatives as caregivers of schizophrenia patients.
Method: Participants were caregiver of the schizophrenia patients (N = 97) and caregiver of arthritis rheumatoid patients (N = 94) and were recruited consecutively from Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. The data was analyzed systematically with the SPSS 13 version instrument, to obtain discriminant validity, construct validity, test retest reliability, inter-observer reliability and internal consistency reliability of the family questionnaire.
Result: The FQ has good validity. The sensitivity is 95.5%, specificity is 93.8% and accuracy of the FQ is 94.3%. In the test of the analysis factor it was obtained correlation coefficient between items in the similar domain showed higher figures compared to the dfferent domain. The result of the analysis factor showed 2 underlying construct, (1) emotional over involvement (EOI) and (2) critical commence (CC). The reliability test produced score of the Cronbach 's alpha 0.896, there was no significant difference in most of the test retest reliability (p >0.05) and inter-observer (p >0.05).
Conclusion: The Family Questionnaire in Bahasa has good validity and reliability and can be used to evaluate emotional expression experienced by the relatives/Family members of schizophrenia patients, there are several items have to be reviewed to make the questions more comprehensible for Indonesians.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyantoro
"Risiko perilaku kekerasan merupakan keadaan yang berisiko membahayakan melakukan sebuah aksi terhadap suatu perasaan terancam dimana individu mewujudkannya dengan cara melakukan tindakan mengancam, mencederai orang lain, baik secara verbal, secara fisik, emosi, seksual maupun psikologis pada diri sendiri, orang lain serta lingkungan. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan membutuhkan penatalaksanaan yang sesuai. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah untuk memberikan gambaran penerapan Penerapan Acceptance Commitment Therapy (ACT) dan Assertiveness Training (AT) pada klien risiko perilaku kekerasan dengan menggunakan pendekatan teori Interpersonal Peplau. Sampel dalam penulisan laporan kasus ini melibatkan 5 klien dengan klien risiko perilaku kekerasan. Klien tersebut diberikan tindakan keperawatan ners oleh perawat generalis dan tindakan keperawatan spesialis berupa tindakan Acceptance Commitment Therapy CT) dan Assertiveness Training (AT) kemudian pengumpulan data menggunakan instrumen tanda gejala dan kemampuan. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan dari setiap pertemuan terjadi penurunan tanda dan gejala serta peningkatan kemampuan klien risiko perilaku kekerasan. Berdasarkan hasil diatas Penerapan Acceptance Commitment Therapy (ACT) dan Assertiveness Training (AT) dapat direkomendasikan dilakukan di rumah sakit jiwa untuk digunakan menurunkan tanda gejala serta meningkatkan kemampuan klien risiko perilaku kekerasan dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

The risk of violent behavior is a situation that is at risk of endangering taking action against a feeling of being threatened where individuals manifest it by threatening actions, injuring others, either verbally, physically, emotionally, sexually or psychologically to themselves, other people and the environment. Signs and symptoms of risk of violent behavior require appropriate management. The purpose of writing this final scientific work is to provide an overview of the application of Acceptance Commitment Therapy (ACT) and Assertiveness Training (AT) to clients at risk of violent behavior using Peplau's Interpersonal theory approach. The sample in writing this case report involved 5 clients with clients at risk of violent behavior. The client is given nursing actions by generalist nurses and specialist nursing actions in the form of Acceptance Commitment Therapy (CT) and Assertiveness Training (AT) then data collection uses symptoms and abilities instruments. The results of this scientific work show that from each meeting there is a decrease in signs and symptoms and an increase in the client's ability to risk violent behavior. Based on the results above, the application of Acceptance Commitment Therapy (ACT) and Assertiveness Training (AT) can be recommended to be carried out in a mental hospital to be used to reduce symptoms and increase the ability of clients at risk of violent behavior in overcoming the problems they face"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Kristianto
"Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak ditemukan dan merupakan gangguan jiwa berat yang reaksi psikotik mempengaruhi berbagai fungsi dari individu, termasuk pola pikir, komunikasi serta menginterpretasikan realitas, menunjukkan emosi dan perilaku yang tidak dapat diterima secara rasional. Pada residen skizofrenia yang menggunakan zat terlarang sangat berpotensi menimbulkan perilaku kekerasan yang dapat berakibat pada diri sendiri dan orang lain.
Hasil intervensi selama 3 minggu dengan 6 kali pertemuan menggunakan teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan keinginan untuk melakukan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia paranoid dengan penyalahgunaan NAPZA. Asuhan keperawatan pada residen risiko perilaku kekerasan di RSKO Jakarta perlu ditingkatkan sesuai standar guna mencegah terjadinya perilaku kekerasan.

Schizofrenia is psychiatric disorder most commonly found and is a severe mental disorder that affect a variety of function pshycotic reactions of individuals, mindset functions, communications and interpreting reality, shows emotions and unacceptable behavior and rational. The resident schizofrenia who use illicit subtances are potentially foster violent behavior that can result in self and others.
Result of the intervention for 3 weeks with 6 sessions using deep breathing relaxation techniques can reduce the desire to determine violent behavior in patients with paranoid schizofrenia with psychotropic drug abuse alcohol and other addictive subtances. residents of nursing care on the risk of violent behavior in Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta should be increased according to standart in order to prevent the occurance of violent behavior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>