Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205942 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atiek Supardiati ES
"Pimpinan puncak Badan POM telah menyadari pentingnya sosialisasi
budaya oranisasi ke seluruh pegawai, yaitu Kredibilitas, Kecepatan, Kexjasama
tim dan Profesionalisme, sehingga panting untuk mcngembangkan intnunent yang
benar untuk mengukur dan mengevaluasi budya organisasi di Balai / Balai Besar
POM di Indonesia.
I-Iasil analisa rata - rata situasi saat ini pada budaya organisasi Balai / Balai
Besar POM adalah 3,16 dengan nilai rata-rata yang tinggi pada profesionalisme
yaitu 3,24 dan kecepatan yaitu 3,24 sedangkan nilai rata -rata terendah adalah
ketja sama tim dengan nilai 3,06. Dapat diunltkan kuamya budaya organisasi
Badan POM saat ini adalah profesionalisme = kecepatan > kredibilitas > kerja
sama tim. Dari hasil estimasi interval dapat dilihat bahwa 95% diyakini rata -rata
situsasi saat ini budaya organisasi Balai /Balai Besar POM adalah diantara 3,13
Sampai dengan 3,l9.
Budaya organisasi yang berlaku di Balai / Balai Besar POM di Indonesia
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, pendidikan, lama kelja, umur. Budaya
Organisasi tersebut dipengaruhi oleh status pemikahan dan jabatan. Instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengukur Budaya Organisasi Badan POM di
Balai / Balai Besar POM di Indonesia adalah instrumen penilaian yang valid dan
reliable.

Top management in The National Agency of Drug and Food Conn-ol
realized the importance of socialized organization culture to all its member, which
are Credibility, Speed, Team Work, and Professionalism, therefore it’s necessary
to develop correct instruments to assess and evaluate organization culture in
Provincial Agency of Drug and Food Control. For these above purpose, study in
focus of instruments development of organization culture in some of Provincial
Agency in Indonesia became necessary.
Average result value of this organization culture research in Provincial
Agency is 3,l6, categorized strong organizational culture, with highest average
value are in Professionalism (3,24), and Speed (3,24), while the lowest average
value is Team Work (3,06). This result in sequence is Professionalism = Speed >
Credibility > Team Work. The lowest organization culture has value 1,83 while
the highest has value 4. From analysis Of interval estimation of 95%, could be
quantifiable concluded that organization culture of Provincial Agency is between
3,13 unti13,l9.
There is no significant level in Education factor, Sex factor, Age factor,
and also in Working Duration factor. There is significant level in organization
culture between Structural Position and General Functional Position. The marriage status has significant influence in organization culture. Final conclusion
of this research is that the instruments of research which be used in this study to
measure organization culture are valid and reliable.
"
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34380
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Maureen Wijaya
"Ketidaksesuaian prosedur atau kondisi penyimpanan dapat berakibat pada ketidakefektifan obat yang dapat merugikan bagi perusahaan dan pasien yang mengonsumsi obat tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk selama penyimpanan yaitu sanitasi, suhu, kelembaban, pencahayaan, ventilasi, segregasi. Kondisi penyimpanan hendaknya disesuaikan dengan sifat produk maupun material. Simulasi penyimpanan diawali dengan melakukan pendataan sediaan topikal di Apotek Roxy Jagakarsa, membuat desain simulasi tempat penyimpanan sediaan topikal, mengganti tempat penyimpanan sediaan topikal dari karton kotak obat bekas menjadi akrilik, membuat etiket, menyusun sediaan secara alfabetis, menempel stiker LASA. Hasil dari simulasi tersebut yaitu rak penyimpanan sediaan topikal dipisahkan antara sediaan setengah padat, sediaan berbentuk cair, dan sediaan fast moving. Sediaan topikal telah disusun berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis sesuai dengan Permenkes. Tidak dilakukan penyimpanan berdasarkan kelas terapi dengan pertimbangan bahwa satu sediaan topikal dapat terdiri dari kombinasi zat aktif dan memiliki banyak kegunaan.

Inappropriate storage procedures or conditions can result in drug ineffectiveness which can be detrimental to the company and patients taking the drug. Some factors that can affect product quality during storage are sanitation, temperature, humidity, lighting, ventilation, segregation. Storage conditions should be adjusted to the nature of the product and material. Storage simulation begins with collecting data on topical preparations at Roxy Jagakarsa Pharmacy, making a simulation design for the storage of topical preparations, changing the storage of topical preparations from used medicine box cartons to acrylic, making etiquette, arranging preparations alphabetically, sticking LASA stickers. The result of the simulation is that the topical preparation storage rack is separated between semi-solid preparations, liquid preparations, and fast moving preparations. Topical preparations have been arranged by dosage form and alphabetically in accordance with the Minister of Health regulations. Storage is not carried out based on therapeutic class with the consideration that one topical preparation can consist of a combination of active substances and has many uses.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Tyas Ayunda
"Pendistribusian obat harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses, dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Mempertahankan sistem mutu dengan melengkapi fasilitas yang menjamin mutu obat selama proses distribusi. Menjaga sistem mutu adalah tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, dan membutuhkan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Dalam suatu PBF harus mempunyai penanggung jawab untuk tiap fasilitas distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan, dan dipertahankan. Maka dari itu PBF harus mempunyai struktur organisasi yang ditunjuk langsung oleh manajemen puncak untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai tugasnya untuk menjamin sistem mutu pendistribusian obat. Menjalankan pendistribusian obat/bahan obat yang baik membutuhkan personil untuk menjalankannya. Semua personil perlu memahami CDOB, memahami tanggung jawab sesuai tugasnya, dan memperbaiki penyimpangan dalam sistem mutu. Semua personil dalam PBF harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum menjalannkan tugasnya. Persolnil dalam mendistribusikan obat harus menjaga kebersihan dan menjaga kesehatan dalam menjalankan proses pendistribusian untuk menjamin mutu obat/bahan obat.

Drug distribution must responsibilities, processes and risk management steps related to the activities carried out. Maintaining a quality system by equipping facilities that guarantee the quality of medicines during the distribution process. Maintaining the quality system is the responsibility of the person in charge of the distribution facility, and requires active participation and must be supported by top management commitment. A PBF must have a person in charge for each distribution facility, who has the authority and responsibility that has been determined to ensure that a quality system is developed, implemented and maintained. Therefore, PBF must have an organizational structure appointed directly by top management to carry out duties and responsibilities as instructed to ensure a quality system for drug distribution. A good distribution of medicines/medicinal ingredients requires personnel to carry it out. Everyone needs to understand CDOB, understand responsibilities at the highest level, and correct deviations in the quality system. All personnel in the PBF must meet the qualifications required in the CDOB by following training and having competency before carrying out it. Personnel in distributing medicines must maintain cleanliness and maintain health in carrying out the distribution process to ensure the quality of medicines/medicinal ingredients.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nailil Muna Dinura
"Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Surat Edaran Kepala BPOM Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pedoman Kualifikasi Pemasok Bahan Obat. Tujuan tugas khusus ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan (GAP) antara kualifikasi pemasok bahan obat menurut Surat Edaran Kepala BPOM Nomor 5 Tahun 2023 dan prosedur tetap di PT. CKD Otto Pharmaceuticals. Metode yang digunakan dalam pembuatan tugas khusus ini adalah metode observasional dengan design Cohort. Data diambil secara konkrit terhadap data sekunder yaitu data Standar Operasional atau Peraturan Tetap PT CKD OTTO Pharmaceuticals. Pada proses pengambilan data dilakukan dengan metode total sampling. Kemudian hasil disajikan secara deskriptif. Hasil yang diperoleh dari hasil gap analysis setelah dibandingkan dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku adalah secara keseluruhan PT CKD OTTO Pharmaceuticals sudah memenuhi atau sesuai dengan surat edaran Kepala BPOM nomor 5 tahun 2023 Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker di Industri PT CKD OTTO Pharmaceuticals yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa seluruh aspek pada Standar Operasional (SOP) PT. CKD OTTO Pharmacheuticals telah sesuai dengan Surat Edaran Kepala BPOM nomor 5 tahun 2023 terkait kualifikasi pemasok bahan baku obat.

The Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) has issued Circular Letter from the Head of BPOM Number 5 of 2023 concerning Qualification Guidelines for Suppliers of Medicinal Ingredients. The purpose of this special assignment aims to analyze the gap (GAP) between the qualifications of medicinal ingredient suppliers according to the Circular Letter of the Head of BPOM Number 5 of 2023 and the permanent procedures at PT. CKD Otto Pharmaceuticals. The method used in making this special assignment was an observational method with a cohort design. Data was taken concretely from secondary data, namely data on Operational Standards or Permanent Regulations of PT CKD OTTO Pharmaceuticals. The data collection process was carried out using the total sampling method. Then the results are presented descriptively. The results obtained from the gap analysis results after being compared with the applicable standard operating procedures (SOP) are that overall PT CKD OTTO Pharmaceuticals has complied with or complies with circular letter from the Head of BPOM number 5 of 2023. Based on the results of Pharmacist Professional Work Practices in PT CKD OTTO Pharmaceuticals Industry What has been done can be concluded that all aspects of PT's Operational Standards (SOP). CKD OTTO Pharmacheuticals is in accordance with the Circular Letter of the Head of BPOM number 5 of 2023 regarding the qualifications of suppliers of medicinal raw materials

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nariyah Azzahra
"Distribusi obat harus memenuhi aspek yang tercantum pada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) agat obat dapat ditangani dengan baik untuk menghindari kerusakan atau penyalahgunaan obat. Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-obat Tertentu (OOT) merupakan produk obat yang dapat menyebabkan kecanduan sehingga berpotensi tinggi untuk disalahgunakan diluar tujuan medis. Diperlukan juga adanya dokumentasi, pencatatan dan pelaporan yang berfungsi untuk memonitor transaksi sediaan farmasi yang keluar dan masuk di PBF. Adanya dokumentasi, pencatatan, dan pelaporan dapat memudahkan dalam melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu sediaan dan harus ditarik dari peredaran. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan membahas tentang Implentasi Standar Operasional Prosedur (SOP) dokumentasi, pencatatan, dan pelaporan obat narkotika, psikotropika, prekursor dan OOT di PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 dengan metode observasi dan wawancara kepada Apoteker Penanggung Jawab dan Petugas. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) dokumentasi, pencatatan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, prekursor dan OOT di PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) Jakarta 2 telah memenuhi standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

Medicine distribution must fulfill the aspects listed in Good Medicine Distribution Practices (CDOB) so that medicines can be handled properly to avoid damage or misuse of medicines. Narcotics, Psychotropics, Precursors and Certain Drugs (OOT) are medicinal products that can cause addiction so they have a high potential for abuse for other than medical purposes. There is also a need for documentation, recording and reporting which functions to monitor transactions of pharmaceutical preparations coming in and out of the PBF. The existence of documentation, recording and reporting can make it easier to carry out investigations if there is a problem with the quality of the preparation and it must be withdrawn from circulation. Based on the explanation above, the author will discuss the implementation of Standard Operating Procedures (SOP) for documentation, recording and reporting of narcotic drugs, psychotropics, precursors and OOT at PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 using observation and interview methods with Responsible Pharmacists and Officers. . Based on the results of observations and analysis of the implementation of Standard Operating Procedures (SOP), documentation, recording and reporting of narcotics, psychotropics, precursors and OOT at PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) Jakarta 2 has met the standards for Good Drug Distribution Methods (CDOB) and has carried out in accordance with applicable Standard Operating Procedures (SOP).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Handayani
"Distribusi sediaan farmasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pemerataan akses obat. Peredaran sediaan farmasi di Indonesia dikontrol oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan pada laporan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di tahun 2018 terdapat 45% kasus peredaran obat di Indonesia yang berkaitan dengan penyimpangan distribusi obat ke pihak yang tidak berwenang. Proses distribusi yang menyimpang dapat menimbulkan berbagai resiko seperti kontaminasi, kerusakan maupun pemalsuan obat. Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh informasi terkait gambaran implementasi Cara Distribusi Obat yang Baik di Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 berdasarkan CDOB. Pengambilan data diperoleh dari hasil wawancara dan observasi langsung. Data berupa informasi tentang implementasi aspek-aspek CDOB berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 berupa aspek Keluhan, Obat atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali, Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak, serta Dokumentasi. Hasil yang diperoleh adalah aspek CDOB telah dilaksanakan oleh PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 sesuai dengan peraturan BPOM Tahun 2020.

Distribution of pharmaceutical preparations is a very important part of equal access to medicines. The distribution of pharmaceutical preparations in Indonesia is controlled by the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM). Based on reports from the Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) in 2018, 45% of drug distribution cases in Indonesia were related to irregularities in drug distribution to unauthorized parties. Deviant distribution processes can cause various risks such as contamination, damage or counterfeiting of drugs. The purpose of writing this special assignment is to find out and obtain information regarding the implementation of Good Medicine Distribution Methods at Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 based on CDOB. Data collection was obtained from interviews and direct observation. Data in the form of information regarding the implementation of CDOB aspects based on Food and Drug Supervisory Agency Regulation Number 6 of 2020 in the form of aspects of Complaints, Returned Medicines or Medicinal Ingredients, Suspected Counterfeits and Recalls, Contract Based Distribution Facilities, and Documentation. The results obtained are that the CDOB aspect has been implemented by PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 in accordance with the 2020 BPOM regulations.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Tri Utami
"Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Untuk menjaga mutu dan manfaat sediaan farmasi, obat dan/atau bahan obat harus memenuhi kriteria aman dan berkualitas yang harus dipenuhi mulai dari proses pembuatan, penyimpanan, distribusi hingga penyerahan kepada konsumen. Distribusi yang termasuk dalam pekerjaan kefarmasian merupakan aspek penting dalam menjamin kualitas produk, sehingga perlu dilakukannya pemantauan sepanjang alur distribusi, mulai dari produk masuk gudang hingga sampai ke konsumen guna untuk memastikan mutu produk. Sebagai apoteker penting untuk dapat memahami prinsip CDOB dalam alur distribusi. Tugas khusus ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kesesuaian aspek manajemen mutu dan organisasi manajemen serta personalia pada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan implementasinya pada PT. Masiva Guna. Pelaksanaan dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan melakukan pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi langsung kegiatan operasional ataupun tanya jawab secara langsung kepada Apoteker Penanggung Jawab dan narasumber dari PT. Masiva Guna. Hasil observasi yang diperoleh kemudian dibandingkan kesesuainnya dengan aspek dari CDOB. Hasil pengamatan dan data yang diperoleh serta pengkajian terhadap manajemen mutu, organisasi manajemen dan personalia pada PT. Masiva Guna, didapatkan hasil bahwa sistem manajemen mutu, organisasi manajemen, dan personalia yang telah dijalankan oleh PT. Masiva Guna telah memenuhi aspek manajemen mutu pada pedoman teknis CDOB.

Pharmaceutical preparations include drugs, drug substances, traditional medicines, and cosmetics. To maintain the quality and benefits of pharmaceutical preparations, drugs and/or drug substances must meet safe and quality criteria that must be fulfilled from the manufacturing process, storage, distribution to delivery to consumers. Distribution, which is part of pharmaceutical work, is an important aspect in ensuring product quality, thus monitoring throughout the distribution process, from products entering the warehouse to reaching consumers, is necessary to ensure product quality. As a pharmacist, it is important to understand the principles of Good Distribution Practices (GDP) in the distribution process. This specific task is carried out to assess the suitability of quality management aspects and management organization personnel in Good Distribution Practices (GDP) and its implementation at PT. Masiva Guna. The implementation is conducted using descriptive methods by collecting data through direct observation of operational activities or direct questioning of the Responsible Pharmacist and informants from PT. Masiva Guna. The observations obtained are then compared for compliance with aspects of GDP. The results of observations and data obtained, as well as the assessment of quality management, management organization, and personnel at PT. Masiva Guna, show that the quality management system, management organization, and personnel implemented by PT. Masiva Guna have met the quality management aspects in the GDP technical guidelines.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erinna Putri Damayanti
"Dalam menjalankan kewajibannya, PBF harus mematuhi prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM). Apoteker bertanggung jawab dalam mengawasi distribusi obat dan memastikan prinsip CDOB di PBF telah diimplementasikan dengan baik. Apoteker juga memiliki peranan penting dalam setiap tahapan manajemen perbekalan farmasi salah satunya adalah tahap perencanaan dan pengadaan (BPOM RI, 2022). Perencanaan dan pengadaan obat di PBF merupakan tahapan kritis dalam manajemen perbekalan farmasi. Perencanaan dan pengadaan yang akurat membantu PBF untuk mempertahankan tingkat persediaan obat dengan tepat. Ketersediaan obat yang berlebih akan membebani modal dan ruang penyimpanan yang ada, tetapi ketersediaan obat yang terbatas dapat menyebabkan kekosongan produk dan kehilangan penjualan. Dalam mengatasi kondisi tersebut, pengkajian kembali terhadap data pemesanan produk obat dari setiap pemasok menjadi solusi dalam pengadaan obat. Pemilihan pemasok dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip Pareto yang menyatakan bahwa "sekitar 80% hasil atau efek berasal dari 20% penyebab atau input." (Emin & Maria, 2023). Dari hasil kajian distributor, direkomendasikan 7 nama distributor yang diprioritaskan dalam pengadaan produk obat yaitu PT Anugerah Pharmindo Lestari, PT Kallista Prima, PT Bina San Prima, PT Merapi Utama Pharma, PT Sapta Saritama, PT Millennium Pharmacon International Tbk, PT Enseval Putera Megatrading Tbk. Pengkajian tersebut ditinjau dari jumlah dan kategori Pareto pada produk obat yang dipesan dan dipilih berdasarkan prinsip Pareto.

In carrying out its obligations, PBF must comply with the principles of Good Drug Distribution Methods (CDOB) set by the Food and Drug Monitoring Agent (BPOM). Pharmacists are responsible for overseeing drug distribution and ensuring that the CDOB principles in PBF are properly implemented. Pharmacists also have an important role in every stage of pharmaceutical supply management, one of which is the planning and procurement stage (BPOM RI, 2022). Drug planning and procurement in PBF is a critical stage in pharmaceutical supply management. Accurate planning and procurement help PBF to maintain appropriate drug inventory levels. Excessive drug availability will burden existing capital and storage space, but limited drug availability can lead to product vacancies and lost sales. In overcoming these conditions, a review of drug product order data from each supplier is a solution in drug procurement. Supplier selection can be done by applying the Pareto principle which states that "about 80% of the results or effects come from 20% of the causes or inputs." (Emin & Maria, 2023). From the results of the distributor review, it is recommended that 7 distributor names are prioritized in the procurement of medicinal products, namely PT Anugerah Pharmindo Lestari, PT Kallista Prima, PT Bina San Prima, PT Merapi Utama Pharma, PT Sapta Saritama, PT Millennium Pharmacon International Tbk, PT Enseval Putera Megatrading Tbk. The assessment is reviewed from the number and Pareto category of drug products ordered and selected based on the Pareto principle.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putriyanny Ratnasari
"Sistem mutu yang konsisten wajib ada pada Pedagang Besar Farmasi (PBFagar perbekalan farmasi yang disalurkan terjamin keamanan, khasiat, dan mutunya. Usaha yang dapat dilakukan PBF dalam menjaga mutu perbekalan farmasi adalah dengan menerapkan dua aspek dalam CDOB. Aspek pertama adalah Aspek Inspeksi Diri dan yang kedua adalah Aspek Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali yang terdapat dalam pedoman teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Bagaimana kedua aspek tersebut diterapkan oleh PBF PT. Masiva Guna selama rangkaian proses distribusi berlangsung menjadi tema dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat observasional dengan tahap pelaksanaan: observasi pada kegiatan harian PBF; wawancara dengan Apoteker Penanggung Jawab (APJ), supervisor, serta staf; dan studi literatur. Hasilnya, aspek pertama dilakukan melaui audit internal dan audit mutu setiap enam bulan. audit mutu dilakukan oleh pihak eksternal yaitu dinas Kesehatan, sedangkan inspeksi diri dilakukan oleh tim audit internal. APJ berperan untuk memastikan terlaksananya audit. Inspeksi diri dilakukan dengan mengecek pemenuhan persyaratan pada form daftar periksa yang telah disusun APJ berdasarkan daftar periksa dari Badan POM dan hal yang akan berpengaruh pada untung dan rugi perusahaan. Aspek Kedua dilakukan melalui service level (Serlev) untuk menangani keluhan dengan segera dan menyediakan prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian. Penerapan aspek inspeksi diri dan aspek keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat kembalian, diduga palsu dan penarikan Kembali pada PBF PT. Masiva Guna telah sesuai dengan CDOB.

A consistent quality system must be own by Pharmaceutical Wholesalers (PBF) so that the safety, efficacy and quality of the pharmaceutical supplies are guaranteed. Efforts that PBF can make to maintain the quality of pharmaceutical supplies are by implementing two aspects of Good Distribution Practices (GDP). The first aspect is the Self-Inspection and the second is the Aspect of Complaints, Returned Medicines and/or Medicinal Ingredients, Suspected of being Counterfeit and Recalls which are contained in the technical guidelines of GDP. How these two aspects are implemented by PBF PT. Masiva Guna during the series of distribution processes is the theme of this research. This research is observational. the implementation stages are: observation of PBF's activities; interviews with the Pharmacist in Charge, supervisors and staff; and literature study. As a result, the first aspect is carried out through internal audits and quality audits every six months. Quality audits are carried out by external parties (Health Service), while self-inspections are carried out by the internal audit team. APJ plays role in ensuring the implementation of the audit. Self-inspection is carried out by checking the fulfillment of the requirements on the checklist form prepared by APJ based on the checklist from the BPOM and matters that will affect the company's profits and losses. The second aspect is carried out through the service level program to handle complaints immediately and provide written procedures for handling and receiving returned medicines and/or medicinal substances. Implementation of both aspects at PBF PT. Masiva Guna is GDP compliant.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Putri Warti
"Rantai distribusi obat di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan telah diatur kualitasnya dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Tujuan penulisan dan pelaksanaan tugas khusus ini adalah untuk mengevaluasi kegiatan operasional di fasilitas distribusi KFTD Jakarta 2 terhadap CDOB dalam aspek transportasi, aspek ketentuan khusus bahan obat, juga aspek bangunan dan peralatan. Metode yang digunakan yaitu metode observasional deskriptif dan evaluatif dilakukan untuk mengamati dan menganalisis sistem kepatuhan terhadap aspek-aspek pada CDOB 2020 dengan menggunakan daftar checklist dan wawancara. Hasil yang di dapatkan dari pelaksanaan tugas khusus ini adalah bahwa kegiatan operasional di fasilitas distribusi KFTD Jakarta 2 terhadap CDOB bahan obat sudah sesuai dari daftar checklist yang sudah dibuat, jika inyatakan tidak memenuhi syarat dikarenakan KFTD Jakarta 2 Tidak melakukan kegiatan tersebut. Wawancara yang dilakukan dengan APJ PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 hanya memesan bahan obat yang di pesanan saja kemudian diteruskan ke pemesan, dikarenakan kurangnya ruang penyimpanan.

The drug distribution chain in Indonesia cannot be separated from the involvement of pharmaceutical wholesalers (PBF), and its quality has been regulated by the Good Drug Distribution Method (CDOB). The purpose of writing and carrying out this special assignment is to evaluate operational activities at the KFTD Jakarta 2 distribution facility against CDOB in the aspects of transportation, aspects of special provisions for medicinal materials, as well as aspects of buildings and equipment. The method used, namely descriptive and evaluative observational methods, was carried out to observe and analyze the compliance system with aspects of CDOB 2020 using a checklist and interviews. The results obtained from the implementation of this special assignment are that the operational activities at the Jakarta 2 KFTD distribution facility for CDOB of medicinal materials are in accordance with the checklist that has been made, if this is declared unqualified because Jakarta 2 KFTD does not carry out these activities. Interviews conducted with APJ PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 only ordered medicinal materials that were ordered and then forwarded to the customer due to a lack of storage space.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>