Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79455 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reni Kusumowardhani
"ABSTRAK
Tes Bender Gestalt adalah tes yang dirancang oleh Dr. Lauretta Bender untuk penggunaan klinis khususnya mengukur kemampuan organisasi persepsi visual-motor. Bender menggambarkan secara detil mengenai proses kematangan
persepsi visual-motor. Menggambar sembilan figur tes Bender Gestalt menurutnya berkaitan dengan prinsip biologis dari sensori-motor yang tergantung pada
perkembangan tingkat kematangan dari individu dan ada tidaknya keadaan patologis baik dalam fungsi maupun organisnya. Melalui banyak penelitian ternyata terbukti bahwa tes Bender Gestalt juga dapat mengungkap indikasi brain injury melalui beberapa indikntor pada beberapa figur, mengukur kematangan persepsi visual-motor, dan mengungkap kondisi gangguan emosi melalui kriteria-kriteria gangguan emosional. (Koppitz 1970).
Di Sisi lain, Attention Deficit Disorder (ADHD) adalah satu kondisi gangguan perkembangaa pada anak yang dikaitkan dengan adanya keadaan disfungsi minimal otak yang mengakibatkan burnknya perilaku kontrol motorik
(Wenar, 1994). Adapun Flick (1998) mengemukakan bahwa di samping karakteristik utama yang disebutkan di dalam DSM V-R, ada karakteristik tambahan yang terdapat pada anak ADHD yaitu disorganizotion: poorpeer-sibling relalion; aggressive behavior; poor self-concept self-esteem; senstion seeking behavior; daydreaming; poor coordination; memory problem; persistent obsessive thinking; dan inconsistency. Karakteristik tersebut sesuai dengan gangguan emosional yang diungkap dalam tes Bender Gestalt melalui kriteria-kriteria yang diinterpretasi secara kualitatif. Adapun kritetia-kriteria gangguan emosional
tersebut adalah confused order; wavy line; dashes for circle: progressive increase: large size of drawing: fine line: overwork; second attempt: expansion: constriction
Serta frame dan spontaneous elaboration (Koppitz, 1970).
Berkaitan dengan adanya karakteristik problem perilaku dan gaugguan emosi pada anak ADHD yang sesuai dengan yang diungkap oleh tes Bender Gestalt, muncul beberapa pertanyaan yang berkisar pada (1) apakah ada kecenderungan profil yang khas dari performance anak ADHD pada tes Bender Gestair(2) apa saja kriteria gangguan emosional yang muncul atau dilakukan oleh anak ADHD dalam tes Bender Gestalt tersebut serta seberapa besar manfaat tes Bender Gestalt dalam mengungkap masalah perilaku dan gangguan emosional pada anak ADHD?
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di samping, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. juga sebagai studi pendahuluan mengenai profil tes Bender Gestalt pada anak ADHD, khususnya mengenai ada tidaknya kekhasan dalam respon terhadap figur-figur tes Bender Gestalt serta kriteria gangguan emosional yang cenderung dibuat oleh anak ADHD, sehingga membuat psikolog klinis anak dalam menegakkan diagnosa ADHD sertn menjadi bahan pertimbangan
untuk perlu atau tidaknya penggunaan tes Bender Gestalt dalam pemeriksaan kasus ADHD.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan profil yang cenderung khas dari anak ADHD pada klasifikasi kesalehan distorsi, rotasi, integrasi dan perseverasi pada
masing-masing figur tes Bender gestalt. Klasifikasi kesalahan distorsi terbanyak muncul di figure 6, figur 7, dan tigur 8; rotasi terbanyak muncul di tigur 7 dan di
figur 4 tetapi tidak terlalu menonjol; integrasi di figur 3 dan figur 4 sedangkan
perseverasi pada frgur 6 dan figur I tetapi tidak terlalu menonjol. Untuk figur A di antara empat klasifikasi kesalahan yang ada, distorsi mempakan kesalahan yang
paling banyak dilakukan. Pada figur 1, kesalahan yang paling banyak muncul adalah integrasi. Pada figur 2, klasifikasi kesalahan yang terbanyak muncul adalah
Integrasi dan perseverasi tetapi kemunculannya tidak terlalu menonjol. Pada figur 3. Klasifikasi kesalahan yang banyak terjadi adalah integrasi sedangkan pada figur
4 yang terbanyak muncul adalah integtasi dan rotasi. Pada figur 5, yang terbanyak muncul adalah klasifikasi rotasi tetapi tidak menonjol. Adapun di Figur 6 sangat menonjol kemunculan klasifikasi distorsi kemudian diikuti klasifikasi perseverasi dan rotasi sangat kecil kemunculannya pada figur 6 ini. Pada figur 7 distorsi juga
sangat menonjol yang diikuti pula oleh rotasi tetapi tidak terlalu menonjol untuk kesalahan integrasi, sedangkan pada figur 8 masih didominasi oleh kesalahan distorsi dan kurang menonjol pada klasifikasi kesalahan rotasi.
Kriteria gangguan emosional yang muncul dalam performance tes Bender Gestalt yang dibuat oleh anak ADHD sesuai dengan karakteristik emosi anak ADHD, yaitu dengan urutan peluang kemunculan sebagai berikut; large size of
drawing terutama pada tigur 8; overwork yang bisa terjadi di figur munapun:fine line tertama di figul 3; confused order; wavy line terutama di figur 1 dan figur 2
progressive increase di figur 1, figur 2, dan figur 3 dengan kemunculan terbanyak pada figur 1; second attempt yang kemunculannya tidak dapat dibedakan figur mana yang menonjol karena semua figur punya persentasi rata-rata; small size of drawing tidak ada figur yang menonjol; expansion dengan maksimal 2 halaman kertas; dashes for circle di figur 3; dan constriction, box around design Serta spontaneous elaboration tidak termasuk kriteria respon yang dibuat.
Dari hasil tersebut dapat dikemukakan beberapa saran: (1) dalam pemeriksaan anak dengan keluhan yang mengarah pada karakteristik dan riwayat ADHD sebaiknya menggunakan tes Bender Gestalt sebagai salah satu alat bantu diagnostik karena tes Bender Gestalt di samping mengungkap kematangan persepsi visual motor juga mengungkap gangguan emosional yang terjadi pada anak ADHD; (2) perlu ada penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih hesar serta diuji secara statistik; (3) Informasi atau laporan hasil tes Bender Gestalt sebaiknya ditulis Secara lengkap dan rinci mulai dari observasi, skoring dan interpretasi sesuai dengan panduan skoring tes Bender Gestalt agar dapat menjadi keterangan bantu yang lebih besar manfaatnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida G. Soepoetro
1983
S2044
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rosdiana Setyaningrum
"Tes Bender Visual Motor Gestalt merupakan sebuah alat tes yang sudah digunakan secara luas oleh para psikolog klinis di Amerika Serikat. Tes ini dapat digunakan baik untuk anak-anak mulai usia 3 tahun sampai remaja bahkan orang dewasa. Tes yang juga dikenal dengan sebutan Tes Bender Gestalt ini merupakan sebuah alat tes yang fungsi utamanya adalah untuk mendiagnosa adanya brain injury (Groth-Marnat, 1984). Pada perkembangannya, tes ini kemudian juga banyak digunakan pada anak-anak untuk memprediksi adanya masalah- masalah emosional. Brain injury adalah sebuah keadaan di mana otak seorang anak tidak dapat berfungsi dengan baik. Maksudnya adalah otak tidak dapat berfungsi dengan baik saat ia harus menerima atau merespon sebuah stimulus (Doman, 1994). Efck yang,dirasakan oleh oleh anak tentunya tergantung dari letak dan tingkat keparahan disfungsi organ tersebut. Salah satu gangguan yang dapat timbul karena adanya brain injury pada anak adalah Attention Deficit /Hyperactivity Disorder (Doman, 1994) Sebanyak 5% anak usia Sekolah Dasar di Amerika Serikat mengalami masalah ini (Wenar, 1994). Salah satu jenis ADHD adalah ADHD Predominantly Inattentive Type. Anak-anak dengan ADHD ini mempunyai ciri yang umum yaitu ketidakmampuan anak untuk mempertahankan perhatian pada tugas atau permainan yang sedang dikerjakan (Wenar, 1994). Salah satu masalah emosional yang dapat dialami oleh seorang anak pada masa perkembangannya adalah masalah Social Withdrawal. Social Withdrawal didefinisikan oleh Mash (1996) sebagai tingkah laku menarik diri pada saat seorang anak berada di tengah-tengah keadaan, baik yang dikenal maupun tidak dikenal olehnya. Tes Bender Gestalt, didasarkan pada prinsip teori Gestalt. Pengerjaan tes ini selain dipengaruhi oleh kemampuan persepsi dan senson motor juga tergantung pada pertumbuhan dan tingkat kematangan masing-masing individu serta keadaan patologis yang mungkin dialami (Koppitz, 1964). Tes Bender Gestalt diberikan dengan Cara memberikan 9 gambar pada anak satu per Satu. Anak kemudian diminta untuk meniru gambar tersebut pada selembar kertas kosong. Hasil gambar anak kemudian dicocokkan dengan standar skor yang telah dibakukan (Anastasi, 1988). Ketepatan anak meniru gambar yang tersedia menggambarkan kemampuan visual motorik yang ia miliki dan kesulitan dalam visual motorik inilah yang kemudian diasosiasikan dengan brain injury (Sattler,1987). Seorang anak dikatakan mempunyai indikasi brain injury bila age equivalent yang didapat di bawah usia kalender dan terdapat minimum 5 ciri yang telah ditentukan (Koppitz l964). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat profil Bender Gestalt pada anak dengan ADHD Predontinantbi Inattentive Type dengan brain injury dan Social Withdrawal tanpa brain injury. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada anak usia sekolah dasar dengan IQ minimum rata-rata yang dilakukan di Bagian Perkembangan, F.Psikologi Ul, dari tahun 1999-2002, ditemukan bahwa secara umum, subyek yang diindikasikan mengalami ADHD Predominantly inattentive Type dan Social Withdrawal paling hanyak melakukan distorsi pada hasil gambar mereka Namun pada subyek dengan ADHD Predorninantly Inattentive Type kesalahan ini juga dapat dikategorikan sebagai indikasi brain injury, sementara pada subyek dengan Social Withdrawal masih dianggap normal untuk anak seusianya. Pada subyek dengan ADHD Predominantly lnattemive Type indikator brain injury terlihat dari beberapa ciri yang dilakukan, yaitu extra atau missing angle, rotation of design dan failure to integrate part. Sedangkan pada indikator emosional, terlihat adanya kesamaan antara kedua kelompok subyek ini, yaitu small size drawing / constriction dan confuse order. Kedua kelompok tersebut sama-sama mempunyai kesulitan dalam perencanaan dan tidak mampu mengatasi rasa bingung Mereka juga tampak menunjukkan adanya rasa anxiety, withdrawal dan rasa malu yang cukup kuat. Perbedaannya adalah pada indikator emosional ini, pada kelompok subyek dengan ADHD Predominanty: Inattentive Type terlihat rasa tidak tertarik atau inattention yang cukup kuat. Sedangkan pada subyek dengan Social Withdrawal indikator yang cukup menonjol adalah reinforced lines, yang menunjukkan kemungkinan adanya rasa agresif, impulsif atau tension."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pascal, Gerald R.
New York: Grune & Stratton, 1971
137.8 PAS b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Roslina Verauli
"
Dilihat dari sejarah perkembangan definisi keterbelakangan mental, tampak bahwa tingkah laku adaptif semakin berperan (Vance, 1998). AAMD, yang kemudian pada tahun 1992 berubah menjadi AAMR, mulai memasukkan tingkah laku adaptif dalam definisi keterbelakangan mental pada tahun 1959. Pada tahun 1973, deinisi AAMD mengenai keterbelakangan mental adalah “fungsi inteligensi yang secara signiflkan tergolong di bawah rata-rata (subaverage) muncul bersamaan dengan defisit pada tingkah laku adaptif dan terjadi pada masa perkembangan. Perkembangan dalam definisi terus berlanjut hingga tahun 1992 dimana AAMR tetap memberi penekanan pada kemampuan adaptif. Dari perkembangan tersebut jelas bahwa seorang individu tidak dapat didiagnosa sebagai kerbelakang mental bila tidak mengalami defisit dalam kemampuan adaptinya. Sejumlah skala telah dikembangkan untuk mengukur tingkah laku adaptif Diantaranya yang paling umum digunakan dan telah distandardisasi adalah American Association on Mental Defliciency-Adaptive Behavior Scale tahun 1974 (AAMD-ABS tahun 1974). AAMD-ABS tahun 1974 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian I yang mengukur IO domain tingkah laku adaptif dan bagian II yang mengukur 14 domain yang berhubungan dengan masalah kepribadian dan tingkah laku AAMD-ABS dapat diterapkan untuk individu berusia 3 tahun sampai dengan 69 tahun dimana informasi diperoleh dari informan yang dekat dan mengenal anak dengan baik. Skor yang diperoleh diubah ke dalam percentile ranks untuk memperoleh gambaran berupa profil. Profil dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tingkah laku adaptif individu keterbelakangan mental. Profil tersebut merupakan dasar yang obyektif untuk mengevaluasi keraquan atau hasil dari program intervensi. Atas dasar inilah peneliti tertarik mengetahui gambaran profil AAMD- ABS tahun 1974 anak keterbelakangan mental yang datang ke Klinik Anak. Data berupa data sekunder diperoleh dari 31 sampel periode 1998 - 2002. Adapun golongan keterbelakangan mental dan kelompok usia yang tercakup dalam penelitian adalah keterbelakangan mental sedang-ringan dan kelompok usia sekolah-remaja (golongan keterbelakangan mental dan kelompok usia yang tercakup pada norma AAMD-ABS tahun 1974). Deskripsi dan interpretasi profil dilakukan terhadap sejumlah skor subyek di setiap domain pada masing-masing kelompok anak keterbelakangan mental untuk menilai sejauh mana mereka mengalami deifsit dalam kemampuan adaptifnya. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pada kelompok keterbelakangan mental ringan usia sekolah, domain yang perlu menjadi fokus perhatian dalam program intcrvensi adalah domain VII. Pada kelompok keterbelakangan mental ringan usia remaja, domain yang perlu menjadi fokus utama dalam program intervensi adalah domain VIII. Pada kelompok keterbelakangan mental sedang usia sekolah, domain yang perlu menjadi fokus perhatian dalam program intervensi adalah domain VI dan VII. Pada kelompok keterbelakangan mental sedang usia remaja, domain yang perlu menjadi fokus perhatian dalam program intervensi adalah domain VII. Yang perlu diperhatikan dari hasil penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengetahui sejauh mana subyek dalam setiap kelompok penelitian mengaiami defisit pada kemampuan adaptifnya, dibandingkan dengan anak normal yang seusia. Disamping itu, peneliti tidak dapat melakukan generalisasi hasil penelitian pada kelompok keterbelakangan mental yang lebih luas karena jumlah subyek penelitian yang tergolong kecil Sehingga dikhawatirkan hasil penelitian lebih dipengaruhi oleh variasi individual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan, anak akan belajar memusatkan
perhatiannya pada suatu hal dalam jangka waktu terhenti dan belajar bersabar.
Wenar (1994) menyatakan bahwa anak-anak prasekolah diharapkan dapat
menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang telah dimulainya dengan memuaskan
dan memonitor tepat atau tidaknya perilaku mereka. Namun, pencapaian anak
sangat bewariasi dalam hal. Ada beberapa anak yang tidak dapat
memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal dalam waktu lama, hiperaktif dan
impulsif. Anak yang menunjukkan perilaku demikian biasanya menderita
ADHD (Attention Deficit Hipemctioity Disorder).
Anak prasekolah yang menderita ADHD dalam waktu satu tahun akan
sangat mungkin mengalami masalah perilaku dan diperkirakan akan menderita
ADHD pada masa middle childhood (Wenar, 1994). Dan pada masa ini dapat
dilihat perbedaan yang nyata antara anak normal dengan anak ADHD (Wenar ,
1994).
Masalah ADHD yang dihadapi anak dapat berkembang menjadi
permasalahan lain. Iansen, dkk (dalam Mash & Wolfe, 1999) menyatakan bahwa
antara 50% 80% anak ADHD juga mengalami gangguan lain seperti oppositional
defiant disorder, conduct disorder, emotional disorders , seperti kecemasan dan
depmesi serta learning disorders. Selain mengalami masalah dalam perilaku, anak
ADHD juga menghadapi masalah dalam keluarga. Interaksi di antara anggota
keluarga dikarakteristikan dengan negativistic, tidak adanya pemenuhan
kebutuhan anak (child noncompliance), kontrol orangtua yang besar dan konflik
dengan saudara (Mash & Johnston dalam Mash & Wolfe, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
orangtua dengan anak ADHD melalui tampilan tes HTP. Emmanuel Hamrner
(1950) menyebutkan bahwa tes HTP merupakan tes yang melihat dunia dalam
individu dan lingkungannya dimana hal tersebut dianggap penting. Gambar
rumah diketahui dapat memunculkan asosiasi pada diri subyek mengenai
lingkungan rumahnya dan hubungan dalam keluarga. Gambar pohon dapat
mereflekslkan kepribadian individu yang paling dalam dan tidak disadari
Sedangkan gambar orang menunjukan manifestasi persepsi subyek mengenai
dirinya atau apa yang diharapkan dari dirinya sendiri (dalam Wenck, 1980).
Kemudian, untuk mengetahui permasalahan perilaku pada anak ADHD, akan
digunakan tes CBCL dimana rnelalui hes CBCL dapat diketahui gambaran
perllaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai data tambahan akan
digunakan hasil alloanamnesa dari orangtua.
Penelitian ini menggunakan metode kualiiatif dengan metode
pengumpulan data melalui analisis dokumen. Data yang diambil adalah data
sekuder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia periode pemeriksaan 2000 - 2003. Iumlah subyek yang
digunakan adalah 4 orang dengan karakterisitik sebagai berikut : usia Sekolah ,
antara 6 sampai 12 tahun dan didiagnosis mengalami gangguan ADHD pada
laporan pemeriksaan psikologis yang clilakukan oleh pemeriksa yang
bersangkutan.
Melalui penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil alloanamnesa dan tes HTP diketahui bahwa hubungan
antara orangtua dan anak diwarnai dengan pernberian hukuman fisik seperti
memukul badan, tangan, paha atau pantat dan mencubit. Seluruh subyek
menganggap bahwa ibu sebagai tokoh yang seringkali memberikan
hukuman fisik dibandingkan dengan bapak. Walaupun diwarnai dengan
pemberian hukuman fisik dan penerapan aturan, dua subyek merasa bahwa
ibu masih memiliki kesediaan untuk membuka diri dan berkomunikasi
2. Berdasarkan data formal dari tes HTP diperoleh bahwa ada kecenderungan
para subyek untuk memposisikan kertas secara horizontal dan menggambar
rumah terlebih dahulu.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi terpisah - dari hes HTP diperoleh bahwa
sebagian besar subyek menggambar pintu namun dengan ukuran yang
bervariasi. Seluruh subyek menggambar pintu yang tertutup dan memiliki
Iznndfe dan lidak menggambar jalan setapak. Pohon digambar kecil oleh
seluruh subyek.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi hubungan tiga elemen - Gambar pohon
dibuat kecil oleh seluruh subyek. Sebagian besar subyek menggambar orang
kecil dan menempatkan gambar orang dekat dengan rumah.
3. Dalam hal perilaku diketahui bahwa 1 subyek memiliki kecenderungan
perilaku kearah internlizing, dan 1 subyek memiliki kecenderungan perilaku
kea nah externlizing. Area internalizing yang muncul adalah pada sindrom
withdrawn dan sematic complaints. Sedangkan area externalizing yang muncul
adalah pada delinquent problems dan aggressive behaviour."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binotiana M.N.
"Setiap anak yang hidup bersama dengan saudara kandung akan mempunyai pengalaman sendiri-sendiri mengenai hubungan dengan saudara kandungnya. Sibling Rivalry merupakan bentuk hubungan kakak adik yang paling dirasakan oleh anak dan merupakan pengalaman yang paling ditakutkan oleh orang tua (Vasta, et.al., 2004). Sibling rivalry dimulai sejak kelahiran adik baru dalam keluarga dan terus berlanjut sampai anak dewasa. Pengalaman anak akan semakin beragam apabila salahE satu saudara merupakan anak ADHD. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran sibling rivalry pada Anak ADHD dan saudara kandungnya Penelitian ini dilakukan pada tiga keluarga dengan dua pasang kakak-adik di dalamnya. Rentang usia anak-anak yang diteliti adalah usia kanakkanak pertengahan karena Sibling rivalry pada anak cenderung meningkat pada usia kanak-kanak pertengahan (Berk, 2005). Peneltian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan wawancara dan observasi langsung sebagai alat pengumpulan data.
Dari penelitian ini didapat bahwa gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya terlihat dari kecemburuan dan kompetisi dalam keluarga. Bentuk kecemburuan dan kompetisi yang terjadi beragam dan sesuai dengan karakteristik anak. Peran orang tua sangat besar dalam menimbulkan kecemburuan tersebut. Karakteristik anak ADHD mempengaruhi sibling rivalry yang dialami anak, baik yang dialami oleh anak ADHD maupun saudara kandungnya. Dampak positif sibling rivalry hanya dirasakan oleh saudara kandung anak ADHD sedangkan dampak negatif sibling rivalry terjadi pada kedua anak, yaitu konflik pada kakak dan adik. Untuk penelitian selanjutnya disarankan utuk meneliti konflik pada anak ADHD dan saudara kandungnya, lebih teliti dalam pengambilan data (terutama pada kaset recorder yang tape recorder yang digunakan) serta melakukan wawancara pribadi dengan anak, terutama anak ADHD.

Every child that lives with their sibling has their own experience in sibling relationship. Sibling rivalry is one of relationship that affects children in many ways and has become most anticipated thing in family (Vasta, et.al., 2004). Sibling rivalry started since the second child was born and continued through lifetime. Children will have various experiences in sibling rivalry if their sibling is diagnosed with ADHD. Purpose of this research is to have description about sibling rivalry on children with ADHD and their siblings .Therefore this research used qualitative method with interview and direct observation on interaction between children with ADHD and their siblings. This research use three pairs of ADHD Children and their sibling. All of them are middle childhood children because sibling rivalry tends to increase on middle childhood (Berk, 2005).
Result of this research is sibling rivalry on ADHD children and their siblings seen in jealousy and competition. Manifestation on jealousy and competition are different on every child. Parents take part on influencing child?s jealousy. Sibling rivalry is also influenced by ADHD symptoms. Positive impacts on sibling rivalry are reported only on sibling of children with ADHD and sibling conflict as negative impacts of sibling rivalry is reported on sides, ADHD children and their siblings. Suggestion for further research is to examine sibling conflict among children with ADHD and their siblings and have a private interview with children with ADHD and their siblings.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Herlina Limyati
"ABSTRAK
Salah satu gangguan klinis yang dapat terjadi pada masa perkembangan adalah Attention-Deficit Hyperactmty Disorder (ADHD). Terdapat lebih dari separuh populasi anak dengan ADHD yang mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonalnya dengan anak lain, orang tua, dan guru. Perilaku anak-anak tersebut menimbulkan respons negatif dari lingkungan teman sebayanya yang mengakibatkan munculnya tingkat penolakan yang tinggi terhadap mereka. Mereka dianggap mengganggu, sebagai penyebab keributan, sulit menyesuaikan diri, dan mudah
tersinggung. Hal itu dikaitkan dengan karakteristik perilaku mereka yang bersifat
inatentif, hiperaktif, dan impulsif.
Intervensi dini terhadap anak yang menunjukkan simtom ADHD penting untuk dilakukan guna mengurangi kemungkinan munculnya perilaku agresif, oposisional, dan perilaku hiperaktif-impulsif di tahapan usia selanjutnya. Intervensi tersebut diharapkan dapat membantu mengembangkan interaksi yang positif antara orang tua dengan anak serta meningkatkan fungsi adaptasi anak di lingkungan keluarga dan sekolah. Pelatihan keterampilan sosial merupakan salah satu penanganan yang dapat membantu anak dengan ADHD dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rancangan program pelatihan keterampilan sosial, dalam ha! ini dipilih keterampilan mengikuti instruksi (following
histruction) sebagai sasaran perilaku. Keterampilan mengikuti instruksi ini dipilih
karena merupakan keterampilan yang mendasar untuk dikuasai oleh anak agar dapat
terlibat aktif dalam kegiatan sehari-hari serta merupakan prasyarat untuk menguasai
keterampilan yang lebih kompleks.
Berdasarkan analisis, rancangan program pelatihan ini perlu memusatkan perhatian pada satu aspek perilaku yang lebih spesifik. Selain itu, generalisasi penguasaan keterampilan yang dilatihkan memerlukan waktu yang lebih lama dan perlu dilakukan secara bertahap pada setting yang berbeda-beda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuniandari
"Orangtua anak-anak ADHD tentu tidak akan sama dengan orangtua lainnya yang memiliki anak nommal, karena selain harus menerima kenyataan bahwa anaknya mempunyai perbedaan dengan anak-anak nonnal, orangtua ini juga harus menghadapi berbagai permasalahan dalam pengasuhan anaknya. Permasalahan akan bertambah ketika orang tua yaitu ayah dan ibu keduanya bekerja Waktu yang diberikan untuk mengasuh anak akan berkurang padahal anak-anak dengan special needs seperti ADHD membutuhkan perhadan lebih dibanding anak-anak 'normal' lainnya. Salah satu jalan keluarnya adalah dengan meminta bantuan babysitter untuk membantu mengasuh anak, Hal ini akan menjadi mudah jika babysister yang dipekerjakan mampu memberikan kasih sayang, dukungan dan juga perhatian yang tepat pada anak.
Namun, berdasarkan wawancara dengan 4 orang ibu yang memiliki anak ADHD, mereka mengeluhkan bahwa sulit mencari babysitter yang bisa bertahan dalam mengasuh anak-anak mereka Babysitter yang pernah mereka pekerjakan selalu mengundurkan diri karena tidak betah dengan tingkah laku anak yang 'sangat aktif’ Mereka melasa bahwa babysitter tidak memiliki pengetahuan tentang anak ADHD sehingga mereka tidak tahu bagaimana menangani anak-anak tersebut. Sehingga diperlukan adanya pelatihan tentang anak ADHD untuk babysttter.
Oleh karena itu, dilakukan analisa kebutuhan di klinik tumbuh kembang "SmartKid' di Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat. Sebelum melakukan analisa kebutuhan, dilakukan elistasi untuk melihat apakah secara umum orang tua dan babysitter anak ADHD sudaln cukup mengetahui tentang ADHD. Ternyata hasilnya adalah, sudah banyak orang tua yang mengetabui tentang ADHD namun masih banyak babysitter yang belum memiliki pengetahuan mengenai ADHD. Berdasarkan hasil elisitasi tersebut maka analisa kebutuhan di fokuskan kepada keterampilan-keterampilan yang orang tua dan babysitter itu sendiri harapkan bisa dimiliki dalam mengasuh anak ADHD. Analisa kebutuhan dilakukan dengan metode wawancara berstruktur yang dilakukan terhadap 4 orang ibu anak ADHD dan 4 orang babysitter anak ADHD.
Wawancara dilakukan sementara mereka menunggu anak yang sedang melakukan terapi di klinik tetsebut Berdasarkan wawancara, didapat hasil bahwa: Orang tua membutuhkan babysitter dalam mengasuh anak mereka yang ADHD dengan alasan capek kalau harus menjaga anak mereka yang hiperaktif Orang lua mengharapkan babysitter dengan usia minimal 15 tahun dan pendidikan SD dengan pengalaman kerja 3-4 tahun. Selain itu, mereka juga mengharapkan babysitter yang sayang anak dan bersikap jujur. Keterampilan yang diharapkan dimillki oleh babysitter adalah pengetahuan mengenai ADHD, mampu menerapkan disiplin dan menyiapkan makanan yang sesuai dengan pantangan anak ADHD. Ketiga hal inilah yang akan menjadi isi/materi dari pelatihan peningkatan keterampilan pendampingan anak ADHD pada babysitter."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>