Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110809 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadiawan
"Pembangunan kesehatan adalah proses yang terus menerus dan progresif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dengan di berlakukannya Amandemen I - IV UU Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tujuan negara sudah semakin jelas di mana secara eksplisit menempatkan kesehatan sebagai bagian dari kesejahteraan rakyat yang. harus tersedia merata. Konsekwensinya daerah-daerah harus mengalokasikan pendanaan.. yang lebih besar terhadap sektor kesehatan. Pendanaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Penelitian Oleh WHO di Indonesia yang selama bertahun-tahun prihatin bahwa masalah kesehatan di Indonesia mengalami kemandegan akibat pendanaan, sebagai salah satu masukan (input) yang penting kurang mendapat perhatian. Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dengan jumlah anggaran kesehatan yang masih rendah di tambah lagi dengan belum teratasinya beberapa masalah kesehatan, penting dilakukan analisis pembiayaan kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang peta pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Dinas kesehatan Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan desain deskriptif operasional di bidang analisis pembiayaan kesehatan Masyarakat yang bersumber dari pemerintah di Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Gudang Farmasi dalam wilayah Kabupaten Muaro Jambi, Penelitian ini adalah telaah dokumen Dalam DASK yang di kelompokan menurut, sumber, provider, Fungsi biaya, program Prioritas dan realiasasi angearan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa total anggaran untuk pembiayaan kesehatan masyarakat bersumber pemerintah sebesar Rp 21,052,017,064,- dan nilai per kapita adalah Rp 71,104,11,- per tahun, yang bersumber dari APBD Kabupaten Rp 13,448,602,038 (65 %), Pinjaman Luar Negeri/Bantuan Luar Negeri PLN/BLN adalah sebesar Rp 4,300,000,000,- (21%) dan APBN sebesar Rp 3,015,000,000,(15 %). Dari 7 Provider, Bagian Tata Usaha mendapat porst terbesar Rp 7,013,652,601,- (34%) sedangkan terkecil alokasi biaya Bidang Pelayanan Kesehatan dasar Rp 919,380,000,- (4%). Pengelompokan menurut biaya pelayanan kesehatan yang terbesar adalah suporting Rp 12,770,145,438,- (62%). Fungs) pembiayaan Line Htem dengan alokasi dana terbesar adalah biaya Operasional yaitu Rp 16.121,935,838,(78%). Pembiayaan program kesehatan alokasi terbesar adalah program kesehatan kuratif Rp, 6,543,320,200,- (32%). Pembiayan 9 program kesehatan prioritas sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) alokasi terbesar untuk program pelayanan kesehatan dasar sejumlah Rp 4,695,774,960,- (23%). Realisasi dana yang sudah di alokasikan adalah sejumlah 92% terdiri dari: Dana yang bersumber APBN 99%, realisasi anggaran bersumber APBD adalah 98%, dana yang besumber dari BLN/PLN mempunyai realisasi dana terrendah hanya 68% dani total alokasi anggaran.
Di sarankan bagi pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dalam menyusun kebijakan pembiayaan sektor kesehatan kiranya lebih memperhatikan distribusi per Provider, Program prioritas dan standar pelayanan minimal bidang kesehatan maupun distribusi sesuai fungsi pembiayaan pelayanan kesehatan. Hal ini harus di ikuti dengan peningkatan pembiayan sektor kesehatan terutama untuk pelayanan publik untuk menunjang visi dan misi kesehatan serta visi Pemerintah daerah Kabupaten Muaro Jambi tercapai. Dinas Kesehatan perlu memaksimalkan penyusunan Disirict Health Account (DHA) sehingga diperoleh bahan evaluasi dan penentuan alokasi pembiayaan program yang lebih memudahkan dalam pengelompokan pembiayaan kesehatan Masyarakat. Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah lebih meningkatkan advokasi kepada Pemerintah Daerah, DPRD dan sektor swasta serta masyarakat dalam memobilisasi sumber pembiayaan kesehatan.

Development of health is progressive and continuous process to increase degree of health of public. With in the doing of Amendment I - [VY UU Dasar Negara Republic Indonesia year 1945, purpose of state have been progressively clear where explicitly place health as part of prosperity of people to be be available flatten. The consequence of allocation areas have to financing of larger oneses to health sectors. Financing of health is main key in health system in various states. According To Thabrani H" Research By WHO in Indonesia which during through years concerned that problem of health in Indonesia experience stag as result of financing, as one of input ( input) important less getting attention "
The purpose of this research is to know about defrayal of health from duty of health government of Sub-Province Muaro Jambi year 2006. This research type is descriptive operational research design in deftayal analysis of Public health which stemming from government in health of duty, Puskesmas (public health centre) and Pharmacy warehouse in Sub-Province of Muaro Jambi, this research is DASK document study which grouped according, source, provider, cost function, Priority program and budget realization.
This research result show that total budget for defrayal of public health from government equal to Rp 21,052,017,064,,- and assess per capita is Rp 71,104,11,- per year, from Sub-Province District Revenue Plan (APBD) Rp 13,448,602,038 (65%), Foreign Loan /Foreign Aid (PLN/BLN) is equal to Rp 4.300,000,000,- (21%) and State Revenue Plan (APBN) equal to Rp 3,015,000,000,- (15%). From 7 Provider, Arranging Effort get the biggest portion Rp 7,013,652,601,- (- 34%), smallest cost allocation is Base Health Service Rp 919,380,000,- (- 4%). Subdividing according to the service health budget the biggest is supporting Rp 12,770,145,438,- (- 62%). Line Item defrayal function with the biggest fund allocation is Operational expense that is Rp 16,121,935,838,- (78%). The biggest allocation health program defrayal is curative Medicare Rp 6,543,320,200, (32%). Defrayal of 9 priorities Medicare according to Minimum Standard Service (SPM) the biggest allocation for base health service program is Rp 4.695.774.960, (23%). Fund Realization which allocated was 92% consisted: Fund from APBN 99%, budget realization from APBD 98%, fund from BLN/PLN have low fund realization which is only 68% from total budget allocation.
In suggesting for government of Sub-Province of Muaro Jambi in compiling policy of health defrayal sector presumably more pay attention to distribution per Provider, Priority program and Minimum Standard Service and also distribution according health service defrayal function. This thing must follow with increasing of health defrayal sector especially public service for supporting health mission and vision and also to reach the vision of Sub-Province Muaro Jambi Government. Duty of Health enquires to maximize compilation of District Health Account (DHA) so that can obtained a material for evaluation and determination of defrayal allocation of program which more facilitate in subdividing of health public defrayal. Duty of Health and district hospital needs more advocating to local government, private sector and Local Parliament and also public in mobilization source of health defrayal.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misman
"Di Provinsi Jambi dibeberapa Kabupaten/Kota malaria masih merupakan permasalahan kronis. Di Kota Jambi angka AMT tahun 2004-2006 masib diatas toleransi Nasional dan pencapaian clan indikator SPM masih dibawah target. Program pemberantasan malaria mernpakan salah satu pelayanan esensiai yang dalam pelaksanaanya hams disubsidi (sebagian atau seluruhnya) oleh pemerintah. Denga.n adanya otonoun daerah anggaran bidang kesehatan masingmasing daerah sangat tergantung pada komitmen Pemerintah Daerah, kecuali dilakukan advokasi yang efektif dengan didasarkan pada informasi keuangan yang akurat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peta pembiayaan yang bersumber dari pemerintah yang dialokaslkan untuk program pemberantasan malaria Tabun Anggaran 2004-2006 berdasarkan sumber, alokasi pemanfaatanrrya dan komitmen pejabat terkait Berta resource gap antara perhitungan estimasi kebutuhan program berdasarkan costing KW-SPM dengan ketersediaan dana. Ruang lingkup penelitian adalah pembiayaan program pemberantasan malaria yang bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Jambi tahun 2004-2006. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh meialui wawancara mendalam dengan pejabat terkait, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen keuangan.
Hasil analisis pembiayaan program pemberantasan malaria diperoleh gambaran bahwa pembiayaan program pemberantasan malaria tahun 2004-2006 semakin meningkat dari Rp 41,6 juta - Rp.I4,8 miliar (Program Kelambunisasi). Total pembiayaan diluar program kelambunisasi lzanya nark dan Rp. 41,6 juta menjadi Rp 214,8 juta. Pembiayaan yang bersumber dari APBD Kota meningkat, sedangkan pembiayaan yang bersumber APBD Provinsi tidak ada, pembiayaan bersumber APBN mulai ada di th 2005. Sementara pada tahun 2006 pembiayaan yang terbesar dari BLNIHibah yang mencapai 14,8 miliar hal ini karena adanya program kelambunisasi. Berdasarkan eleman kegiatan hampir setiap tahun alokasi terbesar untuk kegiatan freedmen yang sebagian besar berupa obat. Berdasarkan fumgsi program hampir setiap tahun alokasi untuk kuraiif yang sebagian besar berupa obat, sedangkan kegiatan preventif pada tahun 2006 mempunyai alokasi terbesar karena adanya program kelambunisasi. Berdasarkan mata anggaran hampir setiap tahun belanja operasional obat yang terbesar sedangkan belanja perjalanan mendapat alokasi yang terendah. Tabun 2006 belanja investasi mempunyai alokasi terbesar_ Berdasarkan perhihmgan esfimasi KW-SPM malaria dan ketersediaan alokasi dana di tahun 2006 terdapat resource gap sebesar 46% atau Rp.253.885.035, Jika di luar perhitungan gaji personil program kesenjangannya sebesar 33,3% atau Rp.312.872.831.
Dari basil wawancara mendalam dengan pejabat terkait diperoleh gambaran bahwa sektor kesehatan merupakan salah satu prioritas pembangunan di Kota Jambi. Demikian pula dengan permasalahan malaria merupakan permasalahan kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat.
Pemeriatah daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran program pemberantasan malaria sesuai kebutuhan program dengan melakukan mobilisasi dana dari berbagai somber dengan mempertimbangkan kemampuan APBD Kota. Hal ini perlu ditunjang dengan upaya advokasi yang lebih efektif dari Dinas Kesehatan Kota Jambi serta melakukan koordinasi pada sektor-sektor yang terkait didalam program pemberantasan malaria. Dalam penyusunan anggaran program pemberantasan malaria perlu memperhatikan kebijakan dari gerakan Gebrak Malaria serta memperhatikan kesenambungan anggaran.

Malaria is a chronic problem in same district micifalities in province of Jambi. ANII rate is above national tolerance and SPM indicator is under target at period of 2004-2006. Malaria eradication program is one of essential service which must be subsided by government (a half or all of them) on implementation. The presence of district autonomy of health budget for each district is depend on district government commitment, except if it has been done an effective advocation based on an accurate financial information.
This study purpose is getting information about financial planning based on government which allocated for Malaria eradication program at period of 2004-2006 based on source, used allocation and commitment from authority government and resource gap between estimated calculation of program need based on KW-SPM costing of fund.
This study covered cost of Malaria eradication program of government funding District Health Office of Jambi at period of 2004-2006. This study used primary and secondary data. Primary data was collected from in-depth interview with stakeholder and secondary data was collected from financial document. From the cost analysis of Malaria eradication program was obtained an illustration that cost analysis of Malaria eradication program at period of 2004-2006 went up from 41,6 million rupiahs until 14,8 billion rupiahs because kelambunisasi program. Total cost out of Kelambunisasi program went up from 41,6 billion rupiahs until 214,8 billion rupiahs. There is not fend from Province budget, with contribution from central government begins in 2005. While the biggest cost of BLN/donation is 14,8 billion because of Kelambunisasi program. Based on activity element, the biggest allocation for treatment activity every year is medicine. According to program function., the biggest allocation for curative every year is medicine, white preventive activity in 2006 has a big allocation because of Kelambunisasi program. Based on budget, operational cost of medicine gets the biggest allocation, while traveling purchase of medicine gets the lowest allocation every year. Investation cost gets the biggest allocation in 2006. Based on KW-SPM Malaria estimation calculated and fund allocation in 2006 got 46% resource gap or 254 million rupiahs. Out of calculation of program personal salary, the different is 33,3% or 313 million rupiahs.
From in-depth interview result with stakeholder got art illustration that health sector is one of development priority in Jambi Problem of Malaria also need right handling and more attention.
It was suggested to district government to improve an estimated allocation of Malaria eradication program based on program need by mobilizing funds from various sources considering district capacity of budget. It is important to give support by advocation effort effectively from District Health Office of Jambi and coordination with other sectors on Malaria eradication program. It is important to give attention of policy from Gebrak Malaria movement and giving more attention of fund sustainability on fund arrangement of Malaria eradication program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T19097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fitri Mardesni
"Hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi belum banyak diteliti dan mf ratenya masih diatas 1% sehingga masih mungkin terjadi penularan. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode kasus kontrol, menggunakan data primer hasil wawancara dan observasi lingkungan responder_ Responder berjurniah 216 orang yang terdiri dari 72 kasus dan 144 kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik dari univariat sampai multivariat.
Penelitian menghasilkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah konstruksi rumah yang berupa plafon rumah dengan OR=2,8 pads 95% CI 1,43 - 5,47, dinding rumah nilai OR = 2,1 pads 95% CI 1,11-3,92 dan peneahayaan dalam rumah dengan OR = 6,7 pada 95% CI 1,76-25,64. Untuk lingkungan diluar rumah yang berupa rawa-rawa OR = 2,4 pada 95% CI 1,31-4,50 dan tumbuhan air OR = 2,0 pada 95% CI 1,08-3,55, perilaku yang berhubungan dengan kontak dengan nyamuk berupa perilaku memakai alat perlindungan diri OR = 2,5 pada 95% CI 1,42-4,55, perilaku menghindari did dari gigitan nyamuk OR = 2,5 pads CI 1,38-4,41 dan perilaku mencegah berkembangbiaknya nyamuk OR = 2,3 pads 95% CI 1,32-4,19. Pekerjaan didapat nilai OR = 7,4 pada 95%CI 3,29-16,45. Dalam penelitian ini pekerjaan menjadi faktor paling dominan yang berhubungan dengan filariasis karena odds ratio dan proporsi pekerjaan beresiko yang besar diantara faktor-faktor lainnya.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah lingkungan diluar rumah yang meliputi areal persawahan, semak belukar dan binatang resevoar. Untuk perilaku adalah perilaku kesehatan lingkungan dan berpergian.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dalam menetapkan program prioritas pemberantasan penyakit menular, menjadi bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan dapat memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan.

Relation among house environment, behavior and occupation with filariasis cases in Muaro Jambi Regency are not yet analyzed and mf rate is still above 1% so that infection is still possible. Therefore, research on house environment, behavior and occupation toward filariasis in Muaro Jambi Regency year 2006.
This quantitative research case control method, by primary data that are taken directly by interview and observation to respondent and local environment. The number of respondent are 216 people that consist of 72 cases and 144 controls. Result analysis is done by statistical test from univariate to multivariate step.
Research output that factor have significant relation with filariasis cases are house construction in the form of house ceiling is OR = 2,1 in 95% CI 1,11-3,92, plafond is OR = 2,8 in 95% CI 1,43 - 5,47 and inside house lighting is OR = 6,7 in 95% CI 1,76-25,64, outside house environment such as swamp is OR = 2,4 in 95% CI 1,31-4,50 and water plant is OR = 2,0 in 95% CI 1,08-3,55. For behavior that is related with contact with mosquito is using health safety equipment behavior is OR = 2,5 in 95% CI 1,42-4,55, preventive behavior from mosquito bite is OR = 2,5 in CI 1,38-4,4, land mosquito breeding prevention behavior is OR = 2,3 in 95% CI 1,32-4,19 and occupation is OR = 7,4 in 95%CI 3,29-16,45. Occupation has dominant factor of relation with filariasis because of odds ratio and proportion its risk the bigness among other factorses.
While factorses didnot have significant relation among filariasis are outdoors environment which rice field, coppice and animal resevoar. For behaviors are behavior health enviroment and mobility.
This research expected to become input material for Health Agency of Muaro Jambi Regency in decided priority program to control communicable desease, become input material for society to improve public health and give benefit for science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merdu Silta Wenti
"Penelitian ini menganalisis pemberdayaan masyarakat adat di era desentralisasi dengan studi kasus pemberdayaan komunitas adat terpencil terhadap Suku Anak Dalam di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi Tahun 2004-2006. Penelitian ini beragumen, bahwa desentralisasi mengakomodasi masyarakat adat melalui ketentuan legal di dalam UU No.32 Tahun 2004, namun desentralisasi belum mempengaruhi dalam aspek pembuatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori multikulturalisme yang berasal dari Kymlicka, Raz, dan Parekh. Serta, konsep desentralisasi politik, pemberdayaan masyarakat, dan masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai data primer, dan data sekunder seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan studi pustaka lainnya.
Penelitian ini menemukan beberapa hasil, diantaranya; Pertama¸ pemerintah daerah tidak membuat program pemberdayaan komunitas adat terpencil dengan mekanisme bottom up, melainkan dengan pandangan subjektif terhadap Suku Anak Dalam yang harus di modernisasi. Kedua¸ program pemberdayaan terhadap Suku Anak Dalam tidak sesuai dengan kondisi budaya dan tidak memenuhi akses pelayanan sosial. Ketiga¸ pemerintah daerah masih bergantung terhadap mekanisme pemberdayaan dan anggaran pemberdayaan yang diberikan pemerintah pusat.

This research analyzes the empowerment of indigenous community in decentralization era with the case study of the empowerment of remote indigenous community towards Suku Anak Dalam in Kabupaten Muaro Jambi, Jambi Province in 2004-2006. This research argues that decentralization accommodates indigenous community within legal provision in UU No.32 Tahun 2004, but decentralization is not yet to take effect on affecting the manufacture of remote indigenous community programs.
This research uses the multiculturalism theory from Kymlicka, Raz, and Parekh. In addition, the researcher is also using political decentralizations concept, the concept of community empowerment, and indigenous community concept. This research employment qualitative methods with in-depth interviewing technique as the primary source of data, and legal provisions like law, government regulations, and other literature study, as the secondary sources.
This research find out that, First, the local government does not make the remote indigenous community empowerment program with a bottom up mechanism, rather with a subjective view towards Suku Anak Dalam that needs to be modernized. Second, the empowerment program for Suku Anak Dalam does not match the cultural condition. Third, the local government still depends on the empowerment mechanism and the empowerment budget that is given by the central government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfa Usdiaty
"Posyandu (pos pelayanan terpadu), adalah wujud peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 1990 tentang peningkatan pembinaan mutu Posyandu, memberi peluang kepada lintas program maupun lintas sektoral yang terkait untuk berperan lebih aktif dan terkoordinasi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan koordinasi lintas program Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo dalam pelaksanaan program-program Posyandu di Kabupaten Bungo tahun 2001, belum berjalan sebagaimana mestinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informani secara mendalam pelaksanaan koordinasi lintas program Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo dalam pelaksanaan program-grogram Posyandu di Kabupaten Bungo tahun 2001. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang melatar belakangi belum efektifnya koordinasi tersebut.
Informasi diperoleh dengan cara wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan observasi langsung terhadap informan-informan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo, serta informan dari tingkat Puskesmas yakni Kepala Puskesmas dan koordinator Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa koordinasi lintas program di Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo yang berkaitan dengan Posyandu belum efektif. Hal ini disebabkan karena belum adanya perencanaa terpadu tahunan khusus berkaitan dengan program-program yang ada di Posyandu.
Agar koordinasi tersebut memberikan hasil yang lebih besar dan lebih bermanfaat, perlu ditunjuk koordinator yang dituangkan dalam SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo. Untuk lebih menyebarluaskan dan pemerataan keberadaan Posyandu di setiap desa, diharapkan Pemerintah Kabupaten Bungo dapat mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mendukung kesinambungan Posyandu di tengah-tengah masyarakat.
Daftar Bacaaan = 39 (1978-2001)

Analysis of Coordination of Program Crossing In Bungo Regency Health Department On The Programs Implementation of The Integrated Services Post In Bungo Regency Province of Jambi, 2001Posyandu (integrated services post), as one of of the community participation in the implementation of heath services, derives from the society of every village in Indonesia. Based on the Instruction of Home Affairs Minister number 9`h in 1990, on the enhancement, program and sectoral crossing are supposed to be more active in the participation.
The reality shows that the coordination of the program crossing of Bungo Regency Health Department in the programs implementation of Posyandu has not run well. This research is conducted to find out deeply information of the implementation of program crossing coordination in Bungo Regency in 2001. The research method used is qualitative to detect the cause of why coordination has not run. Informations are obtained by having indepth interview, focus group discussion, and observation which are directly done to informants who are directly involved with the available programs in the integrated services post and also, from community health center.
The result of the research shows, that the coordination of the program crossing in Bungo Regency Health Department that is related to the integrated services post has not been effective yet. It is appointed by the planning is not integratedly arranged, especially abaout the program in Posyandu.
In order that the coordination produce more significant and greater result, appointing a coordinator which is enclosed in a Decision Letter from the Head of Health Department of Bungo Regency is a need. To spread out and distribute evenly the existence of the integrated services post in every village, it is expexted that The Regency Government could alocate sufficient budget to reinforce the continuity of the integrated services post.
Bibliography : 39 (1978-2001)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 9537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januarizal
"Kepemilikan asuransi kesehatan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan sarana layanan kesehatan. Di Provinsi Jambi orang yang memiliki asuransi kesehatan dan memanfaatkan sarana layanan kesehatan masih rendah bila dibandingkan dengan persentase nasional asutansi kesehatan baru mencapai 33% dari jumlah penduduk, sedangkan yang memanfaatkan sarana layanan keseha1an rawat jalan baru mencapai 34,70% dan rawat inap baru mencapai 2,25%. Selain kepemilikan asuransi kesehatan pemanfaatan sarana layanan kesehatan dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, wilayah tempat tinggal (kota/desa) dan keluhan kesehatan.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan bertujuan untuk mengetahui apakah kepemilikan asuransi kesehatan di Propinsi Jambi mempengaruhi pemanfaatan sarana layanan kesehatan untuk rawat jalan dan rawat inap, baik milik pemerintah maupun swasta. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada tahun 2006 dengan menggunakan kuesioner VSEN2006.K.
Populasi pada penelitian ini adalah penduduk Propiosi Jambi, sedangkan sampel adalah semUa individu yang diwawancarai atau yang di data oleh petugas pencacah. Untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel digunakan uji bivariat, kemudian dilanjutkan dengan uji multivariat Uji statistik yang diperlukan pada analisis bivariat digunakan uji kai kundrat dan uji T, sedangkan untuk uJi analisis multivariat memakai uji regresi logistik.
Hasil penelitian menemukan bahwa faktor kepemilikan asuransi kesenatan, kelompok umur, wilayah (kota/desa), dan ke1uhan sakit berhubungan dengan pemanfaatan sarana layanan kesehatan rawat jalan. Untuk rawat inap faktor yang berhubungan adalah kepemilikan asuransi kesehatan, kelompok umur, wilayah (kota/desa), keluhan sakit dan pendapatan.
Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah memberikan pelayanan kesehatan yang merata, memberikan perhatian yang serius terhadap asuransi untuk orang miskin di Propinsi Jambi, baik dari segi pendataan maupun pendanaan.

Health insurance has influence on utilizalion of health care facilities in Jambi Province. Persentage of people who had health insurance and have utilized health care facilities were lower than national percentage. Health insurance covered only 33% in Jambi and only 34,7% of them have utilized out patient care, 2,25% of them have utilized in patient care of health centres. Bisides health insurance, health care utilization are influenced by other factors such: as sex, age, education, employment status, income, geogrofiphic (urban/rural) and symptoms illness.
This research was designed as cross sectional study, aimed to know whether health insurance ownership in Jambi Province influenced the utilization of public or private health care centres, for out patient care and inpatient care. This research used data from the 2006 Nasional Socioeconomic Survey, called Susenas, Only data from questioner VSEN 2006.K was used in this research.
Populations of the research was an people in Jambi province. All individuals interviewed in Susenas were enrolled as samples in this research. Bivariate analysis was to fird the relationship among variables. Those variables were then analyzed by multivariate analysis. Statistical test that was used for bivariate analysis were chi-square test and T-test, and test for multivariate analysis were logistic regretion test,
The research findings found that factors such health insurance ownership, age, geographic (urband/rural), symptom of illness were related to outpatient health care. Utilization of inpatient hearth care were related to health insurance ownership, age, geographic (urband/rural), symptom of illness, and income.
The findings of this research recommended government to increase equity in health care services, to give great intentios in health insurance for the poor in Jambi Province especia1ly in collecting data of the poor and funding system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21198
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia
"Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan melaksanakan kegiatan berdasarkan pada hasil analisis masalah kesehatan masyarakat dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan. Perencanaan yang disusun melalui pengenalan permasalahan secara tepat berdasarkan data akurat dapat mengarahkan upaya yang dilakukan puskesmas untuk mencapai sasaran dan tujuannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja puskesmas dalam perencanaan kegiatan UKM di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi dengan menggunakan kerangka kerja Malcolm Baldrige.
Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method dengan sequential eksplanatory design (urutan pembuktian) yang didahului oleh penelitian kuantitatif pada 237 orang dengan pengisian kuesioner dan dilanjutkan penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam, dan observasi proses minilokarya puskesmas. Variabel independen terdiri dari kepemimpinan; perencanaan strategis; fokus pelanggan; pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan; fokus tenaga kerja; dan fokus proses. Variabel dependen adalah hasil kinerja perencanaan kegiatan UKM puskesmas. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa seluruh variabel berhubungan signifikan, yaitu kepemimpinan (r = 0.516; R2 = 0.266; p = 0.001), perencanaan strategis (r = 0.540; R2 = 0.2916; p = 0.001), fokus pelanggan (r = 0.395; R2 = 0.1560; p = 0.001), pengukuran-analisis-manajemen pengetahuan (r = 0.518; R2 = 0.2683; p = 0.001), fokus tenaga kerja (r = 0.526; R2 = 0.2767; p = 0.001) dan fokus pada proses (r = 0.595; R2 = 0.3540; p = 0.001). Hasil pemodelan terakhir multivariat menunjukkan hanya variabel kepemimpinan (Coef B = 0.16; p = 0.029) dan fokus pada proses (Coef B = 0.14; p = 0.005) yang signifikan dapat memprediksi hasil kinerja perencanaan kegiatan UKM puskesmas. Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas agar mengembangkan upaya kaderisasi untuk kepemimpinan masa datang serta memperhatikan sistem antisipasi dan manajemen bencana dalam menyusun perencanaan kegiatan UKM Puskesmas.

Puskesmas as the healthcare facility organizes Public Health Efforts (PHE) and carries out activities based on the analysis of public health issues and healthcare services necessity. Planning which is prepared through proper problem recognition based on accurate data is able to direct the efforts made by the puskesmas to achieve its goals and objectives. This research was conducted to determine the factors related to the puskesmas performance in planning PHE activities in Muaro Jambi District, Jambi Province using Malcolm Baldrige framework.
This study uses a mix method approach with sequential explanatory design which was preceded by quantitative research on 237 people by filling out questionnaires and followed by qualitative research by conducting in-depth interviews, and observing the Puskesmas Minilokarya process. Independent variable consists of leadership; strategic planning; customer focus; measurement- analysis and knowledge management; focus of workforce; and focus on the process. The dependent variable is the result of the performance of planning activities of the Puskesmas PHE. The results of bivariate analysis revealed that all variables were significantly related, namely leadership (r = 0.516; R2 = 0.266; p = 0.001), strategic planning (r = 0.540; R2 = 0.2916; p = 0.001), customer focus (r = 0.395; R2 = 0.1560; p = 0.001), measurement of knowledge-management analysis (r = 0.518; R2 = 0.2683; p = 0.001), workforce focus (r = 0.526; R2 = 0.2767; p = 0.001) and focus on the process (r = 0.595; R2 = 0.3540; p = 0.001).The final multivariate modeling results shows that leadership (Coef B = 0.16; p = 0.029) and focus on the process (Coef B = 0.14; p = 0.005) are able to significantly predict the results of the Puskesmas PHE activity planning performance. It is recommended that the Head of Departement of Health and Puskesmas to develop regeneration efforts for future leadership and to pay attention to disaster management and anticipation system in planning the activities of Puskesmas PHE.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahri Gunawan
"Pendahuluan Penyaktit Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang membutuhkan waktu pengobatan sampai 6 bulan. Dukungan PMO keluarga berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan, tindakan pencegahan dan kepatuhan pasien. Salah satu metode yang telah terbukti memberikan efek positif adalah Intervensi edukasi kesehatan terstruktur. Tujuan Mengidentifikasi pengaruh intervensi edukasi kesehatan terstruktur terhadap dukungan PMO keluarga dan kepatuhan minum Obat anti Tuberkulosis (OAT) di Kabupaten Muaro Jambi. Metode Penelitian quasy eksperimen dengan pretest and posttest with control goup. Sampel 38 responden pada kelompok intervensi dan 38 pada kelompok kontrol. Analisa data menggunakan uji independent t-tes.dan Mann Whitney Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh edukasi kesehatan terstruktur terhadap dukungan PMO keluarga setelah diberikan intervensi dengan nilai p=0.001 .Terdapat pengaruh edukasi kesehatan terstruktur terhadap kepatuhan minum OAT setelah diberikan intervensi dengan nilai p=0.003. Kesimpulan : edukasi kesehatan terstruktur bertujuan untuk memberikan informasi kepada PMO keluarga akan meningkatkan pendidikan kesehatan, pada akhirnya akan mempengaruhi tindakan yang sehat dalam dukungan keluarga dan meningkatkan kepatuhan minum OAT pada pasien TBC.

Introduction Tuberculosis (TB) is an infectious disease that requires treatment for up to 6 months. Family PMO support plays an important role in increasing knowledge, preventive measures and patient compliance. One method that has been proven to have a positive effect is a structured health education intervention. Objectives To identify the effect of structured health education interventions on family PMO support and adherence to taking anti-tuberculosis drugs (OAT) in Muaro Jambi District. Quasy experimental research method with pretest and posttest with group control. A sample of 38 respondents in the intervention group and 38 in the control group. Data analysis using independent t-test. The results showed that there was an effect of structured health education on family PMO support after being given an intervention with a value of p=0.001. There was an effect of structured health education on adherence to taking OAT after being given an intervention with a value of p=0.003. Conclusion: structured health education aims to provide information to PMO families will improve health education, will ultimately affect healthy actions in family support and increase adherence to taking OAT in TB patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ningsih
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S26714
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>