Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174998 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deviyanti Mala Grafina
"Penelitian ini membahas mengenai gangguan fungsi paru yang terjadi pada pekerja bengkel yang terpajan dengan uap cat untuk mengetahui gambaran gangguan fungsi paru disana. Penelitian ini adalah penelitian semi kuantitatif dengan metode cross-sectional terhadap 25 pekerja yang diukur fungsi parunya menggunakan spirometri dan diwawancara dengan menggunakan kuesioner. Hasil keseluruhan survei terhadap 25 pekerja bengkel body repair terdapat 1 orang dari bagian color matching dan 6 orang dari bagian painting yang mengalami gangguan fungsi paru.

This study focused about lung function disorders in workers of X body repair workshop who exposed by car spray to find out the overview of lung function disorders. This study is a semi-quatitative study with cross-sectional method to the 25 workers. The lung function is assessed by spirometry and were interviewed by using quiestionnaire. The results showed that 1 worker in color matching and 6 workers in painting suffer lung function disorders.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Sri Haryanti
"Sebagian besar industri otomotif masih menggunakan thinner yang mengandung VOC (terdiri dari benzene, toluene, xylene dan lain-lain). Efek kesehatan dari VOC diantaranya adalah iritasi pada hidung dan tenggorokan dan serta kerusakan paru-paru (Ismail, 2011). Pajanan thinner kepada pekerja secara terus menerus dapat mengakibatkan iritasi saluran napas dan gangguan fungsi paru pada pekerja. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pajanan thinner dengan gangguan fungsi paru-paru setelah dikontrol variabel confounding pada pekerja bagian painting di industri otomotif. Setelah dikontrol dengan penggunaan APD, perilaku merokok dan terpajan sedikit thinner dan zat kimia lain diketahui bahwa risiko pekerja yang terpajan sebagian thinner untuk mengalami gangguan fungsi paru adalah 1,87 (95% CI = 0,74-4,71). Pada pekerja yang terpajan thinner penuh memiliki resiko untuk mengalami gangguan fungsi paru sebesar 3,23 (95% CI = 1,36-7,59). Semakin besar pajanan terhadap thinner maka semakin tinggi resiko untuk terkena gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan agar perusahaan melakukan upaya promosi kesehatan untuk meminimalkan risiko terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil.

Most of the auto industry still use paint thinner containing VOCs (consisting of benzene, toluene, xylene, etc.). Health effects of VOCs include irritation of the nose and throat and impaired lung function (Ismail, 2011). Exposure paint thinner to workers continuously can cause respiratory irritation and lung function impairment in workers. This study is a cross-sectional study aimed to determine the relationship between exposure of thinner with impaired lung function after controlled confounding variable on painting workers in the automotive industry. After controlled by using mask variable, smoking behavior and exposure to a little thinner plus other chemicals, known that the risk for the paired exposed of thinner to suffer lung problems was 1.87 (95% CI = 0.74 to 4.71). In workers exposed to thinner at risk for developing impaired lung function of 3.23 (95% CI = 1.36 to 7.59). Greater and greater exposure to paint thinner, the risk for developing lung problems is higher. Based on the findings, it is recommended that companies conduct health promotion efforts to minimize the risk of impaired lung function in painting workers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Syahida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektifitas biaya antara Puskesmas yang menerapkan PAL dengan yang tidak menerapkan PAL dalam penanganan Tuberkulosis Paru di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur, dengan melakukan perhitungan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) untuk mendapatkan biaya per aktifitas. Penilaian efektifitas berdasarkan perbandingan antara penjumlahan komponen biaya pada masing-masing alternatif dengan output penelitian yang meliputi efektifitas pengobatan, Quality Adjusted Life Years (QALY's) serta Kegagalan/drop out yang dapat dihindari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas PAL lebih efektif dalam penanganan Tuberkulosis Paru berdasarkan output kegagalan/drop out yang dapat dihindari.

This research purposes to compare cost effectivity between Center of Health which implements PAL and Non PAL in treatment Pulmonary Tuberculosis on administrative district East Jakarta. It uses Activity Based Costing (ABC) method to obtain cost per activity. The effectivity evaluation is based on comparison between total cost component at each alternatives with output consists of medical treatment effectiveness, Quality Adjusted Life Years (QALY's) and prevented failure/drop out. The result shows that Puskesmas with PAL is more effective in Pulmonary Tuberculosis treatment based on prevented failure/drop out.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmani Sakina
"Tesis ini menganalisis sistem pencatatan dan pelaporan Practical Approach to Lung Health (PAL) pada 6 Puskesmas di Kabupaten Bogor pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam pada 11 informan dan memeriksa laporan PAL selama bulan Januari-April 2013 pada 6 Puskesmas dengan memperhatikan ketepatan waktu laporan, kelengkapan laporan, dan keakuratan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam beberapa faktor input, proses dan output dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan PAL di Puskesmas yang diteliti. Puskesmas yang memenuhi indikator tampak lebih terorganisasi dengan adanya Tim PAL yang disahkan oleh Kepala Puskesmas, semua pihak tampak berkerjasama dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan PAL setiap hari, dan mempunyai komitmen yang tinggi baik Kepala Puskesmas, kordinator PAL, pelaksana harian dan petugas pencatatan dan pelaporan. Untuk itu, masih dibutuhkan perbaikan secara komprehensif dan terintegrasi melibatkan banyak pihak yang terkait sistem pencatatan dan pelaporan PAL di Puskesmas Kabupaten Bogor.

This thesis discusses Recording and Reporting System of Practical Approach to Lung Health (PAL) in 6 Primary Health Center (Puskesmas) at Bogor District 2013. This research uses qualitative method by conducting in-depth interview to 11 key informants and checking PAL report for 6 Puskesmas since January until April 2013, by considering the timeliness, the completeness of the report, and accuracy. The result shows that there are differences in input, process and output in the the implementation of recording and reporting system. Puskesmas that meet the indicator are more organized with the PAL team authorized by the Head of Puskesmas, all parties cooperate in implementing the PAL recording and reporting every day, and everybody has commitment. Therefore, it is need to have comprenhensive and integrated improvements by involving others stakeholders related to recording and reporting PAL system in Puskesmas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, M. Yusuf Hanafiah
"Saat ini kasus kanker paru meningkat jumlahnya dan menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia juga di Indonesia. Data yang dikemukakan World Health Organization (WHO) menunjukkan kanker pare adalah penyebab utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki-laki tetapi juga pada perempuan. Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat ke-3 atau ke-4 di antara tumor ganas yang paling sering ditemukan di beberapa rumah sakit. Jumlah penderita kanker paru di RS Persahabatan 239 kasus pada tahun 1996, 311 kasus tahun 1997 dan 251 kasus di tahun 1998. Lebih dari 90% penderita kanker paru datang berobat pada keadaan penyakit yang sudah lanjut, hanya 6% penderita masih dapat dibedah.
Prognosis buruk penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan penderita yang jarang datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam tahap awal. Hasil penelitian pada penderita kanker pare pascabedah menunjukkan bahwa rerata angka tahan hidup 5 tahun stage 1 jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan penderita kanker pare stadium lanjut. Masa tengah hidup penderita kanker part stage lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker pare adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana serta memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksanaan penyakit ini sangat tergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker part pada stage dini akan sangat membantu penderita dan penemuan diagnosis dalam waktu lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik.
Diagnosis pasti penyakit kanker ditentukan oleh basil pemeriksaan patologi anatomi. Dasar pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan mikroskopik terhadap perubahan sel atau jaringan organ akibat penyakit. Terdapat dua jenis pemeriksaan patologi anatomi yaitu pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan memeriksa jaringan tubuh, sedangkan pemeriksaan sitologi memeriksa kelompok sel penyusun jaringan tersebut. Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti (baku emas). Pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker, bahkan sebelum timbul manifestasi klinis penyakit kanker.
Diagnostik kanker paru memang tidak mudah khususnya pada lesi dini. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan noninvasif yang dapat mendeteksi kanker pare tetapi nilai ketajamannya rendah. Pengambilan bahan pemeriksaan sel/jaringan pare banyak dilakukan dengan cara invasif seperti biopsi pare tembus dada (transthoracic biopsy/TTB), bronkoskopi atau torakoskopi. Teknik ini jauh lebih noninvasif dibandingkan biopsi pare terbuka dengan cara pembedahan yang sudah banyak ditinggalkan. Di RS Persahabatan jumlah penderita kanker paru yang dapat dibedah masih dibawah 10%, angka ini masih sangat kecil dibandingkan negara lain yang dapat mencapai angka sekitar 30%. Data yang belum dipublikasi dari bagian bedah toraks RS Persahabatan dari tahun 2000-2004 mencatat 33 kasus kanker paru yang dibedah, rata-rata hanya sekitar 6-7 pasien pertahun, itupun bukan untuk tujuan diagnostik tetapi untuk penatalaksanaan. Hal ini menjadikan pemeriksaan sitologi masih akan tetap menjadi alat utama untuk diagnostik kanker paru.
Berbagai teknik pemeriksaan sitologi dan histopatologi memberikan akurasi basil yang berbeda-beda dan umumnya tidak membandingkan akurasi berbagai teknik pemeriksaan sitologi tersebut dengan baku emas pemeriksaan histopatologi. Perbandingan akurasi basil berbagai teknik pemeriksaan tersebut akan berguna untuk menentukan pilihan pemeriksaan yang paling efektif dan efisien."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Dwi Irianti
"Gangguan fungsi paru merupakan kumpulan penyakit paru-paru yang masih menjadi permasalahan di tempat kerja. Salah satu tempat kerja dengan risiko tersebut adalah tambang batubara. Debu batubara yang merupakan objek bisnis dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Tidak semua pekerja tambang batubara yang terpajan debu batubara akan mengalami penyakit gangguan fungsi paru. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor risiko individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi literatur berkaitan dengan hubungan faktor risiko individu yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit gangguan fungsi paru pada pekerja tambang batubara di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metodologi tinjauan literatur sistematis sederhana dengan menggunakan artikel jurnal yang dipublikasikan antara tahun 2012 hingga tahun 2021. Didapatkan 6 literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara umur, perilaku merokok, dan penggunaan alat pelindung diri (APD) terhadap kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja tambang batubara. Status gizi tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, tetapi dapat menjadi faktor risiko kejadian penyakit.

Lung function disorders are a collection of lung diseases that workplaces have to face as health problems. Coal mining is one of the workplaces where lung diseases can occur. Coal dust is a risk factor for lung function disorders due to dust exposure. Not all coal mine workers who are exposed to coal dust suffer from lung function disorders. This condition is influenced by several factors, one of which is individual risk factors. This study aims to identify literature related to the association between individual risk factors that can influence the occurrence of lung function disorders in coal mine workers in Indonesia. This research used a simple systematic literature review methodology using journal articles published between 2012 and 2021. Six articles were found to meet the research inclusion criteria. The results of this study show that there is a significant association between age, smoking behavior, and the use of personal protective equipment (PPE) and the incidence of lung function disorders in coal mine workers. Nutritional status does not have a significant association, but it can be a risk factor for disease to develop."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niko Rianda Putra
"[Particulate Matter (PM) terutama partikel <2,5 μg/m3 atau PM2.5, adalah
komponen utama yang terkandung dalam asap dari bahan bakar biomassa. Efek
yang terkait dengan paparan jangka panjang PM2,5 meliputi peningkatan gejala
pernapasan bagian bawah, penyakit paru obstruktif kronik dan penurunan fungsi
paru. Salah satu pengguna bahan bakar biomassa yang cukup tinggi di Sumatera
Barat adalah usaha rumah makan, tujuan dari penelitian ini menganalisis asosiasi
faktor lingkungan dengan konsentrasi PM2,5 pada waktu masak di dapur rumah
makan Kota Solok dan menganalisis konsentrasi PM2,5 pada waktu masak dengan
fungsi paru pekerja dapur rumah makan. Penelitian ini adalah penelitian dekriptif
analitik dengan menggunakan desain studi cross-sectional, dengan jumlah sampel
adalah 71 orang (total sampling). Analisis multivariat hubungan faktor lingkungan
dengan PM2,5 pada waktu masak didapatkan hubungan signifikan ventilasi OR:
5,655 (95% CI: 0,780 ? 40,994) dan lama waktu masak OR: 12,013, (CI: 1,113 ?
129,714). Analisis multivariat hubungan PM2,5 pada waktu masak dengan
gangguan fungsi paru, yaitu PM2,5 OR: 3,60 (CI: 95%, 0,921 ? 14,072), Umur
OR: 1,443, (CI 95%, 0,380 ? 5,477), dan masa kerja OR: 13,854, (95% CI: 3,283
? 58,388). Terdapat hubungan bermakna antara faktor lingkungan dengan
konsentrasi PM2,5 pada waktu masak yaitu variabel lama masak dan ventilasi.
Sedangkan untuk konsentrasi PM2,5 pada waktu masak ada hubungan yang
bermakna dengan gangguan fungsi paru pekerja dapur dengan dikontrol oleh
umur dan masa kerja;Particulate Matter (PM), particularly inhalable particulate ( <2,5 μm), is
the main components in biomass emission. Long term exopusre of PM2,5 had
been proved to increase lower respiratory disorder, chronic obtructive pulmonary
disease (COPD), and decrease lung function. Padang Restaurant is one of the
main user of biomass fuel in west sumatera. The aim of this research was to
analize the association of PM2,5 concentration during cooking and lung function
disorder among restaurant kitchen workers. This was a cross-sectional study with
71 workers were included. There was a significant association between PM2,5
and ventilation OR: 5,655 (95% CI: 0,780 ? 40,994) and cooking duration OR:
12,013, (CI: 1,113 ? 129,714). Multivariate analysis between PM2,5 and lung
function disorder showed significant association, PM2,5 OR: 3,60 (CI: 95%, 0,921
? 14,072), age OR: 1,443, (CI 95%, 0,380 ? 5,477), and working duration
OR: 13,854, (95% CI: 3,283 ? 58,388). There was a significant association
between environmental factors (ventilation and cooking duration) and PM2,5
concentration during cooking. Meanwhile PM2,5 concentration and lung fuction
showed significant association after controled by age and working duration., Particulate Matter (PM), particularly inhalable particulate ( <2,5 μm), is
the main components in biomass emission. Long term exopusre of PM2,5 had
been proved to increase lower respiratory disorder, chronic obtructive pulmonary
disease (COPD), and decrease lung function. Padang Restaurant is one of the
main user of biomass fuel in west sumatera. The aim of this research was to
analize the association of PM2,5 concentration during cooking and lung function
disorder among restaurant kitchen workers. This was a cross-sectional study with
71 workers were included. There was a significant association between PM2,5
and ventilation OR: 5,655 (95% CI: 0,780 – 40,994) and cooking duration OR:
12,013, (CI: 1,113 – 129,714). Multivariate analysis between PM2,5 and lung
function disorder showed significant association, PM2,5 OR: 3,60 (CI: 95%, 0,921
– 14,072), age OR: 1,443, (CI 95%, 0,380 – 5,477), and working duration
OR: 13,854, (95% CI: 3,283 – 58,388). There was a significant association
between environmental factors (ventilation and cooking duration) and PM2,5
concentration during cooking. Meanwhile PM2,5 concentration and lung fuction
showed significant association after controled by age and working duration.]"
2015
T43637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriadi
"ABSTRAK
Latar belakang : Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengukur kapasitas
difusi paru DLCO-SB ipada pasien PPOK di RSUP Persahabatan Jakarta untuk
mengetahui prevalens penurunan nilai DLCO pada pasien PPOK.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional
study) pada pasien PPOK yang berkunjung di Poliklinik Asma-PPOK RSUP
Persahabatan Jakarta. Dilakukan uji spirometri dan DLCO pada pasien PPOK
yang diambil secara konsekutif antara bulan Mei-Juli 2015. Komorbiditas juga
dicatat.
Hasil : Uji Spirometri and DLCO dilakukan pada 65 subjek didapatkan 7 subjek
(10,8%) termasuk kedalam PPOK Grup A, 19 subjek (29,2%) PPOK Grup B, 21
subjek (32,3%) PPOK grup C dan 18 subjek (27,7%) PPOK grup D. rerata usia
64,15 (45-89) tahun;rerata VEP
1
% 46,05%, rerata nilai DLCO 19,42
ml/menit/mmHg dan rerata DLCO % adalah 72.00%. prevalens penurunan
DLCO pasien PPOK adalah 56,92% (37/65 subjek) sedangkan 28 subjek dengan
nilai DLCO normal. Ditemukan 15 subjek (23,07%) dengan penurunan ringan, 18
subjek (27.69%) penurunan sedang dan 4 subjek (6,15%) dengan penurunan berat.
Ditemukan 47 subjek (72,3%) memiliki komorbid. Terdapat hubungan bermakna
antara grup PPOK, derajat spirometri, VEP
1
, IMT dan komorbiditas dengan nilai
hasil uji DLCO. Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai DLCO dengan
jenis kelamin, umur, riwayat merokok, Indeks Brinkmann, obstruksi-restriksi dan
lama terdiagnosis PPOK.
Kesimpulan : Proporsi penurunan nilai DLCO pada pasien PPOK adalah
56,92%. Terdapat hubungan bermakna antara grup PPOK, derajat spirometri,
VEP
1
, IMT dan riwayat TB dengan nilai hasil uji DLCO. Tidak terdapat
hubungan bermakna antara nilai DLCO dengan jenis kelamin, umur, riwayat
merokok, Indeks Brinkmann, obstruksi-restriksi, komorbid dan lama terdiagnosis
PPOK.ABSTRACT
Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure
DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to
know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD
patients.
Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending
COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry
and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities
conditions were also recorded.
Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD
subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%)
were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%)
were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV
1
% was
46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO%
was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in
COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There
were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%)
were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects
(72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup
COPD, GOLD COPD grade, VEP
1
, BMI and comorbidities with magnitude of
decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex,
smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD
period.
Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are
56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD
COPD grade, VEP
1
, BMI and previous TB history with magnitude of decreasing
DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking
history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length
of COPD period. ;Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure
DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to
know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD
patients.
Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending
COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry
and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities
conditions were also recorded.
Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD
subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%)
were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%)
were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV
1
% was
46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO%
was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in
COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There
were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%)
were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects
(72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup
COPD, GOLD COPD grade, VEP
1
, BMI and comorbidities with magnitude of
decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex,
smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD
period.
Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are
56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD
COPD grade, VEP
1
, BMI and previous TB history with magnitude of decreasing
DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking
history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length
of COPD period. ;Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure
DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to
know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD
patients.
Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending
COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry
and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities
conditions were also recorded.
Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD
subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%)
were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%)
were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV
1
% was
46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO%
was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in
COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There
were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%)
were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects
(72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup
COPD, GOLD COPD grade, VEP
1
, BMI and comorbidities with magnitude of
decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex,
smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD
period.
Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are
56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD
COPD grade, VEP
1
, BMI and previous TB history with magnitude of decreasing
DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking
history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length
of COPD period. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marscha Iradyta Ais
"Latar Belakang: Jumlah kasus KPKBSK diperkirakan 85% dari seluruh kasus kanker paru dan 40% diantaranya adalah jenis adenokarsinoma. Sebanyak 10%-30% pasien adenokarsinoma mengalami mutasi EGFR dan mendapatkan terapi EGFR-TKI. Mayoritas pasien KPKBSK memiliki respons dan toleransi baik terhadap terapi EGFR- TKI tetapi sebagian kecil pasien mengalami penyakit paru interstisial akibat EGFR- TKI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gambaran penyakit paru interstisial pada pasien KPKBSK dengan terapi EGFR-TKI di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendeketan kohort retrospektif yang dilakukan bulan Januari 2021 hingga Juni 2022. Subjek penelitian adalah pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi EGFR-TKI. Subjek penelitian dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data melalu data sekunder berupa rekam medis dan hasil CT scan toraks pasien yang kontrol di poliklinik onkologi RSUP Persahabatan.
Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 73 subjek penelitian, pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR yang mendapatkan terapi EGFR-TKI di RSUP Persahabatan. Sebanyak 12 dari 73 subjek penelitian mengalami gambaran ILD yang dievaluasi berdasarkan CT scan toraks RECIST I dan II dengan karakteristik jenis kelamin laki-laki (22,2%), kelompok usia 40-59 tahun (19,4%), perokok (24,1%), indeks brinkman berat (42,9%) dan mendapatkan terapi afatinib (26,1%). Proporsi gambaran ILD pada pasien KBPKBSK dengan terapi EGFR-TKI adalah opasitas retikular (58,3%), parenchymal band (33,3%), ground-glass opacities (25%), traction bronchiectasis (25%) dan crazy paving pattern (8,3%). Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, jenis EGFR-TKI, riwayat merokok, indeks brinkman, riwayat penyakit paru dan tampilan status terhadap gambaran ILD.
Kesimpulan: Gambaran ILD pada pasien KPKBSK dengan terapi EGFR-TKI meliputi opasitas retikular, parenchymal band, ground-glass opacities, traction bronchiectasis dan crazy paving pattern. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap gambaran ILD.

Background: The number of cases of NSCLC is estimated around 85% of all lung cancer cases and 40% among them are adenocarcinoma. Approximately 10%-30% of adenocarcinoma patients have EGFR mutations and receive EGFR-TKI therapy. The majority of NSCLC patients have a good response and tolerance to EGFR-TKI therapy, but a small group of patients experience EGFR-TKI induced interstitial lung disease. This study aims to determine the proportion of features of interstitial lung disease ini NSCLC patients treated with EGFR-TKI at Persahabatan Hospital.
Methods: This study was an analytic observational with a retrospective cohort approach that was conducted from January 2021 until June 2022. The subject were NSCLC patients who received EGFR-TKI treatment. The inclusion and exclusion criteria were used to determine which subjects will be included in the study. Data collection through secondary data from medical record and chest CT scan results of patients controlled at oncology polyclinic at Persahabatan Hospital.
Result : In this study, there were 73 subjects of NSCLC with EGFR mutations and received EGFR-TKI therapy at Persahabatan Hospital. There were 12 out of 73 subjects had ILD features which were evaluated based on RECIST I and II chest CT scan with predominant of male (22.2%), age group 40-59 years old (19.4%), smokers (24.1%), severe Brinkman index (42.9%) and received afatinib (26.1%). The proportion of ILD features in NSCLC patients with EGFR-TKI therapy are reticular opacities (58.3%), parenchymal bands (33.3%), ground-glass opacities (25%), traction bronchiectasis (25%) and crazy paving pattern (8.3%). The results of bivariate and multivariate analyzes showed that there was no differences between factors such as sex, age, type of GEFR-TKI, smoking history, Brinkman index, history of lung disease and performance status with features of ILD.
Conclusion: Features of ILD in NSCLC patients with EGFR-TKI therapy include reticular opacities, parenchymal bands, ground-glass opacities, traction bronchiectasis and crazy paving pattern. There is no statistically significa
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Adelina
"Industri keramik saat ini sedang berkembang dengan pesat, berdasarkan data dari depnaker Tangerang bahwa khusus didaerah ini diperkirakan sekitar ribuan tenaga kerja yang bekerja di industri keramik. Seperti telah diketahui bahwa industri keramik adalah industri yang menghasilkan banyak debu baik dari mulai pengolahan bahan baku, glosir maupun pengepakan.
Pemajanan debu keramik dalam kurun waktu lama walaupun dengan konsentrasi kecil telah diketahui akan memberikan dampak negatif terhadap kelainan fungsi paru. Walaupun ada beberapa faktor lain yang ikut memperberat terjadinya kelainan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gangguan fungsi paru yang terjadi terhadap tenaga kerja di industri keramik " A " akibat pajanan debu keramik ditempatnya bekerja.
Penelitian dilakukan dengan metode wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan faal paru yang di lakukan dengan memakai alat spirometri dan pengukuran kadar debu total lingkungan. Namun banyak keterbatasan - keterbatasan yang penulis hadapi, dimana tidak dapat diukurnya kadar debu respirable maupun ukuran dari partikel debu.
Selain itu dalam penelitian ini penulis dibantu oleh pihak lain terutama dalam hal pengukuran faal paru dilapangan, sehingga beberapa kesalahan terjadi pada saat pemeriksaan. Sebagai dampaknya banyak hasil uji fast pan" responden yang tidak seperti yang diharapkan. Dari penelitian ini diperoleh hasil konsentrasi debu yang berada di bawah nilai ambang batas serta pekerja yang selalu memakai alat pelindung diri ( masker ) selama bekerja, sehingga kedua parameter tersebut tidak berdampak terhadap kelainan fungsi paru.
Namun dicoba mencari hubungan dengan beberapa variabel lain yang kurang lebih dapat mempengaruhi gangguan fungsi paru seperti umur pekerja, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan antara usia pekerja, status gizi pekerja dan kebiasaan merokok dari pekerja.
Dengan adanya keterbatasan - keterbatasan yang telah disebutkan sebaiknya dilakukan pengukuran debu respirable, ukuran pertikel debu dan persiapan yang baik sebelum melakukan uji faal paru. Sehingga hasil yang diperoleh akan sesuai seperti yang diharapkan dari penelitian ini.
Daftar bacaan : 44 ( 1984 - 1999)

Relation between Exposure of Ceramic Dust to Lung Function Disorder Workers in Ceramic Industrial " A " in Tangerang Regency, Banten 2004Ceramic industrial is have develops year and years, in Tangerang regency we can found about 1 millions workers in ceramic industrial.
Ceramic industrial is industri that product very much dust in workplace, like product department until packing department .
Exposure of ceramic dust in long time although in small concentration can make lung function disorder , but there are some variable can make this disorther more heavy.
This research was want to know how the ceramic dust in the future can make lung function disorder to teh workers in teh workplace.
This research use questioner method, physical examination, lung function test with use spirometry test and measured dust concentration that exposure of the workers.
As long as this research was have some weakness, where ever we cannot measure teh respirabel dust concentration or dimension of teh dust.
And this research , when lung function test was measured, there is some problem with person whose measured teh test.
Dust of ceramic in ceramic industrial " A" was very small concentration (< 10 mg/m3 ), and used teh personal protective device when workers in the work place , so we can found the lung function disorder because of ceramic dust. There is no correlation between dust concentration in work place with lung function disorder.
But there are some variables in this cases have correlation with lung function test, this correlation not significant to make lung function disorder.
There are the weakness that we have explained before , in research furthermore we must measure respirable dust, dimension of dust and arrange the method of lung function test before with the result we can have good outcome later.
Bibliography : 44 ( 1984 -1999 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>