Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102724 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniela Novitaria
"Di era globalisasi saat ini persaingan bisnis semakin ketat, setiap perusahaan akan berusaha sebaik mungkin untuk tetap bertahan dan berkembang dalam dunia bisnis, agar tetap bisa bertahan (survive), setiap perusahaan pastinya memiliki strategi bisnis, dan strategi bisnis pada setiap perusahaan pastinya berbeda antar berbagai industry. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui, apakah strategi bisnis perusahaan seperti yang dideskripsikan dalam tipologi Miles dan Snow (1978) yakni, defender, prospector, analyzer, reactor memiliki pengaruh terhadap tingkat penghindaran pajaknya.
Kesimpulannya dalam aplikasi terhadap perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan yang bergerak dalam industry manufaktur pada tahun 2010-2011, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap besarnya aktivitas dalam melakukan penghindaran pajak, baik itu perusahaan yang menggunakan strategi bisnis yang fokus pada minimalisasi biaya (defender), maupun perusahaan yang menggunakan strategi bisnis yang fokus pada inovasi produk (prospector). Hal ini menunjukan bahwa penentuan dalam penerapan pola strategi bisnis belum terlihat jelas dan konsisten, sehingga tidak bisa dilihat dengan jelas perbedaan aktivitas dalam menghindari pajak.

In globalization era nowdays, business competition is getting tougher, each company will do their best to survive and growth in business, in order to survive, each company obviously has a business strategy, and business strategy in each company completely different among various industries. Therefore, the author wanted to find out whether the company’s business strategy as described in typology of Miles and Snow (1978) such as, defender, prospector, analyzer, reactor has affects to the level of tax avoidance activity.
In conclution, in adaption to companies or firm in Indonesia, especially companies engaged in manufacturing industry in year 2010-2011, there are no significant differences of tax avoidance activities, neither companies using business strategy that focuses on cost minimization (type of business strategy defender) nor business strategy that focuses on product innovation (type of business strategy prospector). This indicates that determination of application business strategy pattern still not clear yet and unconsisten, hence differences in tax avoidance activities can not be clearly shown.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saliyastuti
"Perusahaan pelaku bisnis senantiasa dituntut untuk menghadapi dan memenangkan persaingan. Lingkungan operasi perusahaan yang semakin global, dimana batas-batas nasional bukan merupakan halangan lagi untuk melakukan inovasi atas produk, jasa dan sumber daya. Kompetisl akan semakin liberal dan aktifitas bisnis ke depan akan berlanjut dan diwarnai dengan Technological Transfer dan Competitiveness.
Industri telekomunikasi merupakan salah satu sektor industri yang sangat dipengaruhi oleh perubahan ini. Menanggapi semakin tingginya tingkat deregulasi industri telekomunikasi Indonesia dan perkembangan yang berlaku pada sektor industrl Iainnya membuat pelaku bisnis dalam industri telekomunikasi harus mampu menerapkan strategi bersaing untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
PT lndosat Tbk merupakan salah satu industri telekomunikasi di Indonesia. Perubahan lingkungan industri telekomunikasi menuntut lndosat menjadi lebih dinamis dan dapat menetapkan strategi bersaing yang mampu mengantisipasi perubahan Iingkungan dengan memperhatikan keunggulan kompetitif yang dimiliki dalam hal kapabilitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal dalam bisnis telekomunikasl yang mempengaruhi kemampuan PT lndosat Tbk dalam menghadapi persaingan yang semakln kompetitif dan memetakan posisi persaingan PT Indosat Tbk untuk kemudian merumuskan strategi bersaing yang dapat dipilih oleh perusahaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis deskriptif. Responden penelitian adalah para pejabat di PT Indosat Tbk yang dinilai memiliki keahlian dan kompetensi sebagai expert. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan case studi kepustakaan dan penelitian lapangan melalui pengisian kuesioner.
Analisis strategi mengenai lingkungan internal dan eksternal perusahaan menggunakan aliran posisi dengan memetakan Matriks General Electric dan untuk merumuskan pilihan strategi menggunakan teknik AHP (Analytical Hierarchi Process).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tarik industri berada dalam posisi yang kuat (menarik) dan kemampuan perusahaan berada pada taraf sedang, maka berdasarkan hasil penelitian disarankan agar PT Indosat Tbk merurnuskan strategi bersaing dengan menggunakan strategi diferensiasi melalui pengembangan produk dan layanan jasa kepada pelanggan.

Companies are always demanded to anticipate and win competition. Companies' operation scope is getting global and national borders are no longer restrictions to make innovation of products, services and resources. Competition is liberally increasing and future business activities will continue and it is colored with Competitiveness.
Telecommunication industry is one of industrial sectors that is highly influenced by these changes. Responding highly increasing deregulation in telecommunication industry in Indonesia, and the development of the other industrial sectors, businessman in telecommunication industry must be able to apply competition strategy to anticipate changes in business world.
PT lndosat Tbk is one of the telecommunication industries in Indonesia. Changers in telecommunication industrial sector demand PT lndosat Tbk to be more dynamic and able to apply competition strategy that is able to anticipate environmental changes by utilizing competitive advantage of the company's capability and resources.
The purpose of this research is to find internal environmental factors in the telecommunication business which is influencing the ability of PT lndosat Tbk in facing increasingly competitive competition, to map PT lndosat Tbk position in the competition and then to formulate the appropriate competition strategy for the company.
Research method that is used is descriptive analysis research method. Research respondents are PT lndosat Tbk executives, which are assumed to have capability and competence as experts. Data collection techniques are library research and field research using questioner polling.
Strategy analysis about company internal and external environment uses position flow by mapping PT lndosat Tbk position on telecommunication business competition using Matrix General Electric and to formulate strategy option Analytical Hierarchy Process (AHP) is applied.
The result of the research shows that telecommunication industry attractiveness is in the strong position (attractive) and company's ability is in the medium position, therefore based on the result of research it is suggested that PT lndosat Tbk fomulate differentiation strategy by product and service development to customers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farizan Firdaus
"Skripsi ini membahas tentang perumusan strategi bersaing PT. Primajasa Perdanarayautama dalam persaingan menghadapi para pesaingnya. Penelitian ini ini didahului dengan menganalisis kondisi eksternal dan internal perusahaan. Perumusan strategi bersaing ini dilakukan melalui pendekatan manajemen strategi industri dengan menggunakan tiga buah alat bantu, antara lain matriks TOWS, matriks IE, dan Grand Strategy Matrix. Kemudian hasil dari perumusan strategi dengan tiga alat bantu yang telah disebutkan sebelumnya, dibandingkan dan dievaluasi dengan menggunakan alat bantu QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Pembobotan pada penelitian ini dikerjakan dengan metode AHP. Hasil akhir penelitian ini menyarankan agar PT. Primajasa Perdanarayautama perlu melakukan strategi pengembangan produk untuk dapat bersaing dengan para pesaingnya.

This thesis discusses the formulation of competitive strategy of PT. Primajasa Perdanarayautama in the competition facing its competitors. This study was preceded by analyzing the external and internal conditions of the company. The formulation of competitive strategy is done through a strategic management approach by using three tools, TOWS Matrix, IE Matrix, and Grand Strategy Matrix. Then the results from the formulation of strategy with three tools that have been mentioned earlier, compared and evaluated using the tool QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Weighting in this study worked with AHP method. The final results of this study recommends PT. Primajasa Perdanarayautama need to do product development strategy to compete with its rivals. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S813
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Baskara Muhammad
"Di era globalisasi ini persaingan bisnis semakin ketat. Tiap perusahaan akan berusaha sebaik mungkin untuk tetap bertahan dalam bisnis. Agar tetap bisa bertahan (survive) tiap perusahaan memiliki strategi bisnis yang berbeda. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui apakah strategi bisnis perusahaan seperti yang dijelaskan dalam tipologi Miles dan Snow (1978), mempengaruhi tingkat/kadar penghindaran pajaknya. Kesimpulannya, tidak terdapat perbedaan besarnya aktivitas dalam menghindari pajak, baik itu menggunakan strategi bisnis yang fokus kepada minimalisasi biaya maupun strategi bisnis yang fokus kepada inovasi produk. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan dalam penerapan strategi bisnis untuk menggunakan pola yang jelas antara strategi bisnis yang fokus pada biaya dan strategi bisnis yang fokus pada inovasi produk masih belum konsisten, sehingga tidak bisa dilihat dengan jelas perbedaan aktivitas dalam menghindari pajak.

In this globalization era, business competition is getting tougher. Each company will do the best to survive in business world. In order to survive, each company has different business strategies. Therefore, the authors wanted to find out whether the company's business strategy as described in the typology of Miles and Snow (1978), affects the degree/level of tax avoidance. In conclusion, there are no significant differences of tax avoidance activity; whether it uses a business strategy that focuses on cost minimization or business strategies that focus on product innovation. This indicates that the determination of the application of business strategy in using a clear pattern between business strategy that focused on cost and business strategies that focus on product innovation is still not mconsistent, hence differences in tax avoidance activities can not be seen clearly.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Melinda
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penghindaran pajak terhadap jumlah kas yang dipegang oleh perusahaan dan terhadap penilaian perusahaan. Cash effective tax rate digunakan untuk mengukur penghindaran pajak. Logaritma natural (cash/net asset) digunakan untuk mengukur jumlah kas yang dipegang oleh perusahaan dan Tobin?s Q digunakan untuk mengukur penilaian perusahaan. Sampel penelitian ini 257 perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2011. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukan bahwa penghindaran pajak tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah kas yang dipegang oleh perusahaan, diduga karena motif perusahaan dalam memegang kas bukan untuk melakukan penghindaran pajak, melainkan untuk motif transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukan bahwa penghindaran pajak tidak memiliki pengaruh terhadap penilaian perusahaan, diduga karena penilaian perusahaan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan, harga saham dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan untuk pihak investor.
This study was aimed to examine of tax avoidance to level firm cash holding and firm valuation. Cash effective tax rate is used to measure tax avoidance. Logaritma natural (cash/net asset) is used to measure level of firm cash holding adn Tobin?s Q is used to measure firm valuation. Sample of this study consist of 257 companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2011. Analysis of regression is used to test this hypothesis in this research. The result of first examination indicates that there is no significant relationship between tax avoidance and level firm cash holding, allegedly because firm's motive in holding cash are for transaction, precautionary, and speculative. The result of second examination indicates that there is no significant relationship between tax avoidance and firm valuation, allegedly because firm valuation be affected by performance of the firm, price of share and the firm's ability to generate profits for investors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45829
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Handayani
"Setiap perusahaan pasti menggunakan rasio-rasio keuangan untuk menganalisis kinerja dan menyusun strategi perusahaan. Tesis ini mengaplikasikan analisis three tensions (Dodd & Favaro, 2006) serta korelasinya dengan rasio ROE, EVA (Stewart, 1991) dan EVA Momentum (Stewart, 2009) pada enam perusahaan makanan dan minuman di Indonesia. Analisis three tensions yang dilakukan terbatas pada profitability vs growth tension dan today vs tomorrow tension. Dari penelitian yang dilakukan, MYOR dan SMAR telah cukup berhasil mengelola kedua tension. Namun ADES, DAVO, INDF, dan ULTJ salah memilih tujuan yang mengakibatkan perusahaan terjebak dalam corporate cycle. Dengan penggunaan economic profit alternatif, hasil yang didapatkan konsisten dengan hasil penelitian three tensions Dodd dan Favaro (2006), bahwa batting average berkorelasi positif dengan Total Shareholder Returns (TSR). ROE sebagai rasio pembanding juga berkorelasi baik dengan TSR, namun tidak demikian dengan rasio EVA dan EVA Momentum.

Every company must use financial ratios to analyze performance and develop corporate strategy. This thesis tried to apply three tensions analysis (Dodd & Favaro, 2006) and its correlation with ROE, EVA (Stewart, 1991) and EVA Momentum ratio (Stewart, 2009) on six food and beverage companies in Indonesia. The three tensions analysis is limited to profitability vs growth tension and tension today vs tomorrow. Found in this thesis, SMAR and MYOR been quite successful in managing the tensions. However, ADES, DAVO, INDF, and ULTJ chose the wrong objective that made the companies trapped in corporate cycle. Using alternative economic profit, the results obtained are consistent with Dodd and Favaro (2006), that batting averages are positively correlated with the Total Shareholder Returns (TSR). ROE as a comparison also correlates well with the TSR, but not so with EVA and EVA Momentum ratio."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T21743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adidharma D. Sasanasurya
"Kelainan asam lambung yang dikenal sebagai penyakit maag merupakan suatu penyakit yang sering dialami oleh setiap orang. Dasawarsa yang lalu sebelum terkuaknya misteri penyakit tukak peptik (PTP) pada akhir milennium kedua, penyakit GERD (Gastraesophageal Reflux Disease) masih belum banyak diperbincangkan, bahkan menurut teori fenomena puncak gunung es dari Castell, hanya sedikit dari penderita GERD yang sempat dikelola oleh ahli gastroenterologi.
Deiinisi GERD yaitu kelainan yang diakibatkan refluks gastroesofageal yang terjadi berulang-ulang sehingga menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung yang bersifat asam untuk waktu yang lama serta menimbulkan keluhan dan/ atau kerusakan pada mukosa esofagus.
Pola epidemiologi penyakit ini menunjukan perubahan dalam dua dasawarsa terakhir ini. Seiring dengan menurunnya angka kejadian PTP di seluruh penjuru dunia terutama negara industri, khususnya Eropa dan Amerika Serikat, penyakit GERD justru cenderung meningkat dan tahun ke tahun. Sesungguhnya, saat ini GERD merupakan penyakit dari saluran makan bagian atas yang paling banyak ditemukan di negara barat dan telah menggeser PTP ke tempat ke dua.
Pada World Congress of Gastroenterology di Bangkok tahun 2002 dilaporkan suatu studi di Korea yang melibatkan 2,025 orang dengan hasil angka kejadian 3.4%. Prevalensi penderita GERD yang disertai esofagitis adalah 11.7% di Swiss, 15.7% di USA dan 22.8% di Inggris. Sedangkan di Indonesia, survey pada populasi umum untuk menentukan prevalensi dari GERD belum pemah dilakukan. Data dari Salah satu rumah sakit swasta, Rumah Sakit Darmo, di Surabaya antara tahun 1990-1999, dari 8,780 penderita ditemukan penderita dengan esofagitis sebanyak 8% yang bervariasi dari tingkat A sampai dengan tingkat D dan komplikasinya seperti ulserasi, striktura, Barrett's' esofagus dan adenokarsinoma.
Oleh karena itu pengobatan terhadap penyakit ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Tujuan dari pada pengobatan medik adalah untuk mernpercepat pengosongan lambung, melindungi pemlukaan mukosa dan menetralisasi atau menekan pembentukan asam lambung. Obat golongan prokinetik dan golongan anti-sekretorik merupakan dua golongan yang diindikasikan untuk GERD. Sedangkan obat anti-sekretorik terdiri dari H2 antagonist (HZRA) dan proton pump inhibitor (PPI). Selain itu diperkenalkan pula pengobatan step-down untuk GERD yaitu memulai pengobatan dengan golongan PPI yang kemudian dikurangi dosis atau beralih obat golongan H2antagonist dan/ atau prokinetik.
AstraZeneca yang merupakan salah satu perusahaan farmasi Eropa yang terfokus pada bidang penelitian, pengembangan, manufacturing dan pemasaran dari obat-obat peresepan di bidang gastroenterologi, respiratori, kardio vaskular, neurologi, onkologi dan infeksi. AstraZeneca merupakan farmasi pertama yang meluncurkan golongan proton pump inhibitor (PPI) yaitu Losec dengan zat aktif omeprazole. Dengan profil produk yang baik, Losec sebagai standar terapi untuk pengobatan jangka pendek dan jangka panjang terhadap pengobatan yang berhubungan dengan asam lambung, menjadikan AstraZeneca sebagai pemimpin di kelasnya.
Pada tahun 2000, AstraZeneca meluncurkan Nexium yang merupakan isomer dari omeprazole dengan beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh golongan PPI lainnya, termasuk Losec. Oleh karena itu dengan berakhimya hak paten dari Losec yang di sebagian besar negara berakhir pada tahun 2000, dengan diluncurkannya Nexium untuk indikasi GERD, yang merupakan indikasi yang belum digarap, diharapkan dapat menjadi pengganti ba gi para dokter untuk oengobatan kelainan asam lambung dan GERD.
PT. AstraZeneca Indonesia yang merupakan perwakilan AstraZeneca di Indonesia, tidak mengalami masalah mengenai hak paten dari omeprazole. Pada saat Losec (omeprazole) diluncurkan pada tahun 1990, masalah tersebut belumlah diterapkan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2003, terdapat 2 produk omeprazole dari farmasi asing dan 22 produk me too omeprazole dari farmasi nasional yang beredar di Indonesia. Losec sebagai perintis di golongan PPI berhasil menjadi pemimpin di pasar tersebut yang juga bersaing dengan lansoprazole dan rabeprazole dari golongan PPI lainnya. Dengan diluncurkannya Nexium pada pertengahan tahun 2002, maka diharapkan posisi PT. AstraZeneca Indonesia sebagai pemimpin di pasar Acid Pump Inhibitor di Indonesia tetap dapat terus dipertahankan.
Hal ini terbutkti dari data penjualan IPMG (International Pharmaceutical Manufacturers Group) di golongan Acid Pump Inhibitor (AOZB2) pada tahun 2003, penjualan Losec dan Nexium tetap merupakan penjualan terbesar dengan market share 57% dengan angka pertumbuhan sebesar 32% yang berada di atas angka pertumbuhan pasar. Strategi yang digunakan dalam memasarkan Nexium di Indonesia merupakan strategi dari global. Oleh karena itu marketing mix yang diterapkan untuk memasarkan Nexium juga telah ditetapkan dalam global marketing strategy dari Nexium tersebut.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui key success factors dan competitive advantage dari perusahaan AstraZeneca dalam memasarkan Nexium dengan menggunakan global marketing strategy.
Dalam usaha untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka penulis melakukan beberapa cara dalam mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penelitian kepustakaan, penelitian lapangan dan observasi.
Beberapa key success factors dari AstraZeneca yang mendukung keberhasilan pemasaran dari produk-produknya di industri farmasi adalah:
1. Inovasi produk rnelalui proses penemuan yang semakin baik dan terus menerus.
2. Meningkatkan kehadirannya di pasar yang sedang bertumbuh melaiui pertumbuhan serta investasi regional yang strategis.
3. Melanjutkan perbaikan produktivitas untuk menciptakan operasional yang baik di dalam segala aktivitasnya.
Adapun competitive advantage dari Nexium yang mendukung keberhasilan pemasarannya adalah sebagai berikut:
1. Nexium sebagai bentuk isomer PPI merupakan first in the marker di golongan tersebut dengan banyak keunggulan dibandingkan dengan golongan PPI lainnya.
2. Ekspansi Nexium dengan menggunakan global branding dengan brand element dan brand image yang sama di setiap negara sehingga terdapat suatu konsistensi.
3. Tim sales marketing yang merupakan pilihan dari tim sales marketing yang terbaik dan dengan memberikan training terus menerus.
4. Untuk mempercepat switching dari Nexium ke Losec maka dilakukan fokus terhadap Nexium sebagai produk baru di golongannya. Selain itu diberlakukan pula pricing strategy yaitu memasarkan Nexium tablet 20 dan 40 mg dengan harga yang sama dengan harga Losec tablet 10 dan 20 mg untuk memudahkan dan mempercepat terjadinya switching serta aktivitas marketing yang terpadu dalam mempromosikan Nexium dan menghentikan promosi terhadap Losec.
Setelah dilakukan analisa SWOT berdasarkan hasil wawancara dengan pada dokter yang menggunakan produk Nexium dan pesaing utama yaitu produk C (lanzoprazole), ditetapkanlah bahwa posisi Nexium pada kuadran I. Dari sisi kekuatan Nexium mendapat nilai 2.7 dari nilai total 5 dan bila dilihat dari sisi peluang mendapat nilai 2.6 dari nilai total 5. Hal ini menunjukan lebih banyaknya kekuatan dan peluang yang dapat dikembangkan oleh Nexium.
Saran dari penulis adalah:
1. Product: Nexium disarankan untuk memasuki pasar ulkus peptikum, NSAID dan IV.
2. Promotion: mempertahankan promosi Nexium sebagai global brand dengan pesan-pesan yang telah ditetapkan agar konsistensinya tetap dapat dipertahankan.
3. Price: Mempertahankan harga premium dan memberikan discount bagi mereka yang benar-benar mernbutuhkan sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban sosial yang dilakukan melalui suam sistem yang ditetapkan bersama antara pihak institusi tertentu dengan pihak PT. Astra Zeneca Indonesia.
4. Place: Meningkatkan kerja sama dengan PT.Parit Padang sebagai sole distributor yang dapat memberikan jasa yang Iebih baik lagi kepada para pelanggan untuk menunjang penjualan Nexium."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Butet Linda Helena
"Salah satu perubahan mendasar yang perlu dicermati semua pelaku usaha termasuk PT. Pos Indonesia adalah perubahan lingkungan makro ekonomi yakni dari era industrialisasi kepada era informasi, kemudian memasuki era ekonomi berbasiskan pengetahuan (knowledge economy/k-economy). Dalam era k-economy pelaku usaha berlomba-lomba untuk menawarkan jasa yang lebih baik dari para pesaing. Ditambah Iagi dengan rendahnya persyaratan minimum modal yang harus dimiliki dalam operasional bisnis pos dan giro menyebabkan barrier to entry relatif rendah. Dengan sifat industri seperti ini maka persaingan menjadi sangat tajam dengan bermunculannya pesaing baik perusahaan global , nasional maupun berskala lokal. Sampai dengan saat ini terdaftar lebih dari 700 perusahaan swasta yang bergerak pada bidang usaha pos dan giro. Angka ini belum termasuk perusahaan yang beroperasi namun belum atau tidak terdaftar. Selain itu luasnya bisnis yang digeluti oleh PT. Pos Indonesia menyebabkan perusahaan ini akan bersinggungan dengan industri diluar pos dan giro yaitu industri telekomunikasi dan industri perbankan. Persaingan yang ketat sebagaimana terjadi dalam bisnis PT. Pos Indonesia menunjukan bahwa bisnis ini memang sudah dalam tahap kematangan sehingga apabila perusahaan yang dalam industri tersebut tidak melakukan inovasi, konsumen akan dengan mudah mengalihkan pilihannya (switching) ke perusahaan pesaing.
Melihat perubahan Iingkungan bisnis yang demikian pesat dibidang teknologi informasi dan telekomunikasi akan menempatkan PT. Pos Indonesia pada posisi yang sulit karena kompetensi intinya telah tergantikan dengan produk-produk yang lebih technology minded. Berkaitan dengan hal tersebut, pertanyaan yang muncul adalah strategi bisnis apa yang digunakan PT. Pos Indonesia sehingga dapat bertahan dan bersaing menghadapi perusahaan pesaing baik perusahaan domestik maupun internasional yang ikut ambil bagian dalam industri pos dan giro. Strategi bersaing yang digunakan sangat menentukan masa depan bisnis PT. Pos Indonesia selanjutnya dan sejalan dengan berubahnya status perusahaan dari perum menjadi persero yang memberi keleluasaan bagi perusahaan untuk memfokuskan pada pemupukan keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulisan karya tulis selain bertujuan untuk menganalisis induslri yang dihadapi PT. Pos Indonesia juga untuk mengetahui dan menganalisis strategi bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut agar dapat bertahan dalam menghadapi era globalisasi dan informasi.
Penulisan karya akhir ini menggunakan metode analisis dengan menggunakan data primer dan sekunder yang bersumber penelitian langsung ke lapangan dan literatur. Hal-hal yang diamati adalah sejarah bisnis, proses pembelajaran teknologi, proses transformasi dan inovasi untuk kemudian dianalisis dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam menghadapi perubahan lanskap bisnis yang dihadapinya., PT. Pos Indonesia mengambil langkah-langkah strategis yaitu meredifinisi bisnisnya dengan memperluas cakupan bisnis dan pasar yang dimasukinya yaitu dari pengiriman surat menjadi bisnis komunikasi, dari pengiriman barang menjadi bisnis bisnis logistik, dan dari pengiriman uang menjadi layanan keuangan. Melalui redifinisi bisnis yang dilakukannya tcrsebut, perusahaan mulai membalik cara pandang dari orientasi kepada produk (product focus) menjadi berorientasi kepada konsumen (customer focus). Transformasi bisnis yang dilakukan PT. Pos Indonesia direalisasikan dalam strategi 6 R yaitu: repositioning, reinventing, reengineering, restructuring, rightsizing dan resource allocation. Beberapa langkah strategis lain yang diambil oleh perusahaan antara lain melalui pembenahan Standard Operasional Prosedur diberbagai bidang layanan pos, penciptaan produk baru berbasis IT, pelaksanaan kemitraan strategis dalam bentuk pemanfaatan jaringan luas dan lain-lain. Selain itu, dari analisis terhadap perusahaan, ditemukan bahwa kompetensi inti sebagai sumber keunggulan perusahaan terletak pada physical delivery dan network management sebagai akibat luasnya jaringan yang dimiliki perusahaan sampai ke pelosok pelosok wilayah 1ndonesia_ Dalam mmusan permodelan strategi bisnisnya, perusahaan menctapkan bahwa ? Pas Indonesia is lhe most imensive, integrated and reliable service network? (in indonesia)- Saat ini perusahaan memiliki lebih dari 30-000 titik layanan (point of service) yang lersebar mcrata diseluruh pelosok tanah air.
Berbagai strategi yang telah dilakukan oleh PT. Pos Indonesia memberikan hasil yang positif dimana pada tahun 2002 pendapatan perusahaan mencapai Rp. 1,167 Triliun. Pendapatan perusahaan tersebut merupakan kontribusi dari bisnis komunikasi sebesar Rp. 743,202 Miliar, dari bisnis logistik sebesar Rp. 126,464 miliar, dari bisnis keuangan: wesel pos Rp. 53,284 miliar, Giropos Rp. 9,307 miliar, keagenan Rp. 109,298 miliar, bisnis filateli sebesar Rp. 18,857 miliar, bisnis penyertaan Rp. 11,063 miliar dan dari pendapatan non usaha sebesar Rp. 119,072 miliar. Dari seluruh pendapatan perusahaan, perusahaan memperoleh laba sebesar Rp. 12,914 miliar meningkat sebesar 15,41 % dibandingkan tahun 2001.
Untuk meningkatkan kinerja perusahaan di masa yang akan datang, PT. Pos Indonesia perlu meningkatkan awareness masyarakat terhadap layanan jasa pos dan giro yang dimiliki. Dalam hal ini perusahaan harus lebih giat melakukan promosi diberbagai media baik media cetak maupun elektronik. Melalui promosi perusahaan juga dapat secara bertahap merubah mindset sebagian besar masyarakat yang menganggap bahwa PT. Pos Indonesia merupakan perusahaan milik negara yang konservatif kuno, lambat dan tidak professional. Selain itu untuk menciptakan Ioyalitas konsumen PT. Pos Indonesia harus terus meningkatkan kualitas pelayanannya disertai dengan inovasi produk dalam seluruh bisnis yang digeluti."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haru Koesmahargyo
"Studi ini mengeksplorasi faktor apa yang membentuk kelincahan (agility) organisasi dan individu untuk mencapai kinerja. Para penulis berasumsi bahwa kejelasan arah strategis (faktor internal) dan persaingan (faktor eksternal) membentuk kelincahan dan kinerja. Konteks penelitian ini melibatkan petugas bank sebagai boundary spanners yang menangani bisnis agen bank dalam program inklusi keuangan di Indonesia. Agen bank adalah salah satu pelaku penting untuk mencapai inklusi keuangan. Temuan penelitian ini menegaskan bahwa kejelasan arah strategis oleh para pucuk pimpinan di kantor pusat berdampak positif pada pembelajaran organisasi cabang, dan pembelajaran organisasi cabang berdampak positif pada kelincahan organisasi. Kelincahan organisasi kemudian berdampak positif pada kelincahan perentang batas (boundary spanners), yang selanjutnya berdampak pada kinerja. Hal ini menyoroti pentingnya arah strategis yang jelas dalam memfasilitasi budaya belajar di lingkungan cabang atau kelompok, menerapkan budaya berbagi pengetahuan, dan meningkatkan keterbukaan pikiran di antara karyawan. Temuan ini juga menggarisbawahi pentingnya kejelasan strategis dalam memungkinkan cabang untuk menavigasi dinamika pasar dan mempertahankan kelincahan meskipun ada tekanan persaingan. Persaingan, bagaimanapun, tidak berkontribusi positif secara signifikan pada pembelajaran dan kelincahan organisasi. Meskipun persaingan, secara umum, mempengaruhi pembelajaran (atau inovasi) organisasi dan kelincahan, penelitian ini menunjukkan bahwa, dalam bisnis agen bank, persepsi terhadap persaingan dan pentingnya melakukan inovasi lebih menentukan daripada persaingan pasar itu sendiri. Temuan ini juga menunjukkan bahwa tingkat persaingan dalam suatu industri tidak secara otomatis meningkatkan pembelajaran organisasi dan menantang gagasan bahwa persaingan adalah cara langsung menuju perbaikan. Dari perspektif manajerial, organisasi harus mengadopsi pendekatan yang lebih bernuansa untuk belajar di industri yang kompetitif dan sekaligus teregulasi secara ketat; mengakui bahwa kehadiran persaingan bukanlah katalis inti untuk belajar. Sebaliknya, organisasi harus menetapkan strategi pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi unik di lapangan dan menyadari bahwa persaingan mungkin tidak selalu konstruktif. Organisasi harus mendiversifikasi sumber pembelajaran mereka selain dari faktor persaingan, seperti melalui kolaborasi dan inovasi teknologi. Di sektor-sektor seperti perbankan, di mana persaingan, ide-ide baru, dan pembelajaran saling terkait, organisasi harus fleksibel dalam metodologi pembelajaran, menyesuaikannya sesuai dengan intensitas persaingan. Dengan memperhatikan faktor-faktor spesifik yang memediasi hubungan antara persaingan dan pembelajaran, organisasi dapat mengembangkan rencana pembelajaran yang paling efektif untuk masing-masing lini bisnis, memanfaatkan ide dan temuan mereka untuk beradaptasi dan berkembang. Menumbuhkan pola pikir kompetitif tetap penting karena memperkuat kapasitas organisasi untuk mengenali dan menanggapi dinamika pasar.

This study explores what factors shape organizational and individual agility to achieve performance. The authors assumed that clarity of strategic direction (internal factor) and competition (external factor) shape agility and further performance. This study's context involves bank officers as boundary spanners who handle agent banking business in the financial inclusion program in Indonesia. Agent banking is a crucial means of reaching financial inclusion. The findings of this study confirm that the head office's clarity of strategic direction positively impacts branch organizational learning, and branch organizational learning positively impacts organizational agility. Organizational agility subsequently positively impacts boundary-spanners agility, further impacting performance. This highlights the importance of clear strategic direction in facilitating a learning culture within branches, promoting knowledge sharing, and enhancing open-mindedness among employees. This finding also underscores the importance of strategic clarity in enabling branches to navigate market dynamics and maintain agility despite competitive pressures. Competition, however, does not contribute positively to organizational learning and agility. Although competition, in general, positively affects organizational learning (or innovation) and agility, this study suggests that, in the agent banking business, the perception of competition and the need for innovation is more crucial than the market competition itself. The findings also suggest that the degree of competition in an industry does not automatically enhance organizational learning and challenges the notion that competition is a straightforward path to improvement. From a managerial perspective, organizations should adopt a more nuanced approach to learning in competitive industries, recognizing that the mere presence of competition is not a definitive catalyst for learning. Instead, organizations should tailor their learning strategies to their unique circumstances, acknowledging that competition may not always be constructive. Organizations must diversify their learning sources beyond competition, such as through collaboration and technological innovation. In sectors like banking, where competition, new ideas, and learning are intertwined, organizations must be flexible in their learning methodologies, adapting them according to the intensity of competition. By examining the specific factors that mediate the relationship between competition and learning, organizations can develop tailored learning plans that are most effective for their context, leveraging their findings to adapt and thrive. However, cultivating a competitive mindset remains important as it strengthens the organization's capacity to recognize and respond to market dynamics."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pankaj Ghemawat
New York: The Free Press, 1991
658.403 PAN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>