Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinambela, Fransisca Nelly
"TB/HIV merupakan sinergi dua penyakit infeksius yang sangat berbahaya dan banyak menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi remaja di Kota Depok tentang TB/HIV. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif sederhana, dimana 98 responden diambil dengan metode accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 79% remaja di Kota Depok memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang TB/HIV. Meskipun tingkat pengetahuan remaja di kota Depok tentang TB/HIV kurang baik, namun hasil penelitian memperlihatkan 66% remaja di Kota Depok memiliki persepsi yang positif tentang TB/HIV. Pengetahuan dan persepsi yang baik akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap TB/HIV. Sehingga, peningkatan edukasi tentang TB/HIV perlu dilakukan untuk meningkatkan perilaku yang positif terhadap TB/HIV pada anak usia remaja.

TB/HIV is a synergy from two infectious diseases which is very dangerous and leading causes mortality worldwide. This study aims to determine the perception of adolescences in Depok about TB/HIV. This study is a quantitative research uses simple descriptive research design with 98 respondents using accidental sampling. The result showed 79% of adolescences in Depok have a lack of knowledge about TB/HIV. Although they have a lack of knowledge, this study found that 66% adolescences in Depok have a positive perception about TB/HIV. Good knowledge and perception will affect someones?s behaviour of TB/HIV. Thus, the education improvement of TB/HIV is important to do in order to improve the positive behaviour in adolescences about TB/HIV."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Risma Fadillah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang PMS dan HIV/AIDS terhadap perilaku berisiko PMS dan HIV/AIDS. Penelitian dilakukan di SMA Negeri I Wundulako, Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif pada 189 remaja SMA. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar remaja memiliki perilaku tidak berisiko, berumur 16,22 tahun, perempuan, beragama Islam, pengetahuan cukup baik (mean), sikap negatif (mean), terpapar informasi media, dan kontak personal yang kurang aktif. Hasil uji statistik membuktikan terdapat hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin (OR=2,18), pengetahuan (OR=2,16), sikap (OR=2,19), sumber informasi media (OR=2,5) dan kontak personal (OR=2,19) dengan perilaku berisiko PMS dan HIV/AIDS.

This research aim to know the description of the knowledge and attitudes of teenagers about PMS and HIV/AIDS with risk behavior of PMS and HIV/AIDS. Research conducted in SMA Negeri 1 Wundulako, Kolaka, Southeast Sulawesi in 2013. Design research was a cross-sectional with a quantitative approach in high school teenagers (189). The results showed most of the teens have no behavior was risk, 16,22 years, male, Moslem, knowledge is quite good (mean), negative attitude (mean), exposure to media information, and personal contacts that are less active. Results of statistical tests proved there was a meaningful relationship between age, sex (OR = 2.18), knowledge (OR = 2.16), attitude (OR = 2,19), sources of information media (OR = 2.5) and personal contacts (OR = 2,19) with risk behavior of PMS and HIV/AIDS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Theresia Yanuaria Rainy Tukan
"Remaja merupakan generasi penerus bangsa sehingga dalam kehidupan perlu mendapat informasi dan pendidikan yang layak baik secara ilmu pengetahuan maupun keagamaan. Pengetahuan yang benar dan pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi khususnya penyakit menular seksual (PMS) sangat penting untuk kehidupan remaja agar tidak terjebak dalam pola kehidupan yang salah. Di Indonesia masih perlu ditingkatkan lagi informasi tentang penyakit menular seksual, mengingat data tentang penyakit menular seksual yang didapat remaja dari petugas kesehatan 60%, orang tua remaja 65%, dan presentase tertinggi di peroleh remaja dari teman yaitu sebesar 77,3%, data tersebut menunjukkan peran orang tua dan petugas kesehatan masih kurang sehingga remaja lebih cendrung memilih bertanya pada teman. Informasi yang di peroleh dari teman belum tentu sepenuhnya benar dan bisa membawa dampak negatif bagi remaja itu sendiri. Kasus AIDS tertinggi dilaporkan di DKI dan kasus AIDS yang bertahan hidup tertinggi di Papua (122,22/100.000).
Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengetahuan remaja SMAN 30 Jakarta tentang Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS serta Faktor-faktor yang Menpengaruhi Pengetahuan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang (cross sectional). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik,laki-laki sebanyak 36,0% dan perempuan sebanyak 63,0%, pendidikan ayah paling banyak adalah tamat SMA 47,2% dan pendidikan ibu paling banyak 50,9% adalah tamat SMA, orang tua tidak pernah memberikan informasi sebesar 62,7%, pernah 59,1%, tenaga kesehatan pernah memberikan informasi sebesar 56,2% dan tidak pernah sebesar 70,6%, teman sebaya pernah memberikan informasi sebesar 56,2% dan tidak pernah memberikan sebesar 66,2%, remaja lebih banyak mendapatkan informasi melalui media cetak dan elektronik sebesar 59,6% sedangkan tidak pernah sebesar 85,7%. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, pendidikan ayah, pendidikan ibu dan sumber informasi dengan pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dan HIV/AIDS dikarenakan nilai p value > α.

Teens are the future generation of the nation that in lives they are need to be informed and proper education either science or religion The right knowledge and the provision of information about reproductive health in particular Sexually Transmitted Diseases STDs are very important for teenage life in order not to get stuck in a pattern of life which is wrong In Indonesia still needs to be improved further information about sexually transmitted diseases given the data on sexually transmitted diseases teen obtained 60 of health care workers parents of teenagers 65 and the highest percentage of teens get a friend that is equal to 77 3 the data demonstrate the role of parents and health workers are lacking so that more teens tend to choose ask a friend Information that was obtained from a friend is not necessarily completely true and can have negative impacts on adolescents themselves Highest AIDS cases reported AIDS cases in the city and the highest survival in Papua 122 22 100 000
Research purposes to find out how teens SMAN 30 Jakarta knowledge about STDs and HIV AIDS and Factors Influencing the Knowledge This study uses cross sectional study design cross sectional. The results showed that based on the characteristics as many men as much as 36 0 and 63 0 of women most of father s education is 47 2 graduated from high school and the mother s education is at most 50 9 graduated from high school the parents did not Never give information for 62 7 59 1 never ever health workers provide information for 56 2 and 70 6 never never give information peers at 56 2 and never giving by 66 2 more teenagers getting information through print and electronic media by 59 6 and amounted to 85 7 never The results showed no significant relationship between gender father s education mother s education and the knowledge source informs teens about sexually transmitted diseases and HIV AIDS due to the value of p value
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52385
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Randika Caesario
"HIV adalah virus yang menginfeksi sel darah putih dan melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. faktanya ODHIV 30 kali lebih mungkin terjangkit TB dibandingkan orang tanpa HIV. Tahun 2021 jumlah ODHIV di Indonesia 540.000. Sedangkan Kabupaten Bogor dan RSUD Cibinong menempati posisi 3 besar dengan kunjungan HIV tertinggi. oleh karena itu terapi TLD dan TLE adalah terapi terbanyak yang digunakan di wilayah tersebut. Desain penelitian menggunakan survei dengan pendekatan kuantitatif deskriptif. Pengambilan data melalui retrospektif dengan studi crossectional. Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 45 pasien. Analisis data melalui univariat untuk melihat sebarapa besar persentase dan rata-rata perhitungan biaya rumah sakit, serta analisis bivariat menggunakan uji T-Independent Test untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan biaya yang digunakan kasus TB HIV dengan terapi TLD dan TLEHasil penelitian membuktikan bahwa dengan banyaknya pasien TLD dari pada TLE menyebabkan biaya yang dikeluarkan rumah sakit juga lebih besar. Tarif klaim INACBGs pada terapi TLD juga mempunyai tarif yang lebih tinggi dari pada TLE. Selisih yang dihasilkan dari kedua obat tersebut adalah Rp. 543.286. Lama rawat inap terapi TLD juga lebih rendah dari pada TLE yaitu selesih 0,2 hariBiaya yang dikeluarkan pasien yang menggunakan terapi TLD lebih besar, namun profit yang dihasilkan lebih besar pula dari pada terapi TLE. Analisis statistik membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan dari biaya rumah sakit dan lama rawat. Saran dalam penelitian ini pihak rumah sakit dapat mensosilisasikan kembali terkait kebermanfaat terapi tersebut menimbang dari segi efek samping dan profit yang dihasilkan.

HIV is a virus that infects white blood cells and overcomes the human immune system. in fact people living with HIV are 30 times more likely to contract TB than people without HIV. In 2021 the number of PLHIV in Indonesia will be 540,000. Meanwhile, Bogor District and Cibinong Hospital occupy the top 3 positions with the most HIV visits. therefore TLD and TLE therapy is the most used therapy in the region. The research design uses a survey with a descriptive quantitative approach. Retrieval of data through retrospective with cross-sectional studies. The sample in this study used total sampling with a total of 45 inpatients. Data analysis was done using univariate to see how big the proportion and average hospital costs were, as well as bivariate analysis using the T-Independent Test to prove that there was a significant average difference in the costs used for TB HIV cases with TLD and TLE therapy. The results of the study proved that with the large number of TLD patients compared to TLE, the costs incurred by the hospital are also greater. INACBGs claim rates for TLD therapy also have higher rates than TLE. The resulting difference from the two drugs is Rp. 543,286. The length of stay for TLD therapy is also lower than TLE, which is 0.2 days difference. The costs incurred by patients using TLD therapy are greater, but the profit generated is also greater than TLE therapy. Statistical analysis proves that there is no significant average difference in hospital costs and length of stay. Suggestions in this study the hospital can re-socialize regarding the benefits of this therapy considering the side effects and the resulting of the profit."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jalu Adi Dana
"Latar Belakang: Berdasarkan hasil program MDGs, di dunia infeksi baru HIV lebih rendah 35% jika dibandingkan tahun 2000 sementara di Asia infeksi baru HIV menurun 8% dibandingkan tahun 2005 namun di Indonesia infeksi baru HIV justru meningkat 48% pada tahun 2013 jika dibandingkan tahun 2005. Kementerian Kesehatan mengestimasi hingga 2025, jumlah infeksi baru HIV banyak terjadi pada populasi LSL. Penyebaran HIV pada populasi LSL karena rendahnya persepsi berisiko, tingginya multipartner seks, penggunaan napza suntik dan rendahnya penggunaan kondom.
Metode: Penelitian kuantitatif dan menggunakan data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013. Dengan analisis regresi logistik berganda akan dilihat besar risiko persepsi berisiko tertular HIV dengan penggunaan kondom saat seks anal terakhir.
Hasil: Odds ratio pada yang berpersepsi berisiko tertular HIV 2,18 kali untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir dibandingkan dengan yang berpersepsi tidak berisiko (95% CI 0,93 ? 5,11). Odds ratio pada yang berpersepsi berisiko tertular HIV 1,84 kali untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir dibandingkan dengan yang berpersepsi tidak berisiko (95% CI 0,72 - 4,74) pada kondisi pengetahuan yang sama, menjadikan televisi sebagai sumber informasi yang sama, kebiasaan membawa kondom yang sama, dan tergabung dalam komunitas yang jumlah anggotanya sama.
Kesimpulan: Persepsi berisiko tertular HIV meningkatkan kemungkinan responden untuk menggunakan kondom saat seks anal terakhir.

Background: Based on the MDGs program result, in the world new infections of HIV is reduce 35% than 2000, in Asia new infections of HIV declined 8% compared 2005 but new infection of HIV at Indonesia had been increased 48% in 2013 compared to 2005. The Ministry of Health estimates, by 2025 the number of new infections of HIV will increase at the population of MSM. The spread of HIV at the population of MSM because low of risk perception, high multipartner sex, injecting drugs and low of condom use.
Methods: Qualitative and using data Integrated Biological and Behavioural Survey 2013. With multiple logistic regression analysis will be known odds ratio risk perception of HIV infections to condom use at last anal sex.
Result: Odds ratio for the risk perception of HIV infections 2.18 times to use condoms during last anal sex compared with no risk perception (95% CI 0.93 to 5.11). Odds ratio for the risk perception of HIV infections 1.84 times to use condoms during last anal sex compared with no risk perception (95% CI 0.72 to 4.74) in the same state of knowledge, to television as the same resources , the same habit of bringing condoms, and members of the community the same number of members.
Conclusion: The risk perception of infected HIV increases the likelihood of respondents to use condom at last anal sex.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Damayanti
"Remaja merupakan masa transisi dari dunia anak menuju dewasa. Perubahan fisik dan psikologis yang dialaminya berpotensi mendorong remaja terjerat pada perilaku berisiko tertular HIVI/AIDS. Dekade ini setengah dari orang yang hidup dengan HIV adalah orang muda. Dua perilaku yang dianggap awal dari resiko tertular HIV adalah seks pra-nikah dan penyalahgunaan narkoba, Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari model yang tepat untuk menggambarkan faktor biopsikososial yang berperan baik sebagai faktor risiko maupun protektif dalam membentuk perilaku berisiko pada remaja serta membandingkan model tersebut dalam perspektif jender.
Penelitian ini merupakan kerjasama antara Badan Narkotika Propinsi DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (2006) dalam upaya mencari eslimasi prevalensi perilaku penyalahgunaan narkoba dan seks pra-nikah, Penelitian potong lintang ini dilaksanakan pada 119 sekolah di lima wilayah DKI dengan melibatkan 8941 siswa. Metode yang digunakan adalah pengisian sendiri secara anonim. Estimasi prevalensi perilaku hubungan seksual pra-nikah pada remaja SLTA di DKI adalah 3.2% (Cl= 2,4%-4,2%) dimana eslimasi remaja perempuan 1,8% (Cl=0.9%-(3.7%) dan remaja lakl-laki 4,3% (Cl=3,4%-5,6%). Remaja yang pernah menyalahgunakan narkoba 7,3% (Cl= 5,4%-9,9%) dimana estimasi untuk remaja perempuan 0.8% (CI= 0.4%-1,4%) dan 13,1% (C|=10,6%-16,1 %) untuk remaja laki-Iaki.
Untuk tujuan pemodalan, sampel yang digunakan hanya 5800, yaitu mereka yang mengaku mengisi secara jujur pada keliga pertanyaan validasi. Valiabel dependen adalah perilaku berisiko yaitu variabel laten dengan dua indikator (perilaku seks pra-nikah dan penyalahgunaan narkoba). Dengan menggunakan Lisrel 8.7, dianalisis hubungan variabel dependen dengan variabel biologis temperamen berisiko (novelty seeking, harm avoidance dan reward depandence), dengan variabel psikologis; pengetahuan, sikap permisif, perilaku antara (merokok dan aIkohoI), perilaku eksternalisasi, kegiatan terstruktur, determinasi diri, transendensi diri (kontrol spiritual). dengan variabal keluarga; pola asuh positif (dukungan, norma dan sanksi yang jelas), pola asuh keluarga negatif (kritik berlebih, hukuman fisik dan kekerasan seksual), sosial ekonomi keluarga, dengan variabel lingkungan; keterpajanan terhadap pornografi, lingkungan hidup yang negatif dan teman sebaya yang negatif. Confirmatory Factor Anaysis dan Cronbach?s Alpha dlgunakan untuk uji keajegan dan kesahihan dari variabel Iaten. Estimasi maximum likelihood dilakukan dalam pemodelan. Model hipotetis diuji dan terbukli lepatifit {CFl=0,89, RMSEA=0.051. SRMR=0,056). Dengan metode spill half model ini diuji ulang pada 50% sampel dan menghasilkan CFI=0,B9, RMSEA=0,049. SRMR=0,05T. Modifikasi dilakukan agar model lebih fit dan persimoni sehingga variabel kontrol spiritual, dan perilaku eksternalisasi dihilangkan dari model yang perannya sangal kecil terhadap variabel dependennya. Untuk melihat hubungan antar variabel digunakan koefisien path terstandarnisasi.
Dalam pemodelan struktural terbukti bahwa faktor lingkungan yaitu teman sebaya negatif (0,158) sangat berperan unluk terbentuknya perilaku bérisiko. Faktor psikologis, dalam hal ini; pengetahuan (0.06) dan sikap permisif (0,07) tidak banyak perannya terhadap perilaku berisiko demikian pula dengan keterpajanan terhadap pornografi yang tidak mamiliki hubungan Iangsung dengan perilaku berisiko. Dengan demikan pemberian informasi dan pemberantasan pornografi saja tidak cukup efektif untuk mencegah ramaja berperilaku beresiko. Perilaku merokok dan alkohol (0,45) merupakan perilaku antara yang kuat untuk terbentuknya perilaku berisiko. Dilain pihak, faktor biologis, yaitu seorang remaja dengan temperamen (0.39) rasa ingin tahu yang tinggi, tidak pencemas dan rendah peduli terhadap lingkungan sosialnya, jika tidak mandapatkan bimbingan Iebih mudah jatuh untuk melakukan perilaku merokok dan alkohol yang akhimya dapat membawa remaja terjerumus pada perilaku berisiko.
Keluarga dengan pola asuh positif (-0.58) merupakan faktor yang dapat mencegah remaja untuk berteman dengan sebaya negatif, sebaliknya keluarga negatif (151) sangat berhubungan erat dengan pemilihan teman negatif. Namun huhungan langsung antara faktor keluarga dengan perilaku berisiko tidak ditemukan. Keluarga positif juga merupakan faktor protektif bagi tarbentuknya sikap permisivitas (-0,31) namun tidak berhubungan dengan peningkatan pengetahuan remaja terhadap seks dan narkoba. Hal ini menunjukkan tidak berjalannya transfer informasi dari orang tua kepada remajanya.
Secara keseluruhan dalam penelitian ini, kegiatan terstruktur tidak terbukti dapat memproteksi remaja, namun jika dipilah-pilah ternyata kegiatan olah raga baik di sekolah maupun di Iuar sekolah justru merupakan faktor resiko. Hal ini menunjukkan pentingnya pendampingan bagi remaja dalam aktivitas olah raga agar terbentuk norma yang positif. Jika dibandingkan dengan kegiatan di luar sakolah, kegiatan ekstra kurikuler di sekolah Iebih bersifat protektif. Kegiatan kesenian. dan aktiviias organisasi remaja Iainnya di luar sekolah lebih beresiko dibandingkan kegiatan di dalam sekolah.
Dalam perspektif jender, pengaruh keluarga positif lebih besar perannya pada remaja perempuan dibandingkan dengan laki-Iaki. Persamaan regresi pada remaja laki-Iaki hanya dapat menjelaskan 55% dari variasi yang ada, sedangkan pada perempuan persamaan ini dapat menjelaskan 99% dan variasi yang ada. Remaja perempuan yang Iebih banyak terpapar dengan berbagai kegiatan terstruktur tampak lebih pemisif dan berpengelahuan Iebih baik dari pada yang tidak ikut.
Untuk mencegah penularan HIV, intervensi pada remaja menjadi sangat panting. Pencegahan pada perilaku awal yang secara potensial akan berisiko tertular HIV harus dicegah sedini mungkin dengan disain yang komprehensif. Hasil pemodelan ini menegaskan pentingnya peran Iingkungan sosial yaitu teman sebaya negatif dan perilaku merokok serta alkohol sabagai Iintasan Iangsung menuju perilaku berisiko. Faktor keluarga secara tidak Iangsung besar perannya untuk mencegah remaja bergaul dengan teman negatif, sedangkan faktor temperamen berperan dalam terbentuknya perilaku merokok dan alkohol. Komponen psikologis seperti pengetahuan dan sikap permisif tidak banyak peranannya, bahkan kontrol spintual yang dihipotesakan dapat mencegah perilaku berisiko tidak berhasil dibuktikan.
Simpulan penelitian ini adalah bahwa pengaruh sistim sosial sangat dominan dalam membentuk parilaku berisiko pada remaja. Temuan ini sejalan dengan teori psikologi perkembangan remaja yang menyatakan bahwa dalam proses pendewasaan, pengaruh keluarga telah bergeser menjadi teman sebaya. Hal ini dibuktikan dengan besarnya pengaruh Iangsung dan teman sebaya negatif terhadap perilaku berisiko, sedangkan pengaruh keluarga bardampak tidak langsung. Namun demikian keluarga menjadi dasar yang kuat bagi remaja dalam pemilihan teman sebayanya. Faktor psikologis tidak besar perannya terhadap perilaku berisiko. namun faktor psikologis sangat dipengaruhi faklor keluarga. Di lain pihak faktor biologis dalam hal ini berperan dalam terbentuknya perilaku adiksi.
Secara jangka panjang, disarankan agar Usaha Kesehatan Sekolah bagi remaja dikembangkan. keterampilan guru Bimbingan dan Konseling ditingkatkan serta kebijakan pemerintah dalam hal melindungi remaja lerhadap serangan industri rokok harus digalakan, terutama dikaitkan dengan sponsor pada kegiatan olah raga dan musik. Mencegah perilaku berisiko harus dimulai dari pencegahan agar remaja tidak merokok dan minum alkohol. Dalam jangka pendek disarankan untuk menggunakan forum peduli remaja yang ada sebagai forum koordinasi antar instansi perintah dan LSM, sehingga intervensi bukan hanya melalui pemberian informasi kesehatan yang bersifat insidental namun juga ketrampilan asertif yang dilakukan secara berkesinambungan dengan pendekatan teman sebaya atau Iewat kegiatan ekstrakulikuler. Intervensi keluarga lewat ceramah dan pelatihan komunikasi dengan remaja, baik melalui sekolah maupun di Iuar sekolah juga disarankan.

Adolescence is a transition periode from childhood to adulthood. Physical and psychological changes faced by the adolescent can potentially lead them to the risky behavior in HIV transmission. In this decade half of the people living with HlV are the youth. Two types of behavior that can initiate to HIV transmission are premarital sex and drug user. The aim of the study is to find the perfect model in explaining the risk and protective factors ofthe risk behavior and compare it using gender perspective.
This study is 8 collaborative effort between DKI Jakarta Provincial Narcotic Board and Center for Health Research University of Indonesia in finding the prevalence estimate of drug users and premarital sex among the adolescent. This cross Sectional study was conducted in 119 schools in live municipalities in DKI with 8941 students. Anonimous self administered is the method used to collect the data. Prevalence estimate of adolescence premarital sex in DKI are 3.2% (Cf= 2.4%-4.2%}. whereas 1.8% (Cl=0.9%-3.7%) for girts and 4.3% (Cf=3.4%-5.6%) for boys. Prevalence of drugs user are 7.3% (Cl= 5.4%-9.9%). whereas 0.8% (CI= 0.4%-1.4%) for girls and 13.1% (C|=10.6%-16.1%) for boys.
For the risky behavior model. only 5800 sampled subjects that passed three validation questions were used. The dependence variabel of this study is the risky behavior as latent variable with two indicators (premarital sex and drug user). Using Lisrel 8.7. the data were analized with biological variable such as risky temperament (novelty seeking, harm avoidence dan reward dependence). with psychological variables: knowledge. promiscuous attitude, intermediate behavior (smoking and drinking alcohol). externalization behavior. structural activity. self determination. self transedence (spiritual control). with family variablest family positiveness (support. norms and sanction). family risk (over critic. corporal punishement and sexual abused). socio-economic status of the family. with social environmental variables: pomographic exposure, negative neighbourhood, and negative peer. Conlirrnatory Factor Analysis and Cronbach's Alpha were used to test the reliability and construct validity of the latent variables. Estimation of the maximum likelihood was used in this modelling. The hypothetical model was tested and the model was fit (CFl=0,89. RMSEA=0.051. SRMR=0.056). With the split hair' method or 50% of the sample. the model was examined resulting the model was still fit (CFl=0.89. RlvlSEA=0.049, SRMR=0.057). To produce parsimonious model, spiritual control and externalization behavior were deleted since both had weak relationships with dependent variable. To find the relationships between variables. standardized path coofficient was used.
This structural model proved that the environmental factor such as negative peer (0.38) has a strong role to the risky behavior. Psychological factors such as knowledge (0.06) and promiscuous altitude (0.07) have small relationships to the risky behavior. as well as the pornographic exposure. lt means that dissemination of information and eradiction of pomographic material are not effective enough to prevent the adolescent from the risky behavior. Smoking and drinking (0.45) are proven as the stepping stone for the risky behavior. In addition. biological factor such adolescents temperament (0.39) with high novelty seeking. low hann avoidance and low reward dependence. has strong relationship with smoking and drinking behavior. Therefore it is important to emphazise smoking and drinking prevention.
Family with positive child rearing (-0.58) can prevent the adolescent from the negative peer and can also prevent them from smoking and drinking. On the otherside. family with negative child rearing (1.1) has strong relationship with the negative peer. However. direct relation between family and risky behavior is not found. Family positiveness is also a protective factor for the promiscuous attitude (-0.31). but has no relationship with the knowledge improvement about sex and narcotics. it was shown that transfer of knowledge from parents to adolescent is not working.
In general, the structural activities were not proven as a protective factor to the adolescents risky behavior, but in separated analysis, it shows that sport in shoot or out of shool is a risk activity. lt means that guidance to build positive norms is important in adolescent sports club. lvloreover, extracurricular activities are more protective than activities outside school. Art and musical activities, as well as the other adolescent organizations outside school are more risky compared to the school activities.
In gender perspective, the role of family positiveness is stronger for girls compared to boys. It was revealed that R2 (99%) in regression equation in girls can explain majority of the variance variation, while in boys it was only 55%. Female adolescents that have more structural activities are more permissive and have slightly higher knowledge compared to female adolescents with less activities.
To prevent the spread of HIV, intervention for the adolescent is important. Early intervention to prevent the potential behavior that can be a risk for HIV transmission must be designed comprehensively. This model emphasize the important role of social environment such as negative peer, smoking and drinking as the direct variable for the risk behavior. Family factor has indirect effect to prevent the adolescent from negative peers. Psychological components such as knowledge and attitude have little effect on the risky behavior. Biological factors such as temperament with high novelty seeking, low hami avoidance and low reward dependence must be considered as a risk factor for smoking and drinking.
The conclusion of the study is that the social system is very dominant in creating the adolescent risk behavior. The result of this study supports the psychological development theory that in the adolescence process of maturity, the role of family has been shifted to their peers. This was proven by the magnitude of the direct effect of the negative peers for the risky behavior, and the role of family has only indirect effect. Nevertheless, the family is the foundation for the adolescents in choosing their peers. The role of psychological factors for risk behavior is weak, and again, the family has str'ong influence to the development of psychological factors. On the otherhand, biological factors such as temperament has a strong relationship with the addiction behavior.
It is suggested to have a long term plan in expanding the School Health Effort for adolescents, improving the skills of the school counselors and having a strong policy to protect the adolescents from tobacco industries sponsorship in sport and musical activities. In a short term plan, a coordination forum between govemment and NGOs should be improved in order to expand incidental health infomiation to more sustain intervention, such as using peer group educator and extracuriculer activities. Family intervension using seminars and communication training are also suggested.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
D652
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okky Pebea Sella
"

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia remaja putri di SMA Negri 11 Depok. Rancangan penelitian cross sectional. Jumlah sampel 184 siswi, dipilih secara random sampling dari seluruh siswi kelas X dan XI. Data pengetahuan, pendapatan orang tua, kebiasaan konsumsi enhancer dan inhibitor Fe, aktivitas fisik, pola menstruasi diperoleh dari pengisian kuisioner, zat gizi diperoleh dengan kuisioner food recall, kadar hemoglobin dengan metode Hb hemoque, dan pengukuran BB-TB dengan timbangan injak dan microtoise. Data dianalisis secara univariat dan biavriat dengan chi square. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan pengetahuan (p= 0,012) dengan kejadian anemia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada kecendrungan pendapatan keluarga rendah berisiko 1,6 kali (95%CI=0,75-3,55), aktivitas fisik berat berisiko 1 kali, asupan energi kurang berisiko 1,05 kali (95%CI=0,58-1,91), status gizi tidak normal berisiko 1,05 kali (95%CI=0,24-4,53), dan pola menstruasi tidak normal berisiko 1,732 kali OR 1,732 (95% CI 0,684-4,385) untuk mengalami kejadian anemia remaja.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia remaja putri di SMA Negri 11  Depok. Rancangan penelitian cross sectional. Jumlah sampel 184 siswi, dipilih secara random sampling dari seluruh siswi kelas X dan XI. Data pengetahuan, pendapatan orang tua, kebiasaan konsumsi enhancer dan inhibitor Fe, aktivitas fisik, pola menstruasi diperoleh dari pengisian kuisioner, zat gizi diperoleh dengan kuisioner food recall, kadar hemoglobin dengan metode Hb hemoque, dan pengukuran BB-TB dengan timbangan injak dan microtoise. Data dianalisis secara univariat dan biavriat dengan chi square. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan pengetahuan (p= 0,012) dengan kejadian anemia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada kecendrungan pendapatan keluarga rendah berisiko 1,6 kali (95%CI=0,75-3,55), aktivitas fisik berat berisiko 1 kali, asupan energi kurang berisiko 1,05 kali (95%CI=0,58-1,91), status gizi tidak normal berisiko 1,05 kali (95%CI=0,24-4,53), dan pola menstruasi tidak normal berisiko 1,732 kali OR 1,732 (95% CI 0,684-4,385) untuk mengalami kejadian anemia remaja.


The purpose of this research is conducted to determine the factors associated with anemia status of young women in high school Negri 11 Depok. Cross sectional study design. Total sample 184 students, selected by random sampling of all students of class X and XI. Data knowledge, parental income, consumption habits enhancers and inhibitors Fe, physical activity, menstrual pattern obtained from filling the questionnaire, nutrients obtained by questionnaire food recall, hemoglobin levels with methods Hb hemoque, and measurement BB-TB with weigher scales and microtoise. Data was analyzed by univariate and biavriat with chi square. The results showed there is correlation between knowledge (p = 0.012) and the incidence of anemia. Results also showed that low family income at risk 1.6 times (95% CI = 0.75 to 3.55), heavy physical activity at risk 1 time, less energy intake risk of 1.05 (95% CI = 0.58 to 1.91), not normal nutritional status risk of 1.05 (95% CI = 0.24 to 4.53), and abnormal menstrual patterns risk 1.732 times OR 1.732 (95% CI 0.684 to 4.385 for experiencing anemia among adolescents.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Zaki Dinul
"HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit communicable disease yang merusak sistem kekebalan tubuh. Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan sistem kekebalan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik individu dan faktor risiko terhadap terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti saroso tahun 2011. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunjung ke klinik VCT yang memiliki kelengkapan data yang lengkap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proprsi infeksi oportunistik (84,4 %) dan ada hubungan antara jumlah CD4 dan stadium HIV/AIDS terhadap terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS (pvalue = 0,037). Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi perumusan program pencegahan dan tatalaksana HIV/AIDS di masa yang akan datang.

HIV / AIDS is a disease communicable disease that damages the immune system. Opportunistic infections are infections caused by the decrease in the immune system. This study aims to know the description of individual characteristics and risk factors for the occurrence of opportunistic infections in people with HIV / AIDS at the Hospital for Infectious Diseases Sulianti Saroso in 2011. This study design is cross-sectional. The sample in this study were all patients with HIV / AIDS who visited the VCT clinic that has a complete data completeness.
The results showed that proprsi opportunistic infections (84.4%) and no relationship between CD4 count and stage of HIV / AIDS on the occurrence of opportunistic infections in people with HIV / AIDS (pvalue = 0.037). It is hoped this research can be useful for the formulation of programs of prevention and management of HIV / AIDS in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Khaulah
"Sejak 5 tahun terakhir terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yang sangat cepat di kalangan pengguna NAPZA suntik. Infeksi HIV di Indonesia cenderung akan tetap meningkat pada masa 5 tahun mendatang. Hal ini berhubungan dengan bertambah banyaknya penularan virus HIV melalui jarum suntik yang tercemar pada pengguna NAPZA suntik akibat praktek penggunaan jarum suntik secara bersama/bergantian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik di Kampung Bali, Jakarta tahun 2004. Dalam menilai praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik ini, aspek penting yang menjadi perhatian meliputi adanya praktek splitting dan loading, yakni berbagi NAPZA yang telah dicampur pada satu semprit untuk dibagi dengan sesama teman pemakai, penggunaan jasa juru suntik illegal, pemakaian jarum suntik maupun peralatan secara bergantian, dan cara membersihkan jarum dan semprit.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, pengumpulan data primer dilakukan di wilayah Kampung Bali, Jakarta pada bulan Juni 2004, dengan jumlah sampel sebanyak 111 responden. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil penelitian ini menyimpulkan, proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek mencegah yang baik terhadap penularan HIV/AIDS sebesar 23,4%, sedangkan yang buruk sebesar 76,6%. Proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek penggunaan jarum secara bersama/bergantian masih cukup tinggi yakni sebesar 82,9%.
Hasil uji bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik di wilayah Kampung Bali, Jakarta adalah: pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan kelompok sebaya, dan dukungan keluarga.
Dari hasil uji analisis multivariat terdapat 2 variabel yang berhubungan bermakna dengan praktek mencegah penularan HTV/AIDS yaitu sikap (OR=4,67), dan dukungan kelompok sebaya (OR=4,91). Dari kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan adalah dukungan kelompok sebaya.
Mengingat masih besar proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek mencegah yang buruk terhadap penularan HIV/AIDS, maka disarankan perlunya penerapan dan pengembangan program lain yang lebih efektif seperti program methadone untuk mengurangi praktek berbagi jarum di kalangan pengguna NAPZA suntik. Selain itu, perlunya membangun sikap positif pengguna NAPZA suntik dengan melibatkan peran pendidik kelompok sebaya maupun petugas kesehatan/lapangan.
Daftar bacaan : 55 (1990 - 2004).

Factors Related to Prevent HIV/AIDS Infections Practice Among Injecting Drug Users in Kampung Bali, Jakarta, Year of 2004In last five years has occurred a new phenomenon of HIV/AIDS transmission which happens so fast among injecting drug users. HIV infection in Indonesia trends to increase for next five years. This is related to the increasing of using sharing injection needle.
This study objective is to find out description ang factors which related to prevent HIV/AIDS infection practice among Injecting Drug Users in Kampung Bali, Jakarta, year of 2004. In assessing this practice, the important aspects which paying attention are splitting practice and loading practice, which are sharing NAPZA which has been mixed in one container and then shared to fellow user, illegal medical aide service for injection, injection needles or tools usage by turns, and method of cleansing injection and container.
Design if this study is cross sectional, primary data collecting carried out in Kampung Bali region in June 2004, with number of sample is 111 respondents. Data has been analyzed using univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis.
Result of this study concluding, injecting drug users proportion who done good preventing to HIV/AIDS infection practice is 23,4%, while those who practice bad preventing in 76,6%. Injecting drug users who practice sharing injection needle still high which is 82,9%.
Result from bivariate analysis shows factors which related significantly to HIV/AIDS infection preventing practice among injecting drug users which are, education, knowledge, attitude, peer group support, and family support.
There are two variables in multivariate analysis which significantly related to HIV/AIDS infection preventing practice among injecting drug users, which are attitude (OR=4,67) and peer group support (OR=4,91). Among these variables, peer group support is the most dominant factor.
Consider there is still high proportion of injecting drug users who does bad prevention practice to the infection of HIV/AIDS, it is recommend the need of development and implementation effective program as methadone program to decrease needle sharing among injecting drug users. Also need to develop positive attitude of injecting drug users by involving peer group educator or health workers.
References : 55 (1990-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Yan Prima Zani
"Peningkatan jumlah kasus baru HIV dari pengguna NAPZA suntik cukup mengkhawatirkan. Prevalensi HIV pada kelompok ini meningkat tajam antara 40 - 80% sejak tahun 2001. Tingginya prevalensi HIV pada kelompok pengguna NAPZA suntik akibat perilaku penyuntikan berkelompok termasuk penggunaan jarum suntik dan semprit bekas. Infeksi HIV pada kelompok ini dikhawatirkan menyebar ke masyarakat umum melalui hubungan seksual berisiko.
Penelitian ini ingin menilai besaran potensi penularan HIV dari pengguna NAPZA suntik ke masyarakat umum melalui hubungan seks berisiko. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Survei Surveilans Perilaku di Jakarta tahun 2000 yang dilaksanakan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Hasil penelitian mendapatkan (1) pengguna NAPZA suntik sebagian besar pria berusia antara 17 - 29 tahun dan belum menikah, (2) zat yang biasa digunakan adalah heroin (3) lebih dari 50% responden melakukan perilaku penyuntikan berisiko termasuk penyuntikan berkelompok dan menggunakan jarum suntik dan semprit bekas, (4) satu dari tiga responden masih berhubungan seks dalam 12 bulan terakhir dan hampir seluruhnya tidak menggunakan kondom ketika berhubungan seks.
Dari hasil simulasi diprediksikan jumlah kasus HIV baru yang ditularkan pada pasangan pengguna NAPZA suntik melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom antara 319 - 1036 orang per 10.000 pengguna napza suntik. Potensi penyebaran HIV dari pengguna NAPZA suntik ke masyarakat umum cukup besar, dan perlu diwaspadai jejaring penyebaran HIV dari pasangan seks komersil pengguna NAPZA suntik ke pelanggan-pelanggannya. Untuk meminimalisasi potensi penyebaran HIV perlu dilaksanakan : strategi harm reduction untuk menurunkan perilaku penyuntikan berisiko tinggi, strategi demand reduction lebih diperluas jangkauannya termasuk pendidikan tentang dampak buruk NAPZA dan epidemi HIV/AIDS pada seluruh anggota masyarakat, strategi supply reduction lebih ditingkatkan, peran aktif masyarakat dalam pemberantasan NAPZA dan menerima bekas pengguna NAPZA sebagai bagian dari anggota masyarakat.
Daftar bacaan : 53 ( 1995 - 2004)

The Potential of HIV Spread from Injection Drug User to Public in Jakarta Year 2000Increasing number of new HIV cases among injection drug users is worrying. Prevalence rate was increased within 40-80% since 2001. This high prevalence related to group injection including the utilization of used needles/syringes. HIV infection among this group could be spread to the public through risky sexual intercourse.
This study aimed at evaluating the magnitude of potential of HIV spread from injection drug user to public through risky sexual relation. This study analyzed secondary data from Behavior Surveillance Survey in Jakarta year 2000 conducted by Center for Health Research, University of Indonesia. The study found that (1) injection drug user is mainly consisted of unmarried man aged 17-29 years old, (2) drug that was frequently used was heroin, (3) more than 50% of respondents had risky injection behavior, such as group injection and application of used syringes, (4) one out of three respondents was sexually active in the last 12 months and almost never used condom.
The simulation result predicted that the number of new HIV cases spread from injection drug user to public was between 319-1036 persons per 10000 of injection drug users. This meant high potential of HIV spreading and special attention should be paid to prevent the spreading sourced from the commercial sex workers who experienced sexual relation with injection drug user and might spread it to their regular/public customer. To minimize this potential, it is suggested to adopt harm reduction strategy as to decrease high-risk behavior, to extend demand reduction including education on negative effects of drugs and on HIVIAIDS targeted to the public, and to improve supply reduction by empowering community to eradicate drugs, and to accept ex-drug user who has been recovered.
References: 53 (1995-2004).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>