Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90796 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lyly Puspa Palupi Sutaryo
"Persahabatan merupakan salah satu bentuk hubungan yang dikembangkan oleh individu pada masa dewasa muda. Dalam hubungan persahabatan ini individu dapat mengembangkan keintiman dan ikatan yang kuat. Hal ini berkaitan erat dengan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi individu dewasa muda yakni menjalin hubungan intim. Tugas perkembangan ini berkaitan dengan krisis intimacy versus isolation dalam pandangan teori perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson.
Persahabatan dapat terjadi antara individu yang berjenis kelamin sama (same-sex friendship) dan berjenis kelamin berbeda (cross-sex fiendshzp). Persahabatan lawan jenis merupakan hubungan murni yang tidak berorientasi seksual, romantis, atau cinta. Saat ini ternyata pada umumnya orang masih meragukan apakah pria dan wanita dapat menjadi sahabat. Karakteristik utama dari hubungan persahabatan adalah keintiman Keintiman adalah pengalaman yang ditandai oleh adanya kedekatan, kehangatan dan komunikasi
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran keintiman persahabatan lawan jenis pada dewasa muda yang belum menikah, serta bagaimana gambaran masalah yang dihadapi individu dalam persahabatan tersebut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif Metode pengambilan data adalah wawancara. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 4 orang terdiri dari 2 orang wanita dan 2 orang pria. Usia subyek berada pada rentang 24 - 25 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi keintiman pada persahabatan lawan jenis yang belum menikah diwujudkan dalam bentuk keterbukaan diri, kepercayaan, kebebasan pengekspresian emosi, dukungan di saat suka dan duka, dan melakukan kegiatan bersama. Sedangkan masalah yang dihadapi antara lain adalah memberi batasan tentang persahabatan, mengatasi ketertarikan pada sahabat, dan menghadapi pandangan orang lain yang meragukan hubungan persahabatan lawan jenis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hildayani
"Pada masa dewasa muda, keintiman (intimacy) merupakan sesuatu yang menjadi perhatian. Keintiman tidak saja dapat dicapai melalui hubungan perkawinan, tetapi juga melalui sejumlah bentuk hubungan yang Iain, misalnya, persahabatan. Persahabatan dapat dibentuk, baik dengan orang-orang dari jenis kelamin yang sama maupun dengan lawan jenis. Untuk orang-orang yang telah menikah, persahabatan terkadang dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengacaukan fungsi perkawinan, apalagi jika persahabatan yang dibentuk adalah persahabatan lawan jenis.
Umumnya, masyarakat memandang bahwa seseorang yang telah menikah seharusnya memperoleh semua kebutuhan dari pasangannya dan tidak mengembangkan hubungan dengan orang di Iuar pasangan, apalagi jika hubungan dibina dengan lawan jenis. Hal ini tampaknya diperkuat oleh norma budaya yang kurang mendukung persahabatan lawan jenis. Dikatakan bahwa persahabatan jenis ini hampir selalu dikaitkan dengan adanya keterlibatan unsur seks. Selain itu, mungkin akan timbul masalah dengan pasangan sehubungan dengan kehadiran sahabat. Padahal sebagai suatu bentuk hubungan, persahabatan jenis ini mungkin dapat memberikan manfaat yang suIit didapat dalam hubungan lain pada orang-orang yang menjalaninya.
Adanya nilai positif yang mungkin diperoleh dari persahabatan dengan lawan jenis pada orang-orang yang telah menikah, rnasalah yang mungkin timbul dengan pasangan akibat hubungan yang dijalani, serta ancaman terhadap penyimpangan dari hubungan yang mungkin terjadi mendorong peneliti uniuk mengetahui gambaran persahabatan pada pria dan wanita yang telah menikah. Usia dewasa muda dipilih untuk menjadi subyek dalam penelitian ini karena pada tahap ini seseorang dihadapkan pada sejumlah tugas, di antaranya membentuk keluarga dan memperkuat persahabatan.
Teori dan hasil penelitian dari sejumlah peneliti digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber rujukan; umumnya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan persahabatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan wawancara mendalam sebagai alat pengumpul data utama. Dipilihnya bentuk metode ini adalah karena persahabatan merupakan sesuatu yang dihayati secara pribadi oleh individu dan dapat menimbulkan pemikiran, perasaan, dan tingkahlaku yang berbeda satu sama Iain. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang; terdiri dari lima subyek pria dan lima subyek wanita yang memenuhi kriteria tertentu.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa keseluruhan subyek dalam penelitian ini mendapatkan nilai positif dari persahabatan yang mereka jalani. Sejumlah manfaat diperoleh dari persahabatan. Manfaat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, tampaknya ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan perkawinan. Di lain sisi, pasangan subyek penelitian tampaknya cukup dapat menerima kehadiran sahabat.
Saat ini, keluarga tetap ditempatkan pada prioritas utama. Belum ditemukan adanya pelanggaran pada subyek terhadap komitmen perkawinan, seperti keteriibatan unsur seks. Untuk masa yang akan datang mereka belum mengetahuinya. Walaupun demikian, beberapa langkah positif dilakukan oleh mereka agar hubungan dengan sahabat tidak menyimpang dan kehidupan rumah tangga tetap dapat berjalan Ianggeng.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam konseling perkawinan, setidak-tidaknya dapat memberi insight pada orang-orang yang cenderung menilai negatif persahabatan lawan jenis. Di lain pihak, melibatkan subyek dengan karakteristik yang Iebih spesifik mungkin dapat menjadi penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Hapsari
"Menurut Erikson (1950 dalam Papalia. 2001), krisis intimacy versus isolation merupakan isu utama yang dialami oleh seorang dewasa muda. Individu yang berada pada masa ini memiliki tugas-tugas perkembangannya, yang salah satunya adalah membina hubungan intim. Namun, ternyata tidak semua individu yang memasuki usia dewasa muda telah mampu menjalin hubungan intim atau berpacaran.
Kenyataan ini dipengaruhi oleh perbedaan setiap individu dalam kemampuannya membina hubungan intim. Attachment style dengan orangtua dan self-esteem merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut. Secara teoretis, seseorang yang memiliki secure attachment style dan self-esteem yang tinggi akan berhasil membina hubungan intim. Di lain pihak, seseorang yang memiliki avoidant attachment style maupun amcious-ambivalent attachment style disertai dengan rendahnya self-esteem akan sulit membangun hubungan intim.
Oleh karena itu, penelitian. ini bertujuan untuk memperoleh gambaran attachment style dengan orangtua dan self-esteem pada pria dewasa muda yang belum pernah berpacaran. Penelitian ini mengkhususkan pria sebagai partisipan karena terdapat penelitian sebelumnya yang telah meneliti gambaran attachment style dan self- esteem pada wanita dewasa muda yang belum pernah berpacaran.
Selanjutnya, penelitian ini juga berusaha memperoleh pemahaman mengenai kebutuhan pria dewasa muda yang belum pernah berpacaran akan keintiman (intimacy). Hal ini dilatarbelakangi oleh keraguan beberapa peneliti terhadap asumsi yang mengatakan bahwa pria, bila dibandingkan dengan wanita, lebih sedikit membutuhkan intimacy ketika menjalin hubungan intim. Padahal, beberapa hasil studi menunjukkan persamaan tingkat intimacy pada pria dan wanita dalam hubungan interpersonal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu dengan anxiousambivalenl dan avoidant attachment style disertai self-esteem yang rendah sulit membina hubungan intim hingga belum pernah berpacaran. Selain dipengaruhi oleh attachment style dan self-esteem. hal-hal yang mempengaruhi kegagalan individu tersebut dalam membina hubungan intim adalah belum siap untuk komitmen berpacaran, menetapkan standar yang terlalu tinggi dalam memilih pasangan, dan belum merasa mandiri secara finansial. Namun, di sisi lain, dimilikinya secure atlachment style dan self-esteem yang tinggi ternyata belum juga menjamin keberhasilan individu dalam membina hubungan intim. Adapun, faktor-faktor yang turut melatarbelakangi keadaan individu ini antara lain pengalaman masa lalu dengan wanita yang kurang menyenangkan, kesibukan dalam berkarir, dan target berpacaran dan menikah yang masih cukup jauh.
Walaupun belum berhasil membina hubungan intim, semua individu dalam penelitian ini ternyata tetap membutuhkan keintiman. Hal ini tergambar dengan pernyataan seorang individu bahwa ia membutuhkan kehadiran seorang pacar yang dengannya ia dapat saling berbagi pengalaman suka dan duka, sekaligus memiliki hubungan yang lebih dekat dan terbuka dengan orang lain selain keluarganya."
2003
S3201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatima Zachra
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Sri Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami mengapa individu yang telah menikah masih membutuhkan persahabatan lawan jenis, bagaimana persahabatan tersebut mempengaruhi pernikahan mereka dan bagaimana mereka mengatasi pengaruh negatif yang timbul. Hal ini menarik untuk diketahui karena persahabatan dapat memberikan banyak manfaat dan pemenuhan kebutuhan, khususnya kebutuhan akan keintiman, baik bagi individu maupun bagi pernikahannya. Tetapi selain manfaat, persahabatan juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Oleh karena itu perlu diketahui cara-cara untuk mencegah dan mengatasi dampak negatif tersebut, sehingga manfaat persahabatan dapat diperoleh dan dampak negatifnya dapat dicegah. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan untuk konseling pra dan pernikahan. Penelitian yang dilakukan terhadap dua pasang individu yang telah menikah ini menggunakan metode penelitian kualitatif (studi kasus). Data yang telah berhasil dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) akan dianalisis dengan menggunakan berbagai teori tentang keintiman, persahabatan (khususnya dalam pernikahan), dan pernikahan itu sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab individu membina persahabatan adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum terpenuhi dalam pernikahannya atau untuk memperkaya pemenuhan kebutuhannya. Persahabatan1 yang terbina belum tentu menimbulkan permasalahan dalam pernikahan individu. Hal ini disebabkan karena perbedaan kematangan kondisi keintiman dalam pernikahan individu, dan perbedaan individual, serta berbagai aspek lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Untuk mencegah dan mengatasi dampak negatif yang timbul dari persahabatan ini, pada umumnya akan diselesaikan individu dengan cara berkomunikasi dengan pasangannya. Untuk dapat memperkaya penelitian selanjutnya, peneliti diharapkan menggunakan pendekatan teoretis lain atau sudut pandang yang berbeda untuk memahami kasus yang sama, sehingga pemahaman yang didapat terhadap kasus tersebut menjadi lebih luas. Selain itu, perlu dikembangkan cara-cara lainnya untuk mencegah timbulnya dampak negatif, mewawancarai sahabat partisipan untuk mendapatkan data yang lebih kaya mengenai kualitas persahabatan yang mereka bina, memperhitungkan kepribadian masing-masing partisipan, aspek-aspek budaya, nilai dan keyakinan individu yang mungkin dapat mempengaruhi tindakan mereka."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S3130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Ambarsari H.
"ABSTRAK
Keberhasilan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial berkaitan
erat dengan Iaju pertumbuhan penduduk. Saat ini jumlah penduduk indonesia
sudah mencapai 200 juta jiwa dan menempati urutan ke-empat terbesar di dunia.
Untuk menekan Iaju pertumbuhan penduduk sehingga mencapai kondisi Penduduk
Tumbuh Seimbang (PTS), maka pemerintah mencanangkan program nasional
gerakan Keluarga Berencana (KB). Usaha dari program KB tidak hanya ditekankan
pada cara-cara klinis saja, tetapi juga dengan memberi pengertian dengan harapan
terjadi perubahan sikap hidup masyarakat dari berkeluarga besar menjadi
berkeluarga kecil. Hasil survey menunjukkan bahwa jumlah akseptor KB dari tahun
ke tahun terus meningkat, bahkan kadang-kadang malahan melebihi jumlah yang
telah ditargetkan untuk suatu periode tertentu.
Walaupun program KB telah menunjukkan hasil nyata dalam menekan Iaju
perrtumbuhan penduduk dengan memasyarakatkan keiuarga kecil (keluarga
dengan 2 anak) sebagai ukuran keluarga ideal, namun masih terdapat masalah
dalam usaha-usaha untuk mencapai kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS).
Masalah tersebut adalah kenyataan bahwa penelitian-penelitian menunjukkan
masih banyak pasangan nikah di Indonesia yang cenderung menginginkan
keluarga besar yaitu keluarga dengan anak banyak, karena mereka berpandangan
bahwa ukuran keluarga ideal adalah keluarga dengan jumlah anak 4-5 orang.
Menurut para ahli, preferensi keluarga besar sebagai ukuran keluarga ideal
yang masih dianut oleh sebagian masyarakat disebabkan karena anak mempunyai
nilai tertentu bagi orangtua (value of children). Usaha untuk membentuk keluarga
kecil akan mengalami kesulitan seandainya anak bagi orangtua mempunyai nilai
atau arti yang tinggi. Secara teoritis, semakin tinggi nilai anak, makin besar
keinginan untuk punya anak banyak. Dengan kata Iain jumlah anak dalam suatu
keluarga dipengaruhi nilai anak bagi orang tua. Para ahli mengatakan mengatakan
bahwa nilai anak bagi orang tua bisa ?berharga" positif (positive values/
satisfactions), yaitu memberikan kepuasan atau manfaat, tetapi bisa juga
?berharga? negatif (negative valuesfcosts), yaitu merupakan biaya atau beban.
Dengan kata lain, nilai anak adalah kegunaan dan kepuasaan yang dapat
diberikan seorang anak kepada orang tuanya dan biaya atau beban yang harus
ditanggung orang tuanya dari konsekuensi memiliki anak.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melihat bagaimakah hubungan
sikap terhadap nilai anak dengan preferensi terhadap ukuran keluarga, karena
menurut para ahli, nilai anak dalam keluarga tergantung pada sikap orang tua
terhadap anak. Sedangkan jumlah anak dalam suatu keluarga dipengaruhi nilai
anak bagi orang tua. Penelitian tentang sikap ini, khususnya sikap individu yang
berada pada tahapan usia dewasa muda yang belum menikah, merupakan hal
penting karena diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
kecenderungan perilaku fertilitas individu tersebut. Dengan demikian, perilaku
fertilitas mereka di masa yang akan datang dapat diantisipasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Zanden (1984) yang mengatakan bahwa dengan memahami
sikap seseorang maka dapat diperkirakan kecenderungan tingkah laku apa yang
akan muncul.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilakukan pada 223 subyek. Dalam
penelitian ini, ada 2 instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data. lnstrumen
pertama untuk mengukur sikap terhadap nilai anak dan instrumen yang kedua
untuk mengukur preferensi terhadap ukuran keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
sikap terhadap nilai anak dan preferensi terhadap ukuran keluarga, dimana subyek
yang cenderung bersikap negatif terhadap nilai anak mempunyai preferensi
keluarga kecil dan sebaliknya subyek yang cenderung bersikap positif mempunyai
preferensi keluarga besar.
Untuk penelitian lebih lanjut peneliti menyarankan untuk melakukan pada
sampel dengan karakteristik yang beragam misalnya pendidikan dan jenis kelamin
sehingga hasilnya bisa dibandingkan dan semakin jelas sasaran perubahan sikap
yang akan dilakukan. Menurut para ahli, sikap terbentuk dari pengalaman, melalui
proses belajar sehingga bisa dibentuk, dikembangkan dan diubah. Dengan
demikian pemerintah dapat merencanakan intervensi psikologis yang
memungkinkan, untuk mengubah sikap dewasa muda sehingga Iebih sesuai
dengan kondisi ideal, yang dapat menunjang program pemerintah dalam menekan
Iaju pertumbuhan penduduk sekaligus melembagakan norma keluarga kecil
bahagia dan sejahtera.
"
1997
S2458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Latifah
"Penelitian ini berasal dari ketertarikan peneliti melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat yaitu persahabatan lawan jenis yang terjadi pada individu yang sudah menikah. Untuk itu, masalah yang diangkat peneliti adalah bagaimana fungsi persahabatan dan dampak dari persahabatan lawan jenis terhadap kepuasan pemikahan, khususnya pada individu yang berada pada masa dewasa muda dan dewasa madya.
Penelitian dilakukan melalui metode wawancara terhadap 4 orang subjek. Dua orang subjek yang semuanya wanita berada pada masa dewasa muda dan dua orang subjek satu orang wanita dan satu orang pria berada pada masa dewasa madya.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa keempat subjek di dalam penelitian ini merasakan kepuasan di dalam kehidupan pemikahan mereka. Pada umumnya mereka dapat menerima perubahan, mampu hidup dengan hal-hal yang tidak dapat mereka rubah, mampu menerima ketidaksempurnaan pasangan dan pernikahan, saling percaya, saling membutuhkan, dan menikmati ketersamaan.
Faktor-faktor yang mendukung subjek dapat merasakan kepuasan di dalam pernikahannya hampir semua memiliki kesamaan, seperti faktor-faktor yang mereka rasakan sebelum pernikahan misalnya pernikahan orangtua yang bahagia, kebahagiaan di masa kanak-kanak, disiplin, pendidikan seks, lamanya berpacaran, pendidikan, dan keyakinan untuk menikah. Perbedaan yang ada pada faktor ini adalah pada subjek AS yang tidak pemah mendapatkan disiplin langsung dari orangtuanya karena harus hidup berjauhan. Untuk pendidikan seks, pada umumnya subjek tidak mendapatkan langsung dari orangtuanya.
Sementara faktor-faktor yang mendukung kepuasan pemikahan mereka selama berjalannya pernikahan adalah komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama, dan hubungan dengan mertua/ipar. Perbedaan yang ada pada faktor selama pemikahan adalah pada subjek dewasa muda dan dewasa madya. Subjek dewasa madya tidak pernah mengekspresikan perasaannya secara terbuka sementara subjek dewasa muda melakukannya. Perbedaan lain yang ada pada subjek dewasa muda dan subjek dewasa madya adalah bahwa subjek dewasa muda pernah merasakan menurunnya kepuasan pemikahan ketika mereka memiliki anak di usia bayi sementara subjek dewasa madya tidak.
Hubungan persahabatan subjek dan sahabat lawan jenis pada umumnya sudah berlangsung lama dan persahabatan di antara mereka terbentuk sebelum mereka menikah, kecuali pada subjek M yang baru menjalani kehidupan persahabatan selama 3 tahun dan persahabatan itu terbentuk setelah M menikah.
Di dalam menjalani kehidupan persahabatan pada umumnya subjek mendapatkan semua fungsi persahabatan, kecuali pada subjek AS yang tidak mendapatkan fungsi social comparison dari persahabatannya. Dampak positif yang dirasakan oleh subjek pada umumnya sama, sementara dampak negatif dari bentuk persahabatan ini tidak dirasakan oleh subjek B.
Dari sejumlah fungsi persahabatan fungsi stimulation nampaknya menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pemikahan subjek, kecuali pada subjek AS. Subjek AS merasakan fungsi physical support terhadap kepuasan pernikahannya. Sementara dampak positif dari persahabatan lawan jenis yaitu lebih mendekatkan individu dengan pasangannya nampaknya yang berpengaruh terhadap kepuasan pemikahan subjek.
Mengenai kepuasan pemikahan subjek yang dirasakan dari persahabatannya dengan lawan jenis dapat diketahui bahwa dengan persahabatan lawan jenis, subjek dewasa muda bisa merasakan meningkatnya kepuasan pernikahan mereka, sementara subjek dewasa madya bisa tetap merasakan kepuasan pemikahannya dari bentuk persahabatan ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pasaribu, Gemala
"Masa dewasa muda ditandai dengan tugas perkembangan intimacy vs isolation, yaitu individu membuat komitmen yang mendalam dcngan orang lain agar mereka tidak terisolasi (Enikson, dalam Papalia et al., 2001). Menurut Erikson, mengembangkan hubungan intim merupakan tugas yang krusial pada masa ini. Bagi sebagian besar manusia, pernikahan merupakan ekspresi utama/ultimate expression dalam suatu hubungan intim ( Brehm, 1992).
Pria dan wanita biasanya menikah atas dasar cinta dan memiliki anak adalah ekspresi dari cinta mereka kepada satu sama lainnya (Duvall & Miller, 1985). Cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang terdapat dalam hubungan intim (Baron & Bymc, 2000).
Stcrnberg mendefinisikan cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy, commitment, dan passion (Stemberg & Barnes, 1988). Intimacy, yang merupakan komponen emosional, adalah perasaan dekat, terikat yang dirasakan seseorang dalam hubungan cinta. Passion, yang merupakan komponen motivasional, adalah dorongan-dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan iisik, dan seksual. Komponen yang terakhir yaitu commiirnenl yang merupakan komponen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai seseorang (jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut (iangka panjang).
Dalam suatu hubungan, tidak selalu terdapat keseimbangan dalam ketiga komponen cinta sebagaimana yang diketemukakan oieh Stemberg. Geometri pada segitiga cinta tergantung pada intensitas dan keseimbangan dari cinta (Stemberg &. Bames, 1988). lntensitas cinta dalam suatu hubungan dapat dilihat dari area atau ukuran dari segitiga cinta, yakni semakin besar intensitas cinta yang dirasakan seseorang terhadap orang lain maka scgitiga cintanya pun akan semakin besar. Sedangkan keseimbangan cinta dalam suam hubungan dapat dilihat dari bentuk segitiga cinta. Hubungan yang seimbang (dalam ketiga komponen cinta) akan dipresentasikan dalam segidga yang seirnbang. Sedangkan hubungan yang tidak seimbang direpresentasikan dalam bentuk segitiga yang tidak sama sisi, yang didalamnya terdapat salah satu komponen yang paling besar atau dominan.
Dalarn suatu hubungan, tidak hanya terdapat segitiga yang
menggambarkan cinta terhadap orang lain (bentuk nyata), namun juga merepresentasikan bcntuk yang ideal dalam hubungan terscbut (bentuk ideal). Semakin besar perbedaan pada ukuran maupun bentuk dari segitiga cenderung diasosiasikan dengan rendah atau berkurangnya tingkat kepuasan dalam suatu hubungan (Stemberg & Bames, 1988).
Dalam rangka membantu pasangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hubungan mereka terkait dengan komponen-komponen cinta, maka Stemberg mcngembangl-can suatu skala yang disebut The Triangular Love Scale (Stemberg, 1988). Skala ini ditujukan untuk mengukur masing-masing komponen dari cinta, namun juga memiliki dua aplikasi praktis. Pertama, dengan adanya skaia ini, dapat membantn pasangan mendapatkan basil yang lebih baik dalam hubungan mereka. Kedua, skala ini juga merumuskan perbedaan-perbedaan di antara pasangan sehingga dapat disarankan perubahan-perubahan apa yang mungkin diperlukan untuk membuat hubungan menjadi Iebih berhasil Pasangan juga dapat mcnjadi lebih dekat atau setidaknya mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mercka satu sama lain.
Melihat kedua fungsi dari Stemberg's Triangular Love Scale. maka dirasakan sangat bermanfaat bila skaia ini diaplikasikan dalam penelitian mengenai gambaran cinta terkait dengan keseimbangan ketiga komponen cinta Stemberg. Dengan mengetahui gambaran dan keseimbangan dari komponen cinta Sternberg, maka dapat juga diiihat bagaimana kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut akan hubungan yang rnereka jalani dengan pasangan. Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan sebagai pengembangan alat tes psikologi, yaitu dengan melakukan validasi alat tes hanya pada individu dewasa muda. Validasi yang dilakukan adalah dengan meiihat validitas dan reliabilitas dari Slemberg’s Triangular Love Scale. Selain validasi alat tes, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran cinta pada individu dewasa muda yang menikah, dengan memberikan skala pada sampel yang cukup bcsar, yaitu 100 subjek yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Sebagai ilustrasi akan dilakukan wawancara dengan sepasang suami istri dewasa muda untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara segitiga cinta mereka dengan kepuasan dalam hubungan mereka.
Hasil uji validitas per item menunjukkan bahwa hampir semua item memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total dimensinya, kccuali pada item no.2 dan 5 pada dimensi intimacy, yang memiliki tingkat korelasi lebih tinggi dengan komponen passion (item no.2) dan komponcn commilmem (item 1105). Kedua item ini tidak valid karena saling tumpang tindih antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, dan hal ini dapat dilihat dari tingkat korelasi yang signifikan antar dimensi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ramayani
"Pacaran biasanya digunakan untuk menggambarkan bentuh hubungan interpersonal anatara seorang laki-laki dan perempuan yang melibatkan perasaan romantis dan adanya kedekatan emosional diantara keduanya. Penghayatan seorang perempuan dewasa muda yang belum pernah berpacaran, termasuk didalamnya gambaran tentang konsep dirinya, kebutuhan-kebutuhannya, interaksinya dengan lawan jenis dan persepsinya tentang laki-laki, hubungannya dengan keluarganya, persepsinya terhadap lingkungan, konflik-konflik yang dialami, gambaran kecemasannya, serta defens-defens yang digunakan membuat peneliti tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam dengan menggunakan tes proyeksi TAT.
Menurut Bellak (1993), fungsi utama TAT adalah untuk mengungkapkan dinamika kepribadian dan fungsi ego. Tes ini menggunakan metode yang sifatnya idiografik, dimana individu terlihat sebagai makhluk yang unik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif terhadap lima orang perempuan dewasa muda lajang yang belum pernah berpacaran. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>