Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deasyanti
"Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku anak dalam belajar adalah faktor situasional, dalam hal ini adalah faktor kelas, di mana anak menghabiskan sebagian besar waktu belajar di sekolah di dalam kelas. Sayangnya kondisi pembelajaran di sekolah di Indonesia belum sampai pada tingkat menjadikan anak menyukai belajar. Beban kurikulum yang sarat dengan mata pelajaran, iklim belajar yang kompetitif merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi tujuan anak dalam belajar di mana anak akan berorientasi pada nilai, atau hal ekstnnsik lainnya.
Tujuan yang mendasari seseorang dalam belajar dalam teori motivasi disebut goal orientation (orientasi tujuan) Meece, Blumenfeld 8: Hoyle (1988) mengemukakan bahwa orientasi tujuan merupakan seperangkat intensi berperilaku yang menentukan bagaimana siswa mendekati dan melibatkan diri dalam aktivitas belar. Secara umum, ada dua jenis orientasi tujuan, yaitu orientasi masrery dan performance. Siswa yang memiliki orientasi masrery rnemiliki karakteristik: mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar yang efektif dan membandingkan prestasinya dengan prestasinya sendiri di masa lalu. Sedangkan siswa yang memiliki orientasi performance memiliki karakteristik: fokus pada hasil yang lebih baik dari orang lain, menghindari kelihatan tidak mampu di mata orang lain dan menggunakan strategi belajar yang dangkal.
Agar anak memiliki orientasi masfery, perlu diciptakan lingkungan belajar yang bisa mengarahkan orientasi tersebut. Lingkungan belajar demikian dapat diciptakan guru melalui faktor-faktor kelas yang dijabarkan ke dalam strategi pembelajaran yang berorientasi pada masrery. Faktor-faktor kelas tersebut disebut dengan istilah strulctur kelas. Secara teoritis diduga bahwa pengaruh struktur kelas diperantarai oleh bagaimana siswa mempersepsikan struktur kelasnya. Walaupun berada dalam kelas yang sama, terdapat perbedaan individual dalam bagaimana siswa mempersepsikan pengalamannya dalam kelas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan orientasi mastery, orientasi performance dan pola orientasi tujuan Juga ingin diketahui apakah ada perbedaan orientasi tujuan, orientasi performance dan pola orientasi tujuan pada kelas yang berbeda. Sampel penelitian adalah siswa kelas 5 SD Negeri di kecamatan Menteng Jakarta Pusat, berjumlah 129 orang.
Perhitungan statistik menggunakan unit analisis individu dan unit analisis kelas. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signiflkan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi mastery, tetapi tidak ada hubungan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performarrce maupun dengan pola orientasi tujuan. Selanjutnya dalam unt analisis kelas, ditemukan tidak ada perbedaan orientasi mastery siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda, tetapi ada perbedaan orientasi performance dan pola orientasi tujuan siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda Dalam orientasi performance yang berbeda juga ditemukan kecenderungan perbedaan yang sistematis, artinya, kelas dengan struktur kelas yang semakin lebih berorientasi mastery, memiliki siswa dengan orientasi perjformance yang semakin rendah dan sebaliknya, Sedangkan, perbedaan kelas (didalamnya mencakup perbedaan struktur kelas) memiliki ?pengaruh dalam membentuk pola orientasi tujuan siswa di dalam kelas tersebut.
Hubungan yang semula dihipotesiskan namun ternyata ditolak adalah adanya hubungan yang negatif dan signitikan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performance, adanya hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan pola orientasi tujuan, dan adanya perbedaan orientasi mastery siswa di antara kelas yang berbeda. Ditolaknya hipotesis disebabkan karena beberapa keterbatasan penelitian, antara lain karakteristik subyek yang cenderung homogen (berasal dari sekolah dengan karakteritik sama) sehingga kurang terjaring skor orientasi tujuan yang bervariasi.
Sebaliknya, struktur kelas suatu kelas diulcur berdasarkan persepsi siswa dan temyata skor penilaian siswa berada dalam rentang penyebaran yang cukup lebar, sehingga obyektivitas penilaian siswa perlu dipertimbangkan dalam menganalis hasil. Keterbatasan yang juga cukup berpengaruh adalah dalam konstruksi alat ukur. Pembahasan kesimpulan hasil penelitian diuraikan dalam diskusi, dan dikuti dengan saran-saran. Adapun saran-saran mencakup saran yang terkait dengan variabel penelitian, dengan konstruksi alat ukur, dan saran praktis. Implikasi dari penelitian diharapkan guru dan sekolah dapat menciptakan struktur kelas yang dapat mengarahkan orientasi mastery siswa sebagai pola orientasi yang paling adaptif dalam kegiatan belajar (terlepas apakah orientasi perjormavrce-nya tinggi/rendah)."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T37857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riesza Andarwanti Setya
"Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan menjelaskan sumbangan yang diberikan oleh orientasi tujuan siswa dan struktur tujuan kelas pada perilaku menyontek siswa SMP dalam pelajaran matematika. Penelitian iii adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan kajian lapangan. Sampel penelitian ini adalah siswa SMP kelas satu. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah skala orientasi tujuan siswa dan skala struktur tujuan kelas yang diadaptasi dari Pattern of Adaptive Learning Scale (Midgley dkk., 2000). Sedangkan, perilaku menyontek diukur dengan kuesioner yang diadaptasi dan dimodifikasi dari beberapa penelitian sebelumnya (Anderman dkk., 1998; Bolin, 2004; Godfrey & Waugh, 1998; deLambert dkk., 2003; Lambert dkk., 2003).
Hasil penelitian ini yang diolah dengan metode regresi berganda menunjukkan bahwa orientasi tujuan siswa dan struktur tujuan kelas secara bersama-sarna memberikan sumbangan pada perilaku menyontek siswa SMP dalam pelajaran matematika. Adapun dari ketiga jenis orientasi tujuan siswa, hanya orientasi tujuan mastery yang memiliki sumbangan yang signifikan dan negatif pads perilaku menyontek. Begitu pula dengan struktur tujuan kelas, hanya struktur tujuan kelas yang mastery yang memiliki sumbangan yang signifikan dan negatif pada perilaku menyontek. Penelitian ini tidak dapat menunjukkan adanya sumbangan yang diberikan oleh orientasi tujuan siswa performance dan struktur tujuan kelas yang performance - baik performance approach maupun performance avoidance.
Ketika guru makin tinggi menekankan praktek pengajaran di kelas pada struktur tujuan kelas yang mastery, makin kecil kemungkinan terjadinya menyontek. Siswa makin tinggi mengorientasikan tujuan pada mastery, makin kecil kemungkinan siswa tersebut menyontek. Sebaliknya, jika siswa berorientasi tujuan performance dan merasa kelasnya berstruktur tujuan kelas yang performance, maka perilaku menyontek belum tentu dilakukan oleh siswa tersebut.
Berdasarkan keterbatasan penelitian ini, penelitian lanjutan perlu dilakukan, antara lain dengan melibatkan faktor lain seperti peran teman sebaya. Selain itu, bagi pihak sekolah, jika sekolah lebih menekankan kebijakan pembelajaran pada struktur tujuan mastery, para siswa kemungkinan dapat terarah untuk mengadopsi mastery goals. Hal ini berarti praktek menyontek dapat ditekan kemunculannya dalam proses pembelajaran di sekolah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizka Dwi Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru matematika dan academic selfhandicapping pada siswa SMP kelas 7. Pengukuran persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru matematika dan academic self-handicapping menggunakan alat ukur Patterns of Adaptive Learning Scale (PALS) yang dikembangkan oleh Midgley dkk. (2000). Responden berjumlah 151 siswa SMP kelas 7 yang berasal dari tiga sekolah berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru performance dan academic self-handicapping. Di lain sisi, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru mastery dan academic selfhandicapping. Hasil belum sejalan dengan teori orientasi tujuan karenaorientasi tujuan mastery dianggap dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan cara belajar yang adaptif, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
This research aimed to examine the correlation between student?s perception of mathematics teacher goal orientation and academic self-handicapping on middle school student grade 7th . Student?s perception of mathematics teacher goal orientation and academic self-handicapping were measured by Patterns of Adaptive Learning Scales (PALS) which developed by Midgley etc. (2000). The respondents were 151 middle school students in 7th grade from three different schools.
The result of this research showed that there is a positive and significant correlation between student?s perception of mathematics teacher performance?s goal and academic selfhandicapping. On the other hand, there is no significant correlation between student?s perception of mathematics teacher and academic self-handicapping. This result is not consistent with goal orientation theory that proposed mastery as a predictor of adaptive learning style, so further research is needed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avecienna
"ABSTRAK
Rendahnya mutu dan prestasi belajar matematika, yang mempakan
mata pelajaian yang sangat penting untuk masa depan siswa terutama siswa
sekolah dasar, merupakan raasalah yang dihadapi berbagai pihak, karena
matematika berperan untuk melatih aspek-aspek beipikir yang juga
digunakan dalam berbagai mata pelajaran lainnya. Penelitian yang
dilakukan Miller dkk. (1996) pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah
matematika menemukan beberapa jenis orientasi tujuan akademik (OTA)
yang mempunyai hubungan dengan prestasi belajai- matematika. Menmnt
mereka pengadopsian jenis OTA tertentu memungkinkan teijadi tidaknya
proses belajar matematika yang optimal.
Penelitian ini mencoba mengembangkan penelitian Miller ini pada
budaya dan sampel yang berbeda yaitu pada murid-murid sekolah dasar di
Indonesia. Penelitian dilakukan pada 109 siswa SD I dan SD 11 Yasporbi
Jakaita Selatan untuk menguji kembali hubungan antara pengadopsian
jenis-jenis OTA dengan prestasi belajar matematika mereka. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling.
InstTumen yang digunakan pada penelitian ini kiiesioner OTA yang
mempakan hasil modifikasi dari alat Survey toward Mathemaiic dari Miller
dkk. (1996).sedangkan untuk pengukuran prestasi matematika digunakan
nilai rapor siswa tiga caturwulan terakhir yang dijadikan skor skala
{standarl score). Untuk pengolahan data digunakan teknik statistik pariial
correlation dengan kovarian rctw score Raven's Standard Progressive
Matrices untuk mengontrol intelegensi. Penelitian ini tidak mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian
Miller dkk. (1996) yang menyatakan bahwa jenis OTA future
consequences, OTA learning goals dan OTA performance goals
mempunyai hubungan bermakna positif dengan prestasi belajar
maatematika siswa. Hasil penelitian ini mendapatkan hasil bahwa jenis
OTA future consequences goals, learning goals, dan pleasing the family
goals tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan prestasi belajar
matematika. Sedangkan jenis OTA performance goals dan OTA pleasing
the teacher mempunyai hubungan yang bermakna secaia berlawanan
(negatif) dengan prestasi belajar matematika."
1999
S2586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnanti fajariani
"Keberhasilan seseorang dalam pendidikan dipengaruhi salah satunya melalui motivasi seseorang dalam mengikuti kegiatan pendidikan. Motivasi ini bisa berupa keinginan untuk bisa memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan, yang sering disebut dengan task-involved goal, dan bisa juga bernpa keinginan untuk tampil baik dan mendapatkan penghargaan dari orang lain, yang disebut juga dengan ego-involved goal. Motivasi ini muncul pula dalam kegiatan pendidikan nonformal yang salah satunya berupa kursus mental aritmatika. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya salah satu dari motivasi di atas, salah satunya adalah faktor pola asuh orangtua. Maka diadakanlah penelitian ini untuk melihat apakah ada hubungan antara jenis orientasi tujuan akademik peserta kursus sempoa dengan persepsi mereka terhadap pola asuh yang mereka terima dan hendak diteliti pula pola asuh mana yang lebih erat hubungannya dengan salah satu motivasi yang dimiliki peserta kursus sempoa.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan 2 kuesioner yang mengukur orientasi tujuan dan persepsi terhadap pola asuh orangtua. Teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Jumlah subyek 34 orang dengan rentang usia 6-12 tahun yang semuanya adalah peserta kursus Yayasan Aritmatika Indonesia cabang Plumpang. Setelah semua data didapat dilakukan uji homogenitas item. Uji hipotesa lalu dilakukan menggunakan item-item yang dipertahankan yang berupa item-item dari kuesioner yang akan menaikkan reliabilitas bila dihilangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ego-involved memiliki hubungan yang positif dengan persepsi terhadap pola asuh autoritarian pada peserta kursus sempoa. Sementara task-involved tidak memiliki hubungan yang positif dengan persepsi terhadap pola asuh autoritatif dan permisif pada peserta kursus sempoa.
Bisa disimpulkan lebih lanjut bahwa persepsi terhadap pola asuh jenis apapun akan berhubungan secara positif dengan ego-involved goal dan task-involved goal tidak berhubungan secara positif dengan persepsi terhadap satu jenis pola asuh pun pada peserta kursus mental aritmatika. Disarankan kepada orangtua untuk lebih memahami kebutuhan anaknya akan pendidikan nonformal, dalam hal ini kursus mental aritmatika, jangan menuntut mereka terlalu banyak. Hal ini dikarenakan anak akan memunculkan ego-involved goal sehingga pemahaman mereka tentang hal yang diajarkan menjadi dangkal dan uang yang dikeluarkan akan menjadi sia-sia.
Disarankan pula kepada tempat kursus untuk menciptkan iklim kelas yang memunculkan task-involved goal. Akan tetapi hasil ini hanya spesifik pada sampel penelitian ini saja dan untuk generalisasi membutuhkan jumlah sampel yang lebih besar dengan rentang usia yang lebih spesifik atau lebih seimbang. Selain itu, perlu diadakan perbaikan pada kuesioner yang diberikan, seperti pemilihan kata yang lebih tepat dan lebih mudah dipahami oleh subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Chandra Ningrum
"Keinginan untuk melahirkan generasi baru yang profesional dan siap menghadapi tantangan di era globalisasi menyebabkan pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berupaya meningkatkan mutu pendidikan melalui SMU-SMU yang tergolong Plus. Untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih baik dan sebagai usaha memperkaya kurikulum nasional, SMU Plus menyelenggarakan program pengayaan materi di sekolah yang wajib diikuti oleh setiap siswa. Konsekuensinya, siswa menghabiskan waktu belajar di sekolah Iebih lama, yaitu mulai pukul 07.00 hingga pukul 15.30.
Adanya program pengayaan materi merupakan suatu pengalaman baru bagi siswa yang dapat dirasa sebagai sesuatu yang menyenangkan atau bahkan menyebalkan sehingga dapat muncul respon-respon tertentu. Respon-respon tersebut merupakan sikap siswa terhadap pelaksanaan program pengayaan materi dan sikap sangat penting dalam kelangsungan proses belajar-mengajar karena adanya sikap positif dapat menimbulkan rasa senang bagi siswa untuk berada di sekolah sehingga dapat mengikuti peiajaran dengan baik. Setiap siswa ingin berhasil dalam pendidikan dan tiap siswa mempunyai kriteria tersendiri untuk menunjukkan keberhasilannya. Kriteria ini dipengaruhi oleh orientasi tujuan akademis yang dimiliki. Ada yang lebih mengutamakan penguasaan dan peningkatan pengetahuan (mastery goal) dan ada pula yang lebih menginginkan pengakuan atau pengharagaan dan orang Iain (performance goal).
Selain sikap dan orientasi tujuan akademis, pengikatan diri terhadap tugas juga berperan penting dalam keberhasilan belajar karena siswa yang bertanggung jawab terhadap tugas tidak akan mudah putus asa serta tekun/gigih dalam belajar. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap siswa SMU Plus terhadap program pengayaan materi, gambaran orientasi tujuan akademis, gambaran pengikatan diri terhadap tugas serta hubungan antar variabel tersebut.
Penelitian ini dilakukan terhadap 296 subyek kelas I dan ll yang berasal dan 4 SMU Plus,yaitu SMU Negeri 8, SMU Negeri 68, SMU Negeri 70 dan SMU Negeri 78. Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan non probability sampling dengan teknik incidental sampling.
Data-data dalam penelitian ini diolah secara kuantitatif dan diperoleh hasil bahwa subyek dalam penelitian bersikap positif terhadap pelaksanaan program pengayaan materi dan cenderung memiliki skor performance goal lebih tinggi (52,54%) dari skor mastery goal. Sedangkan subyek yang memiliki skor pengikatan diri terhadap tugas seimbang antara yang tinggi dan rendah. Diketahui pula adanya hubungan yang signifikan pada l.o.s. 0,01 antara sikap terhadap program pengayaan materi dengan mastery goal, performance goal dan pengikatan diri terhadap tugas.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat ditindak Ianjuti oleh pihak sekolah dengan mencari suatu cara untuk memotivasi siswa dalam belajar agar siswa tidak hanya berorientasi performance goal tetapi juga mastery goal."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zul Arsiah
"Berdasarkan data hasil survey Trends in International Mathematics and Sains Study (TIMSS) tahun 2003, tingkat kemampuan siswa kelas 2 SMP seluruh Indonesia dalam bidang matematika sangat rendah karena berada pada urutan ke 35 dari 45 negara. Hal ini sangat menarik diteliti tentang hubungan antara sikap siswa terhadap matematika dan prestasi belajar matematika siswa karena sebagian besar siswa beranggapan bahwa hasil pelajaran matematika sangat sulit sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang rendah.
Survey dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur yang terdiri atas skala sikap terhadap matematika dan tes prestasi belajar matematika dengan bentuk soal pilihan ganda, isian, dan uraian.
Hasil uji psikometrik data yang dilakukan pada tugas akhir ini menunjukan bahwa analisis item kuesioner dengan program Iteman dan SPSS untuk uji psikometrik secara klasik menghasilkan nilai reliabilitas (Alpha) sebesar 0.7, dan analisis faktor dilakukan dengan LISREL menunjukan bahwa pada setiap indikator memiliki faktor loading > 0,5 dan r-value > 2. Sedangkan analisis item tes prestasi belajar dengan menggunakan program Quest menunjukkan bahwa item-item pada tes memiliki daya pembeda yang baik.
Hubungan antara sikap dan prestasi belajar siswa diuji dengan menggunakan tiga model pengujian. Pengujian model struktural 1 menghasilkan x2 = 1.39, df = 1, p-value = 0.24; RMSEA= 0,013; GFI = 1 dengan T-value = 1,34 Model struktural 2 menghasilkan x2 = 2,40, df = 3, p-value = 0.49; RMSEA= 0,00; GFI = I dan T-Value = 0,38. Kedua model ini dikategorikan fit. Sedangkan model struktural 3 menghasilkan x2 = 886,46, df = 3, p-value = 0.00; RMSEA= 0,33; GFI = 0,86 dan T-Value = 0,38 dan 0,83. Model ketiga ini tidak fit Berdasarkan data tersebut sikap terhadap matematika memberikan kontribusi lerhadap prestasi belajar matematika secara stalistik tidak signifikan. Untuk siswa di Indonesia sikap terhadap matematika tidak berpengaruh pada prestasi belajar."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrieal Amri Hadi
"Skripsi ini membahas tentang hubungan persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan pada siswa SMP di Depok. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan siswa SMP. Dengan mengetahui hal tersebut dapat membuat guru di sekolah meningkatkan keterlibatan ayah pada pendidikan anak. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Partisipan penelitian berjumlah 91 orang siswa SMP di Depok. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dan orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach. Namun, persepsi keterlibatan ayah berhubungan positif dan tidak signifikan dengan orientasi tujuan performance avoidance. Hasil penelitian menyarankan bahwa ayah perlu terlibat secara aktif dalam pendidikan anak sehingga anak dapat memiliki orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach. Dengan memiliki orientasi tujuan mastery dan orientasi tujuan performance approach siswa dapat menguasai materi pelajaran sehingga meningkatkan pencapaian akademis serta tidak melakukan kecurangan saat ujian berlangsung. Selain itu siswa memiliki sifat kompetitif untuk meningkatkan prestasi akademis dibandingkan teman-temannya. Peneliti menyarankan guru di sekolah perlu meningkatkan kampanye tentang pentingnya keterlibatan ayah dalam pendidikan anak dan memberikan informasi mengenai orientasi tujuan kepada orang tua.

The focus of this study is the relationship between perception of father involvement and goal orientation among junior high school students. The purpose of this study is to understand the perception of father involvement and goal orientation of junior high school students. By having this understanding, the teachers could encourage father involvement in students’ education. The type of this research is quantitative research with correlational design. The data were collected by questionnaire distributed to 91 participants who are junior high school students in Depok. The research result suggests that there is a positive and significant relationship between the perception of father involvement and the mastery goal orientation and performance approach goal orientation. However, the perception of father involvement has a positive but not significant relationship towards performance avoidance goal orientation. The research result suggests that fathers have to be actively involved in children’s education so that the children will be able to attain mastery and performance approach goal orientations. By attaining these two types of goal orientations the students will be able to master the subjects and hence will increase their academic achievements and avoid them from cheating during exams. Aside from that, the students will be more competitive to improve their academic achievements over their schoolmates. The researcher suggests the teachers to promote about the importance of father involvement in children’s education and to supply the parent with adequate information regarding the goal orientations
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>