Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152288 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosakawati
"Tujuan Pemeriksaan: Membuktikan bahwa KSB tipe agresif menunjukkan ekspresi Ki-67 lebih tinggi dibandingkan dengan yang non-agresifi.
Material dan Metode: Pada penelitian ini didapatkan sampel sebanyak 46 blok parafin jaringan KSB tipe agresif dan non-agresif di Insta1asi Patologi Anatomi RS Kanker ?Dharmais? yang memenuhi kritcria inklusi mulai tahun 1995 - 2008 serta dapat dilacak rekam mcdiknya untuk dapat diperiksakan ekspresi Ki-67 secara imunohistokimiau Analisa data karakteristik pasien dari sampel tersebut dilakukan secara bivariat berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, jenis histopatologi.
Hasil: Rerata umur 61.30 i 11,97 tahun dengan median 61.50 tahun, pasien termuda berumur 24 tahun dan tertua 84 tahun. Berdasarkan kelompok umur didapatkan hasil sebanyak 16 pasien ( 34,8%) berumur kurang dari 60 tahun dan 30 pasien ( 65,2%) bcmmur lebih atau sama dengan 60 tahun. Pembagian berdasarkan jenis kelamin dari 46 pasiqn, laki-laki berjumlah 14 (30,4%) dan perempuan 32 (69,6%)Ekspresi Ki-67 positif pada KSB sebanyak 29 (63%) dari 46 pasien dan ekspresi negatif 17 (37%) dari 46 pasien, dengan pcmbagian pada tipe agresif terdapat 23 (50%) dari 46 pasien dan tipe non agresif 12 (26%) dari 46. Ekspresi Ki-67 negatif pada tipe agresif scbanyak 6 (13%) dari 46 pasien dan 5 (11%) dari 46 pasien tipe non-agresif. KSB tipe agresif menunjukkan ekspresi Ki-67 Iebih tinggi 79,31% dibandingkan dengan KSB tipe non agresif 70,59%.
Kesimpulan: KSB tipe agresif menunjukkan ekspresi Ki-67 lebih tinggi 79,31% dibandingkan dengan KSB tipe non agresif 70,59%. Hasil uji statistik diperoleh p value 0.097. Ada perbedaan proporsi kejadian KSB antara yang negatif dengan posititf Dari hasil analisis diperoleh OR l.597, artinya KSB agrcsif mempunyai peluang 1.597 kali dibanding dengan KSB non agresif.

Purposed: To prove that aggressive type basal cel carcinoma shows Ki-67 expression higher than non aggressive type.
Method: In this study obtained samples of 46 paraffin blocks of Dharmais Cancer Center that the criteria of inclusion from the year 1995-2008 to be assessed Ki-67 expression in histochemistry. Patient characteristics of the data analysis was performed by bivariate sample based on age groups, types of sex, type of histopathology.
Result: Rcrata age ot`61 .30 += 11.97 years with a median of 61.50 years, Patient 24 years old the youngest and the oldest 84 years. Based on the results obtained ages of 16 Patient (34.8%) aged less than 60 years and 30 Patient (65.2%) aged more than or equal to 60 years. Distribution based on the type of sex from 46 Patient, 14 men (30.4%) and 32 women (69.6%). The results of expression of Ki-67 negative on aggressive type of 6 (13%) of 46 patients and 5 (11%) of 46 patients with non-aggressive type. Aggressive type of BCC, Ki-67 expression is higher by 79.31% compared to non-aggressive type of BCC 70.59%.
Conclusion: Aggressive type of BCC, Ki-67 expression is higher by 79.31% compared to non-aggressive type of BCC 70.59%. Results obtained by statistical test p value of 0097. There is a difference between the proportion of negative events with BCC positive. The results of analysis OR 1597, that means aggressive BCC has chance BCC 1.597 times compared with non-aggressive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32294
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Zalianti Putri
"Latar belakang: Kanker payudara (KP) termasuk penyebab umum kematian pada wanita di dunia. Salah satu tumor marker yang digunakan sebagai penanda proliferasi sel kanker payudara yakni Ki-67. Ki-67 merupakan protein yang mudah diekspresikan di inti sel selama siklus sel, ekspresi Ki-67 yang tinggi menandakan semakin banyak sel yang berproliferasi. Terapi KP yang dijalani sekarang masih banyak ditemukan efek samping sehingga dibutukan terapi adjuvant dalam pengobatan KP yakni kedelai, kedelai dipilih karena murah, mudah dijangkau serta diyakini mampu menurunkan angka kejadian KP. Riset ini dilakukan untuk mengetahui efek lunasin dalam menurunkan ekspresi Ki-67 pada kelenjar payudara tikus. Metode: : Tikus jenis Sprague dewlay (SD) berjumlah 25 ekor dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok yakni kelompok normal, kelompok kontrol negatif atau hanya dinduksi DMBA saja, kelompok tamoksifen, kelompok lunasin + tamoksifen dan kelompok lunasin kuratif. Setiap sedian jaringan kanker payudara diberi pewarnaan immunohistokimia terhadap Ki-67 kemudian akan dilihat dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x,perhitungan jumlah sel dilakukan pada 5 lapang pandang untuk menilai ekspresi Ki-67.Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan aplikasi Image J dan IHC profiler Hasil: Lunasin mampu menurunkan ekspresi Ki-67. Terdapat perbedaan bermakna pada setiap kelompok uji jika dibandingkan dengan kontrol negatif (p=0,000). Akan tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok tamoksifen dengan kelompok terapi lunasin+ tamoksifen (p=0,961). Kesimpulan: Pemberian lunasin, tamoksifen dan lunasin+tamoksifen mampu menurunkan ekspresi Ki-67 pada sel kanker payudara tikus SD yang diinduksi DMBA. Kata kunci: DMBA, kanker payudara, lunasin, kedelai, protein Ki-67, tamoksifen.

Introduction: Background: Breast cancer (KP) is a common cause of death in women around the world. One of the tumor markers used as a marker for breast cancer cell proliferation is Ki-67. Ki-67 is a protein that is easily expressed in the cell nucleus during the cell cycle, high Ki-67 expression indicates more cells are proliferating. There are still many side effects of KP therapy currently being carried out, so adjuvant therapy is needed in the treatment of KP, namely soybeans, soybeans were chosen because they are cheap, easy to reach, and are believed to be able to reduce the incidence of KP. This research was conducted to determine the effect of lunasin in reducing the expression of Ki-67 in the breast glands of rats. Method: 25 Sprague dewlay (SD) rats were randomly divided into 5 groups namely the normal group, negative control group or DMBA-induced only, tamoxifen group, lunasin + tamoxifen group and curative lunasin group. Each breast cancer tissue preparation was given immunohistochemical staining of Ki-67 and then viewed under a light microscope with 400x magnification, cell counts were performed in 5 fields of view to assess Ki-67 expression. Cell counts were performed using Image J and IHC profiler applications. Result: Lunasin was able to reduce the expression of Ki-67. There was a significant difference in each test group when compared to the negative control (p=0.000). However, there was no significant difference between the tamoxifen group and the lunasin + tamoxifen therapy group (p=0.961). Conclusion: Administration of lunasin, tamoxifen and lunasin+tamoxifen was able to reduce Ki-67 expression in DMBA-induced SD rat breast cancer cells. Keywords: DMBA, breast cancer, lunasin, soybean, Ki-67 protein, tamoxifen"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sambuaga, Maria Kristanti
"ABSTRAK
Karsinoma sel basal (KSB) merupakan salah satu tipe kanker kulit yang memiliki prevalensi yang tinggi di berbagai belahan dunia. Adapun disregulasi jalur sonic hedgehog agaknya memiliki peran krusial dalam patogenesis KSB, baik pada KSB herediter maupun sporadik. Meskipun sejauh ini banyak kasus KSB dapat ditangani melalui pendekatan terapi bedah maupun radioterapi, beberapa kasus agaknya bersifat resisten dengan pendekatan-pendekatan di atas. Berdasarkan investigasi kami sebelunya, ditemukan bahwa sebagian kasus, terutama subtipe yang tergolong agresif, memiki kecenderungan terjadinya kasus rekurensi yang lebih tinggi. Sesuai dengan panduan NCCN bagi KSB, kasus-kasus yang demikian agaknya memerlukan pendekatan lainnya; di sinilah peran dari preparat inhibitor jalur sonic hedgehog menjadi bermakna. Untuk menyelidiki lebih lanjut sejauh mana peran jalur sonic hedgehog dalam perkembangan kasus KSB di Indonesia, serta perannya dalam perkembangan pola pertumbuhan agresif yang ditemukan pada beberapa subtipe KSB, kami mengobservasi ekspresi faktor transkripsi GLI1 ? yang berperan sebagai marker dari jalur ini - pada sejumlah subtipe histologi KSB.
Metode penelitian menggunakan blok parafin sebagai sampel, yang diperoleh dari arsip Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), Indonesia, yang berasal dari jaringan KSB pasien yang berobat di RSKD sepanjang periode 2006-2010. Ekspresi GLI1 dievaluasi melalui teknik imunohistokimia. Dari hasil yang diperoleh, tidak diteukan korelasi yang kuat dan bermakna antara ekspresi GLI1 dengan agresifitas pola pertumbuhan subtipe histologi KSB.

ABSTRACT
Basal cell carcinoma (BCC) is one form of skin cancer that has high prevalence worldwide. It seems that the aberration of sonic hedgehog pathway plays pivotal roles in its pathogenesis, whether hereditary or sporadically. Though many cases of BCC can be treated by surgical procedures or radiotherapy, some cases seem to be resistant with the aforesaid approaches. In our previous investigation, we found that several cases, especially subtypes with aggressive growth pattern, have high tendency of recurrence. In accordance with NCCN Guidelines for BCC, such cases may need another approach; hence the use of the inhibitor of sonic hedgehog pathway (such as SMO-inhibitor), may be crucial. In order to further investigate the role of sonic hedgehog signaling pathway in the development of BCC cases in Indonesia, as well as its role in aggressive growth pattern of some BCC subtypes, we observe the expression of GLI1 transcription factor ? as the marker of the pathway ? in various histological subtypes of BCCs.
The method used paraffin blocks, as samples, collected from the archives of Department of Anatomical Pathology, Dharmais Cancer Hospital, Indonesia, which were originated from BCC patients of the hospital from the period of 2006 up to 2010. The expression of GLI1 was investigated by immunohistochemical technique. According to the result, there is no significant correlation between the expressions of GLI1 and the aggressiveness of the growth pattern of BCCs histological subtypes.
"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inadia Putri Chairista
"Latar Belakang: Skrining kanker kulit dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan akibat kanker kulit. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan salah satu kanker kulit yang paling sering ditemukan. KSB berpigmen seringkali menunjukkan fitur klinis yang menyerupai melanoma, sehingga kriteria klinis ABCDE diduga dapat menjadi salah satu pilihan dalam membantu penegakan diagnosis.
Tujuan: Mengevaluasi kriteria klinis ABCDE sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen dibandingkan dengan baku emas histopatologik.
Metode: Penelitian potong lintang analitik ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Pasien dengan lesi tumor kulit berpigmen dari tahun 2017 sampai dengan 2022 yang mempunyai data klinis, histopatologis, dan foto dokumentasi yang lengkap direkrut ke dalam penelitian secara konsekutif. Kriteria eksklusi mencakup lesi berukuran lebih dari 2 cm, ras kulit putih (tipe kulit Fitzpatrick 1-3), serta hasil pembacaan histopatologis lesi tumor sesuai dengan penyakit prakanker dan kanker kulit lainnya. Data diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak Stata versi 16 (StataCorpTM) dan Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Hasil: Sebanyak 84 pasien direkrut ke dalam penelitian dengan total 95 lesi yang mencakup 61 lesi KSB dan 34 lesi non-KSB. Median usia subjek KSB lebih tua dibandingkan dengan usia subjek non-KSB (p<0,001). Median ukuran lesi KSB lebih besar dibandingkan dengan ukuran lesi non-KSB (p<0,001). Lesi pada subjek KSB lebih banyak di wajah dibandingkan dengan subjek non-KSB (p=0,005). Proporsi kepositivan KSB berdasarkan kriteria klinis ABCDE adalah 87,5%. Kriteria klinis ABCDE menunjukkan sensitivitas 57,4% (interval kepercayaan [IK] 95% 44,0%–70,0%); spesifisitas 85,3% (IK 95% 68,9%–95,0%); nilai duga positif 87,5% (IK 95% 75,2%–94,2%); nilai duga negatif 52,7% (IK 95% 44,7%–60,6%); dan akurasi 67,4% (IK 95% 57,0%–76,6%) dalam mendiagnosis KSB berpigmen.
Kesimpulan: Kriteria klinis ABCDE secara lengkap mempunyai nilai diagnostik yang kurang baik sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen.

Background: Skin cancer screening is performed as an effort to reduce the morbidity and mortality caused by skin cancer. Basal cell carcinoma (BCC) is one of the most common skin cancers. Pigmented BCC often shows clinical features resembling melanoma, so that ABCDE clinical criteria are thought to be a potential modality to help establishing the diagnosis of pigmented BCC.
Objective: To evaluate the ABCDE clinical criteria for the screening of pigmented BCC compared to histopathological examination as the gold standard examination.
Method: This analytical cross-sectional study was performed from January to June 2023 in dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSUPNCM). Subjects with pigmented skin lesions visiting RSUPNCM from 2017 to 2022 whose clinical data, histopathological data, and photographs were documented completely were recruited to the study consecutively. Exclusion criteria included lesion’s size more than 2 cm, light skin (Fitzpatrick skin type 1-3), and histopathological diagnosis in line with precancerous lesion or other skin cancer. Data were analyzed with Stata software version 16 (StataCorpTM) and Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Results: A total of 84 subjects were recruited to the study with a total of 95 lesions consisting of 61 BCC lesions and 35 non-BCC lesions. Median age of the BCC subjects was older than that of non-BCC subjects (p<0.001). Median lesion’s size of the BCC lesions was larger than that of non-BCC lesions (p<0.001). The lesion location in BCC subjects was significantly prevalent on the face (p=0.005). The proportion of BCC positivity based on ABCDE clinical criteria was 87.5%. ABCDE criteria had sensitivity of 57.4% (95% Confidence Interval [CI] 44.0%–70.0%); specificity of 85.3% (95% CI 68.9%–95.0%); PPV of 87.5% (95% CI 75.2%–94.2%); NPV of 52.7% (95% CI 44.7%–60.6%); and accuracy of 67.4% (95% CI 57.0%–76.6%) in diagnosing pigmented BCC.
Conclusion: Fulfilling all ABCDE clinical criteria had poor diagnostic value for the screening of pigmented BCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Kamarudy Lay
"Latar Belakang: Karsinoma tiroid merupakan neoplasma organ endokrin yang paling sering terjadi dan sebagian di antaranya memiliki tipe histologik agresif yang masih sulit ditangani hingga kini. Karsinoma pada kelompok ini cenderung menunjukkan resistensi dengan radioablasi I-131 dan terapi dengan pembedahan juga tidak dapat memberikan hasil yang maksimal. Keberadaan imunoterapi dengan menggunakan inhibitor PD-L1 dapat menjadi peluang terapi baru untuk pasien dengan karsinoma tersebut. Namun, penelitian-penelitian tentang PD-L1 pada karsinoma tiroid hingga saat ini masih menunjukkan hasil yang bervariasi dan belum jelas diketahui apakah karsinoma tiroid tipe histologik agresif memiliki imunoekspresi PD-L1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe histologik kurang agresif.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui imunoekspresi PD-L1 pada karsinoma tiroid dan hubungannya dengan tipe histologik agresif dibandingkan dengan tipe histologik kurang agresif.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan potong lintang. Populasi terjangkau penelitian adalah kasus karsinoma tiroid di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM periode Januari 2015 hingga Desember 2019. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok karsinoma tiroid dengan tipe histopatologik agresif dan kelompok karsinoma tiroid tipe histologik kurang agresif. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan pada blok parafin kedua kelompok sampel dengan menggunakan antibodi primer monoclonal mouse anti-PD-L1, clone 22C3 (Dako) untuk menilai imunoekspresi PD-L1 yang dinyatakan dalam tumor proportion score (TPS). Nilai TPS dihitung berdasarkan persentase jumlah sel tumor yang terwarnai secara total atau parsial pada membran sitoplasma sel tumor dibagi dengan jumlah seluruh sel tumor dalam satu slaid. Data imunoekspresi PD-L1 kemudian dianalisis untuk mengetahui perbedaan nilai TPS di antara kedua tipe histologik karsinoma tiroid tersebut.
Hasil: Terdapat total 52 kasus karsinoma tiroid yang terdiri atas 26 kasus tipe histologik agresif dan 26 kasus tipe histologik kurang agresif pada penelitan ini. Imunoekpsresi PD-L1 yang dinilai dalam ukuran TPS (tumor proportion score) ditemukan dengan nilai median 0,60% (0%-95,00%) pada kelompok tipe hitologik agresif, dan 0.07% (0%- 19,53%) pada kelompok tipe histologik kurang agresif (P:0,01; IK:95%). Pada analisis tambahan ditemukan juga perbedaan nilai TPS yang signifikan pada variabel perluasan tumor keluar tiroid (P:0,02; IK:95%).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan imunoekspresi PD-L1 yang signifikan antara karsinoma tiroid tipe histologik agresif dan kurang agresif. Nilai TPS ditemukan lebih tinggi pada karsinoma tiroid tipe histologik agresif dibandingkan dengan tipe histologik kurang agresif. Temuan ini dapat membuka peluang imunoterapi pada pasien karsinoma tiroid dengan tipe histologik agresif di masa depan.

Background: Thyroid carcinoma (TC) is the most common endocrine organ neoplasm. Some of TCs may show aggressive histological types that are still difficult to treat nowadays. Carcinomas in this group tend to show resistance to I-131 radioablation and surgical therapy also does not provide optimal results. The existence of immunotherapy using PD-L1 inhibitors can be a new therapeutic opportunity for patients with these carcinomas. However, studies on PD-L1 in TC still show varying results and it is not clear whether the aggressive histological type of TC has a higher immunoexpression of PD-L1 than the less aggressive histological type.
Objectives: To investigate the significance of PD-L1 expression in aggressive histological type of TC comprae to the less aggressive type.
Material and methods: The population covered by this retrospective cross-sectional study were TC cases at the Department of Anatomic Pathology, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia, period 2015 - 2019. The cases were categorized into two groups, a group of aggressive histological types and a group of the less aggressive histological types of TC. The immunohistochemical examinations were carried out on paraffin blocks of both sample groups using the mouse monoclonal primary antibody anti-PD-L1, clone 22C3 (Dako) to evaluate the tumor proportion score (TPS) value of PD-L1 expression. The TPS value was calculated based on the number of tumor cells that were fully or partially stained in the cytoplasmic membrane of tumor cells divided by the total number of tumor cells in one slide. Data analysis was performed to determine the significance of PD-L1 expression in the aggressive histological types of TC.
Results: A total of 52 cases of TC consisting of 26 cases of aggressive histological types and 26 cases of less aggressive histological types has been studied. PD-L1 expression was evaluated by calculating the TPS in both groups. We found a significance difference of the median TPS value of 0.60% (0 - 95.00%) in the aggressive histological type group, and 0.07% (0 - 19.53%) in the less aggressive histological type group (P: 0.01; CI: 95%). A significant difference in TPS value was also found for the extrathyroidal extension in an additional analysis (P: 0.02; CI:95%). Conclusions: The present study found a significant association between PD-L1 expression and the aggressive histological type of TC. The TPS values were found to be higher in the group of aggressive histological types of TC compared to the less aggressive histological types. A significant association between PD-L1 expression and the presence of extrathyroidal extension of TC has also been suggested. These findings may open opportunities for future immunotherapy in patients with thyroid carcinoma with aggressive histologic types.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Steven
"Pendahuluan : Giant Cell Tumor tulang (GCT) merupakan tumor tulang jinak yang dapat secara lokal bersifat agresif dengan tingkat rekurensi mencapai 20%. Antigen Ki-67 dan p53 adalah penanda imunohistokimia pada GCT yang menandakan proliferasi sel dan supresi tumor. Penelitian ini menganalisis hubungan antara penanda Ki-67 dan p53 dengan rekurensi pada kasus GCT.
Metode : Penelitian adalah suatu studi Cross-sectional kategorikal. Data yang dikumpulkan adalah data demografis pasien, keterangan terkait diagnosis dan tindakan serta hasil pemeriksaan Ki-67 dan p53. Data pasien Ekspresi Ki-67 dan p53 dievaluasi dengan teknik pewarnaan imunohistokimia menggunakan metode avidin-biotin complex perioxidase dengan menggunakan kit LSAB2.
Hasil : Terdapat 26 laki-laki dan 37 perempuan dengan usia rata-rata adalah 34,77 tahun berkisar antara 16 sampai 61 tahun. 13 kasus dengan rekurensi lokal. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, ukuran tumor, lokasi tumor, stadium tumor dan tindakan operasi). Tidak ada hubungan antara Ki-67 (p=0.524) dan rekurensi lokal serta terdapat hubungan yang signifikan antara p53 dengan rekurensi lokal (p=0.048).
Kesimpulan : Ekspresi Ki-67 tidak berhubungan dengan rekurensi, sedangkan ekspresi p53 berhubungan dengan rekurensi giant cell tumor tulang. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi lokal dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, lokasi tumor, ukuran tumor, stadium tumor dan tindakan operasi).

Introduction : Giant cell tumor of bone (GCTB) is a benign neoplasm that may be locally aggressive with recurrence rate reaching 20%. Ki-67 and p53 are immunochemistry markers that marked cell proliferations and tumor suppression. This research analyze the association between Ki-67 and p53 with recurrence of GCT.
Method :This study is a Cross-sectional categorical study. Demography of the patients, diagnosis and treatment related to the GCT, and Ki-67 and p53 results were taken. The expression of Ki-67 and p53 were evaluated using a immunochemistry staining with avidin-biotin complex peroxidase by using KSAB2 kit.
Result : There are 26 men and 37 women with an average age is 34.77 years ranged from 16 to 61 years. 13 cases with local recurrence. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage and operation). There is no association between Ki-67 with local recurrence (p=0,524) and a significant association between p53 and local recurrence (p=0,048).
Conclusion : Ki-67 was not associated with recurrence, mean while p53 was associated with recurrence of GCT. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage, and operation)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Defi Nurlia Erdian
"Karsinoma tiroid papiler (KTP) merupakan tipe histologik palimg sering mencakup 80-85% dari keganasan tiroid. Pada KTP, mutasi BRAFV600E merupakan mutasi paling sering yang memiliki karakteristik biologik yang agresif seperti rekurensi, metastasis kelenjar getah bening (KGB), stadium tumor, dan prognosis yang buruk. Insidensi mutasi BRAFV600E di dunia bervariasi mulai dari 29% sampai 83%. Di Indonesia penelitian mengenai mutasi BRAFV600E ditemukan insidensi mulai dari 37,8% sampai 40,3%. Ki-67 merupakan penanda yang umum digunakan dalam menilai proliferasi sel dan merupakan indikator prognostik pada tumor. Peranan Ki-67 pada neoplasma tiroid berdiferensiasi baik masih bersifat polemik, belum terdapat indeks yang dapat digunakan untuk menentukan agresivitas tumor yang bermanfaat untuk prognosis pasien. Berbeda dengan pada karsinoma medular yang telah terdapat indeks untuk menentukan agresivitasnya. Penelitian ini diharapkan menjadi gambaran awal penilaian imunoekspresi Ki-67 pada KTP dengan mutasi BRAFV600E dan menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi potong lintang, populasi penelitian merupakan pasien KTP berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan data sekunder mengalami mutasi dan tanpa mutasi BRAFV600E pada penelitian sebelumnya, di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada kelompok KTP dengan dan tanpa mutasi BRAFV600E. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan menggunakan antibodi primer anti-Ki-67. Hasil pemeriksaan imunohistokimia kemudian dievaluasi untuk menentukan ekspresi Ki-67. Didapatkan total 92 kasus KTP, 46 dengan mutasi BRAFV600E dan 46 tanpa mutasi BRAFV600E. Ekspresi Ki-67 dihitung dalam satuan presentase. Sebaran data penelitian menunjukkan penyandang KTP paling banyak memiliki usia <55 tahun (73,9%) dengan dominasi berjenis kelamin perempuan (75%). Ukuran tumor paling banyak ditemukan pada <4 cm (62%). Metastasis KGB ditemukan sebanyak 40,2% dan metastasis organ 16,3% dari total sampel penelitian. Subtipe histologik paling banyak dijumpai subtipe tall cell (38%), kemudian folikular (31,5%), klasik (20,7%), solid (5,4%), dan onkositik (4,3%). Invasi limfovaskular ditemukan sekitar 45,7%. Median ekspresi Ki-67 pada kelompok mutasi BRAFV600E lebih tinggi (2,9%) dari kelompok tanpa mutasi BRAFV600E (2,1%). Nilai titik potong untuk ekspresi Ki-67 yang direkomendasikan adalah 2,63%, kemudian untuk memudahkan penerapan praktek klinis dikategorikan dengan titik potong 3%. Hasil analisis ekspresi Ki-67 berhubungan dengan mutasi BRAFV600E (p=0,031) dengan nilai odds ratio 2,597. Oleh karena itu, melalui penelitian ini dapat diketahui perbedaan bermakna ekspresi Ki-67 pada KTP dengan mutasi BRAFV600E dan KTP tanpa mutasi BRAFV600E sehingga dapat menjadi salah satu dasar patogenesis sifat agresivitas tumor.

Papillary thyroid carcinoma (PTC) is the most common histologic type with about 80-85% of thyroid malignancies. In PTC, the BRAFV600E mutation is the most frequent mutation which has aggressive biological characteristics such as recurrence, lymph node metastasis, higher tumor stage, and poor prognosis. The incidence of the BRAFV600E mutation in the world varies from 29% to 83%. In Indonesia, BRAFV600E was found from 37.8% to 40.3%. Ki-67 is a common marker for assessing cell proliferation and a tumor prognostic indicator. The role of Ki-67 in well-differentiated thyroid neoplasms is still controversial, no index can be used to determine tumor aggressiveness that will be useful for patient prognosis. This is different from medullary carcinoma, which has an index to determine its aggressiveness. This research is expected to provide an initial description of the role of Ki-67 immuno-expression in PTC with the BRAFV600E mutation and become a basis for further research. This research is an analytical study with a cross-sectional study design, the study population is PTC patients based on histopathological examination with secondary data of BRAFV600E mutations in previous studies, in the Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, University of Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2019 to December 2022. Sampling was conducted randomly in the PTC group with and without the BRAFV600E mutation. Immunohistochemical examination was carried out using the primary antibody anti-Ki-67. The results of the immunohistochemical examination were then evaluated to determine Ki-67 expression. There was a total of 92 cases of PTC, 46 with the BRAFV600E mutation and 46 without the BRAFV600E mutation. Ki-67 expression was calculated in percentage units. The distribution of research data shows that most people are aged <55 years (73.9%) with a predominance of female gender (75%). Tumor size was most commonly found at <4 cm (62%). Lymph node metastases were found in 40.2% and distant organ metastases in 16.3% of the total study sample. The most common histologic subtypes were tall cells (38%), followed by follicular (31.5%), classic (20.7%), solid (5.4%), and oncocytic (4.3%). Lymphovascular invasion was found in around 45.7%. The median Ki-67 expression in the BRAFV600E mutation group was higher (2.9%) than the group without BRAFV600E mutation (2.1%). The recommended cut-off value for Ki-67 expression is 2.63%, then categorized with a cut-off of 3%. The results of the Ki-67 expression analysis were associated with the BRAFV600E mutation (p=0.031) with an odds ratio of 2.597. Therefore, through this research, we can determine the differences in the expression Ki-67 in PTC with BRAFV600E mutation and PTC without BRAFV600E mutation so that it can be one of the basic pathogenesis of tumor aggressiveness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Zulhulaifah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor proliferasi sel sebagai peyebab ketidaksiapan endometrium untuk implantasi setelah pemberian berbagai dosis rekombinan FSH (rFSH) dengan melihat tingkat ekspresi FSH-Reseptor (FSHR) dan ekspresi protein KI-67. Sampel penelitian ini adalah bahan biologi tersimpan (BBT) dari jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel 15, sampel terdiri dari tiga kelompok yang diberikan GnRH agonis dosis tetap dan rFSH dengan dosis stimulasi berbeda, yaitu 30IU, 50IU, dan 70IU dan satu kelompok kontrol. Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara berbagai dosis rFSH yang diberikan dengan ekspresi FSHR dan ekspresi protein Ki67 pada sel endometrium Macaca nemestrina. Tingkat ekspresi FSHR dan ekspresi Ki67 ditemukan tidak berkorelasi siginifikan. Dosis rFSH yang lebih tinggi tidak menurunkan ekspresi FSHR dan Ki67 serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi FSHR dengan ekspresi Ki67.

This study was conducted to look at cell proliferation factors as causes of endometrial unpreparedness for implantation after administration of various recombinant FSH doses (rFSH) by looking at FSH-receptor (FSHR) expression and expression of KI-67 proteins. The study sample was stored biological material (SBM) from endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample was 15, the sample consisted of three groups given fixed-dose GnRH agonists and different stimulation doses, namely 30IU, 50IU, and 70IU and one control group. we found not significantly different between various doses of rFSH with FSHR and Ki67 expression in endometrial tissue Macaca nemestrina. We found not correlation significantly between FSHR expression and Ki67 Expression endometrial tissue Macaca nemestrina. Higher rFSH doses did not reduce FSHR expression and Ki67 and there was no correlation between FSHR expression and Ki67 expression."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Gusti Ayu Amanda Dharmaningputri
"Latar Belakang: Kondiloma akuminata adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus HPV . Epitel mukosa pada kulit prepusium penis yang utuh pada lelaki tidak disunat diketahui sebagai lokasi predileksi lesi proliferatif Kondiloma akuminata. Fenomena ini dipengaruhi oleh HPV yang menyukai permukaan yang lembab. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai kapasitas proliferasi keratinosit basal pada epitelium prepusium penis yang diduga merupakan faktor lain yang berpengaruh pada lokasi predileksi Kondiloma akuminata.
Metode: Sampel kulit prepusium didapat dari 10 partisipan acara sunatan massal. Sampel melalui proses histoteknik dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan immunohistokimia. Preparat diobservasi menggunakan mikroskop Olympus untuk dilakukan penghitungan manual pada keratinosit basal yang positif Ki-67. Hasil dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2010.
Hasil: Dari 10 sampel, terdapat 2 sampel dengan histologi kulit prepusium penis yang lengkap, 5 sampel yang hanya memiliki epitel mukosa dalam dan 3 sampel yang hanya memiliki epithel kutan luar. Rata-rata dari basal keratinosit yang positif Ki-67 pada epitel mukosa adalah 5.9 sel, sedangkan epitel kutan luar memiliki rata-rata 3.6 sel.
Kesimpulan: Epitel mukosa bagian dalam memiliki lebih banyak keratinosit basal yang berproliferasi dibandingkan dengan sel di epitel kutan bagian luar dari kulit prepusium penis. Jumlah sel yang lebih banyak berproliferasi diduga merupakan faktor yang berpengaruh pada lokasi predileksi Kondiloma akuminata.

Background: Condyloma acuminata is a sexually transmitted infection caused by Human Papilloma Virus HPV . In uncircumcised men with intact preputial skin of penis, mucosal surface is the predilection site of proliferative lesion in Condyloma acuminata. This is explained by HPV preference towards moist surface. Further investigation is necessary to understand the capacity of basal keratinocyte of penile preputial skin epithelium to proliferate, as it is suspected as a factor contributing to the predilection site of Condyloma acuminata.
Method: Preputial skin samples were obtained from 10 participants in mass circumcision event. Samples underwent histotechnique process and stained by Hematoxylin Eosin and immunohistochemistry. Microscopic slides were observed under Olympus microscope to allow manual counting of Ki 67 positive cell. The data collected was analyzed using Microsoft Excel 2010.
Results: From 10 samples, there were 2 samples with complete penile preputial skin histology, 5 samples with inner mucosal epithelium only and 3 samples with outer cutaneous epithelium only. Mean of Ki 67 positive basal keratinocyte in inner mucosal epithelium was 5.9 cells, while outer cutaneous epithelium was 3.6 cells.
Conclusion: Inner mucosal epithelium showed more Ki 67 positive cells compared to outer cutaneous epithelium. More actively proliferating cell in the mucosal epithelium may serves as factor influencing the predilection site of Condyloma acuminata.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Inno Luminta
"Latar Belakang: Karsinoma sel sebasea adalah keganasan yang cukup sering ditemukan pada populasi Asia dan bersifat agresif dengan tingkat rekurensi lokal dan metastasis jauh yang tinggi. Peningkatan ekspresi pulasan imunohistokimia (IHK) tumor suppressor gene p53 dan Ki-67 sebagai penanda aktifitas proliferasi pada tumor kepala dan leher menunjukkan adanya korelasi antara aktivitas proliferasi dengan buruknya prognosis.
Tujuan: Menilai ekspresi p53 dan Ki-67 pada karsinoma sel sebasea yang dihubungkan dengan faktor prognostik klinis dan histopatologi pada karsinoma sel sebasea yaitu ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), metastasis jauh, diferensiasi, penyebaran pagetoid, dan invasi perineural.
Metode: Pulasan IHK menggunakan antibodi p53 dan Ki-67 dilakukan pada jaringan karsinoma sel sebasea di blok parafin yang berasal dari data rekam medis sejak Juni 2017 – Juni 2022 di RSCM. Penilaian ekspresi dilakukan pada nukleus dengan metode manual dan semi-kuantitatif pada 1 lapang pandang dengan minimal jumlah sel sebanyak 500 sel dari hasil foto dan diproses ke dalam peranti lunak Qupath. Hasil penilaian selanjutnya di cek silang dengan data klinis pasien yang sudah dicatat di tabel induk dan kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui hubungan keduanya.
Hasil: Total 34 pasien dengan ketersediaan blok parafin dianalisa berdasarkan data klinis dan ekspresi p53 dan Ki-67. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi p53 pada hasil penelitian menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu adanya metastasis, invasi perineural, dan penyebaran pagetoid. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi Ki-67 pada penelitian ini menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu ukuran tumor yang lebih besar, metastasis, diferensiasi buruk, dan invasi perineural.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dan p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi buruk pada karsinoma sel sebasea. Terdapat proporsi sampel dengan ekspresi Ki-67 tinggi yang lebih banyak dan nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor, metastasis, berdiferensiasi buruk, serta invasi perineural, meskipun hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dan secara statistik tidak bermakna. Pada pulasan p53 terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal proporsi pulasan dengan ekspresi tinggi serta nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor.

Sebaceous cell carcinoma is a relatively common malignancy in the Asian population, characterized by aggressive behavior with high rates of local recurrence and distant metastasis. Increased expression of immunohistochemical marker such as tumor suppressor gene p53 and Ki-67, a proliferation marker, in head and neck tumors suggests a correlation between proliferation activity and poor prognosis.
Objective: This study aims to evaluate the expression of p53 and Ki-67 in sebaceous cell carcinoma and its association with clinical and histopathological prognostic factors, including tumor size, lymph node involvement, distant metastasis, cell differentiation, pagetoid spread, and perineural invasion.
Methods: Immunohistochemical staining using p53 and Ki-67 antibodies was performed on paraffin-embedded sebaceous cell carcinoma tissues obtained from medical records between June 2017 and June 2022 at RSCM. Expression assessment was conducted on nuclei using manual and semi-quantitative methods on 500 cells per field processed with Qupath software. The results were cross-checked with patients' clinical data recorded in a master table and statistically analyzed to determine their relationship.
Results: A total of 34 patients were analyzed based on clinical data and p53 and Ki-67 expression. There was no statistically significant association between p53 expression and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). However, high p53 expression was associated with a higher proportion of poor prognostic factors, such as metastasis, perineural invasion, and pagetoid spread. Similarly, there was no statistically significant association between Ki-67 expression categories and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). High Ki-67 expression was more frequently observed in cases with larger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion.
Conclusion: This study found no significant statistical association between Ki-67 and p53 expression with poor prognostic factors in sebaceous cell carcinoma. Nonetheless, a higher proportion of samples with high Ki-67 expression and higher median values were observed in cases with bigger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion, although these differences were not statistically significant. For p53 expression, significant differences were found in terms of proportion and median values concerning tumor size prognostic factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>