Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rismayanti
"Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang masih banyak menimbulkan masalah kompleks. Masalah tersebut bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi dan budaya (W1-L0,2000). Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten endemis kusta di provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki Case Detection Rate tertinggi ( 50,9/100.000) di tahun 2006 dan prevalensi rate 4/10.000. Jumlah kasus baru yang ditemukan di tahun 2006 sebesar/69 kasus. Sebagian besar kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Jeneponto dinyatakan endemis dan derajat endemisitasnya, cukup tinggi sehingga risiko tertularnya penduduk menjadi sangat besar. Masih tingginya case detection rate di kabupaten Jeneponto disertai kepadatan hunian yang cukup tinggi memungkinkan penularan kusta melaitri droplet maupun sentuhan langsung. Untuk itu perlu di ketahui hubungan kepadatan human terhadap risiko kejadian kusta.
Tujuan penelitian ini tuttuk rnengetahui hubungan faktor hunian dengan kejadian kusta di Ka.bupaten Jeneponto setelah dikontrol oleh faktor konfounding yaitu umur, jenis kelamin, vaksinasi BCG, pengeluaran, riwayat kontak serurnah, pendidikan dart pekerjaan. Penelitian ini menggunakan disain study kasus kontrol yang dipadankan( pair wise matching). Sampel penelitian adalah seluruh penderita kusta baru yang ditemukan periode Juli 2006 sampai September 2007. Jumlah kasus sebanyak 115 orang dan jumlah kontrol sebanyak 115 orang. Analisis data diIakukan meialui tiga tahapan, yaitu Univariat (distribusi frekuensi), Bivariat (uji McNemar) dan rnultivariat (Conditional Multiple Logistic Regression).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian kusta dengan nilai OR 10,65 (95% Cl: 4,11— 27,62) dart nilai p 0,000 setelah dikontrol variabel pengeluaran, pekerjaan dan riwayat kontak serurnah. Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilaksanakan pemeriksaan kontak serumah yang lebih intensif pada wilayah puskesmas yang tingkat kepadatan hunian tinggi, screening terhadap rumah yang ada penderita kusta terutarna pada rumah-rumah dengan tingkat kepadatan hunian tinggi.

Disease of Leprosy represent contagion which still many generating the problem of complex. The problem not merely from medical facet but extending to problem of social, cultural and economic ( WHO,2000). Sub-Province of Jeneponto represent one of the sub--province of endemic of leprosy in Province of South Sulawesi owning highest Case Detection Rate ( 50,9/100.000) in year 2006 and prevalence rate 4,1/10.000. Amount of new case found in year 2006 amount 169 cases. Mostly district of exist in region of sub-province of Jeneponto expressed by endemic and degree of high endemic enough so that its contagious risk resident become very big. Still height of case detection rate in sub-province of Jeneponto accompanied by density of dwelling which high to enough enable infection of leprosy through droplet and also direct touch. For that need in knowing relationship of density of dwelling to risk of leprosy occurrence.
Target of this research to know relation of factor of dwelling with occurrence of leprosy in Sub-Province of Ieneponto after controlled by confounder that is age, gender, vaccination BCG, expenditure, history contact house, education and work. This research use to design case control study (pair wise matching). Sample of Research is all new leper was found by period of July 2006 until September 2007. Amount of case of counted 115 people and amount of control of counted 115 people. Data analyzing conducted to through three steps, that is Univariate ( frequency distribution), Bivariate (McNemar test) and multivariate (Conditional Multiple Logistic Regression).
Result of research of show that density of dwelling relate to occurrence of leprosy with Odd Ratio 10,65 ( 95% CI: 4,11 - 27,62) and p value 0,000 after controlled by variable of expenditure, job and history contact house. From result of this research is suggested require to be executed by a inspection contact more intensive house at region of puskesmas (public health center) which mount density of high dwelling and screening to existing house of leper especially at house with level density of high dwelling.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Atika
"Prevalence rate kusta di Kecamatan Talango tergolong tinggi (10,99 per 10000 penduduk tahun 2012). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta di Puskesmas Kecamatan Talango 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit kusta (p=0,000, OR=7,87). Variebel lain yang bermakna secara statistik adalah riwayat kontak serumah, lantai rumah, ventilasi. Sedangkan variabel pendidikan, pekerjaan, penghasilan, sarana air bersih, personal hygiene, dan dinding rumah tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian kusta. Setelah dianalisis lebih lanjut, ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian kusta setelah dikontrol konfounding (pendidikan, lantai rumah, dinding rumah, ventilasi) di Kecamatan Talango 2014.

Prevalence rate of leprosy in the Talango Subdistrict is high (10.99 per 10,000 population in 2012). This study aimed to analyze the relation between residential density and leprosy occurrence in Talango Subdistrict 2014. Study design used is case control. The results showed that there is a relationship between dwelling density and the occurrence of leprosy (p Value =0.000, OR=7.87). Another variebel that statistically significant is the history of household contact, the floor of house, and ventilation. While the variable of education, occupation, social economy, clean water resource, personal hygiene, and the walls of the house do not have a significant relationship to the occurrence of leprosy. Upon further analysis, there is relation of dwelling density with the occurence of leprosy after controlled by confounder factors (namely: education, floor of house, wall of house, and ventilation) in District Talango 2014."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55477
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umarotun Niswah
"Pada tahun 2000, Indonesia telah mencapai target global dalam eliminasi kusta. Namun, masih ada 14 provinsi yang belum mencapai target eliminasi. Angka penemuan kasus baru penyakit kusta cenderung statis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kecenderungan angka penemuan kasus baru penyakit kusta dan faktor-faktor yang berhubungan dengan angka penemuan kasus baru penyakit kusta di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi ekologi dan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi. Diperoleh hasil bahwa kondisi sosial ekonomi (proporsi penduduk miskin, indeks pembangunan manusia, dan pengeluaran per kapita penduduk) memiliki hubungan yang sangat kuat dengan angka penemuan kasus baru penyakit kusta kecuali untuk variabel proporsi penduduk miskin. Sedangkan untuk kondisi iklim (suhu rata-rata, kelembaban rata-rata, intensitas cahaya matahari rata-rata) memiliki korelasi yang kuat dan kepadatan penduduk memiliki korelasi sedang dengan angka penemuan kasus baru penyakit kusta. Ketiga hasil ini tidak bermakna secara statistik (nilai p>0,005). Hasil uji yang bermakna didapatkan pada uji korelasi antara proporsi penduduk miskin dengan angka penemuan kasus baru penyakit kusta di Kepulauan Seribu (r=0,926 , nilai p=0,024) dan uji korelasi indeks pembangunan manusia di Jakarta Pusat (r= -0,888 , nilai p=0,044), Jakarta Utara (r= -0,949 , nilai p=0,014), dan Kepulauan Seribu (r= -0,913 , nilai p=0,031). Diperlukan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya pengendalian penyakit kusta.

Indonesia has achieved global targets of leprosy elimination in 2000. However, there are 14 provinces that have not yet reached the elimination target. The leprosy new case detection rate tends to be static. The aim of this study is to see the trend of leprosy new case detection rate and the related factors in Jakarta Province year 2009-2013. The research is a quantitative research by ecological design study and analyzed using correlation test. The study gained that socio-economic (proportion of poor people, human development index, and expenditure per capita) condition have very strong correlation to leprosy new case detection rate except for proportion of poor people. Meanwhile, the climate condition (temperature, humidity, and sunlight) have strong correlation with leprosy new case detection rate and population density have moderate correlation. That three variable is not significant based on statistical test (p value>0.005). Meaningful test result obtained on the correlation between proportion of poor people with leprosy new case detection rate (Leprosy NCDR) in the Kepulauan Seribu(r=0,926, p value =0,024) and the correlation between Human Development Index with Leprosy NCDR in Jakarta Pusat(r= -0,888 , p value=0,044), Jakarta Utara(r= -0,949 ,p value=0,014) and Kepulauan seribu (r= -0,913 ,p value =0,031). Required cross-sector cooperation and partnership with various parties as an effort to leprosy control."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S61108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Air-photos can be used for aiding various investigations. It is due to the special characteristics of air-photos themselves and their high relevancy to various field of study. So far air-photos are mostly used for studying physical problems. The following paper is to introduce the use of air-photos in the framework of studying urban population density. By employing air-photos as auxiliary tools of analysis, urban population density can be more clearly presented and can be divided into three types. The first type is commonly used in urban study, while the second and the third type are rarely presented. Based on the survey carried can give clearer and representative picture about the study area. Consequently, the second and the third concept of population density are really recommended in any urban study.
"
GEOUGM 8:36 (1978)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Syamsudin
"ABSTRAK
Selama kurun waktu 25 tahun khususnya sepuluh tahun terakhir dari tahun 1985 sampai 1995 pembangunan di berbagai sektor di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Pertumbuhan sektor pembangunan yang pesat diikuti pula oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Pertumbuhan penduduk yang pesat ini umumnya terjadi pada propinsi-propinsi tertentu saja, sehingga propinsi yang sudah padat penduduknya akan menjadi semakin padat.
Propinsi yang kepadatan penduduknya tinggi akan berkorelasi terhadap kualitas lingkungan. Yang menjadi permasalahan di sini adalah sektor pembangunan meningkat, jumlah penduduk rneningkat tetapi kualitas liugkungan khususnya kualitas udara menurun.
Sebaran penduduk yang belum merata ini diduga ada korelasinya dengan penduduk masih terpusat pada daerah-daerah tertentu. Sebaran industri maupun sebaran penduduk yang belum merata, khususnya di daerahdaerah yang sangat padat penduduknya tentu akan berdampak pada kualitas lingkungan khususnya kualitas udara.
Untuk mengetahui apakah sebaran industri manufaktur mempunyai korelasi terhadap sebaran penduduk maupun terhadap kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara maka dilakukan studi ini.
Studi ini dilakukan dengan mengolah data sekunder, terutama dan Sensus Ekonomi 1985, Sensus Ekonomi 1995, Supas 1985, Supas 1995 dan Neraca Kependudukan Lingkungan Hidup Daerah 1995.
Manfaat studi ini adalah untuk memberikan masukan pada .suatu pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang.
Pada studi ini diajukan empat hipotesis yaitu: (i) Penyebaran industri manufaktur mempunyai korelasi yang kuat terhadap penyebaran penduduk di tiap-tiap propinsi di Indonesia, (ii) Sektor usaha jasa (perdagangan besar, eceran, rumah makan, restoran, serta hotel; angkutan, penggudangan, komunikasi; jasa keuangan, asuransi, usaha persewaan, bangunan tanah, jasa prusahaan; jasa kemasyarakatan dan sosial hiburan dan peroraugan) mempunyai korelasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sektor industri (pertambangan dan penggalian; manufakur; lisirik, gas, dan air, bangunan dan konstruksi) terhadap penyebaran penduduk di tiap-tiap propinsi di Indonesia, (iii) Sektor industri manufaktur secara umum mempunyai korelasi yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor usaha jasa industri lain terutama sektor usaha jasa, (iv) Sebaran industri manufaktur maupun sebaran penduduk mempunyai korelasi yang kuat terhadap kualitas udara.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan persarnaan regresi dan korelasi melalui Program Statistika 5 maka dapat disimpulkan bnhwa hipotesis 1, 2, 3, dan 4 dapat diterima. Dalam hal korelasi antara penyebaran industri, penyebaran penduduk dan kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara dapat dikatakan bahwa :
Semakin padat industri manufaktur di suatu daerah maka semakin padat penduduknya, demikian juga pencemaran udaranya akan semakin meningkat. Bahan pencemar udara yang berkorelasi dengan meningkatnya kepadatan industri manufaktur adalah debu, NOx, HC, CO, dan CO2, sedangkan bahan pencemar udara yang berkorelasi laugsung dengan uktivitas kepadatan penduduk adalah debu, CO, dan CO2 ini menunjukkan bahwa sebaran industri manufaktur dan sebaran penduduk mempunyai korelasi yang kuat terhadap kualitas lingkungan khususnya kualitas udara. Semakin padat industri manufaktur di suatu propinsi, maka semakin padat penduduknya sedangkan kualitas udaranya menjadi semakin rendah.

ABSTRACT
During the last quarter of a century, especially the last decade, from 1985 to 1995, development in every sector in Indonesia has shown a rapid ,growth_ The rapid growth was followed by an increase in population too. The growth of this population, generally, occurs in certain provinces. Hence, these provinces that are already crowded became even more crowded. Provinces which have a huge population will correlate with environmental quality. The problem here is that development. and population increased but environmental quality, especially air quality, decreased.
Unbalanced population distribution pattern may be due to the distribution are of manufacturing firms. The distribution of both manufacturing firms and population focussed in a certain region. Both these unbalanced distributions will certainly influence environmental quality.
To find out whether or not the distribution of manufacturing firms correlate closely with population distribution, and environmental quality, especially air quality, therefore this research was undertaken.
This research was conducted by processing secondary data, mostly from the economic census 1985, economic census 1995, Supas 1985, Supas 1995 and NKLU 1995.
This research is useful inproviding input for making decisions for site plan. This research proposed four hypotheses as follows:
1. The distribution of manufacturing firms have strong correlations with population distribution in each province in Indonesia
2. Services sectors (big trade, retail, restaurants and hotels, transport, finance services, insurance. rentals, real estates, services company, community social and personal services) have stronger correlations compared to industry sectors (mining and quarrying, manufacturing, electricity, gas and water supply, construction) towards population distribution in every province in Indonesia
3. Manufacturing, generally, has strong correlations towards the growth of service establishment or other industry, especially service establishment.
4. Manufacturing industry distribution as well as population distribution has strong correlations towards air quality.
Results of data analyses by using regression equation and correlation through Statistic Program 5, it could be concluded that hypothesis 1, 2, 3, and 4 can be accepted. Correlations between industry distribution, population distribution and air quality it could be stated that:
The more crowded the manufacturing industries in one region, the more dense population will be; the same is true with air pollution.
The air pollutant that have correlations with increasing manufacturing industries were dust, NOx, HC, CO, and C02. Whilst air pollutants that have correlations with population were dust, CO, and C02. These indicate that the Beater the population in one region, the lower the environmental quality will be, especially air quality.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Salamah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Flavivirus dan famili Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes. Pada tahun 2019 IR DBD di wilayah Kecamatan Kramat Jati mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya dengan besar IR yaitu 104,37 per 100.000 penduduk. Lalu, pada tahun 2020, wilayah Kecamatan Kramat Jati masuk ke dalam peringkat ke tiga sebagai wilayah dengan kejadian DBD tertinggi di Jakarta Timur dengan jumlah kasus sebanyak 205 kasus dan nilai IR DBD sebesar 64,53 per 100.000 penduduk. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim (suhu, kelembapan dan curah hujan), kepadatan vektor (angka ABJ), kepadatan penduduk dengan incidence rate demam berdarah dengue di Kecamatan Kramat Jati Tahun 2011-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi menurut time trend dengan unit analisis per bulan selama 10 tahun (2011-2020) dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian pada data seluruh tahun (2011-2020) menunjukkan bahwa suhu, kelembaban, curah hujan, kepadatan penduduk dan Angka Bebas Jentik memiliki hubungan signifikan dengan incidence rate DBD di Kecamatan Kramat Jati. Upaya pencegahan dan pengendalian DBD dengan melakukan kegiatan PSN 3M Plus perlu dilakukan dan ditingkatkan oleh pihak puskesmas dan masyarakat. Selain itu, kerja sama lintas sektor antara Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan BMKG selaku penyedia data iklim perlu dilakukan sebagai landasan untuk membuat keputusan terkait program pencegahan dan pengendalian DBD dalam bentuk pemberian update informasi terkait iklim.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by a virus belonging to the genus Flavivirus dan family Flaviviridae that is spread by Aedes mosquitoes. In 2019, the incidence rate of DHF in Kramat Jati district has increased from the previous year with an incidence rate of 104.37 per 100.000 population. Then, In 2020 Kramat Jati district became 3rd position with the highest number of dengue cases among 10 districts in East Jakarta with a total of 205 cases and an incidence rate of 64.53 per 100.000 population. The research aims to determine the association between climate factors (temperature, humidity, and rainfall), vector density (ABJ figures), and population density with a DHF incidence rate in Kramat Jati District in 2011-2020. This research is a time-series ecological study with units analysis per month for 10 years (2011-2020) and used secondary data. The results in all years data (2011-2020) showed that temperature, humidity, rainfall, population density, and ABJ had a significant relationship with the incidence rate of DHF in Kramat Jati district. Prevention and control of DHF by doing PSN 3M Plus is necessary to do and must be improved by the public health center and the society. Besides that, the inter-sectoral collaboration between Dinas Kesehatan Jakarta Timur and BMKG as a provider of climate data should be done as a base for making decisions regarding dengue prevention and control programs by doing an information update about climate."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Deanova Kusuma Dewanti
"Latar Belakang: Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular dari manusia ke manusia lain melalui udara yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Indonesia menempati peringkat kedua dengan beban kasus tuberkulosis terbanyak di dunia dan 91% merupakan kasus tuberkulosis paru. Kota Depok menempati peringkat ke-11 dengan kasus tuberkulosis terbanyak di Jawa Barat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 11 kecamatan di Kota Depok tahun 2021. Metode: Menggunakan desain studi ekologi dengan uji korelasi untuk menganalisis hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 11 kecamatan di Kota Depok tahun 2021 dengan data bulanan. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan cakupan pengobatan memiliki hubungan yang signifikan di 11 kecamatan (p = 0,000; r = 0,969–1,000), success rate memiliki hubungan yang signifikan di Kecamatan Tapos (p = 0,040; r = 0,598), dan kepadatan penduduk memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,004–0,030) di Kecamatan Beji (r = 0,763), Cimanggis (r = 0,726), Cipayung (r = 0,669), Sawangan (r = 0,625, Tapos (r = 0,660), dan Cinere (r = –0,626). Rekomendasi bagi Dinas Kesehatan Kota Depok dapat mengadvokasi untuk melaporkan program tuberkulosis dan memberikan anggaran bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyediakan tenaga kesehatan terkait pelaporan kasus tuberkulosis, bagi fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan pemberian edukasi, bagi masyarakat dapat menerapkan PHBS dan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala tuberkulosis.

Background: Pulmonary tuberculosis is a disease transmitted from humans to other humans through the air caused by Mycobacterium tuberculosis. Indonesia ranks second with the highest tuberculosis caseload in the world and 91% are pulmonary tuberculosis cases. Depok City is ranked 11th with the most tuberculosis cases in West Java. Objective: The purpose of this study was to determine the relationship between case detection rate, treatment success rate, and population density on the incidence rate of pulmonary tuberculosis in 11 sub-districts in Depok City in 2021. Methods: This study used an ecological study design to analyze the relationship between treatment coverage, success rate, and population density on pulmonary tuberculosis incidence rate in 11 districts in Depok City in 2021 with monthly data. Results: The results of this study showed that treatment coverage had a significant relationship in 11 districts (p =0,000; r = 0.969–1.000), success rate had a significant relationship in Tapos District (p = 0,040; r = 0.598), and population density had a significant relationship (p = 0,004–0,030) in Beji District (r = 0.763), Cimanggis (r = 0.726), Cipayung (r = 0.669), Sawangan (r = 0.625, Tapos (r = 0.660), and Cinere (r = –0.626). Recommendations for the Health Department of the City of Depok can advocate to report the tuberculosis program and provide a budget for healthcare facilities to provide healthcare related to the reporting of cases of tuberculosis, healthcare facilities can improve education, the community can implement clean and health behavior and immediately to healthcare facilities when experiencing symptoms of tuberculosis."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Sidqi
"Interaksi antara unsur antropogenik dan alam menjadi salah satu pemicu terhadap terjadinya perubahan tren suhu yang dapat berdampak pada perubahan iklim. Perubahan yang masif pada penggunaan lahan pada wilayah perkotaan terutama gedung, jalan raya, dan ruang terbuka hijau sangat terkait dengan Suhu Permukaan Daratan (SPD). Kota Depok sebagai wilayah urban menjadi salah satu wilayah yang berada pada kawasan metropolitan. Hal ini memicu tekanan migrasi penduduk yang signifikan sehingga meningkatkan kebutuhan akan lahan terbangun yang menyebabkan tingkat kepadatan penduduk semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dan pengaruh dari variasi spasio-temporal perubahan penggunaan lahan dan kepadatan penduduk terhadap SPD. Metode spasio-temporal digunakan untuk mengetahui keterkaitan antar variabel. Sementara itu, uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Variabel yang diuji adalah tingkat kepadatan penduduk serta jenis penggunaan lahan terhadap SPD. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit landsat 5 TM, Landsat 8 OLI/TIRS, penggunaan lahan, data penduduk, dan peta administrasi.  Hasil dari penelitian ini adalah ada keterkaitan dan pengaruh antara perubahan penggunaan lahan terutama peningkatan lahan terbangun dan kepadatan penduduk serta penurunan sebaran vegetasi terhadap Suhu Permukaan Kota Depok pada tahun 2012-2019.

The interaction between anthropogenic and natural elements is one of the triggers for changes in temperature trends which can have an impact on climate change. Massive changes in land use in urban areas, especially buildings, roads and green open spaces, are closely related to Land Surface Temperature (SPD). Depok City as an urban area is located in the metropolitan area. This triggers significant population migration pressure, thereby increasing the need for built-up land, which causes population density to increase. This research aims to examine the relationship and influence of spatio-temporal variations in changes in land use and population density on SPD. The spatio-temporal method is used to determine the relationship between variables. Meanwhile, the correlation test used is the Pearson correlation test. The variables tested were the level of population density and the type of land use for SPD. The data used in this research are Landsat 5 TM, Landsat 8 OLI/TIRS satellite images, landuse, population data, and administrative maps. The results of this research are that there is a connection and influence between changes in land use, especially the increase in built-up land and population density as well as a decrease in vegetation distribution on the Surface Temperature of Depok City in 2012-2019."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizki Amelia
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di seluruh wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropic yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD juga merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan Jakarta barat memiliki jumlah kasus tertinggi pertama dan kedua di Provinsi DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir.
Tujuan: Menganalisis hubungan faktor iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara), kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik dengan incidence rate DBD di Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013-2022.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara pada time lag 1 dan time lag 2 serta kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD.
Hasil: Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan lebih berpengaruh pada curah hujan time lag 2, suhu udara time lag 2 dan kelembaban time lag 2. Variabel lainnya yaitu kepadatan penduduk memiliki hubungan signifikan pada tahun 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, dan 2021. Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -160,665 + 3,763 (suhu) + 1, 033 (kelembaman) - 0,102 (curah hujan) - 0,001 (kepadatan penduduk). jika disimulasikan dengan kombinasi suhu sebesar 26,1°C, kelembaman 82,9%, curah hujan 14,9 mm, dan kepadatan penduduk sebesar 20.000 maka kejadian IR DBD akan muncul sebanyak 2,39 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease throughout the tropics and parts of the subtropics caused by the dengue virus. Dengue fever is also one of the main public health problems in Indonesia and West Jakarta has the first and second highest number of cases in DKI Jakarta Province in recent years.
Objective: Analyzing the relationship between climate factors (rainfall, air temperature, and humidity), population density, and larvae-free rates with DHF incidence rates in West Jakarta Administrative City in 2013-2022.
Methods: This study uses an ecological study design with correlation analysis to see the relationship between climatic factors which include rainfall, air temperature, air humidity in time lag 1 and time lag 2 and population density with DHF Incidence Rate. Results: The results of the bivariate analysis with the correlation test show that a significant relationship has more influence on rainfall time lag 2, air temperature time lag 2 and humidity time lag 2. Another variable, namely population density, has a significant relationship in 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, and 2021. The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the DHF IR equation = -160.665 + 3.763 (temperature) + 1.033 (inertia) - 0.102 (rainfall) - 0.001 (population density). if simulated with a combination of temperature of 26.1°C, humidity of 82.9%, rainfall of 14.9 mm, and a population density of 20,000, the incidence of IR DHF will occur as many as 2.39 cases per 100,000 population.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusdiyono
"Kepadatan penduduk di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung tidak merata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepadatan penduduk di Kabupaten Saahlunto Sijunjung, diantaranya faktor fisik yaitu ketinggian, lereng dan curah hujan, serta faktor non fisik yaitu faktor sosial dan ekonomi serta faktor budaya. Sandy (1977) mengatakan, pada awalnya manusia memanfaatkan tanah yang terletak pada ketinggian 25 meter dari muka laut. Karena tempat tersebut mudah untuk digarap dan aman dari bahaya banjir. Setelah tempat tersebut habis digarap dan jumlah manusianya bertambah, mereka akan bergerak ke daerah yang lebih tinggi dimana tingkat penggarapannya lebih sulit. Sehingga penduduk yang terpadat akan terletak di wilayah dataran rendah, dan penduduk akan terpusat pada daerah pertanian yang tanahnya subur. Tetapi tidak demikian yang tenjadi pada Kabupaten Saah1unto Sijunjung,. penduduk yang terpadat justru terletak pada wilayah pegunungan.
Sehubungan dengan itu tujuan penulisan ini ingin mengetahui tingkat kepadatan penduduk di Kabupateñ Sawahiunto Sijunjung serta faktor yang mempengaruhinya. . dapun permasalah yang dikemukakan adalah : 1. Bagaimana fisiografi Kabupaten Sawahiunto Sijunjung ?. 2. Bagaimana kepadatan penduduk Kabupaten Sawahiunto Sijunjung ?. 3. Bagaimana kaitannya fisiografi dan non fisik terhadap kepadatan penduduk di daenah tersebut ?
Berdasarkan belakang tersebut di atas, hipotesa yang dibuat adalah faktor fisiografi kurang berpengaruh terhadap kapadatan penduduk di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Yang memengaruhi kepadatan penduduk di daerah tersebut adalah faktor sosial, ekonomi dan budaya.
Dalam analisa menggunakan metode korelasi peta pada areal yang diteliti, yaitu antara kepadatan penduduk dengan ketinggian lereng, curah hujan, mata pencaharian penduduk dan aksesbilitas. Sedang untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kepadatan penduduk dilakukan analisa statistik. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>