Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105870 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rian Septian
"Penelitian dilakukan untuk menguji aktivitas ektrak kulit buah Manggis sebagai anti Staphylococcus aureus pada agar Mueller Hinton.
Metode: Penelitian menggunakan desain eksperimental laboratorik dengan 11 kelompok perlakuan. Ekstrak kulit buah Manggis dengan pengenceran 10 kali, 15 kali, 20 kali, 30 kali, dan 40 kali dibuat triplo dan digunakan sebagai sampel uji. Eritromisin pengenceran 10 kali, 15 kali, 20 kali, 30 kali, dan 40 kali dibuat triplo dan digunakan sebagai kontrol positif. Akuabides dibuat triplo dan digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil akhir diolah menggunakan SPSS versi 16.0.
Hasil: Rerata diameter zona hambat pada agar Mueller Hinton untuk ekstrak kulit buah Manggis pengenceran 10 kali sebesar 32 mm, pengenceran 15 kali sebesar 31 mm, pengenceran 20 kali sebesar 27 mm, pengenceran 30 kali sebesar 21 mm, dan pengenceran 40 kali sebesar 0 mm.
Diskusi: Staphylococcus aureus bersifat sensitif terhadap pemberian ekstrak kulit buah Manggis pengenceran 10 kali, 15 kali dan 20 kali; bersifat intermediet pada pengenceran 30 kali; dan bersifat resisten pada pengenceran 40 kali.

This study was conducted to examine the activity of the extraction of mangosteen peel as anti Staphylococcus aureus on Mueller Hinton agar.
Method: This study is experimental laboratoric. Eleven treatment groups have been used in this study. The dilution of mangosteen peel extraction at 10 fold, 15 fold, 20 fold, 30 fold, and 40 fold have been made triplo as test sample. The dilution of Erythromycin at 10 fold, 15 fold, 20 fold, 30 fold, and 40 fold have been made triplo as positive control. Aquades bidestilation has been made triplo as negative control. The outcome will be processed by SPSS version 16.0.
Results: Mean diameter of inhibition zone by Mangosteen peel extraction at 10 fold dilution, 15 fold dilution, 20 fold dilution, 30 fold dilution, 40 fold dilution respectively is 32 mm, 31 mm, 27 mm, 21 mm, and 0 mm.
Discussion: Staphylococcus aureus is sensitive at 10 fold dilution, 15 fold dilution, and 20 fold dilution; is intermediet at 30 fold dilution; and resistant at 40 fold dilution of Mangosteen peel extraction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurika Pramanan Diah
"Streptococcus pneumonia>e, bakteri patogen yang banyak menyebabkan infeksi sehingga menjadi penyakit pneumokokal yang memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi. Antibiotik makrolid seperti eritromisin dan azitromisin merupakan pilihan terapi namun menunjukkan adanya peningkatan resistensi. Terdapat dua mekanisme utama timbulnya resistensi terhadap makrolid, yaitu metilasi ribosom yang diperankan oleh gen erm>(B) dan pompa efluks yang diperankan oleh gen mef>(A). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan gen erm>(B) dan mef>(A) pada isolat Streptococcus pneumoniae> yang resisten terhadap eritromisin dan azitromisin.
Sebanyak 60 isolat Streptococcus pneumoniae> diikutsertakan dalam penelitian ini. Uji kepekaan terhadap eritromisin dan azitromisin dilakukan dengan metode difusi cakram. Dari 60 isolat tersebut  didapatkan 33 (55 %) isolat sensitif sedangkan 27 (45 %) isolat resisten terhadap eritromisin dan azitromisin. Selanjutnya keberadaan gen erm>(B) dan mef>(A) dideteksi menggunakan PCR. Di antara 27 isolat Streptococcus pneumoniae> yang resisten terhadap eritromisin dan azitromisin, 7 (25,9 %) isolat memiliki gen erm>(B), 6 (22,2 %) isolat memiliki gen mef>(A), serta 14 (51,9 %) isolat memiliki kedua gen erm>(B) dan mef>(A). Dari 27 isolat tersebut, 11 ( 40,7 %) isolat merupakan serotipe 19 F, dan 9 ( 81,8 % ) isolat di antaranya memiliki kedua gen erm>(B) dan mef>(A). Hasil penelitian menunjukkan proporsi cukup besar baik dari gen erm>(B) atau mef>(A) saja maupun kedua gen secara bersamaan pada isolat Streptococcus pneumoniae> yang resisten terhadap eritromisin dan azitromisin. Sedangkan dari 15 isolat Streptococcus pneumoniae> yang peka terhadap eritromisin dan azitromisin tidak ditemukan gen erm>(B) dan mef>(A).

Streptococcus pneumoniae>, the leading pathogen of bacterial infection, is responsible for for pneumococcal diseases with severe morbidity and mortality. Macrolides ( e.g erythromycin and azithromycin ) has become drug of choice for pneumococcal diseases, but the prevalence of macrolides-resistant Streptococcus pneumoniae >have been rising in recent years. There are two major mechanisms mediating resistance to macrolides, >ribosomal methylation by >erm>(B) gene, and efflux pump by mef>(A) gene. The aims of this study is to detect erm>(B) and mef>(A) genes in erithromycin and azithromycin-resistant Streptococcus pneumoniae> isolates.
A total of 60 Streptococcus pneumoniae> isolates were analyzed using antimicrobial suscepbility test ( disk diffusion method ) to determine their drug resistance to erythromycin and azithromycin. Among 60 isolates, 33 (55 %) isolates were susceptible, and 27 (45 %) isolates were resistant to erythromycin and azithromycin. The presence of erm>(B) and mef>(A) was determined by PCR. Among of 27 erythromycin and azithromycin Streptococcus pneumonia>-resistant isolates, 7 (25,9 %) isolates carried erm>(B) gene, 6 (22,2 %) isolates carried mef>(A) genes, and 14 (51,9 %) isolates carried both erm>(B) and mef>(A) genes. Of these 27 isolates, 11 ( 40,7 %) isolates belongs to serotype 19 F, with 9 ( 81,8 %) isolates carried both erm>(B) and mef>(A) genes. In conclusion, there was a high proportion of either erm>(B) and mef>(A) genes alone or both of these genes in erythromycin and azithromycin-resistant Streptococcus pneumoniae> isolates. Of 15 erythromycin and azithromycin-susceptible Streptococcus pneumoniae> isolates, no erm>(B) and mef>(A) genes were found.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juan, Tjiu Sion
"Ruang lingkup dan cara penelitian:
Jus jeruk jika diminum bersama obat-obat tertentu dapat menurunkan bioavailabilitas obat-obat tersebut secara drastis karena jus jeruk merupakan penghambat poten organic anion transporter polypeptide (OATP), yakni uptake/influx transporter yang terdapat di brush border sel usus, dan obat-obat tersebut merupakan substrat dari OATP. Eritromisin merupakan substrat dan penghambat Pglycoprotein (P-gp), yakni efflux transporter yang juga terdapat di brush - border sel usus. Terdapat tumpang tindih yang cukup ekstensif antara substrat dan penghambat OATP dan P-gp. Eritromisin seringkali digunakan untuk pengobatan infeksi saluran napas, dan pasien yang menderita infeksi ini juga sering minum jus jeruk untuk tambahan vitamin C dan untuk rasa segar. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus jeruk siam bersama eritromisin pada farmakokinetik eritromisin. Penelitian ini merupakan studi menyilang dua kali pada 13 sukarelawan sehat. Eritromisin dosis tunggal diminum bersama air dan bersama jus jeruk dengan urutan acak selang 2 minggu. Sampel darah diambil pada jam-jam tertentu sampai dengan 9 jam dan kadar eritromisin dalam serum diukur secara mikrobiologis. Parameter bioavailabilitas yang dinilai adalah AUC0_, (area di bawah kurva kadar eritromisin terhadap waktu dari jam 0 sampai "'), Cmax (kadar puncak eritromisin dalam darah) dan tmax (waktu untuk mencapai Cmax). Ke-3 parameter tersebut dibandingkan antara eritromisin yang diminum dengan air dan yang diminum dengan jus jeruk.
Hasil dan kesimpulan:
Bioavailabilitas (AUCo-"' jam) tablet eritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam berkisar antara 9.6°/o sampai 189.3% dengan rata-rata 81.2% dibandingkan jika tablet eritromisin tersebut diminum bersama air. Berdasarkan kriteria bioekivalensi jus jeruk siam dinyatakan tidak mempengaruhi bioavailabilitas eritromisin dengan bioavailabilitas eritromisin dengan jus jeruk berkisar antara 80-125% dibandingkan dengan bioavailabilitas yang diminum bersama air. Dari 13 subyek penelitian ini, jus jeruk siam tidak mempengaruhi bioavailabilitas eritromisin pada 3 orang subyek. Jus jeruk siam menurunkan bioavailabilitas eritromisin pada 7 subyek dan meningkatkan bioavailabilitas eritromisin pada 3 subyek. Kadar maksimal eritromisin dalam serum (Cmax) dari tablet eritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam berkisar antara 30.0°/o sampai 206.1% dengan rata-rata 93.6% dibandingkan dengan Cmax dari tablet eritromisin yang diminum bersama air. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jus jeruk siam tidak mempengaruhi Cmax eritromisin (p = 0.173). Waktu untuk mencapai kadar maksimal eritromisin dalam serum (tmax) dari tablet eritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam memanjang dibandingkan dengan tmax dari tablet eritromisin tersebut diminum bersama air (rata-rata 2.04 dan 1.69 jam), tetapi tidak bermakna secara statistik. Waktu paruh eliminasi (t112) dari tablet eritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam sedikit memendek dibandingkan dengan t112 daii tablet eritromisin yang diminum bersama air (rata-rata 1.63 dan 1.73 jam), tetapi tidak bermakna secara statistik. Penurunan AUC dan Cmax eritromisin bersama jus jeruk siam dapat terjadi akibat hambatan OATP. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa eritromisin adalah ~ubstrat dari OATP dan transporter ini dihambat oleh jus jeruk siam. S~byek yang mengalami penurunan AUC dan Cmax mungkin mempuMyai transporter OATP yang dominan atau yang lebih peka terhadap hambatan oleh jus jeruk siam. Peningkatan AUC dan Cmax eritromisin bersama jus jeruk siam dapat terjadi akibat hambatan CYP3A4 dan/atau P-gp, tetapi tampaknya bukan akibat hambatan CYP3A4 karena jeruk siam tidak mengandung furanokumarin dihidroksibergamotin maupun flavonoid naringin dan naringenin yang menghambat aktivitas metabolik CYP3A4. Subyek yang mengalami peningkatan AUC dan Cmax mungkin mempunyai transporter P-gp yang dominan atau yang lebih peka terhadap hambatan oleh jus jeruk siam. Pada beberapa subyek dengan bioavailabilitas yang tidak berubah mungkin disebabkan oleh ekspresi transporter OATP dan P-gp yang seimbang. Pada 12 subyek terjadi penurunan kecepatan absorpsi."
2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Abidin
"Manggis merupakan buah yang banyak ditemukan di daerah tropis, dan sudah lama buah ini menjadi pilihan untuk dikonsumsi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa buah ini memiliki banyak kandungan vitamin dan juga antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh manusia.Pada studi eksperimen ini digunakan ekstrak kulit buah manggis serta bakteri Acinetobacter baumanii.Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis untuk bakteritersebut.
Metode: Metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri adalah metode sumuran. Antibiotik serta ekstrak kulit buah manggis dipipetkan pada setiap sumuran dalam satu medium agar yang berbeda, dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-72 jam. Zona hambat bakteri uji diukur dengan mengukur daerah yang bening di sekitar sumuran.
Hasil: Melalui uji Kruskal Wallis didapatkan hasil nilai p= 0,000 yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada data-data tersebut. Dari uji Mann Whitney diperoleh hasil perbandingan antara tetrasiklin dengan aquades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran memiliki perbedaan bermakna dengan nilai p < 0,05.
Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa secara statistik ekstrak kulit buah manggis tidak memiliki aktivitas antibakteri. Data ini sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan tidak terbentuknya zona hambat pada agar yang diberi ekstrak kulit buah manggis.

Mangosteen is a fruit that is found in the tropics area, and has long been a choice of fruit for consumption, some studies have shown that this fruit has alot of vitamins and also antioxidants that are beneficial for human. In the experimental study of the use of mangosteen peel extract and Acinetobacter baumannii. The goal is to determine whether there is the antibacterial activity of mangosteen peel extracts for bacteria.
Methods: The method used to test the antibacterial activity is a method of diffusion. Antibiotics and mangosteen peel extract included in any medium in a different order, with different concentrations. Then incubated at 37 ° C for 24-72 hours. Bacterial inhibition zone test is measured by measuring the clear areas around sinks.
Results: Through the Kruskal Wallis test showed p=0.000 which proves that there are significant differences in the data. Mann Whitney test obtained from the comparison between tetracycline with distilled water and mangosteen peel extracts in differentdilutions havesignificant differences with p<0.05.
Discussion: The conclution that mangosteen peel extract has no antibacterial activity. The data are consistent with the results of experiments that showed no inhibition zone formation at a given order of mangosteen peel extracts.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Rezha Kusuma Putra Hermawan
"Latar belakang: Buah manggis merupakan buah yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Beberapa penelitian menunjukan buah ini memiliki efek antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri kulit buah ini.
Metode: Penelitian merupakan studi experimental. Besarnya sampel penelitian adalah 4 dengan jumlah perlakuan sebanyak 7 yaitu kontrol positif (Erythromycin), kontrol negatif (akuades), ekstrak kulit buah manggis pengenceran (10x,15x,20x,30x,40x). Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur zona hambat (diameter) pada agar darah yang ditanami bakteri streptococcus pneumonia. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis untuk menentukan perbedaan bermakna antar data uji, kemudian akan dilanjutkan uji Mann-Whitney untuk melihat data yang memiliki perbedaan bermakna.
Hasil: Hasil pengujian hipotesis menunjukan perbedaan bermakna dan uji posthoc terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada perbandingan antibiotik Eritromisin dibandingkan dengan akuades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran. Namun jika dilihat pada perbandingan antara akuades dengan ekstrak kulit buah manggis dalam pengenceran 10x dan 15x menunjukan adanya perbedaan bermakna (p=0,013 dan 0,014). Uji antara ekstrak dari kulit buah manggis pada pengenceran 20x,30x,40x dan akuades tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05).
Simpulan: Ekstraksi kulit buah manggis pengenceran 10x dan 15x memiliki efek antimikroba dengan zona hambat bakteri sebesar 26 mm dan 16,5 mm.

Background: Manggosteen is one of flora that have virtue for health. Few research indicate that this fruit have antioxidan effect and also antibacterial effect. This study head for antibacterial effect of extract mangosteen rind on a streptococcus pneumoniae.
Method : This experimental study have 4 sample with 7 treatment group among others are positive control (Erythromycin), negative control (aquades), extraction in various dilutions (10x, 15x, 20x, 30x, 40x). These treatment group zone of inhibition?s in blood agar which had been planted with sterptococcus pneumoniae bacteria will be measured. This data will be analyzed with Kruskal-Wallis & Mann-Whitney test to identify which data have significant differences.
Result: Kruskal-Wallis test show asignificance value (p = 0.000) and Mann-Whitney test has significant difference (p <0.05) in comparison between erythromycin compared with aquades and mangosteen peel extraction at various dilution. Comparison in mann-wthitney test between aquades and mangosteen peel extract at 10x and 15x dilution indicates there is a significant difference (p = 0.013 and 0,014). Between aquades and mangosteen peel extract 20x, 30x, 40x dilution indicates no significant difference (p> 0.05).
Conclution: Extract of mangosteen rind have a inhibition effect on the growth of Streptococcus Pneumoniae bacteria which create a inhibition zone on blood agar for 10x dilution are 26 mm and for 15x dilution are 16,5 mm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmawan Putra
"Latar belakang: Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab masalah kesehatan di negara berkembang termasuk Indonesia. Dari sekian banyak penyakit infeksi, diare merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tinggi untuk semua usia di Asia Tenggara. Pengobatan diare dilakukan dengan pemberian antibiotik. Namun, saat ini resistensi mikroba terhadap antibiotik semakin meningkat. Oleh karenanya perlu dikembangkan pengobatan alternatif memanfaatkan bahan aktif yang terkandung dalam tanaman (bahan alam). Salah satunya adalah pemanfaatn kulit buah manggis.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi experimental dengan 7 perlakuan yaitu kontrol negatif (aquades), kontrol positif (antibiotik tetrasiklin), ekstraksi dalam berbagai macam pengenceran dan besar sampel setiap perlakuan adalah 4. Aktivitas antibakteri dilihat dengan pengukuran zona hambat atau diameter pada agar yang mengandung bakteri Escherichia coli. Data akan dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis kemudian akan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: Uji hipotesis memperlihatkan nilai signifikansi p=0,000 dan pada uji Mann-Whitney terdapat perbedaan bermakna p<0,05 pada perbandingan antara antibiotik tetrasiklin dibandingkan dengan aquades dan ekstrak kulit buah manggis pada berbagai pengenceran. Hal ini juga dapat dilihat pada perbandingan antara aquades dengan ekstrak kulit buah manggis pada pengenceran 10x dengan nilai p=0,13 (p>0,05) yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna. Sedangkan antara aquades dan ekstrak kulit buah manggis pada pengenceran lainnya tidak terdapat perbedaan bermakna.
Simpulan: Ekstraksi kulit buah manggis pada pengenceran 10x mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. Coli atau mempunyai aktivitas antimikroba.

Background: Infectious diseases are still tops the cause of health problems in developing countries, including Indonesia. Of the many infectious diseases, diarrhea is the cause of high morbidity and mortality for all ages in Southeast Asia. Diarrhea treatment is done with antibiotics. However, the current microbial resistance to antibiotics is increasing. Therefore necessary to develop alternative treatments utilizing the active ingredient contained in the plant (natural materials). One is the utilization of mangosteen rind.
Method: This study uses an experimental study with 7 treatment that negative control (distilled water), positive control (tetracycline antibiotic), extraction in a large variety of sample dilution and each treatment was 4. Antibacterial activity seen with inhibition zone measurement or diameter on agar containing the bacteria Escherichia coli. The data will be analyzed with the Kruskal-Wallis test will then be followed by the Mann-Whitney test.
Result: Hypothesis test showed a significance value p = 0.000 and the Mann-Whitney test significant difference p <0.05 in comparison between tetracycline antibiotics compared with distilled water and mangosteen peel extract at various dilutions. It can also be seen in the comparison between the distilled water with mangosteen peel extract at 10x dilution with p = 0.13 (p> 0.05), which showed significant difference. While between distilled water and mangosteen peel extract on other dilution is not significantly different.
Conclusion: Extraction of mangosteen rind at 10x dilution capable of inhibiting the growth of bacteria Escherichia coli or having antimicrobial activity.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Exaudi Ebennezer
"Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk mengetahui IC50 dari ektrak etanol kulit buah manggis dan sediaan serum. Penelitian ini merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah kosmetik disebut sebagai serum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis pada serum antikerut. Selanjutnya ekstrak diformulasikan ke dalam tiga jenis sediaan yang terdapat variasi vitamin C sebagai peningkat penetrasi dan satu sediaan tanpa ekstrak dan vitamin C. Ketiga sediaan diuji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague-Dawley. Nilai IC50 ekstrak etanol kulit manggis adalah 15,27 ppm, sedangkan sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan 61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,92±0,03 μg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya vitamin C akan meningkatkan daya penetrasi sediaan serum. Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik.

Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved to have plenty of xanthone with high antioxidant. This study was done using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) to determine the IC50 of ethanolic extract of mangosteen pericarp and serum preparations containing extract. This study is an application of mangosteen pericarp extract in liquid preparations with a little solvent and many bioactive components, which in terms of cosmetics called serum. The aims of this study are to test the physical stability and the effect of vitamin C on the activity, stability and penetration ability of ethanolic extract of mangosteen pericarp on antiaging serum. Furthermore, ethanolic extract formulated into three variations in preparation of vitamin C as a penetration enhancer and one preparations without extract and vitamin C. The three preparations were examined their penetration ability by in vitro Franz diffusion cell using rat abdominal skin as diffusion membrane. IC50 values of ethanolic extract of mangosteen pericarp were obtained at 15,27 ppm, whilst the preparations formula 1, 2, 3 and 4 were 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 and 126,52 ppm, respectively. Total cumulative penetration of total xanthone from formula 2, 3 and 4 were 15,79±0,18; 26,85±1,03 and 61,05±2,53%, respectively. Flux of total xanthone from formula 2, 3 dan 4 were 0,15±0,003; 0,37±0,01 and 0,92±0,03 μg/cm2.hour, respectively. Based on these results, it can be concluded that the presence of vitamin C will increase the penetration ability of serum preparation. All preparations showed physical stability.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Bennovry
"[Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan buah yang banyak tumbuh di negara tropis, di antaranya Indonesia dan Thailand. Bagian kulit (pericarp) Manggis memiliki banyak khasiat, salah satunya sebagai antikanker. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan uji sitotoksisitas untuk melihat efek ekstrak kulit buah Manggis terhadap viabilitas sel leukemia MT-2. Untuk membuat ekstrak, pelarut yang digunakan adalah etanol 99%. Ekstrak etanol kulit buah Manggis dibuat dengan menggunakan alat rotary evaporator. Konsentrasi ekstrak dibagi menjadi delapan yakni, 6,25 μg/ml, 12,5 μg/ml, 25 μg/ml, 50 μg/ml, 100 μg/ml, 200 μg/ml, 400 μg/ml, dan 800 μg/ml. Penambahan DMSO dan media kultur digunakan sebagai kontrol. Ekstrak dan kontrol diberikan kepada sel leukemia MT-2 dan dilakukan uji sitotoksisitas dengan menggunakan metode MTT-Assay. Hasil uji sitotoksisitas berupa kepadatan sel yang dinyatakan dengan Optical Density (OD). Data ini diolah sehingga menghasilkan IC50. Nilai IC50 yang didapatkan adalah 1,72 μg/ml yang tergolong sitotoksik kuat. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan uji post hoc Mann Whitney dan didapatkan hasil perbedaan bermakna pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan konsentrasi 6,25 μg/ml, 12,5 μg/ml, 25 μg/ml, dan 50 μg/ml.;Mangosteen (Garcinia mangostana L.). is a fruit which grows in tropical countries, includes Indonesia and Thailand. Its peel or pericarp has a lot of benefits. One of the benefits is as anticancer. To test the effectiveness of the peel as anticancer, cytotoxicity test should be done. The previous researches haven?t done the test on leukemia MT-2 cells, so this research did this test on leukemia MT-2 cells to know the effect of mangosteen pericarp ethanol extract to the viability of this cancer cell. This research used ethanol 99% for the solvent. Mangosteen pericarp ethanol extract was made by using rotary evaporator. The extract was adjusted into eight concentrations, which are 6.25 μg/ml, 12.5 μg/ml, 25 μg/ml, 50 μg/ml, 100 μg/ml, 200 μg/ml, 400 μg/ml, and 800 μg/ml. DMSO and culture media were used for the control. Both the extract and the control were given to the leukemia MT-2 cells and were tested for cytotoxicity test. MTT-Assay method was used for the cytotoxicity test. The result of cytotoxicity test is called Optical Density (OD) or the density of the cancer cells which are still ?alive?. This data was processing so that the IC50 can be valued. The IC50 value from this experiment is 1.72 μg/ml which is a very strong cytotoxicity. For data analysis, this research used Kruskal-Wallis Test and was continued by using Post hoc Mann-Whitney Test. From Post hoc Mann-Whitney Test, there are the significant differences between several concentrations. The significant differences can be seen on control group and tested group with concentration 6.25 μg/ml, 12.5 μg/ml, 25 μg/ml, and 50 μg/ml;Mangosteen (Garcinia mangostana L.). is a fruit which grows in tropical countries, includes Indonesia and Thailand. Its peel or pericarp has a lot of benefits. One of the benefits is as anticancer. To test the effectiveness of the peel as anticancer, cytotoxicity test should be done. The previous researches haven?t done the test on leukemia MT-2 cells, so this research did this test on leukemia MT-2 cells to know the effect of mangosteen pericarp ethanol extract to the viability of this cancer cell. This research used ethanol 99% for the solvent. Mangosteen pericarp ethanol extract was made by using rotary evaporator. The extract was adjusted into eight concentrations, which are 6.25 μg/ml, 12.5 μg/ml, 25 μg/ml, 50 μg/ml, 100 μg/ml, 200 μg/ml, 400 μg/ml, and 800 μg/ml. DMSO and culture media were used for the control. Both the extract and the control were given to the leukemia MT-2 cells and were tested for cytotoxicity test. MTT-Assay method was used for the cytotoxicity test. The result of cytotoxicity test is called Optical Density (OD) or the density of the cancer cells which are still ?alive?. This data was processing so that the IC50 can be valued. The IC50 value from this experiment is 1.72 μg/ml which is a very strong cytotoxicity. For data analysis, this research used Kruskal-Wallis Test and was continued by using Post hoc Mann-Whitney Test. From Post hoc Mann-Whitney Test, there are the significant differences between several concentrations. The significant differences can be seen on control group and tested group with concentration 6.25 μg/ml, 12.5 μg/ml, 25 μg/ml, and 50 μg/ml, Mangosteen (Garcinia mangostana L.). is a fruit which grows in tropical countries, includes Indonesia and Thailand. Its peel or pericarp has a lot of benefits. One of the benefits is as anticancer. To test the effectiveness of the peel as anticancer, cytotoxicity test should be done. The previous researches haven’t done the test on leukemia MT-2 cells, so this research did this test on leukemia MT-2 cells to know the effect of mangosteen pericarp ethanol extract to the viability of this cancer cell. This research used ethanol 99% for the solvent. Mangosteen pericarp ethanol extract was made by using rotary evaporator. The extract was adjusted into eight concentrations, which are 6.25 μg/ml, 12.5 μg/ml, 25 μg/ml, 50 μg/ml, 100 μg/ml, 200 μg/ml, 400 μg/ml, and 800 μg/ml. DMSO and culture media were used for the control. Both the extract and the control were given to the leukemia MT-2 cells and were tested for cytotoxicity test. MTT-Assay method was used for the cytotoxicity test. The result of cytotoxicity test is called Optical Density (OD) or the density of the cancer cells which are still ‘alive’. This data was processing so that the IC50 can be valued. The IC50 value from this experiment is 1.72 μg/ml which is a very strong cytotoxicity. For data analysis, this research used Kruskal-Wallis Test and was continued by using Post hoc Mann-Whitney Test. From Post hoc Mann-Whitney Test, there are the significant differences between several concentrations. The significant differences can be seen on control group and tested group with concentration 6.25 μg/ml, 12.5 μg/ml, 25 μg/ml, and 50 μg/ml]"
[, ], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Apriyanti
"Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung beberapa derivat xanton yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa-senyawa tersebut dapat mencegah pembentukan radikal bebas yang dapat menyebabkan penuaan dini. Fraksi diklorometana dari ekstrak metanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Fraksi diklorometana kulit buah manggis diformulasikan dalam bentuk losio dengan konsentrasi fraksi diklorometana yang berbeda, yaitu 0,01; 0,05; dan 0,25 %. Aktivitas antioksidan ditetapkan melalui metode peredaman DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Stabilitas fisik losio dievaluasi dengan cycling test, uji mekanik, dan penyimpanan losio pada suhu rendah (4±2ºC), suhu kamar (27±2ºC), dan suhu tinggi (40±2ºC).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa losio stabil pada tiap kondisi penyimpanan dan cycling test. Namun, hasil uji mekanik menunjukkan terjadinya pemisahan fase. Nilai IC50 losio blanko positif vitamin C dan losio fraksi diklorometana kulit buah manggis 0,01; 0,05; dan 0,5% berturut-turut 164,29; 174,42; 131,59; dan 87,77 ppm. Losio yang mengandung fraksi diklorometana kulit buah manggis 0,25 dan 0,05 % memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada losio fraksi diklorometana kulit buah manggis 0,01% dan losio vitamin C.

Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) contains some of xanthones derivates which have antioxidant activity. Those compounds prevent formation of free radicals that cause premature aging. Dichloromethane fraction from methanol extract of mangosteen pericarp has very strong antioxidant activity. Dicholomethane fraction of mangosteen pericarp was formulated into lotion dosage form with different concentration 0.01; 0.05; and 0.25%. Antioxidant activity was determined by DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) radical scavenging method. Physical stability of lotion was evaluated by cycling test, centrifugal test, and stored the lotions at low temperature (4±2ºC), room temperature (27±2ºC), dan high temperature (40±2ºC).
The result showed that the lotions stable at each strorage condition and cycling test. However, the result of centrifugal test showed separation phase of lotions. IC50 values of vitamin C lotion and 0.01; 0.05; and 0.25% dichloromethane fraction lotions were 164.29; 174.42; 131.59; dan 87.77 ppm respectively. Lotion which containing 0.05 and 0.25% of dichloromethane fraction have stronger antioxidant activity than 0.01% dichloromethane fraction lotions and vitamin C lotion.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Yanuarti Dewi
"Kulit manggis (Garcinia Mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi terutama pada hasil fraksinasi diklorometana. Sampo adalah kosmetik yang digunakan untuk mencuci rambut, menghilangkan kotoran dari kulit kepala dan rambut, serta mempertahankan rambut dalam keadaan yang bersih dan mudah diatur. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-difenil-1-pikril hidrazil) untuk mengetahui nilai IC50 dari hasil fraksinasi diklorometana ekstrak metanol kulit buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi hasil fraksi diklorometana ekstrak metanol kulit buah manggis ke dalam 3 formula sampo yang berbeda konsentrasi yaitu 0,010; 0,050 dan 0,252% kemudian dihitung aktivitas antioksidan masing-masing formula dengan metode peredaman DPPH. Uji stabilitas fisik dipercepat dilakukan pada sampo yang disimpan pada suhu yang berbeda (suhu rendah (4±2ºC), suhu kamar dan suhu tinggi (40±2ºC)) dan uji cycling test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan sampo fraksi diklorometana ekstrak metanol kulit buah manggis 0,01; 0,050 dan 0,252% memiliki kestabilan setelah dilakukan pengujian pada suhu rendah (4±2ºC), suhu kamar dan suhu tinggi (40±2ºC) serta uji cycling test. Nilai IC dari ketiga sampo pada konsentrasi 0,010, 0,050; 0,252% dan blangko positif adalah sebesar 98,680; 81,963; 76,172 dan 92,037 ppm. Berdasarkan Nilai IC50, disimpulkan bahwa sampo fraksi diklorometana ekstrak metanol kulit buah manggis 0,252% memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan sampo fraksi diklorometana ekstrak metanol kulit buah manggis 0,010; 0.050% dan kontrol positif (vitamin C).

Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved rich in compounds of xanthone that have very high potential of antioxidant activity, especially the fraction of dichlormethane from methanol extract of mangosteen pericarp. Shampoo is a type of cosmetics which has function to wash and removes dirt from hair and scalps. Shampoo also can maintain hair in good condition so it will be easy to manage. The method was used in this study was the reduction of DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl hydrazyl) to determine the IC50 value of the fraction of dichlormethane from methanol extract of mangosteen pericarp. The aim of this study to formulate the fraction of dichlormethane from methanol extract mangosteen pericarp into three different concentration which are 0.010; 0.050 and 0.252% respectively. The antioxidant activity of each concentration of shampoo also calculated by DPPH reduction method. Accelerated physical stability test was done at different temperatures including (low temperature (4±2ºC), room temperature, and high temperature (40±2ºC)) and also cycling test. IC value of shampoo containing dichlormethane fraction from methanol extract of mangosteen pericarp of 0.010; 0.050 0.252% and positive control are 98.680; 81.963; 76.172 and 92.037 ppm respectively. Based on IC50values, it was concluded that shampoo containing dichlormethane fraction from methanol extract of mangosteen pericarp of 0.252% have the highest antioxidant activity compared to shampoo containing dichlormethane fraction from methanol extract of mangosteen pericarp of 0.010; 0.050% and the positive control (vitamin C)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S44885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>