Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yasti Yulianti
"Kartu kredit merupakan alat pembayaran yang menawarkan banyak manfaat, termasuk kepraktisan, penundaan pembayaran, dan hadiah dari pengumpulan poin. Namun, penggunaan kartu kredit juga dapat menyebabkan pemegangnya terlibat dalam hutang atau menyesal karena pembelian yang tidak direncanakan atau konsumtif. Penelitian ini bertujuan mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kartu kredit berlebihan.
Penelitian ini adalah studi kasus kualitatif dengan empat subyek penelitian. Peneliti melakukan wawancara dan mengumpulkan laporan tagihan kartu kredit selama tiga bulan terakhir. Analisis yang dilakukan adalah analisis inter-subyek, yang menunjukkan keunikan tiap kasus serta perbedaan dalam respons terhadap stimulus kartu kredit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kartu kredit berlebihan ditemukan dari sisi:
1. Stimulus Kartu Kredit:
- Total limit kredit yang diberikan.
- Penundaan pembayaran.
- Fasilitas praktis dari kartu kredit.
2. Perbedaan Individu:
- Motivasi untuk memuaskan keinginan barang-barang konsumtif dan tindakan pembelian impulsif.
- Ilusi daya beli dari kepemilikan kartu kredit tanpa kontrol diri yang kuat.
- Sikap terhadap biaya bunga atau tahunan sebagai konsekuensi dari kepemilikan kartu kredit.
- Sifat impulsif yang terlihat dari kurangnya kontrol diri, mudah tergoda, dan tidak adanya rencana belanja.
- Gaya hidup hedonik yang sangat mempengaruhi penggunaan kartu kredit.
3. Faktor Lain:
- Budaya hutang.
- Lingkungan sosial yang juga mempengaruhi penggunaan kartu kredit berlebihan.
Karena penelitian ini adalah studi kasus, hasil yang diperoleh tidak bisa digeneralisasi. Setiap individu memiliki interaksi unik antara karakteristik pribadinya dan stimulus kartu kredit sebagai alat pembelian, yang menyebabkan variasi dalam penggunaan kartu kredit yang berlebihan."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rah Madya Handaya
"Dalam kehidupan komunitas gay, terdapat berbagai gaya hidup yang di antaranya adalah Close Couple, Open Couple dan Functional dimana masingmasing mempunyai ciri dan permasalahan khnsns (Bell dan Weinberg, dalam Nevid, Rathus & Rathus, 1995). Menurut McWhirter dan Mattison (1984), kaum gay, seperti juga kaum heteroseksual, menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan dalam mempertahankan hubungan dengan pasangan. Namun demikian, seringkali pasangan tersebut tidak mampu untuk mengidentifikasi permasalahan utama sehingga mereka tidak mendapatkan solusi dan hubunganpun berakhir. Untuk mengatasi hal tersebut, pasangan yang memiliki masalah dapat meminta bantuan kepada psikolog, dimana seorang psikolog biasanya akan memberikan konseling dan menggunakan alat bantu berupa tes psikologi, checklist dan inventori untuk dapat memahami permasalahan secara lebih baik dan memberikan penanganan yang tepat.
Salah satu alat bantu yang dapat dipergunakan oleh psikolog untuk mendiagnosa permasalahan dalam suatu hubungan adalah inventori yang disebut Dyadic Adjustment Scale (DAS). Inventori ini disusun oleh Graham B. Spanier pada tahun 1976 dan terbagi atas 4 sub-skala, yaitu dyadic satisfaction, dyadic cohesion, dyadic consensus, dan ajfectional expression, serta terdiri dari 32 buah item yang memberikan penilaian terhadap kualitas suatu hubungan antar pasangan yang dapat mempengaruhi kepuasan dalam hubimgan yang dimiliki.
Di Amerika, DAS tel^ dipergunakan dalam berbagai penelitian mengenai pasangan gay, seperti untuk hubungan antara pasangan gay yang menjadi orangtua (Johnson, 2001), kekerasan dalam hubungan pasangan gay (Busby,1996) dan sebagainya. Sedangkan di Indonesia, sampai saat ini, peneliti belum menemukan adanya penelitian yang menggunakan Dyadic Adjustment Scale pada pasangan gay.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil uji coba DAS pada pasangan gay dan memberikan usulan rancangan mengenai modifikasi yang diperlukan terhadap DAS agar lebih sesuai bila diberikan pada komnnitas gay di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan memberikan DAS dan selanjutnya melakukan wawancara terhadap subjek mengenai gambaran kehidupan mereka dan mengenai DAS. Kriteria subjek adalah pasangan gay, telah menjalani hubungan minimal 1 tahun, bemsia 20-40 tahun, pendidikan minimal SMA dan tinggal di Jakarta.
Hasil dari penelitian mengenai hasil uji coba DAS adalah semua subjek menganggap pemberian DAS pada pasangan gay memberikan hal positif, namun dirasakan perlu untuk menambahkan beberapa item baru pada setiap sub-skala agar lebih dapat menggambarkan komunitas gay di Indonesia. Selain itu, DAS dianggap lebih sesuai untuk diberikan pada pasangan gay yang telah tinggal bersama.
Hasil penelitian mengenai usulan modifikasi DAS adalah penambahan item-item pada setiap sub-skala, yaitu sebagai berikut, terhadap sub-skala efyadic consensus^ item yang ditambahkan adalah mengenai kesepakatan dalam mengekspresikan kasih sayang di tempat umum, kesepakatan mengenai pola hubungan, kesepakatan mengenai pembagian peran, kesepakatan dalam pengaturan tempat tinggal, kesepakatan dalam pandangan hidup yang berhubungan dengan coming-out, kesepakatan dalam tingkat keseriusan hubungan, kesepakatan mengenai kegiatan seksual selain dengan pasangan, kesepakatan dalam cara mengekspresikan kasih sayang, kesepakatan mengenai cara berhubungan seksual dan firekuensi melakukan kegiatan seksual.
Terhadap sub-skala dyadic satisfaction, hasilnya adalah penambahan item mengenai frekuensi timbul keraguan terhadap rasa cinta dari pasangzin, frekuensi dari timbulnya perasaan bahwa akan ditinggalkan oleh pasangan, mengekspresikan kasih sayang secara fisik di tempat umum, dan perasaan nyaman atau tidak bila pasangan menunjukkan kasih sayang secara fisik di tempat umum, rasa cemburu, dilibatkannya teman-teman dalam penyelesaian masalah, kejujuran, frekuensi dikecewakan oleh pasangan, frekuensi timbulnya perasaan telah mengecewakan pasangan, frekuensi pemyataan rasa cinta secara verbal dan frekuensi timbulnya perasaan bukan sebagai orang yang terpenting bagi pasangan.
Terhadap sub-skala dyadic cohesion, item-item yang ada sudah cukup untuk mewakili karakteristik pasangan gay, namun masih perlu ditambahkan satu item, yaitu yang mengukur mengenai frekuensi dari dilakukannya pembicaraan mengenai hal-hal selain tentang hubungan dan kegiatan sehari-hari.
Terhadap sub-skala affectional expression, hasilnya adalah penambahan item mengenai pemberian berbagai alasan untuk tidak berhubungan seksual, menunjukkan rasa cinta secara fisik dan secara verbal, kepuasan terhadap peran dalam hubungan seksual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawaty Affriany
"Perkawinan kembali merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan
setelah seorang wanita bercerai. Hasil survey di Amerika Serikat yang dilakukan kepada wanita bercerai menyebutkan bahwa 90% mempertimbangkan akan melakukan perkawinan kembali jika menemukan pasangan yang tepat (Thabes,dalam Papalia dkk 2001). Setelah perceraian, anak-anak umumnya tinggal bersama ibunya. Karenanya wanita seringkali membawa anaknya pada perkawinan berikutnya. Perkawinan kembali pascacerai yang melibatkan anak dan perkawinan sebelumnya cenderung memiliki masalah. Masalah akan semakin bertambah ketika wanita bercerai melakukan perkawinan kembali dengan pria lajang, Penyesuaian dalam perkawinan cenderung semakin sulit bila orang tua tirinya belum pernah menjadi orang tua sebelumnya (Hurlock, 1986). Untuk mewujudkan perkawinan kembali yang berhasil dan bahagia pasangan perlu melakukanpenyesuaian perkawinan pada berbagai area dalam perkawinan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
jumlah responden 2 pasangan suami istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang biasa dihadapi pada perkawinan kembali pascacerai adalah masalah persetujuan keluarga, masalah hubungan ayah tiri dan anak tiri yang berusia remaja, masaiah hubungan dengan mantan suami, masalah antara suami dan istri akibat hubungan ayah tiri dan anak tiri yang kurang baik, masalah keuangan keluarga, kesulitan ijin dari suami jika mantan suami ingin berternu, dan masalah penggantian nama mantan suami dalam akte kelahjran anak. Strategi penyesuaian yang dilakukan setiap pasangan berbeda pada setiap masalah. Strategi yang paling dominan adalah aktif kompromi di mana penyelesaian masalah hanya memuaskan satu pihak. Gambaran penyesuaian perkawinan yang cukup berhasil tampak pada sedikit masalah pada area penyesuaian perkawinan. Gambaran penyesuaian yang kurang berhasil ditandai dengan masalah pada berbagai area penyesuaian yang belum terselesaikan. "
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Setiadi Arif
"Tesis ini mengangkat topik tentang dinamika keluarga pasien skizofrenia menurut object relations theory, Dasar pemikirannya adalah: keluarga merupakan building environment di mana seorang pribadi bertumbuh dan berkembang; dan melalui uenreml relaring yang dibina dengan para anggota keluarga, seorang pribadi mengembangkan kepribadiannya. Dialog yang terjadi antara pribadi tersebut dengan keluarganya. sepanjang perkembangannya sejak dalam kandungan ibu sampai selanjutnya itulah yang menentukan perkembangan kepribadiannya. Dalam kasus pasien skizofrenia, dialog tersebut mengalami gangguan di masa-masa paling awal dalam perkembangan; dan gangguan tersebut menjadi cika1 bakal kerentanan kepribadian yang mengarah pada gangguan skizofrenia di masa kemudian. Penanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah Bagaimanakah kaitan antara dinamika keluarga pasien dengan perjalanan penyakit pasien skizofrenia? Perjalanan penyakit yang dimaksud adalah mulai dari kemunculan skizofrenia dalam diri pasien hingga perkembangan selanjutnya baik itu menuju perbaikan ataupun kekambuhan. Landasan teoritik yang digunakan dalam tesis ini adalah object relations theory. Teori ini merupakan salah satu cabang dari psikoanalisa yang menekankan pada pentingnya relasi dengan orang lain, sebagai motivasi utama dan faktor terpenting perkembangan kepribadian Pemilihan teori ini terutama didasarkan pada alasan bahwa teori ini mampu memberikan kita jembatan antara dunia internal pasien dengan kenyataan hidup dalam keluarga. cara untuk bergerak bolak-balik antara realitas internal dan realitas eksternal. Ada suatu dialog yang intim antara realitas internal dan realitas eksternal, yang memiliki peranan yang besar pada perjalanan penyakit pasien skizofrenia. Pendekatan penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif Subjek penelitian diambil melalui metode purpositi Subjek penelitian dalam tesis ini adalah pasien skizofrenia beserta para anggota keluarganya. Data dikumpulkan melalui tiga metode, yaitu wawancara, observasi dan dua buah tes psikologis yaitu Test of object Relations dan Picture tsxtof`Sepurations and lndividualion. Ada dna keluarga pasien skizofrenia yang menjadi subjek dalam penelitian ini, yaitu keluarga A dan keluarga IS. Telah dilakukan ll. kali pertemuan dengan keluarga A dan 7 kali pertemuan dengan keluarga IS untuk mengumpulkan data Melalui analisis data-data yang diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama menyatakan bahwa keluarga yang pada hakikatnya merupakan jalinan relasi anggota-anggotanya. merupakan ruang hidup helding environment potential space) bagi pam anggotanya. Dalam ruang hidup tersebut, para anggota keluarga hidup, berkembang dan berelasi satu sama lain. Holding environment potential space ini merupakan sesuatu yang dinamik, di mana perubahannya tergantung pada relasi para anggotanya Bilamana ada relasi yang erat satu sama lain (cenfered renking maka holding environment/pofenfial space itu akan “membesar” sehingga kondusif bagi perkembangan kepribadian, sedangkan bila ada konflik yang berkepanjangan, maka holding environmen potensial space itu akan "n1enyempit” sehingga tidak kondusif bagi perkembangan kepribadian Ada kaitan yang erat anlara dinamika keluarga (contexual Inilding. centered holding, cenlered refating) dcngan proses kemunculan pasicn skizofrenia. Pasien skizofrenia tampaknya mengalami gangguan dalam pembentukan kepribadian mereka, yang disebabkan oleh gangguan pada dinamika keluarga. Dengan kata lain. bilamana ada gangguan dalam dinamika keluarga di masa perkembangan kepribadian yang paling awal, maka perkembangan kepribadian menjadi terganggu pula dan sebagai akibatnya
menjadi rentan untuk mengalami skizofrenia di masa remaja/dewasa. Ada kailan yang erat antara dinamika keluarga (contextual holding. Holding cenrefnd relafing) dengan perkembangan selanjutnya dalam penyakit pasien skizofrenia. Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu holding environment yang ada dalam keluarga, dan sebagai akibatnya Iebih beresiko pada kekambuhan pasien skizofrenia"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrias Ardhiana
"Pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak, tokoh pertama yang dikenal adalah ibunya, sehingga. ibu memegang peranan panting dalam perkembangan anak. Melalui hubungan yang kontinyu, intim, dan hangat antara ibu dan anak, ibu menjadi peka terhadap kebutuhan-kebutuhan anak dan berusaha memuaskannya. Dengan pemuasan kebutuhan tersebut akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak dan juga rasa percaya pada orang lain.

Anak-anak yang harus berpisah dengan orang tuanya terutama. ibunya dan kemudian tinggal di panti asuhan karena suatu sebab akan mengalami keadaan- keadaan yang tidak menyenangkan seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang, serta kemungkinan timbulnya perasaan insecure. Dalam usaha menyesuaikan diri ini, anak biasanya lebih memilih untuk menuruti apa yang dikatakan atau diperintahkan padanya daripada melakukan apa yang sebetulnya menjadi kemauannya sendiri. Dengan mengikuti kemauan orang lain yang mungkin bertentangan dengan kemauannya sendiri bisa menyebabkan anak terganggu dan menimbulkan beban mental yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya ilustrasi. Karena banyaknya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi yang menimbulkan ilustrasi, serta kejadian yang tidak mengenakkan, maka akan menimbulkan bermacam-macam tingkah laku untuk menyalurkan dorongan-dorongannya tersebut. Salah satu yang mungkin merupakan media penyalurannya adalah dengan bertingkah laku agresif atau menyerang orang lain (Berkowitz,1993). Agresivitas ini dapat tampil dalam bentuk yang tampak (overt) maupun yang tidak tampak (covert). Bentuk dan deraiat agresif yang tampil dapat berbeda antara seorang anak dengan anak yang lain tergantung pribadi si anak dan lingkungannya.

Hand test adalah suatu tes proyeksi yang menggunakan gambar tangan sebagai stimulusnya. Yang diungkap dari tes ini adalah kecenderungan tingkah laku yang tampak(over1 behavior). Salah satu yang bisa diungkap oleh hand test adalah prediksi tentang tingkah laku agresif yang tampak (AOR : Acting-Out Score). AOR didapatkan dengan membandingkan antara skor Ajeclion + Dependence + Communicarion dan Direction + Aggression. Seorang dikatakan agresif adalah bila pada AOR, skor agresif mendominasi kecenderungan tingkah laku. Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu :
- Ho = Sum of Aggressive (AGG + DIR) sama dengan Sum of Cooperative (AFP + COM + DEP) pada anak-anak bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Ha = Sum of Aggressive (AGG + DIR) lebih tinggi daripada Sum of Cooperative (AFF + COM + DEP) pada anak-anak bermasalah yang tinggal di panti asuhan
- Ho = Indikasi agresivitas pada anak-anak laki-lald bermasalah yang tinggal di panti asuhan sama dengan anak-anak perempuan bermasalah yang tinggal di panti asuhan. Ha = Indikasi agresivitas pada anak-anak laki-Iaki bermasalah yang tinggal di panti asuhan Iebih tinggi daripada anak-anak perempuan bermasalah yang tinggal di panti asuhan.
Sedangkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Sum of aggressive lebih rendah daripada Sum of Cooperative baik pada kelompok anak laki-Iaki maupun anak perempuan, Setelah dilakukan uji signifikansi untuk mengetahui apakah perbedaan antara Sum of Cooperative dan Sum of Aggressive tersebut signifikan atau tidak, maka data yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara. Sum of Cooperative dan Sum of Aggressive. Hal ini berarti hipotesis yang diajurkan, yaitu Sum of Aggressive lebih tinggi daripada Sum of Cooperative pada anak-anak bermasalah di panti asuhan tidak terbukti
2. Bila mean Sum of Aggressive antara kelompok anak laki-laki dan anak perempuan dibandingkan, maka dapat disimpulkan bahwa indikasi agresivitas anak perempuan lebih tinggi bila dibandingkan anak laki-Iaki. Tetapi bila Sum of Aggressive antara kelompok anak iaki-laki dan perempuan dibandingkan dengan menggunakan 1-resi, maka perbedaan indikasi agresivitas antara anak perempuan dan anak laki-laki bermasalah di panti asuhan tersebut tidak signifikan.

Beberapa faktor yang mungkin dapat dikemukakan sebagai penyebab tidak
terbuktinya hipotesa yang diajukan adalah :
1. Perbedaan kriteria bermasalah antara pengurus panti asuhan dan kriteria bermasalah penelitian yang sudah ditentukan. Sebagai aldbatnya, kritena subyek penelitian menjadi berubah karena disesuaikan dengan kriteria pengurus sendiri
2. Ketika diambil data di salah satu panti asuhan (yaitu panti asuhan H. Patisah), pengums panti asuhan meminta untuk tetap menunggui jalannya tes yaitu dengan duduk di samping subyek ketika dilakukan wawancara dan diberikan tes.
3. Budaya Indonesia (Jawa Tengah khususnya) yang membiasakan bahwa
individu tidak bisa mengekspresikan dirinya seobyektif mungkin karena
segala sesuatunya harus dikaitkan dengan sopan santun
4. Meskipun hasil tes pada anak-anak bermasalah di panti asuhan tidak
menunjukkan hasil bahwa mereka agresif namun dari hasil observasi
didapat bahwa anak-anak yang ditunjuk untuk menjadi subyek penelitian
tampak agresi£ seperti tampak sulit untuk diam dan menunjukkan perilaku memberontak.
5. Banyak anak asuh yang sudah diwawancarai dan diberi tes memberitahu
jawabannya pada teman-temannya yang akan menjadi subyek penelitian.
6. Kurangnya inquiry yang dilakukan peneliti terhadap respon-respon yang diberikan subyek penelitian, sehingga kemungkinan menyebabkan kesalahan skoring."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hoffer, Eric
Jakarta Yayasan Obor Indonesia 1993,
302 Hof tt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rustam Hadi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garton, Alison F.
New York: Hove Lawrence Erlbaum Associates, 1995
155 GAR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fromm, Erich
London and New York : Routledge, 2002
323.4 FRO f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Katharina A. Pandegirot
"Seorang dikatakan cerdas, jika selain memiliki kemampuan berpikir yang baik dia juga menampilkannya secara konsisten dalam perilakunya sehari-hari ketika menjalani kehidupan Masalahnya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan berpikir, memiliki pula karakter intelektual yang gemar berolah pikir. Dengan ketiadaan karakter ini, maka mustahil seseorang dapat tumbuh menjadi IW-time learner, suatu kualitas yang diperlukan individu untuk meneruskan perkembangannya secara mandiri selepas dari masa sekolah kelak, dan untuk menjalani hidupnya secara cerdas. Diketahui bahwa perkembangan manusia tidak terlepas dari konteks lingkungan tempat individu itu tinggal Dalam konteks lingkungan ini, terdapat pengaruh budaya, belief system dan serangkaian nilai-nilai di dalamnya. Maka universitas, sebagai tempat mahasiswa berkuliah, juga merupakan lingkungan sosial dan budaya, yang memiliki potensi besar sebagai tempat dilakukannya interalisasi budaya berpikir, karena di dalam universitas terdapat berbagai bidang ilmu yang memiliki metode-metode ilmu yang berbeda yang diduga dapat memberikan pengaruh berbeda pula. Institusi Pendidikan sebagai salah satu agen enkulturasi dianggap sebagai pihak yang bertanggung-jawab untuk mengembangkan karakter intelektual ini kepada para siswanya selain memberikan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini melakukan eksplorasi atas penyebaran disposisi-disposisi Intelektual Character pada tiga metode ilmu yang berbeda yang terdapat dalam universitas, yang diwakili oleh enam (6) fakultas dan jurusan yang berbeda, pada kelompok subyek semester 2 dan semester 6. Dari eksplorasi ini diperoleh gambaran bahwa subjek semester 2 memiliki skor Intelektual Character yang lebih baik dibandingkan subjek semester 6. Dalam suasana belajar yang tidak memberikan orang bagi siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya atas materi kuliah yang diberikan melalui berbagai media yang diperlukan seperti diskusi, brainstroming, praktek laboratorium, praktek lapangan; sena tidak memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi gagasan-gagasan sebagai pendalaman yang relevan atas suatu topik, universitas akan sulit menghasilkan individu berkarakter intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>