Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Charina Septyandari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Pengukuran perencanaan karir menggunakan alat ukur Career Planning Scale (CPS) yang dikembangkan oleh Gould (1979) dan pengukuran kesiapan menikah menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang merupakan wanita dewasa muda yang bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perencanaan karir dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja (r = 0.241, (p < 0.05). Artinya, semakin baik perencanaan karir individu, maka semakin baik pula kesiapan menikahnya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat dua area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan perencanaan karir, yaitu keuangan dan pembagian peran suami-istri. Diketahui pula bahwa area minat dan pemanfaatan waktu luang merupakan area yang menjadi prioritas utama sampel dalam penelitian ini. Aspek demografis seperti usia, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, lama berpacaran, dan rencana menikah diketahui tidak berkorelasi secara signifikan terhadap perencanaan karir dan kesiapan menikah.

This study was conducted to determine the relationship between career planning and readiness for marriage among young adults working women. This research is quantitative study with correlational design. The measurement of career planning use Career Planning Scale (CPS) which developed by Gould in 1979, and the measurement of readiness for marriage use Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004). The sample of this study are 100 young adults working women. The result of this study indicate that there is a significant positive correlation between career planning and readiness for marriage among young adults working women (r = 0.241, (p < 0.05). It means that the better individual career planning, the higher readiness for marriage too. Based on the result of this study, it is known that there are two areas of readiness for marriage which had a significant positive correlation with career planning. Those are finances and spousal roles. It is also known that the area of interest and the use of leisure time is a priority area for the sample in this study. The demographic aspects such as age, education, occupation, duration of work, duration of dating, and marriage plan are known to be not significantly correlated to career planning and readiness for marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neysa Oktanina
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara komitmen kerja dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja. Pengukuran komitmen kerja dilakukan menggunakan alat ukur Occupational Commitment, sedangkan pengukuran kesiapan menikah dengan menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 96 orang yang merupakan wanita dewasa muda yang bekerja.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen kerja dengan kesiapan menikah (r = 0.387, p < 0.01). Artinya, semakin tinggi komitmen kerja, maka semakin tinggi pula kesiapan menikah, begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian ini, terdapat tiga area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan komitmen kerja, yaitu keuangan, anak dan pengasuhan, serta perubahan pada pasangan dan pola hidup.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, lama berpacaran, dan rencana pelaksanaan pernikahan tidak memberikan pengaruh terhadap komitmen kerja dan kesiapan menikah.

This study examined the relationship between occupational commitment and readiness for marriage in young adult working women. Occupational commitment was measured by Occupational Commitment Scale, whereas the readiness for marriage was measured by Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah. The respondents of this study were 96 young adult working women.
The result of this study shows that there is a significant, positive relationship between occupational commitment and readiness for marriage (r = 0.387, p < 0.01). It indicates that the higher occupational commitment, the higher the readiness for marriage, and vice versa. In this study, there are three areas of readiness for marriage which are found to have positive relationship with occupational commitment. Those are finance, children and parenting, also changes in partner and lifestyle.
Based on this result, age, educational level, organizational tenure, length of dating, and years of the implementation of marriage do not give impact to occupational commitment and readiness for marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Husna Raditya
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara attachment dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan jarak jauh. Adult Attachment Scale (AAS) (Collins & Read, 1990) digunakan untuk mengukur attachment dan Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004) digunakan untuk mengukur kesiapan menikah. Jumlah sampel penelitian ini adalah 102 individu yang merupakan dewasa muda yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) terdapat hubungan positif yang signifikan antara secure attachment style dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan jarak jauh (r=0.237, p<0.05), 2) terdapat hubungan negatif yang signifikan antara avoidant attachment style dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan jarak jauh jauh (r=-0.341, p<0.01), dan 3) terdapat hubungan negatif yang signifikan antara anxious attachment style dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan jarak jauh (r=-0.375, p<0.01).
Dalam penelitian ini, secure merupakan attachment style yang paling banyak dimiliki oleh dewasa muda yang sedang menjalani hubungan jarak jauh dan area yang diprioritaskan dalam kesiapan menikah adalah minat dan pemanfaatan waktu luang.

This research was conducted to determine the relationship between attachment and readiness for marriage in young adults who are having a long-distance relationship. Adult Attachment Scale (AAS) (Collins & Read, 1990) was used to measure attachment and Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004) was used to measure readiness for marriage. The sample size for this research was 102 young adults who are having a long distance relationship.
The result of this research indicated that 1) there is a significant positive relationship between secure attachment style and readiness for marriage in young adults who are having a long-distance relationship (r=0.237, p<0.05), 2) there is a significant negative relationship between avoidant attachment style and readiness for marriage in young adults who are having a long-distance relationship (r=-0.341, p<0.01), and 3) there is a significant negative relationship between anxious attachment style and readiness for marriage in young adults who are having a long-distance relationship (r=-0.375, p<0.01).
In this research, secure was the attachment style which was the most widely owned by young adults who are having a longdistance relationship and an area of eight readiness for marriage areas being a priority was the interested in and the use of leisure time.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umaira Fotineri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap pernikahan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai. Pengukuran sikap terhadap pernikahan menggunakan alat ukur Marita Attitude Scale (MAS) (Braaten & Roosen, 1998), dan pengukuran kesiapan menikah dengan menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiraysti, 2004). Jumlah sampel penelitian ini berjumlah total 55 orang yang merupakan dewasa muda dari keluarga bercerai. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap pernikahan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai (r = 0.247, p < 0.05). Artinya semakin positif sikap terhadap pernikahan, maka semakin tinggi kesiapan menikahnya. Dalam penelitian ini, terdapat empat area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan sikap terhadap pernikahan, yaitu komunikasi, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, serta minat dan pemanfaatan waktu luang. Berdasarkan hasil penelitian, usia, jender, tingkat pendidikan, usia ketika orang tua bercerai dan status pernikahan orang tua saat ini memberikan pengaruh kepada sikap anak terhadap pernikahan.

This research was conducted to determine the significant positive relationship between attitudes toward marriage and readiness for marriage in young adult whose parents divorced. The measurement of attitudes toward marriage use Marital Attitude Scale (MAS) (Braaten & Roosen, 1998), and the measurement of readiness for marriage use Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004). The sample size for the research are 55 young adults whose parents divorced. The result of these research indicate that there is a significant positive relationship between attitudes toward marriage and readiness for marriage in young adults whose parents divorced (r = 0.247, p < 0.05). The result means that the more positive attitudes toward marriage, the higher the readiness for marriage. In this research, there are four areas of readiness for marriage which has a significant positive relationship with attitudes toward marriage. Those are communication, family background and relationships with family, religion, also the interest in and use of leisure time. Based on the result of the research, age, gender, educational level, age when parents divorced and marital status of parents today give impact to children?s attitudes toward marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abshari Nabilah Fiqi
"Guna membangun hubungan dengan pasangan yang bertahan lama melalui pernikahan, dewasa muda Indonesia perlu memiliki kesiapan menikah. Secara teoritis, terdapat hubungan antara agama khususnya religiusitas dan kesiapan menikah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas Islam dan kesiapan menikah pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah 566 dewasa muda muslim berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner online. Alat ukur yang digunakan adalah The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) (untuk mengukur religiusitas Islam) dan Adaptasi Alat Ukur Kesiapan Perkawinan California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) (untuk mengukur kesiapan menikah). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara religiusitas Islam dan kesiapan menikah pada dewasa muda, r=+.650, N=566, p<0,01. Artinya semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin tinggi kesiapan menikahnya.

In order to build the relationship with romantic partner which lasts forever through marriage, young adults in Indonesia need readiness for marriage. Theoritically, there is relationship between religion espescially religiosity and readiness for marriage. This study examined the relationship between Islamic religiosity and readiness for marriage among young adults. Participants of this study were 566 Moslem young adults in the age range of 20 to 30 years old and have not married yet from Indonesia. This study used online questionnaire method to gather the data. The instruments of this study were The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) (to measure Islamic religiosity) and Adaptasi Alat Ukur Kesiapan Perkawinan California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) (to measure readiness for marriage). The result showed that there is a positive significant relationship between Islamic religiosity and readiness for marriage among young adults, r=+.650, N=566, p<0,01. This finding suggests that individu who have higher Islamic religiosity will also have higher readiness for marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariska Ariesthia
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai. Pengukuran optimisme terhadap hubungan menggunakan alat ukur Optimism about Relationship (OAR) (Carnelly&Bulman, 1992) dan pengukuran kesiapan menikah dengan menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiraysti, 2004). Jumlah sampel penelitian ini berjumlah total 55 orang yang merupakan dewasa muda dari keluarga bercerai. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah pada dewasa muda dari keluarga bercerai (r = 0.268, p < 0.05). Artinya semakin tinggi optimisme terhadap hubungan, maka semakin tinggi kesiapan menikahnya. Dalam penelitian ini, terdapat tiga area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan optimisme terhadap hubungan, yaitu agama, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, serta minat dan pemanfaatan waktu luang. Berdasarkan hasil penelitian, aspek demografis seperti, usia, jender, tingkat pendidikan, usia ketika orang tua bercerai dan status pernikahan orang tua berkorelasi secara signifikan kepada optimisme terhadap hubungan dan kesiapan menikah.

This research was conducted to determine the significant positive relationship between relationship optimism and readiness for marriage of young adults from divorced families. Relationship optimism were measured using Optimism about Relationship (OAR) (Carnelly & Bulman, 1992) and marriage readiness were measured using Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004), using samples in total numbers of 55 young adults from divorced families. Results obtained indicate that there is a significant positive relationship between optimism toward relationships and marriage readiness of young adults from divorced families (r = 0268, p <0.05). Meaning that, the more positive an optimism in the relationship would generates higher marriage readiness. In this study, there are three areas in marriage readiness which has a significant positive correlation with optimism toward relationships, which are religion, family background and relationships with extended family, as well as interest in and use of leisure time. Based on this research, demographic aspects such as age, gender, education level, age when parents divorce, and marital status has significant correlation to optimism and readiness for marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S43893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmi Anindyojati
"Cinta terbagi ke dalam tiga komponen yakni intimacy, passion, dan commitment. Cinta merupakan aspek penting dalam suatu hubungan, baik pacaran ataupun pernikahan. Selain itu, kesiapan menikah merupakan variabel yang penting bagi keputusan untuk menikah dan merupakan prediktor yang signifikan untuk kepuasan pernikahan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara cinta dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang menjalani long-distance relationship. 52 orang dewasa muda menjadi partisipan dalam studi ini dengan mengisi kuesioner yang mengukur cinta dan kesiapan menikah. Cinta diukur menggunakan alat ukur Triangular of Love Scale berdasarkan teori cinta Sternberg yang terdiri dari 3 subscale yaitu intimacy, passion, dan commitment. Kesiapan menikah diukur dengan menggunakan Inventori Kesiapan Menikah. Adapun area-area kesiapan menikah yang diukur adalah komunikasi, keuangan, anak dan pengasuhan, pembagian peran suami-istri, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, area minat dan pemanfaatan waktu luang. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dan positif antara cinta dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang menjalani long-distance relationship. Selain itu, melalui analisis tambahan ditemukan perbedaan mean kesiapan menikah yang signifikan berdasarkan bentuk komunikasi (telepon, instant messaging dan jejaring sosial) dan terdapat perbedaan mean commitment yang signifikan berdasarkan jenis kelamin.

Love is consisted of three components which are intimacy, passion and commitment. Love is a prominent aspect in a relationship, dating or marriage. Besides that, readiness for marriage is an important variable for decision to marry and also a significant predictor toward marital satisfaction. This research is conducted to examine the relationship between love and readiness for marriage in young adults who are having long-distance relationship. 52 young adults has participated in this research by taking questionnaire which measure love and readiness for marriage. Love is measured by Triangular of Love scale based on Sternberg theory of love which is consisted by three subscales, intimacy, passion, and commitment. Readiness for marriage is measured by Readiness for Marriage Inventory. The measured readiness of marriage area are communication, finance, child and parental care, a division of husband-wife role, the background of spouse and relation to big family, religion, interest and leisure time activity. The result of this research shows a significantly positive correlation between love and readiness for marriage in young adults who are having ling-distance relationship. An additional analysis finds a significant difference of mean in readiness for marriage based on communication forms (telephone, instant messaging, and social network) and a significant difference of mean commitment based on gender."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azaria Zakiah
"Penelitian ini menguji hubungan antara komponen komitmen dari teori segitiga cinta Sternberg dengan kesiapan menikah pada dewasa muda. Pengambilan data dilakukan melalui pemberian kuesioner triangular of love dan kesiapan menikah, baik secara langsung maupun melalui sistem online. Kuesioner diberikan kepada dewasa muda, pria dan wanita berusia 20-40 tahun, yang saat ini sedang menjalin hubungan dan telah merencanakan pernikahan dengan pasangannya, dengan batas waktu maksimal menikah tahun 2013. Dengan menggunakan data dari 120 partisipan, diperoleh hubungan yang positif sebesar 0.463, dengan los 0.01, antara komitmen dengan kesiapan menikah, sehingga semakin tinggi komitmen individu maka akan semakin siap ia untuk menikah. Hubungan juga ditemukan antara komitmen dengan jenis kelamin, dimana partisipan pria ditemukan memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi daripada partisipan wanita. Selain itu, ditemukan pula hubungan antara kesiapan menikah dengan tahun rencana menikah, dimana partisipan yang berencana menikah di tahun 2012 ditemukan memiliki tingkat kesiapan menikah yang lebih tinggi daripada partisipan yang berencana menikah di tahun 2013.

This study examined the relationship between commitment component of Sternberg’s triangular theory of love and readiness for marriage in young adulthood. Data is collected by giving questionnaire of triangular of love and readiness for marriage, either directly to the participants or through online system. Questionnaires given to young adults, men and women aged 20-40 years, who is currently in a relationship and have been planning a wedding with his partner, with a maximum time limit marry in 2013. Using data from 120 participants, researcher found a positive correlation of 0.463, with los 0.01, between commitment and readiness for marriage, so the higher individual’s commitment, the more ready he/she is to marry. The correlation was also found between commitment and gender, where male participants were found to have higher levels of commitment than female participants. In addition, researcher also found a correlation between readiness for marriage and the planned year to get married, in which participants planning to marry in 2012 were found to have higher levels of readiness for marriage than participants who plan to marry in 2013.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rif`atul Mahmudah
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aspek intimacy dalam Sternberg's Triangular Theory of Love dengan kesiapan menikah pada dewasa muda. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif ini melibatkan 120 orang dewasa muda yang telah merencanakan pernikahan dengan pasangannya Partisipan diminta untuk mengisi kuesioner yang mengukur intimacy dan kesiapan menikah. Intimacy diukur dengan menggunakan subscale intimacy yang menjadi bagian dari alat ukur Triangular Love Scale (TLS) yang dikembangkan oleh Robert J. Sternberg. Kesiapan menikah diukur dengan menggunakan Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah (Wiryasti, 2004). Adapun area-area kesiapan menikah yang diukur adalah komunikasi, keuangan, anak dan pengasuhan, pembagian peran suami-istri, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, serta minat dan pemanfaatan waktu luang. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intimacy dan kesiapan menikah. Selain itu, ditemukan adanya perbedaan mean kesiapan menikah yang signifikan berdasarkan tahun rencana pelaksanaan pernikahan.

This research is examined to understand the relationship between intimacy of Sternberg's Triangular Theory of Love and readiness for marriage in young adults. The research used quantitative approach and involving 120 young adults that have planned a marriage with their couple. Intimacy was measured using a subscale intimacy which is a part of Triangular Love Scale (TLS) that developed by Robert J. Sternberg. Readiness for marriage is measured by the Modified Marriage Readiness Inventory (Wiryasti, 2004). The areas measured on the readiness for marriage is communication, finance, children and parenting, husband and wife roles, partner background and relationships with family, religion, interest and use of leisure time. The result of this research showed that there is a significant relationship between intimacy and readiness for marriage. Furthermore, this research find a significant mean difference in readiness for marriage based on years of the implementation of marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Larasati
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan preferensi pemilihan pasangan hidup pada wanita dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Preferensi pemilihan pasangan hidup adalah kriteria yang umumnya dipertimbangkan, diinginkan, dan diprioritaskan individu dalam memilih pasangan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan evolusioner yang menjelaskan bahwa pria cenderung memilih pasangan berdasarkan bentuk fisik, sedangkan wanita cenderung memilih pasangan berdasarkan status sosial ekonomi yang dimiliki (Buss, 1989; Townsend, 1989). Preferensi pemilihan pasangan hidup merupakan hal yang penting sebagai acuan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 264 orang dengan rincian: 123 orang adalah wanita dewasa muda yang bekerja dan 141 orang adalah wanita dewasa muda yang tidak bekerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Nine Mate-Selection Question adaptasi dari penelitian Townsend (1993). Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan Independent Sample T-test. Hasil penelitian menunjukkan preferensi pemilihan pasangan hidup pada wanita bekerja memiliki mean skor yang lebih tinggi dibandingkan wanita tidak bekerja. Artinya, wanita bekerja memiliki preferensi pemilihan pasangan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak bekerja.

The aim of this study is to investigate the differences of mate selection preferences of working and non-working young adult woman. Mate selection preference criteria are generally considered, desirable, and prioritized the individual in choosing a spouse. This study uses an evolutionary approach to explain that men tend to choose mates based on physical shape, while women tend to choose mates based on socioeconomic status-owned (Buss, 1989; Townsend, 1989). Mate selection preferences is important as a reference to continue the marriage.
Participants of this study are 264 young adulthood: 123 respondents are working young adult woman and 141 respondents are non-working young adult woman. This study is a quantitative research method using Nine Mate-Selection Question from Townsend (1993). Data gathered in this study were calculated using Independent sample T-test. This study found that the selection of mate preference in working women has a mean score higher than non-working women. That is, the mate selection preference of working women higher than mate selection preference of non-working women.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>