Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Fitria
"Diabetes melitus adalah penyakit yang perkembangan epideminya sangat cepat dan biaya perawatan diabetes pun sangat besar karena merupakan penyakit akut. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk melihat biaya rawat jalan tingkat lanjut diabetes pada peserta JPK PT Jamsostek (Persero) di empat rumah sakit pemerintah di Jakarta yang diteliti serta melihat perbandingan biaya RJTL diabetes pada keempat rumah sakit tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa biaya RJTL diabetes per oranproporsi biaya paling besar pada RJTL diabetes di rumah sakit adalah biaya farmasi (40%-60%) diikuti oleh biaya pemeriksaan diagnostik (24%-36%), dan biaya konsultasi dokter spesialis (10%-12%). Rata-rata biaya RJTL diabetes adalah Rp 400,280-Rp 1,141,372 per orang per tahun. Beban biaya RJTL diabetes di rumah sakit adalah 2.2%-6.2% dari pendapatan per bulan. Beban tersebut dapat dikurangi dengan melakukan pencegahan diabetes, deteksi dini, serta reduksi komordibitas dan komplikasi dengan meningkatkan layanan perawatan diabetes. Dalam skala nasional, program pencegahan yang costeffective harus dimulai untuk memaksimalkan peningkatan kesehatan.

Diabetes mellitus (DM) is a growing epidemic and the cost of treating diabetes is largely increasing. The objective of this study was to know cost of diabetes among member of JPK PT Jamasostek (Persero) whom attends at out-patient care hospitals in Jakarta, and to know cost comparison of diabetes at out-patient hospital. This study use quantitative research that has descriptive characteristic. From the total diabetes cost components, the cost for medicine represents the largest share (40%-60%), followed by laboratory cost (24%-36%), and consultation cost (10%-12%). The annual mean outpatient cost for each person with diabetes was Rp 400,280-Rp 1,141,372. The cost burden of DM at outpatient care hospitals is 2.2%-6.2% from income per month. That burden could be saved by prevention, earlier detection, and a reduction in diabetes co-morbidities and complications through improved diabetes care. Large scale and cost-effective prevention programs need to be initiated to maximize health gains and to reverse the advance of this epidemic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Suci Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet DM. Penelitian ini menggunakan disain studi cross sectional yang dilakukan pada 19 Maret ? 5 April 2012 di Klinik Gizi dan Klinik Edukasi Diabetes RSUP Fatmawati dengan 100 orang pasien DM tipe 2 usia ≥ 20 tahun. Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner, food recall 1x24 jam, dan FFQ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 56% responden yang patuh diet. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan (OR=12,5), persepsi (OR=11), motivasi diri (OR=8,8), dukungan keluarga (OR=5,5), dan keikutsertaan penyuluhan gizi (OR=7,8) dengan kepatuhan diet DM.

The objective of this study was to identify factors which associated with dietary adherence on diabetes mellitus. The method used in this study is cross sectional design which was conducted by 100 respondents aged 20 years and older with type 2 diabetes at Nutrition Clinic and Diabetes Education Clinic at Fatmawati Hospital Center in March 19th until April 5th 2012. Data were collected through interview referring to the questionnaire, a food recall 24 hours, and FFQ.
The result of this study showed that 56% people in a good dietary adherence of diabetes mellitus. There were significant association between knowledge level (OR=12,5), perception (OR=11), self-motivation (OR=8,8), family support (OR=5,5), and following nutrition education (OR=7,8) with dietary adherence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S1981
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Lioner
"Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang membutuhkan penggunaan obat dalam jangka panjang untuk mengontrol glukosa darah dalam tubuh. DM dapat menyebabkan komplikasi sehingga obat seringkali digunakan bersamaan untuk menangani kondisi tersebut. Untuk itu, terapi yang digunakan harus dipantau agar memberikan manfaat klinis yang optimal. Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kegiatan dalam PTO meliputi pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengobatan yang diterima pasien dengan diagnosis diabetes melitus di salah satu rumah sakit umum daerah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi masalah terkait obat yang kemungkinan terjadi, serta menentukan langkah yang perlu diambil selanjutnya. Pemantauan terapi obat dilakukan secara prospektif dengan data yang diperoleh dari rekam medis dan kegiatan visite. Masalah terkait obat dikaji menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, dan Plan). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pasien sudah menerima terapi sesuai dengan kondisi klinis pasien. DRP yang terjadi adalah perlunya penyesuaian dosis obat pada pasien gangguan ginjal.

Diabetes Mellitus is a chronic disease requiring long-term treatment to control blood glucose in the body. DM can cause several complications, often involving multiple medications being used simultaneously. Drug Therapy Monitoring is needed to ensure safe, effective, and rational drug therapy for patients, including assessing drug selection, dosage regimens, drug administration, therapeutic responses, adverse drug reactions (ADR), and recommendations or alternative therapies, if needed. This research aimed to review the treatment received by a patient diagnosed with diabetes mellitus at a public regional hospital by identifying and evaluating drug-related problems that might occur and suggesting the next step be taken. Monitoring drug therapy is carried out prospectively with data obtained from patient's medical records and visits. Drug-related problems were assessed using the SOAP (Subjective, Objective, Assessment, and Plan) method. This study concludes that the patient has received appropriate treatment corresponding to the patient's clinical condition. The observed drug-related problem was the need for drug dosage adjustments in patients with chronic kidney disorders."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retia Centini
"Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia merupakan suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal yang menjadi karakteristik diabetes melitus. Selain itu, terdapat pula DM tipe 2, yaitu keadaan tingginya kadar gula darah karena penurunan sekresi insulin. DM tipe 2 ini juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi, salah satunya komplikasi makrovaskular (organ jantung, otak, dan pembuluh darah). Selama pengobatannya, DM memerlukan kepatuhan pengobatan yang tinggi, terutama pada pasien DM dengan komplikasi. Perlu dilakukan pula pemantauan terapi obat agar dapat dipastikan dosis tepat dan tidak terjadi efek samping yang akan memperburuk kondisi pasien. Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) pasien adalah kegiatan untuk memastikan terapi obat aman, efektif dan rasional bagi pasien. PTO pasien ini terdiri dari pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi yang dilakukan secara rutin dan teratur. Untuk memastikan pengobatan pasien DM tipe 2 dengan Congestive Heart Failure dan Hypertensive Heart Disease di RSUD Tarakan ini berjalan dengan efektif dan maksimal, maka perlu dilakukan Pemantauan Terapi Obat pada pasien tersebut. Berdasarkan hasil analisis DRP yang dilakukan terhadap PTO pasien, dapat disimpulkan terdapat beberapa DRP, yaitu DRP terkait interaksi obat, terdapat beberapa obat yang perlu diperhatikan pemberiannya jika diberikan bersamaan, karena dapat menimbulkan interaksi yang tidak diinginkan dan DRP terkait tidak tepat dosis, yaitu terdapat satu obat yang diberikan kurang dari dosis yang dianjurkan (Spironolactone).

Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin action or both. Hyperglycemia is a medical condition in the form of an increase in blood glucose levels beyond normal which is characteristic of diabetes mellitus. In addition, there is also type 2 DM, which is a state of high blood sugar levels due to decreased insulin secretion. Type 2 DM can also cause several complications, one of which is macrovascular complications (heart, brain and blood vessel organs). DM requires high medication adherence, especially in DM patients with complications. It’s also necessary to monitor drug therapy to ensure that the dosage is correct and that side effects do not occur which will worsen the patient's condition. Patient Drug Therapy Monitoring (PTO) activities are activities to ensure safe, effective and rational drug therapy for patients. The PTO of this patient consisted of an assessment of drug choice, dosage, route of drug administration, response to therapy, adverse drug reactions (ROTD), and recommendations for changes or alternative therapies which were carried out routinely and regularly. To ensure the treatment of type 2 DM patient with Congestive Heart Failure and Hypertensive Heart Disease at RSUD Tarakan Jakarta is running effectively, it’s necessary to monitor drug therapy for the patient. Based on the results of the DRP analysis, it can be concluded that there are several DRPs, namely DRPs related to drug interactions, there are several drugs that need to be considered when given together, because they can cause unwanted interactions and DRPs related to inappropriate dosage, namely there is one the drug given is less than the recommended dose (Spironolactone).

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faradilla Eka Herastuti
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan kasus diabetes yang paling umum terjadi dengan peningkatan prevalensi setiap tahun. Penyakit diabetes dapat menyebabkan biaya perawatan tinggi dan penurunan kualitas hidup. Terapi pengobatan diabetes yang beragam variasi dapat memberikan efektivitas dan biaya yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas biaya terhadap kombinasi metformin-pioglitazon dan metformin-glimepirid pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik pengumpulan data retrospektif. Data penelitian diambil dari rekam medis dan data biaya pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 dengan kombinasi metformin-pioglitazon dan metformin-glimepirid di RSUD Pasar Rebo tahun 2020-2022. Parameter untuk melihat efektivitas terapi adalah pencapaian target HbA1c <7,0% dengan minimal 3 bulan. Data biaya pengobatan pasien menggunakan biaya langsung medis dengan perspektif rumah sakit. Nilai efektivitas terapi yang dihasilkan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok metformin-pioglitazon dengan metformin-glimepirid (p > 0,05). Berdasarkan hasil analisis, nilai inkremental efektivitas antara kedua kelompok terapi sebesar 8% dan nilai inkremental total biaya sebesar Rp350.170,00. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terapi kombinasi metformin-pioglitazon lebih efektivitas-biaya dibandingkan metformin-glimepirid dengan penambahan biaya sebesar Rp43.771,25 untuk berpindah dari terapi metformin-glimepirid menjadi metformin-pioglitazon pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Pasar Rebo.

Diabetes mellitus type 2 is the most common case of diabetes with an increase in prevalence every year. Various diabetes treatment therapies can provide different effectiveness and costs. This study was performed to analyze cost-effectiveness of the combination of metformin-pioglitazone and metformin-glimepiride in patients with type 2 diabetes mellitus. This method was cross-sectional with retrospective data collection techniques. The research data was taken from medical records and cost data for type 2 diabetes with combination of metformin-pioglitazone and metformin-glimepiride at Pasar Rebo Hospital in 2020-2022. The parameter to see effectiveness of therapy is achievement of HbA1c target of <7.0% at least 3 months. Patient treatment cost data using medical direct costs with a hospital perspective. The resulting therapeutic effectiveness value showed no significant difference between the metformin-pioglitazone group and metformin-glimepiride (p > 0.05). Based on the results of the analysis, incremental value of effectiveness between the two therapy groups was 8% and total incremental value of cost was Rp350,170.00. Based on the results of this study, metformin-pioglitazone combination therapy is more cost-effective than metformin-glimepiride with additional cost of Rp43,771.25 by changing metformin-glimepiride therapy to metformin-pioglitazone in type 2 diabetes mellitus patients at RSUD Pasar Rebo."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrul Rahman
"ABSTRAK
Analisis Biaya Pelayanan Diabetes Melitus denganKomplikasi dan faktor penentu inefisiensi penangananDiabetes Melitus di Rawat Inap RSUD Banyuasin Tahun2015Mulai 1 januari 2014 diberlakukannya JKN di rumah sakit maka terjadi perubahansistem pembayaran dari pembayaran secara retrospektif fee for service menjadisistem pembayaran prospektif INA-CBG?s .Direncananakn pada 2019 Indonesiaseluruh penduduk Indonesia terdaftar di BPJS Universal Heath Coverage .Sebagaisalah satu fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah RSUD Banyuasinmempunyai peranan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas namun tetapmemperhatikan efisiensi karena makin berkurangnya subsidi pemerintah.Penelitianini bertujuan untuk menganalisis biaya dan mengidentifikasi faktor-faktor penentuinefisiensi layanan Diabetes Melitus Komplikasi sehingga bisa dijadikan pedomanpengendalian biaya dalam melayani pasien.Jenis penelitian ini bersifat analisisdeskriptif dengan menggunakan data primer pengamatan dan wawancara dan datasekunder berupa data dari RSUD Banyuasin tahun 2015.Analisis biaya menggunakanpendekatan Activity Based Costing ABC .Metode ABC untuk mengalokasikan biayadengan mengidentifikasi pemicu biaya cost driver penyebab terjadinya biayalayanan Diabetes Melitus Komplikasi.Hasil penelitian menunjukkan komponen obatpada pelayanan Diabetes Melitus Komplikasi merupakan faktor penentu inefisiensi.Usaha yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk mengatasi inefisiensi denganpembuatan Panduan Praktek Klinik, Revisi Formularium RS, Klinisi secara konsistenmenggunakan obat e-cataloqKata kunci: Analisis biaya, metode ABC, inefisiensi.

ABSTRACT
Analyzing the cost of services of Diabetes Melitus andidentifying determinant factor in handling diabetes melitus atImpatient at Banyuasin General Hospital RSUD Banyuasi in 2015Since JKN was offiacially administered in general hospital on January 1st, 2014, therehas been changing in hospital administration payment from the restrospective system free for services to the prospective system INA CBG s . It is planned in 2019 thatall the people in Indonesia is registered in BPJS Universal Heath Coverage as oneof the facilities for public healt services provided by Banyuasin general hospital RSUD Banyuasin which ains to provide qualified services, yet still consideringeffiencies due to the lach of the government subsidies. This study aimed to analyzethe cost and identify determinant factor in handling Diabetes Melitus withcomplications, so that it can be a reference to handle the cost in taking care of patientswith Diabetes Melitus. This study applied descriptif analysis which using primarydata observation and interview and secondary data from Banyuasin general hospital RSUD Banyuasin in 2015 meanwhile. The cost analysis was appliyng ActivityBased Costing ABC method. The ABC method was applied to allocated the cost byidentifying the cost driver which was the major cause for cost for financing servicesfor Diabetes Melitus with complication. The result of this study showed that medicalcomponent was the determinant factor of the inefficiencies for Diabetes Melitus withcomplication services. There are many efforts that can be done by the hospital toovercome the ineficiencies, for instance, making quidance for clinical practies,making revision for hospital formulation, and using e cataloq medicine consistentlyKeywords the cost analysis, ABC method, ineficiency.
"
Universitas Indonesia, 2017
T47596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Yanti
"Diabetes mellitus (DM) adalah suatu keadaan dimana ditemukan peninggian kadar gula darah kronik yang dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronik. Perawatan DM harus meliputi aspek emosional, sosial, perilaku, spiritual dan psikologis serta perubahan fisik dengan menerapkan lima pilar manajemen DM yakni kontrol gula darah, diit, latihan, pengobatan, dan pendidikan kesehatan yang dapat membantu meningkatkan kemampuan pasien dalam perawatan diri dan mencegah komplikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kesadaran diri pasien dengan kejadian komplikasi DM di RSUD dr. Adnan W.D Payakumbuh Sumbar. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 69 responden yang terdiri dari pasien rawat inap dan pasien rawat jalan bagian penyakit dalam di RSUD dr. Adnan W.D Payakumbuh. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan kesadaran diri berhubungan dengan kejadian komplikasi DM (p=0,000). Pasien dengan kesadaran diri kurang berisiko 20 kali untuk terjadi komplikasi dibanding pasien dengan kesadaran diri baik setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, tipe DM, pendidikan, pekerjaan, dan penyuluhan. Diperoleh juga ada hubungan antara penyuluhan dengan kejadian komplikasi DM (p=0,027). Pasien yang tidak mendapatkan penyuluhan berisiko 9 kali untuk terjadi komplikasi dibanding dengan pasien yang pernah mendapat penyuluhan. Faktor konfonding hubungan kesadaran diri dengan kejadian komplikasi DM pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tipe DM, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penyuluhan. Penelitian ini merekomendasikan perlunya meningkatkan kesadaran diri pasien sebagai salah satu intervensi mandiri perawat dalam mencegah komplikasi DM dan perlu penelitian lebih lanjut terkait strategi yang efektif dalam meningkatkan kesadaran diri pasien DM dengan komplikasi.

Diabetes mellitus (DM) is a condition manifested by chronic high level of blood sugar that resulting in acute and chronic complications. Nursing care of DM must be concern to emotional, social, behavior, spiritual, psychological, and physical problem by applying five keys of DM management which consists of blood sugar control, diet, exercises, insulin treatment, and health education. These can help to increase patient?s self care and prevent from complications.
The purpose of this study was to analyse the relation between self awareness and DM complications at Adnan Hospital Payakumbuh West Sumatera. A design cross sectional study was used in this research. The total samples were 69 DM patients who selected from outpatient and inpatient of Medical Unit Adnan Hospital. The sample was selected by a consecutive sampling method.
The result showed that self awareness was correlated to DM complications (p=0,000). The patients which low self awareness have risk 20 times to complications after controlled by age, gender, DM type, level of education, occupation, and health education. Health education was correlated to DM complications too (p=0,027). The patients who never got health education have risk 9 times to complications after controlled by other variables. Confounding factors of correlated self awareness to DM complications in this study were age, gender, type of DM, level of patient education, occupation, and health education. This study recommended on the needs to improve patient self awareness as one of the independent nursing interventions and need future research about the effective strategy to increase patient self awareness with diabetes complications."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Holie Fransiska
"Prevalensi terjadinya Tuberkulosis (TB) paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien (Diabetes Melitus) DM. TB dapat menyebabkan intolerasi glukosa dan memperburuk kontrol glikemik pada penderita DM. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dan melakukan evaluasi terhadap masalah terkait obat serta memberikan reomendasi penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan DM, TB, dan dispepsia. Pemantauan Terapi Obat (PTO) dilakukan dengan mengumpulkan data pasien dari rekam medis kemudian menganalisis berdasarkan metode Hepler and Strand serta merekomendasikan penyelesaian masalah yang ditemukan. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat indikasi yang tidak diterapi yaitu DM dan anemia mikrositik tanpa terapi pengobatan farmakologi. Berdasarkan hasil analisis pemantauan terapi obat pada pasien, dapat disimpulkan bahwa pengobatan yang diterima hampir seluruhnya tepat indikasi. Selain itu, tidak terdapat interaksi obat dari obat-obat yang diresepkan. Namun, ditemukan indikasi yang tidak diterapi yaitu mual serta diabetes yang hanya diberikan terapi non farmakologi dengan diet, akan tetapi gula darah pasien sudah terkontrol, serta indikasi anemia mikrositik tanpa terapi.

The prevalence of pulmonary tuberculosis (TB) increases along with the increasing prevalence of DM (Diabetes Mellitus) patients. TB can cause glucose intolerance and worsen glycemic control in DM patients. The purpose of this study was to analyse and evaluate drug-related problems and provide recommendations for problem solving to improve the patients quality of life with DM, TB, and dyspepsia. Drug Therapy Monitoring (PTO) is carried out by collecting patient data from medical records, analysing it based on the Hepler and Strand methods, and recommending solutions to the problems found. Based on the results of the analysis, it was found that there were indications without therapy DM and microcytic anaemia without pharmacological treatment. Based on the results of the monitoring analysis of drug therapy in patients, it can be concluded that the treatment received was almost entirely indicated. In addition, there were no drug interactions with the prescribed drugs. However, indications were found that were not treated, namely nausea and diabetes, which were only given non-pharmacological therapy with diet, but the patient's blood sugar was controlled, as well as indications of microcytic anaemia without therapy"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Safyanty
"ABSTRAK
Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang wajib dijalankan umat muslim termasuk
pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe-2. Perubahan pola makan saat puasa menyebabkan
perlu dilakukan penyesuaian pemakaian obat agar pasien dapat berpuasa dengan aman.
Penelitian ini melihat hubungan penyesuaian obat berdasarkan International Diabetes
Federation - Diabetes and Ramadhan International Alliance (IDF-DAR) dengan nilai
HbA1c pasien DM tipe-2 setelah puasa Ramadhan di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Penelitian dilakukan di poli penyakit dalam dan poli endokrin RSUD Pasar Rebo
Jakarta dengan desain studi cross sectional melibatkan 80 pasien DM tipe-2 yang
puasa. Penelitian bertujuan melihat penggunaan obat DM selama puasa, menilai
hubungan penyesuaian obat berdasarkan IDF-DAR dan faktor perancu terhadap nilai
HbA1c pasien setelah puasa. Pengumpulan data dari hasil wawancara dan rekam medis
yang dilakukan pada bulan Juli sampai November 2016 dan dianalisis dengan uji Chi
Square. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien DM Tipe-2 yang menjalani puasa
Ramadhan persentase terbesar patuh menggunakan obat 62,5%, menggunakan obat oral
sebesar 60% yaitu golongan obat biguanid + sulfonilurea 27,5% dan sesuai dengan
rekomendasi IDF-DAR sebesar 56,2 %. Rerata nilai HbA1c sebelum penyesuaian obat
adalah 8,75 ± 1,90, menurun menjadi 8,63 ± 1,82 setelah penyesuaian obat, namun
penurunan tersebut secara statistik tidak bermakna (p 0,082). Terdapat perbedaan
bermakna antara nilai HbA1c pasien DM yang menggunakan obat sesuai dengan
rekomendasi IDF-DAR dibandingkan yang tidak sesuai dengan IDF-DAR dengan nilai
p 0,030 (p<0,05). Ketidaksesuaian penggunaan obat berdasarkan IDF-DAR 3,222 kali
lebih besar menyebabkan nilai HbA1c tidak terkontrol dibandingkan kesesuaian
penggunaan obat berdasarkan IDF-DAR. Jenis obat merupakan variabel yang
berpengaruh secara bermakna terhadap nilai HbA1c (p 0,050). Obat insulin-kombinasi
insulin 3,754 kali lebih besar menyebabkan nilai HbA1c tidak terkontrol dibandingkan
obat hipoglikemik oral setelah dikontrol variabel kesesuaian penggunaan obat
berdasarkan IDF-DAR.

ABSTRACT
Fasting Ramadan is a mandatory worship of Muslims including patients type-2 Diabetes
Mellitus (DM). Dietary changes during fasting cause a drug adjustment is needed so
that DM patients can fast safely. This study looked at the correlation of drug adjustment
based on International Diabetes Federation - Diabetes and Ramadhan International
Alliance (IDF-DAR) and HbA1c value of type 2 DM patient after Ramadan fasting at
RSUD Pasar Rebo Jakarta. The study was conducted in outpatient clinic of Pasar Rebo
Hospital Jakarta with cross-sectional study design involving 80 patients with fasting
type 2 diabetes. The study aimed to see the use of DM drugs during fasting, assessed the
relation of drug adjustment based on IDF-DAR and confounding factors and the HbA1c
values of patients after fasting. Data collection from interview and medical record
conducted in July until November 2016 and analyzed by Chi-Square test. The results
showed that the patients with Type-2 DM who execute Ramadan fasting, the largest
percentage of medication adherence 62.5% , using oral medication by 60% of the
biguanide + sulfonylurea 27.5% and 56,2% drug adjustment according to IDF-DAR
recommendations. The mean HbA1c value before the drug adjustment was 8.75 ± 1.90
and after adjustment 8.63 ± 1.82 but the reduction was not statistically significant (p
0.082). There was a significant difference in HbA1c value of DM patients after
obtaining drug use adjustment based on IDF-DAR compared with IDF-DAR
incompatible with p value 0,030 (p <0,05). Discrepancy of drug use based on IDF-DAR
3,222 times greater causes uncontrolled HbA1c compared with drug use according to
IDF-DAR. The drug type is the main statistically significant variable that gives effect to
HbA1c value (p 0,050). Insulin-combination insulin drugs are 3,754 times larger
causing the HbA1c value to be uncontrolled than oral medication after controlled by the
suitability of drug use based on IDF-DAR variable."
2018
T49012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana DK Horasio
"Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak diderita penduduk dunia dari segala tingkatan sosial. Di Indonesia prevalensi DM cukup tinggi yaitu berkisar antara 1,37%.-2,3%. Dengan menurunnya insiden penyakit infeksi diIndonesia, DM sebagai penyakit degeneratif kronis cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan akan merupakan masalah kesehatan di kemudian hari. Banyak penyulit yang akan dialami oleh penderita DM antara lain nefropati diabetik, yang proses perjalanannya progresif menuju stadia akhir berupa gagal ginjal dan akan menyebabkan kematian. Gejala dini penyakit ini dapat dikenai dengan peningkatan ekskresi albumin urin yang lebih besar .dari pada normal, tetapi belum dapat dideteksi dengan Cara konvensional. Keadaan ini disebut mikroalbuminuria atau secara klinis disebut nefropati diabetik insipien. Pada stadium ini kelainan masih bersifat reversibel dan bila dilakukan penatalaksanaan yang baik maka proses nefropati diabetik (ND) yang akan berlangsung dapat dicegah. Dengan demikian, dapat diperpanjang harapan hidup penderita DM.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan data kadar albumin urin kelompok kontrol sehat dan penderita NIDDM, membuktikan bahwa ekskresi albumin pada penderita NIDDM lebih besar dari pada kantrol sehat, serta ada korelasi antara lamanya DM dan peningkatan ekskresi albumin urin.
Penelitian dilakukan terhadap 25 orang kontrol sehat dan 100 penderita DM yang dibagi menjadi 4 kelompok, tiap kelompok 25 orang, menurut lamanya penderita diabetes yaitu kelompok DM I (<2 tahun), kelompok DM II (2-5tahun), kelompok DM III (5-10 tahun) dan kelompok DM IV (> l0 tahun). Urin kumpulan 12 jam (semalam) diperiksa terhadap albumin (makroalbumin) dengan carik celup Combur-9, kadar albumin kuantitatif dengan Cara RIA dan juga dihitung kecepatan ekskresinya. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan penyaring untuk menyingkirkan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan proteinuria.
Pada kelompok kontrol sehat didapatkan rata-rata kadar albumin urin (KAU) adalah 3,45 ug/ml (SD3,65 ug/ml; rentang nilai 2,02 - 4,90 ug/ml) dan rata-rata kecepatan ekskresi albumin urin (KEAU) 2,74 ug/menit {5D=2,60 ug/menit, rentang nilai 1,72-3,76 ug/menit), sedangkan pada kelompok DM didapatkan nilai rata-rata yang lebih besar dari pada kelompok kontrol sehat dan secara statistik ada perbedaan bermakna (p<0,05). Dari 100 penderita NIIDM yang diperiksa dengan carik celup Combur-9 didapatkan 91 penderita memberikan basil negatif dan 9 penderita positif. Dan dari 91 penderita ini bila diperiksa dengan RIA ternyata ada 10 penderita (11%) berdasarkan KAU dan 21 penderita (23,1%) berdasarkan KEAU telah menunjukkan mikroalbuminuria. Dari keseluruhan 100 penderita NIIDM berdasarkan KAU didapatkan 617. normaalbuminuria, 14% mikroalbuminuria dan 5x makroalbuminuria. Sedangkan berdasarkan KEAU didapatkan 70% normoalbuminuria, 26% mikroalbuminuria dan 4% makroalbuminuria.
Hasil pemeriksaan KAU dan KEAU pada penderita DM sangat bervariasi, namun dapat dilihat bahwa rata-rata KAU dan KEAU makin meningkat dengan bertambah lamanya menderita DM dan pada perhitunaan statistik ada korelasi antara lamanya DM dan meningkatnya eksxresi albumin urin (r=0,36). Juga didapatkan bahwa dengan bertambah lamanya DM, prevalensi mikroalbuminuria makin meningkat. Antara lamanya DM dan tingginya kadar glukosa darah tidak ada korelasi (r=0,04), sedangkan antara tingginya kadar glukosa darah dengan KAU dan KEAU didapatkan adanya korelasi yang cukup bail: yaitu r=0,47 an 0,56).
Prevalensi mikroalbuminuria didapatkan lebih tinggi bila dinyatakan dengan KEAU dari pada KAU, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan berdasarkan KEAU Iebih sensitif dari pada KAU. Oleh karena itu dianjurkan memeriksa KEAU untuk menentukan adanya mikroalbuminuria?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T2252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>