Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146726 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahrasari Lukita Dewi
"Penelitian lintas budaya dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif ini ditujukan untuk melihat gambaran mengenai anteseden (sebab munculnya), pengalaman, ekspresi, dan kontrol marah yang khas pada orang Batak dan orang Jawa. Dengan gambaran itu, penelitian ini ingin pula melihat ada tidaknya perbedaan proses marah pada kedua budaya tersebut. Dengan teknik purposive sampling diperoleh 80 orang Batak (40 laki-laki dan 40 perempuan) dan 82 orang Jawa (42 laki-laki dan 40 perempuan) yang memenuhi seluruh karakteristik subyek penelitian. Dari seluruh subyek itu dilakukan wawancara pada 3 orang Batak dan 3 orang Jawa Kuesioner anteseden marah yang mengacu pada pembagian anteseden marah dari Snell, et al (2002) dan Goodloe, et al (1994) dibuat sendiri oleh peneliti dengan didahului tahap elisitasi pada 35 orang subyek.
Uji coba dilakukan pada 147 laki-laki dan 98 perempuan usia dewasa dan berbagai suku bangsa Dengan menggunakan teknik item-total correlation dan uji aM: cronbach diperoleh val iditas item sebesar 0,28-0,69 dan reliabilitas sebesar 0,88-0,93. Uji coba yang sama dilakukan dalam proses adaptasi alat ukur Slate~Traii Anger Expression In veniory-2 (STAXI-2) dari Spielberger untuk mengukur pengalaman, ekspresi, dan kontrol marah. Proses adaptasi STAXI-2 ini didahului dengan melakukan translation-backtranslaiion oleh 6 orang bilingual dan dilanjutkan dengan tahap uji coba yang menghasilkan validitas item sebesar 0,14-0,85 dan reliabilitas sebesar 0,42-0,88.
Analisis faktor pada kedua alat ukur menghasilkan faktor baru (sub domain) pada beberapa skala yang selurunhnya tidak menyimpang dari konstruk yang digunakan. Untuk memperkaya analisis, penelitian ini melakukan analisis berdasarkan perbedaan suku bangsa (Batak dan Jawa), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), dan keduanya (Batak laki-laki, Batak perempuan, Jawa laki-laki, dan Jawa perempuan). Analisis deskriptif pada orang Batak laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa kemarahan obyektif merupakan kemarahan yang paling sering menimbulkan kemarahan. Setelah itu, kemarahan interpersonal, dan baru kemarahan subyektif.
Hasil wawancara menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda mengenai hal ini. State-anger pada saat dilakukan pengukuran tergolong rendah, baik perasaan marah maupun keinginan untuk mengekspresikan marah secara verbal dan fisik. Trait-anger cukup sering muncul pada orang Batak, terutama Batak laki-laki. Dalam hal ini sifat pemarah lebih sering muncul sebagai reaksi dari situasi frustrasi (Trail- anger/Reaction). Hasil wawancara cukup mendukung hasil ini. Selain itu, orang Batak lebih sering memendam rasa marah (Anger Expression-In) dibandingkan mengekspresikan rasa marahnya (Anger Expression-Out). Hal ini cukup berbeda dengan hasil wawancara Kontrol terhadap kemarahan yang dipendam Mnger Expression Conlrol-In) dan tcrhadap ekspresi marah yang diarahkan keluar diri (anger Expression Control-Out) cukup sering dilakukan., namun tidak cukup kuat untuk mengimbangi kemarahan yang cukup sering muncul. Akibatnya, orang Batak tetap terlihat ekspresif dalam mengungkapkan rasa marahnya (lndeks Ekspresi Marah).
Pada orang Jawa, gambaran anteseden marah relatif sama dengan orang Batak Gambaran anteseden marah pada orang Jawa ini cukup berbeda dengan hasil wawancara. Demikian juga dengan gambaran Slate-anger. Meskipun tergolong rendah, Jawa laki-laki tampak lebih menonjol dibandingkan Jawa perempuan. Trai!-anger jarang terlihat pada orang Jawa, terutama Jawa perempuan. Hasil wawancara menunjukkan gambaran yang berbeda dengan hasil ini. Pada saat merasa marah, orang Jawa lebih sering memendam perasaan marahnya (Anger Expression-In) dan jarang mengekspresikan keluar diri (Anger Expression-Out). Kedua hal ini lebih sering dilakukan oleh Jawa laki-laki dibandingkan Jawa perempuan. Kontrol marah pada orang Jawa sangat kuat (Anger Expression Cotrol-In dan out, khususnya Jawa perempuan. Akibatnya, orang Jawa tampak kurang ekspresif dalam menyatakan perasaan marahnya (lndeks .Ekspresi Marah). Gambaran mengenai ekspresi dan kontrol marah ini cukup didukung oleh hasil wawancara.
Analisis dengan menggunakan uji-t dan ANOVA menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan mengenai anteseden kemarahan interpersonal, trait-anger, anger expression-in, anger expression control-out, dan anger expression-control-in pada orang Batak dan orang Jawa. Uji post hoc yang telah dilakukan dapat menggambarkan bagaimana Batak laki-laki, Batak perempuan, Jawa laki-laki dan Jawa perempuan secara signifikan saling berbeda mengenai hal-hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar dapat dilakukan penelitian serupa yang lebih luas dan lebih mendalam dengan mengkaji ulang alat ukur anteseden marah yang akan digunakan, metoda yang digunakan, dan juga karakteristik subyek yang akan diteliti."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isdar Andre Marwan
"
ABSTRAK
Kebahagiaan adalah sesuatu yang didambakan manusia sejak zaman
dahulu kala. Banyak cabang ilmu yang mempelajari kebahagiaan, salah satunya
adalah psikologi. Para ahli psikologi lalu menggunakan konstruk kesejahteraan
subyektif (subjective well-being), karena istilah kebahagiaan memiliki makna
yang rancu.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku asertif, pengaruh perbedaan budaya,
penghasilan, dukungan sosial, tujuan pribadi, aktivitas, kepribadian, kognisi, dan
kejadian-kejadian yang dialami seorang dalam hidup dengan kesejahteraan
subyektif (Diener, 1996; Alberti & Emmons, 1995; Zika & Chamberlain, 1987).
Pengaruh perbedaan budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
idiosentrisme, karena obyek penelitian ini adalah individu. Perilaku asertif
membuat seseorang mampu mengekspresikan diri sekaligus menghormati hak-hak
orang lain. Hal ini meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain,
meningkatkan self-esteem, mengurangi kecemasan dan mengurangi tingkat
depresi. Idiosentrisme berhubungan dengan kesejahteraan subyektif karena orang
yang idiosentris punya kebebasan untuk menetapkan tujuan dan tingkah lakunya
sendiri. Idiosentrisme juga berhubungan dengan self-esteem yang berkaitan erat
dengan kesejahteraan subyektif.
Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara perilaku asertif dan
kesejahteraan subyektif masih sangat jarang dilakukan, demikian pula dengan
idiosentrisme. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara
perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif. Apalagi
penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak dilakukan dalam
budaya yang individualis, masih sangat jarang dilakukan di Indonesia yang
memiliki budaya yang kolektif dan kekhasan tersendiri.
Budaya Indonesia terlalu luas untuk dibicarakan, maka peneliti memilih
budaya Jawa dan budaya Batak sebagai kelompok budaya yang menjadi obyek
penelitian ini. Kedua kelompok budaya ini djpilih karena hasil penelitian Najelaa
(1996) menunjukkan budaya Batak dipersepsikan sebagai budaya yang paling
asertif sedangkan budaya Jawa sebagai budaya yang paling tidak asertif.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif pada orang
Jawa dan orang Batak. Penelitian ini bertujuan pula untuk melihat sumbangan
perilaku asertif dan idiosentrisme terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa
dan orang Barak.
Berkaitan denga tujuan di atas, maka penelitian ini melibatkan 277
mahasiswa dari perguruan tinggi dan swasta yang ada di Jabotabek. Kepada
mereka diberikan beberapa alat ukur, yang masing-masing mengukur : kepuasan
hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan, perilaku asertif dan
idiosentrisme. Hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara
bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Batak
diukur dengan mengontrol variabel-variabel yang mungkin berpengaruh dengan
kontrol statistik. Sumbangan masing-masing faktor tersebut terhadap
kesejahteraan subyektif diperoleh dengan menggunakan analisis regresi majemuk.
Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara perilaku asertif dan
idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif baik pada
orang Jawa maupun orang Batak. Perilaku asertif memiliki sumbangan positif
yang bermakna tarhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun
orang Batak. Variabel idiosentrisme memiliki sumbangan negatif yang bermakna
terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak, sedangkan pada orang Jawa,
sumbangan variabel ini tidak bermakna. Variabel pengeluaran setiap bulan
memberikan sumbangan positif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif
orang Batak. Temuan ini sejalan dengan sumbangan negatif yang bermakna dari
variabel jumlah saudara terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak.
Hasil tambahan dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang Batak lebih
asertif dibandingkan orang Jawa. Hasil lain adalah budaya Jawa lebih cenderung
mengarah ke arah kolektivisme vertikal dibanding budaya Batak. Didapati pula
hasil yang menunjukkan bahwa perilaku asertif dihambat oleh budaya yang
mengarah pada kolektivisme vertikal dan cenderung muncul dalam budaya yang
individualisme horizontal.
Penelitian Ianjutan kiranya dapat dilakukan dengan menggunakan alat
ukur yang lebih baik untuk masing-masing variabel penelitian ini. Topiknya dapat
diperluas dengan hal-hal Iain seperti dukungan sosial dan self-esteem, yang
diharapkan dapat lebih menjelaskan perbedaan budaya individualis dan budaya
kolektif. Sampelnya pun dapat diperluas, bukan hanya usia dewasa muda dan
bukan hanya mahasiswa yang tinggal di Jakarta. Dengan demikian dapat
diperoleh masukan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan subyektif
masyarakat Indonesia.
"
1997
S2553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victor Kristanto
"Emosi adalah reaksi subyektif individu terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar tubuh, yang disertai perubahan fisiologis maupun perubahan tingkah laku (Papalia, Olds dan Feldman, 2001). Perubahan fisiologis dan perubahan tingkah laku tersebut memberikan informasi pengalaman emosi yang dialaminya ke individu lain. Menurut Wittig dan William (1984), emosi dapat digolongkan menjadi emosi dasar dan emosi kompleks. Salah satu contoh emosi kompleks adalah cemburu.
Cemburu adalah keadaan emosi yang dirangsang oleh adanya ancaman terhadap hubungan yang dihargai. (Buss, et al., 1992). Ancaman tersebut terjadi karena adanya keterlibatan pasangan dengan pihak lain. Keterlibatan pasangan dengan pihak lain dapat berupa potensial, aktual, ataupun sekedar bayangan. Keadaan emosi ini juga memotivasi tingkah laku yang ditujukan untuk mengatasi ancaman tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ekspresi emosi cemburu etnis Batak dengan etnis Jawa. Etnis Batak dipilih karena ketika ada konflik, mereka lebih suka menghadapinya secara langsung, bukan menghindarinya Toba (Harahap dan Siahaan, 1987). Sedangkan etnis Jawa menganut prinsip kerukunan. Etnis Jawa lebih suka menghindari konflik demi tercapainya kerukunan (Hildred Geertz, 2001).
Subyek penelitian adalah individu dewasa muda berusia antara 20-30 tahun, beretnis Jawa atau Batak, dan pernah atau sedang berpacaran. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Kuesioner berisi tiga pertanyaan terbuka. Jawaban subyek dikategorisasikan kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan tehnik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara etnis Jawa dan etnis Batak dalam mengekspresikan emosi cemburu. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh dari penelitiian ini adalah bahwa ada perbedaan yang signifikan antara etnis Jawa dan etnis Batak dalam mengekspresikan emosi cemburu.
Bagi penelitian selanjutnya juga dilakukan metode observasi dan disamping metode kuantitatif untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai ekspresi emosi cemburu antar etnis. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian perbandingan antar kelompok usia yang berbeda, atau status hubungan yang berbeda, maupun lama berpacaran yang berbeda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Bungaran Antonius
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011
305.899 22 SIM k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Keserasian dalam hubungan antar manusia, antar kelompok, antar bangsa, dan di dalam suatu masyarakat adalah suatu hal yang perlu dibina dan dikembangkan agar terwujud pribadi-pribadi yang sehat, cerdas, dan kreatif. Umumnya dalam suasana kehidupan serasi, individu-individu berada dalam kondisi mental sehat dan emosi positif. Salah satu hal yang dapat menganggu keserasian dalam hubungan antar manusia, antar kelompok, antar bangsa, dan di dalam suatu masyarakat adalah dialaminya emosi-emosi negatif seperti marah, kecewa, iri, dendam, benci, dan lain-lain, yang bila intensitasnya cukup tinggi dapat menjadi pemicu perilaku maladaptive (Proposal Penelitian Payung SSM).
Penelitian ini adalah merupakan bagian dari penelitian payung. Secara khusus penelitian ini ingin melihat pengalaman emosi marah dan kesiapan aksi pada pria dan wanita suku Aceh serta apakah ada perbedaan antara pengalaman emosi marah dan kesiapan aksi pria dan wanita suku Aceh. Dimensi penilaian yang tujuan/keterhambatan, kesejahteraan orang lain, keadilan, kebaruan/sudah dikenal atau belum, ketiba-tibaan, harapan akan akhir, kejelasan tentang akhir, kemungkinan diubah/finalitas, dapat/tidak dapat dihindarkan, tanggung jawab sendiri, tanggung jawab orang lain, keterkendalian, harga diri, penghargaan orang lain, kejelasan, antisipasi usaha, dapat diatasi/ditanggung, dapat diharapkan, dapat diharapkan oleh orang lain, kepentingan, kesesuaian dengan norma menurut diri sendiri, dan kesesuaian dengan norma menurut orang lain, diteliti meliputi 24 item yaitu valensi, kemudahan mencapai ketertarikan, Sedangkan dimensi kesiapan aksi terdiri dari 36 item yaitu mendekat, berhenti melihat (menolak), menghapus kejadian (menghilangkan), darah mendidih, tidak perhatikan (tidak berminat), menangani situasi (reakstan), menarik diri (menutup diri), memasukkan situasi (ada bersama dengan), bemyanyi/bergerak (kegembiraan), melukai/merusak (melawan), tidak dapat teruskan (interupsi), membiarkan orang lain berinisiatif (ketergantungan), menangis (ketidak berdayaan), melindungi diri (menjauhi), tenang/hening (istirahat/santai), situasi terus berpikir (preokupasi), perhatikan penuh (memperhatikan), tahu/dapat lakukan (menguasai), tidak bemiat/menyerah (apati), bersikap lembut (ada bersama dengan), ketidak berdayaan, menjauhkan (penolakan), menentang (melawan), membetulkan, menghilang dari pandangan, menyerahkan diri (mengikuti), memiliki (mendekati), menghindar/kabur (menjauhi), tertawa (kegembiraan), hentikan hubungan (mendidih di dalam), santai, muka jadi merah (menghilang dari pandangan), terhambat/kosong/lumpuh (inhibisi/keterhambatan), tidak dapat diam/bergerak-gerak (semangat), dukungan orang lain (ketergantungan), tegang (semangat).
Subjek penelitian yang digunakan adalah pria dan wanita suku Aceh berusia 17-40 tahun, dipilihnya suku Aceh karena banyaknya pelanggaran yang terjadi akibat DOM yang membawa kesengsaraan bagi rakyat Aceh, sehingga ingin diteliti apakah terdapat perbedaan pengalaman emosi marah antara pria dan wanita suku Aceh. Untuk memperoleh data yang diperlukan, dilakukan pengambilan data dengan menggunakan kuesioner emosi Frijda dan Markam (1992). Kuesioner diberikan kepada 60 subjek (30 subjek pria dan 30 subjek wanita). Dari hasil pengolahan data, diperoleh dimensi yang paling menonjol pada pengalaman emosi marah pria suku Aceh adalah dimensi valensi, keadilan, harga diri, dan dapat diharapkan. Dimensi penilaian yang menonjol pada pengalaman emosi marah wanita suku Aceh adalah valensi, dapat diharapkan. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi penilaian kejelasan tentang akhir, harga diri, dan dapat diharapkan oleh orang lain pada pengalaman emosi marah pria dan wanita suku Aceh. Sedangkan dimensi kesiapan aksi yang paling menonjol pada pria suku Aceh adalah dimensi menangani situasi (reaktans), tahu/cepat lakukan (menguasai), menentang (melawan), dan membetulkan. Dimensi kesiapan aksi yang paling menonjol pada wanita suku Aceh adalah menghapus kejadian (menghilangkan), darah mendidih di dalam, menangani situasi (reaktans), tahu/cepat lakukan (menguasai), melindungi diri (menjahui), menentang (melawan), membetulkan, dan dukungan orang lain (ketergantungan). Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi kesiapan aksi yaitu berhenti melihat (menolak), bemyanyi/bergerak (kegembiraan), menangis (ketidak berdayaan), melindungi diri (menjauhi), terhambat/kosong/lumpuh (inhibisi/keterhambatan) pada pria dan wanita suku Aceh.
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk memberikan gambaran mengenai dimensi penilaian dan kesiapan aksi pengalaman emosi marah pria dan wanita suku Aceh. Penelitian ini masih banyak memiliki kekurangan antara lain hanya menggunakan metode kuesioner sebagai metode pengumpulan data, untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dapat menggunakan metode wawancara."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Nova Rina
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan arranged marriage dengan kebahagiaan pada orang Batak Toba di Indonesia secara simultan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (N=419). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh tertentu dan arranged marriage dengan kebahagiaan secara bersamaan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa arranged marriage tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kebahagiaan pada orang Batak Toba (r=0,07, p=0,15 > α), tetapi pola asuh authoritative dan authoritarian memiliki hubungan yang signifikan dengan kebahagiaan pada orang Batak Toba. Hasil dari penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kebahagiaan kepada orang Batak Toba yang menikah secara high dan low arranged marriage.

The aim of the research was to investigate the correlation between parenting styles (authoritative, authoritarian, and permissive parenting) and arranged marriage with subjective happiness simultaneously. This study was conducted with a quantitative approach (N = 419). The results of the study shows that there was significant correlation between certain parenting styles and arranged marriage with happiness simultaneously (p < α). The results also shows that there was no significant correlation between arranged marriage and happiness (r = 0,07, p=0,15 > α), but there is significant correlation between parenting styles (authoritative and authoritarian parenting) and happiness among Toba Batak people. The results also shows that there was no difference on happiness between Toba Batak people who was married by high and low arranged marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson, Benedict Richard O`Gorman, 1936-2015
Jogyakarta: Bentang Budaya, 2003
291.1 AND mt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Robert
"Tesis ini adalah kajian tentang Dalihan na Tolu dan kegiatan ekonomi, yang mengambil studi kasus pada Orang Batak Toba di Porsea. Hal ini dilatarbelakangi oleh kuatnya sistem kekerabatan berdasarkan prinsip Dalihan na Tolu, yang unsur-unsurnya adalah dongan tutu, hula-hula, dan boru dalam melaksanakan upacara adat. Dalam melaksanakan upacara adat tersebut ketiga unsur menyatakan sebagai satu pelaksana adat (si sada ulaon). Pernyataan sebagai satu pelaksana adat mengakibatkan apabila pada upacara adat, salah satu di antara ketiga unsur tidak diikutsertakan maka upacara adat tidak dapat dilaksanakan. Apabila anggota dan masing-masing unsur tidak diikusertakan dalam upacara adat, hal itu dikategorikan pengucilan yang menyakitkan. Saling menghormati di antara Orang Batak Toba tidak saja hanya dalam percakapan ataupun sekedar istilah kekerabatan saja tetapi jugu dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Berangkat dan terintegrasinya Orang Batak Toba dalam melaksanaan sebuah upacara adat, penelitian ini mencoba melihat kekuatan dari semangat Dalihan na Tolu itu dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, permasalahan pokoknya adalah bagaimana peranan Dalihan na Tolu dalam kegiatan ekonomi Orang Batak Toba. Apakah memang kerja sama yang luar biasa kuatnya dalam pelaksanaan adat Orang Batak Toba juga berperan dalam kegiatan ekonomi. Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan itu.
Teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini adalah teori sistem kekerabatan yang diperkenalkan oleh Murdock dan teori struktur sosial yang diperkenalkan oleh Redcliffe-Brown. Penggunaan teori ini karena Dalihan na Tolu tidak terlepas dart sistem kekerabatan Orang Batak Toba, dan sebagai sebuah sistem kekerabatan, di sana terjadi hubungan-hubungan sosial. Hubungan sosial terwujud karena adanya struktur sosial. Teori struktur sosial inilah yang melihat hubungan-hubungan sosial yang ada dalam sistem kekerabatan tersebut.
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sistem kekerabatan yang merupakan bagian dari struktur sosial berpengaruh terhadap seluruh kehidupan masyarakat termasuk kegiatan ekonomi. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kekerabatan berdasarkan prinsip Dalihan na Tolu kurang terlihat peranannya dalam kegiatan ekonomi Orang Batak Toba di Kelurahan Pasar Porsea dan Patane III. Dalihan na Tolu yang dapat dikategorikan sebagai modal sosial yang menyemangati Orang Batak Toba untuk bekerja sama dalam pelaksanaan adat, yang menjadi salah satu faktor untuk membentuk perkumpulan klen tidak saja di Kecamatan Porsea juga di daerah-daerah lain tidak tercermin dalam kegiatan perekonomian.
Orang Batak Toba yang bermukim di Kecamatan Porsea berjalan sendiri-sendiri. Bentuk-bentuk jaringan ekonomi yang terbentuk pun hanya didasarkan kepada kepentingan ekonomi saja, walaupun aktor-aktor yang sating berhubungan dalam bidang ekonomi itu melahirkan istilah-istilah kekerabatan setelah merujuk pada unsur-unsur dalam unit Dalihan na Tolu masing-masing. Kendati peranan Dalihan na Tolu tidak tercermin dalam kegiatan ekonomi, para pelaku ekonomi tidak menafikan bahwa unsur-unsur dari Dalihan na Tolu dapat terlibat dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh aktor. Akan tetapi pengalaman mereka mencatat bahwa melibatkan unsur-unsur Dalihan na Tolu dalam kegiatan ekonomi dapat merusak hubungan sosial mereka yang berkerabat. Sebab, ketersinggungan dalam kegiatan ekonomi dapat berakibat ketersinggungan dalam kehidupan sosial.
Hal lain yang mengakibatkan para pelaku ekonomi lebih memilih orang luar untuk bekerja dalam usaha ekonominya adalah karena anggota kerabat tersebut relatif lebih sulit diajak bekerja sama. Ada anggapan bekerja ditempat kerabat justru memperkaya pemilik usaha saja. Sementara dari pihak yang mau diajak untuk bekerja itu lebih memilih bekerja di tempat lain. Sebab dengan demikian, mereka lebih babas untuk bekerja.
Dengan hasil penelitian yang demikian, Dalihan na Tolu yang dapat mengikat Orang Batak Toba di mana pun berada hanya efektif di kegiatan adat saja, sementara dalam kegiatan ekonomi, dengan aturan-aturan yang ada di dalamnya tidak efektif untuk membangun sebuah kekuatan ekonomi di kalangan Orang Batak Toba di Kecamatan Porsea."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, S.M.
"Tujuan penelitian ini adalah mencari data mengenai sistem misi budaya dari para perntauan Batak Toba di Jakarta. Oleh karena para perantauan Batak Toba ini tersebar luas di beberapa daerah di Jakarta, dan kami tidak mampu untuk mengadakan penelitian kepada mereka secara keseluruhan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1974
S12810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Betty Julinar
"Dalam bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa skripsi ini berusaha untuk mengetahui aktivitas dari kelompok marga orang Batak Toba di Jakarta. Untuk apa sebenarnya dibentuk kelompok marga orang Batak Toba ini, sebab di daerah asal sendiri di Kabupaten tapanuli Sumatera Utara, tidak terdapat kelompok marga. Dengan melihat bentuk kehidupan dan latar belakang buaya yang dimiliki oleh orang batak Toba serta melihat aktivitas yang ada pada kelompok marga ini. Pada dasarnya kehidupan orang Batak Toba tidak dapat lepas dari latar belakang kehidupan yang merka bawa dari daerah asal. Lingkungan kampung halaman serta adat istiadat yang mereka miliki pada waktu di daerah. Orang Batak sejak nenek moyang hidup secara berkelompok, dimana hal ini dapat dilihat dari bentuk huta yang mereka buat..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S12908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>