Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81428 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Prabowo Saputro
"Pembaharuan sistem pidana pemenjaraan di Indonesia dari sistem pemenjaraan dengan pendekatan penjeraan (deterrance) dan pembalasan (retriburive) bergeser ke konsep pemasyarakatan dengan pendekatan reintegrasi sosial yang lebih mengarah pada penunaian hak-hak narapidana. Pergeseran konsep ini sesuai dengan amanat Bapak Dr. Sahardjo (mantan Menteri Kehakiman). Implementasi konsep pemasyarakatan merupakan perubahan kearah modernisasi sistem kepenjaraan yang mengedepankan kepada pemenuhan hak azasi narapidana. Dalam konsep pemasyarakatan, hak-hak narapidana yang dirampas negara hanyalah hak kebebasan, selain itu negara bertanggungjawab untuk memulihkan hak-hak mantan narapidana sebagai warga negara dan sebagai anggota dari keiompok sosialnya. Dalam pemenuhan hak-hak sosialnya, dalam kerangka konsep pemasyarakatan dengan pendekatan reintegrasi sosial, negara bertanggung jawab untuk memulihkan konflik sosial antara narapidana dan masyarakatnya. Dalam konteks ini konflik sosial adalah tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana. Dalam pemulihan hubungan sosial ini, negara adalah sebagai mediator untuk membaurkan kembali mantan narapidana secara uluh kepada kelompok sosialnya (masyarakat) agar dapat kembali hidup secara normal dengan hak dan tanggungjawab sosial yang benar-benar utuh. Namun dalam pelaksanaannya proses reintegrasi sosial mantan narapidana di masyarakat rnasih mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai unsur dalam proses reintegrasi sosial; mantan narapidana, masyarakat, dan negara. Dari mantan narapidana, hambatan yang muncul berupa rasa rendah diri dan kurangnya kepercayaan diri setelah menjalani masa hukuman sehingga menghambat proses pembauran dengan masyarakat. Dari masyarakat, stigma negatif sebagai orang jahat dan akan terus mengulangi perbuatannya terhadap mantan narapidana juga menjadi hambatan dalam proses reintegrasi. Dari pihak negara, pemberian status sebagai mantan narapidana secara permanen dalam berbagai urusan birokrasi pemerintahan terkait dengan dokumen pribadi mantan narapidana, secara tidak disadari juga memberi andil terhadap hambatan dalam pembauran proses reintegrasi sosial mantan narapidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses reintegrasi mantan narapidana dilakukan pasca bebas dari manjalani hukuman serta hambatan apa saja yang dialami oleh mantan narapidana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif analitis. Teknik pengumpulan data melalui wawancara terhadap 6 responden yang tersebar di beberapa Iokasi penelitian dengan dua karakter sosial yang berbeda yaitu desa dan kota. Lokasi penelitaian di desa dilakukan di Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang sedangkan di kota di wilayah Jakarta Timur. Teknik analisis data dilakukan melalui analisis dengan proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data., dan menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa proses integrasi mantan narapidana dinilai positif oleh mantan narapidana meski masih ditemui berbagai hambatan. Proses integrasi ini memiliki implikasi yang berbeda antara mantan narapidana yang hidup di kota dengan mantan nasapidana yang hidup di desa. Perbedaan ini terjadi karena karakter sosial masyarakat kota dan desa yang berbeda. Masyarakat kota dengan karakter individualis cenderung tidak memperdulikan status pribadi anggota masyarakat yang Iain sehingga memudahkan mantan narapidana untuk berbaur dengan masyarakat. Sementara masyarakat desa dengan karakter kekeluargaan justru rnenjadi penghambat bagi mantan narapidana untuk berbaur kembali dengan masyarakat karena dengan pola hubungan sosial masyarakat desa yang kekeluargaan menganggap bahwa masalah pribadi anggota masyarakat juga merupakan bagian dari masalah masyarakat keseluruhan.

Updates on the Indonesian system of criminal incarceration incarceration system penjeraan approach (deterrance) and revenge (retributive) shifts to the concept of socialization with a broader social reintegration approach leads to penunaian rights of inmates. This concept shifts in accordance with the mandate of Mr Dr. Sahardjo (former Minister of Justice). Implementation of the concept of socialization is headed to prison affair to promote the modernization of the system to the fulfillment of human rights of prisoners. In popularizing the concept, the rights of state inmates are deprived of freedom is just right, except that the state is responsible for restoring the rights of former prisoners as citizens and as members of social groups. In fulfillment of social rights, within the framework of the concept of socialization with the social reintegration approach, the state is responsible for restoring social conflicts between inmates and society. In this context of social conflict is a crime done by the inmates. In the recovery of these social relations, the state is as a mediator to assimilate ex-convicts returning to scara intact social groups (communities) in order to retum to normal life with rights and social responsibility truly intact. However, in the implementation process of social reintegration of former inmates in the community is still experiencing a variety of obstacles. Of the various elements in the process of social reintegration, former prisoners, communities and countries. From ex-convict, the obstacles that appear in the form of low self-esteem and lack of confidence after period of punishment that inhibits the process of assimilation with the community. From the public, the negative stigma as a bad person and will continue to repeat the deeds of former inmates also become obstacles in the process of reintegration. From the country, giving as an ex-felon status permanently in the affairs of goverment bureaucracy associated with the personal documents of former inmates, sceara unconscious also contributed to the obstacles in the assimilation process of social reintegration of former inmates. This research was conducted to determine how the process of reintegration of former inmates conducted manjalani post free of any penalties and barriers experienced by former prisoners. This study uses qualitative analytical methods. Techniques of data collection through interviews with six respondents spread across several research sites with two different social character of villages and towns. Penelitian location in the village in the District Legok done while in the city of Tangerang Regency in East Jakarta area. Data analysis techniques through the analysis process of data collection, data reduction, data presentation, and draw conclusions. From this research we can conclude that the integration process positively assessed by an ex-con ex-convict, though still encountered various obstacles. This integration process has different implications between ex-prisoners who live in the city with former inmates who live in the village. This difference occurs because the social character of urban and rural communities are different. Urban society with individualistic characters tend not memperdulikan personal status of other members of society making it easier for former inmates to mingle with the community. While familiarity with the character of the village community became obstacles for former inmates to mingle again with the community because the pattern of social relationships that familial villagers assume that the problems of individual members of society are also part of a whole community issue."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T21148
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Afrimetty Timoera
"Tesis ini membahas tentang Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Tahap Asimilasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asimilasi terhadap narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan terbuka Cinere Jakarta ini. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji aturan-aturan yang berkaitan dengan judul tesis penulis dan diperkuat dengan wawancara untuk melihat pelaksanaan aturan dimaksud. Hasil penelitian yang didapat terlihat bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana dalam tahap asimillasi ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007. Namun dalam pelaksanaannya tetap ada kendala yang dihadapi baik dari aturan yang diberlakukan, juga bagi narapidana sendiri, walaupun bukan kendala yang berat. Hasil wawancara peneliti dengan narapidana yang mendapatkan asimilasi dengan bekerja pada pihak ketiga, mereka sangat senang dengan mendapatkan asimilasi ini, karena mereka merasakan pembauran dengan masyarakat dan bisa menafkahi keluarga mereka. Mereka hanya menghadapi kendala yaitu jarak tempuh yang sangat jauh dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere. Selain itu juga, masalah dengan kemacetan di jalanan yang harus mereka hadapi. Hal ini membuat jam kerja mereka tidak sesuai dengan aturan yang ada. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah pihak Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mengeluarkan kebijakan intern tentang masalah waktu kerja tersebut, terutama pada waktu saat mereka harus kembali ke Lembaga Pemasyarakatan.

This thesis discusses about the implementation of the rehabilitation of prisoners in the Assimilation Stage in the Cinere Correctional Institution, Jakarta. The purpose of the research is to find out the implementation of the assimilation process of prisoners in the Cinere Correctional Institution, Jakarta. The method used in this thesis is normative study. The review of the regulations relating to the title of the thesis is also used and strengthened with interview to see the implementation of the rules. The results of the research show that the implementation of the rehabilitation of prisoners in assimilation stage is performed in accordance with the Ministry of Justice Regulation Number M.2.PK.04-10, 2007. However, in practice, there are constrains to be faced off, both from the regulation and from the prisoners themselves, even they are not big obstacles. The results of the interviews from the prisoners who get assimilation by working to third parties are they are very pleased with the chance given, because they felt the intermingling with the community and they can also support their family financially. They only have constraint with the distance from the assimilation place with the Cinere Correctional Institution. In addition, the traffic jam gives them problem to be face of with. This problem made their working hours is not fit with the rules. The attempt to overcome this matter is the Cinere Correctional Institution issued the internal policy about working hour, especially when they have to go back to the Correctional Institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T22851
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Unggul Widiyo Saputro
"Perencanaan Pembinaan Narapidana merupakan suatu usaha yang mendahului tindakan menyeluruh dengan keterlibatan seluruh komponen yaitu petugas sebagai pembina dan narapidana sebagai yang dibina serta sarana / fasilitas yang dimiliki lembaga pemasyarakatan. Seiring dengan tuntutan yang ada di masyarakat maka lembaga pemasyarakatan hangs mampu membenkan pelayanan, pembinaan dan pembimbingan yang maksimal untuk menjaga keseimbangan kehidupan, baik bagi warga binaan, masyarakat sebagai korban dan masyarakat luas pada umunya. Penentuan rencana untuk pembinaan narapidana dipengaruhi pula oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal lembaga pemasyarakatan, masing-masing lingkungan dapat sebagai factor pendukung dan penghambat. Untuk itu dibutuhkan perencanaan yang komprehensif yaitu perencanaan strategis.
Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan mengetahui proses perencanaan pelaksanaan dalam rangka kegiatan pembinaan narapidana di Lapas Purwakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan langsung dan daftar dokumen.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa proses perencanaan pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Purwakarta yang dibuat dan disusun masih terkesan seadanya tanpa proses perencanaan yang seharusnya. Keterbatasan kemampuan terkait proses dan teknik-teknik perencanaan dari para pejabat struktural setingkat kepala seksi yang sekaligus pengambil keputusan dibidangnya masing-masing sebagai hambatan terbesar.
Melalui analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman), dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal. Proses lima bagian sebagai pengembangan stratetgi, dan terakhir sebagai langkah tindakan yang diambil adalah mengirimkan pejabat terkait untuk mengikuti pendidikan dan latihan manajerial perencanaan maupun teknis perencanaan, serta mengusulkan penempatan pegawai sesuai kriteria "job description?. Saran yang dapat disampaikan perlu dilakukan penataan ulang manajemen perencanaan secara terpadu dan meningkatkan pengendalian bagi pimpinan selaku penanggung jawab puncak manajemen organisasi.

The treatment planning of the prisoner is an effort that goes first before the whole action that involving the component in it that are the officer as the shepherd and the convict criminal as the object of it and all facility in it Along together with the society demand that a correctional institution must have maximal service, treatment and counseling to preserve the balance the life of the convict, the citizen as the victim and society. The determination of the planning program is depend on the external and internal environment of the correctional institution, each factor could be supporting or non supporting the planning program. To minimize the problem we must have a comprehensive planning that is a strategic planning.
That's way, the research is conducted to find the process of the realization treatment planning and the obstacle of this process.
The method that used in this research was a descriptive research with qualitative approach. The data is gathered trough the interview, direct observation, and from a list of document.
The result of the field research show that the process of the realization treatment planning program in Purwakarta correctional Institution that been made and arranged was still way beyond perfect because lack of planning process. Because the capacity limit that not capable enough to handle the job that related to the process and technical planning from the structural legal official in head section class, the problem is getting bigger and bigger. They are the biggest barrier in this program.
Trough the SWOT (strength, weakness, opportunity and threat) analyze, we can identify the internal strength and weakness and also the external opportunity and threat. These five process were part of the last development strategic, as a step to send the official to the trained and educate in matter managerial planning and technical planning, and the must be a relation between the employee posting and the job description. We advice that there must be re structuring managerial planning and leader controlling that responsible for the top management in organization.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyo Utomo
"ABSTRAK
Program Pembinaan Narapidana merupakan suatu usaha untuk mengembalikan narapidana ke masyarakat bebas dengan bekal kemampuan kepribadian dan kemandirian yang dibutuhkan untuk menjadi warga yang baik dan berguna dihubungkan dengan Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Pembinaan narapidana melibatkan seluruh komponen yaitu petugas sebagai pembina dan narapidana sebagai yang dibina serta sarana / fasilitas yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan.serta peran serta masyarakat. Pembinaan narapidana dipengaruhi pula oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal sebagai faktor pendukung dan penghambat. Melalui analisis SWOT akan dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, pengamatan langsung dan daftar dokumen. Pada kenyataannya arti penting peranan kegiatan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang belum dapat diimbangi dengan kinerja Lembaga Pemasyarakatan secara optimal, hal itu terlihat dengan masih banyaknya narapidana sebagai penghuni Lembaga Pemasyarakatanyang tidak bekerja dan masih banyak pula narapidana yang sama sekali tidak punya keterampilan kerja, atau dengan kata lain masih banyak dijumpai narapidana yangmenganggur. Sepanjang sejarah, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang lebih banyak dihuni oleh para penganggur atau dengan kata lain adanya pengangguran yang tidak kentara di dalam Lapas dan banyaknya narapidana yang tidak memiliki keterampilan kerja. Maka dari itu arti dari sebuah Perencanaan Strategi di Bengkel Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang menjadi sangatpenting, untuk menelaah dan mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Tesis ini bertujuan untukmengetahui bagaimana peranan kegiatan kerja bagi narapidana dapat ditingkatkan dalam memberikan bekal keterampilan dan keahlian bagi narapidana agar dapat digunakan mencari nafkah setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.

ABSTRACT
Prisoners Mentoring Program is an effort to restore the community to free prisoners armed with personality and independence skills needed to become good and useful citizens connected with the Indonesian Penal System. Coaching involves all components of the inmates as coaches and officials who supervised inmates as well as facility / facilities of the Institute Pemasyarakatan.serta community participation. Coaching inmates influenced by the internal environment and the external environment as enabling and inhibiting factors. Through the SWOT analysis will be able to know the strengths, weaknesses, opportunities and threats faced by the Class I Cipinang Penitentiary.
The method used in this study is a qualitative research method. Data were collected through interviews, direct observation and document lists. In fact the importance of the role of collaborative activities in Class I Cipinang Penitentiary can not be offset by the performance of Corrections optimally, it is
still seen by many inmates as residents Institute Pemasyarakatanyang not work and there are still many prisoners who had no job skills, or in other words, there's also a yang menganggur inmates. Throughout history, Class I Cipinang Penitentiary more populated by the unemployed or in other words the
existence of unemployment that are not apparent in the number of prisons and inmates who do not have job skills. Thus the meaning of a Strategic Planning Workshop Penitentiary in Class I Cipinang be extremely important, to examine and find solutions to these problems. This thesis aims untukmengetahui how the role of collaborative activities for inmates can be improved in providing sustenance for inmates skills and expertise that can be used to make a living after being released from prisons Class I Cipinang."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramelan Suprihadi
"Salah satu tahap dalam pebinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan ialah tahap asimilasi dengan tujuan menyiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat. Untuk tujuan itulah maka narapidana memerlukan bekal berupa keterampilan yang akan mereka gunakan untuk mencapai sumber di masyarakat setelah mereka babas, hal ini dilakukan melalui kegiatan kerja. Pada kenyataannya, yang terjadi ialah masih banyaknya narapidana similasi yang tidak terserap dalam kegiatan kerja sehingga mereka mengisi waktunya hanya dengan bergerombol dan berbincang-bincang atau hanya sekedar membersihkan halaman lapas. Untuk menanggulangi hal ini perlu adanya suatu kegiatan kerja yang terencana secara sistematis. Hal inilah yang masih merupakan perrnasalahan di lembaga pemasyarakatan yaitu tidak adanya perencanaan yang baku tentang kegiatan kerja khususnya untuk narapidana asimilasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan perencanaan kegiatan kerja yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dan memberikan gambaran mengenai perancanaan yang ideal berdasarkan tahapan sistematis dari sebuah perencanaan kegiatan kerja. Hasil penelitian, menunjukan bahwa perencanaan keg iatan kerja yang dilakukan belum berdasarkan tahapan ideal dari sebuah perencanaan yang mangakomodasi kegiatan dari mulai persiapan hingga evaluasi. Hal ini lah yang mengakibatkan suatu kegiatan kerja dilaksanakan berangkat dari adanya aturan dan pelambagaan yang sudah ada tanpa mempertimbangankan perubahan yang terjadi.

The assimilation is one step of prisoners coaching in correctional institution. it is preparing the prisoners to come back to community. Through the work plan, prisoners get skill to reach the source of earnings if they have freedom and come back to community. In fact, much more the Assimilation prisoners not absorb at work plan. Then they just make a group and chatting or just cleaned the prison. A Systematic work plan need to solve that problem. However, this problem still happened in the prison because no standard assimilation prisoners work plan. To described ideal planning based on systematic of the work plan at coorectional institution, this research was using descriptive research method with approach qualitative. The result of this research has showed that work plan preparing until evaluation in the correctional institution still not based of ideal step. The consequence, without consideration of the change, work plan at the correctional institutions always just based of the roles and institution."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Aini Rahman
"Overcrowding Lembaga Pemasyarakatan menjadi sebuah masalah besar di negara Indonesia. Contoh kecilnya saja adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II APaledang Bogor. Overcrowded tersebut berujung pada munculnya perlakuan kepada narapidana yang tidak manusiawi. Kemudian timbul masalahmasalah lain seperti perasaan tidak nyaman para penghuni Lapas karena harus saling tidur tumpang tindih dan berebut tempat tidur dan bahkan ada yang tidur dengan posisi jongkok, narapidana harus antre dan berebut mendapatkan air bersih untuk MCK, timbulnya penyakit menular, pertemuan dengan keluarga pembesuk sangat terbatas, terjadi prisonisasi, kerusuhan, kekerasan dan sebagainya. Dengan kondisi seperti itu, pembinaan yang efektif untuk mengintegrasikan kembali narapidana ke masyarakat tentu menjadi tujuan yang sangat sulit dicapai.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Paledang Bogor sudah melakukan berbagai upaya namun juga harus didukung dengan upaya yang lebih struktural, sistematis dan lebih besar lagi untuk mengatasi overcrowding.Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang dan studi kasus melalui studi literatur, observasi dan wawancara. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyebab overcrowded dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Paledang Bogor adalah bahwa Lapas ini tidak hanya menampung narapidana yang divonis dari Pengadilan Negeri Bogor tetapi juga dari vonis Pengadilan Negeri Cibinong dan Depok yang dimana tiap-tiap pengadilan negeri tersebut tidak memperhatikan keluaran putusan yang banyak menjatuhkan pidana penjara, kemudian karena tidak berjalan dengan baik upaya mengatasi overcrowded seperti program pemberian Pembebasan Bersyarat dan Cuti Bersyarat kemudian tempat rehabilitasi narkoba yang ditempatkan di Lapas tersebut dan bercampurnya Lapas dengan Rutan.
Sehingga penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan terkait upaya pembaharuan pemidanaan dan pemasyarakatan nantinya, mulai dari persiapan sumber daya aparat Sistem Peradilan Pidana, terkait sarana dan prasarana, serta kesediaan dari masyarakat sendiri untuk menerima kebijakan ini sebagai pidana alternatif.

Prisons overcrowding becomes a major problem in Indonesia. The example is Correctional Institution of Paledang Bogor. Overcrowding led to the emergence of the treatment of prisoners inhuman treatment. Then comes other problems such as uncomfortable feeling of the occupant prisons because they have each other to sleep overlapping and scramble the bed and there is even with a squatting position, the prisoners have to queue and scramble to get clean water for the toilets, bad circulation for fresh air, the emergence of infectious diseases, the limited to meetings with family, prisonization, riots, violence and so on. With such conditions, effective formation to reintegrate prisoners into society would be a very difficult to achieve.
To overcome these problems, Correctional Institution of Paledang Bogor has made various efforts, but also must be supported by the efforts of more structural, systematic and even more to cope with overcrowded.This research uses statute approach and case study through the study of literature, observation and interviews. From this study it can be concluded that the cause of overcrowded in the Correctional Institution of Paledang Bogor is that the correction is not only accommodates prisoners convicted by Court of Bogor but also of the verdict of the District Court of Cibinong and Depok which is each courts do not pay attention of the output decision that to much impose imprisonment sanction, then because it do not go well tackling overcrowded as program administration of Parole and a drug rehabilitation which is placed in Correctional Institution of Paledang Bogor and the cause which is not less important is the Correctional Institutionof Paledang Bogor also has the jail on it.
So this study also concludes that there are some preparations that need to be done related to sentencing and correctional reform efforts in the future, ranging from the preparation of the resource officers of Criminal Justice System, relating fascilities and infrastructure as well as the willingness of the community itself to accept this policy as an alternatives punishment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amurwani Dwi Lestariningsih
"Kajian ini mengungkapkan dan menganalisis gejala sosio-historis mengenai suatu identitas yang diperjuangkan oleh kelompok mantan tahanan politik perempuan berkaitan dengan peristiwa G30S tahun 1965. Tidak seperti kelompok lainnya yang segera dapat beradaptasi, kelompok ini melakukan class action penanda mereka tidak merasa bersalah secara hukum. Kegagalan class action dan dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat mendorong mereka untuk menghimpun dan membentuk suatu organisasi, yang menjadi ruang bagi mereka untuk mengartikulasikan diri yaitu Wanodja Binangkit, Paduan Suara Dialita, dan Kiprah Perempuan. Ruang ini digunakan sebagai tempat untuk mempertahankan identitas dan memperjuangkan nilai-nilai yang mereka yakini, melalui pentasan seni pertunjukan dan lagu-lagu yang dibawakannya. Mereka juga berupaya untuk menghilangkan stigmatisasi dan merekontruksi sejarah terkait dengan identitas, dalam bentuk gerakan budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan memory collective melalui merawat ingatan kolektif masa lalu untuk kepentingan masa kini. Pendekatan ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan menelusuri dokumentasi dari ketiga organisasi tersebut. Studi ini diharapkan memberikan perspektif baru sumbangan ilmu sejarah kepada ilmu budaya.

This study reveals and analyzes socio-historical phenomenon regarding an identity that was fought for by a group of former female political prisoners in connection with the G30S-1965 incident. Unlike other groups that quickly adapted, this group carried out class action as a sign that they did not feel legally guilty. The failure of class action and support from Non-Governmental Organizations encouraged them to gather and form an organization, which became a space for them to articulate themselves, namely Wanodja Binangkit, Dialita Choir, and Kiprah Perempuan. This space is used as a place to maintain their identity and fight for the values ​​they believe in, through performing arts performances and the songs they perform. They also seek to eliminate stigmatization and reconstruct history related to identity, in the form of cultural movements. This study uses a collective memory approach through caring for past collective memories for the benefit of the present. This approach is carried out by using in-depth interviews and tracing documentation from the three organizations. This study is expected to provide a new perspective on the contribution of historical science to cultural science."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Puji Astuti
"Pemilihan judul peneiitian ini dilatarbelakangi oleh adanya model baru suatu lembaga pemasyarakatan atau yang biasa disingkat dengan lapas. Berbeda dengan kebiasaan yang berlaku selama ini biasanya sebuah lapas identik dengan tembok tinggi dan jeruji besi. Namun pada sebuah lapas yang dimmikan dengan nama Lapas Terbuka Jakarta ini, tidak dijumpai suatu tembok tinggi. Lapas ini juga dikenal dengan sebutan Kampung Si Doel yang merupakan singkatan dari Kampung Asimilasi Gandul yang memang terletak di wilayah kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Kota Depok.
Narapidana yang menghuni Lapas Terbuka Jakarta adalah narapidana yang telah menjalani minimal separuh masa pidananya dimana pada masa tersebut pendekatan pengamanan yang dibenkan adalah minimum security. Pada masa ini pula seorang narapidana berhak untuk mendapatkan pembinaan berupa asimilasi dalam kerangka integrasi sosial. Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dalam kehidupan masyarakat Sedangkan integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tentang pembinaan narapidana melalul Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dafam menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara mendalam tentang pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyanakatan Terbuka Jakarta. Analisis dilakukan daiam kerangka teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Soslologi, dan peraturan perundang-undangan di bidang Pemasyarakatan. Data diperoleh dari wawancara terhadap petugas dan narapidana yang kemudian dianalisis dengan kerangka teori yang ada.
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta bertujuan untuk menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat. Untuk dapat kembaii ke masyarakat, seorang narapidana harus mampu memulihkan hubungan hidup (hubungan antara manusia dan Sang Pencipta), kehidupan (hubungan antara manusia dan manusia) serta penghldupan (hubungan antara manusia dengan mata pencahauiannya). Hubungan hidup dapat diperbaiki melalui pembinaan mental spiritual yang memang telah diprogramkan pada setiap lapas. Hubungan kehidupan berusaha dipulihkan melalui program asimilasi. Sedangkan hubungan penghidupan diupayakan melalui pemberian ketrampilan yang diharapkan dapat dijadikan bekal untuk mencari naikah seteiah narapidana bebas nanti. Penelitian di sini menemukan fakta bahwa untuk memenuhi tujuan yang pertama, yakni mengenai hubungan hidup, pembinaan mental spiritual telah diberikan semenjak di Iembaga pemasyarakatan tertutup.
Pencapaian tujuan kedua mengenai hubungan kehidupan telah cukup berhasil dengan Iebih mudahnya bagi narapidana unluk menyasuaikan diri dengan kehidupan masyarakat. Namun untuk tujuan ketiga, narapidana merasakan kurang berhasilnya pembinaan yang diberikan karena bidang-bidang kegiatan kerja yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka belum mernenuhi kebutuhan pasar tenaga ke|ja dan kurang sesuai dengan kondisi Ietak Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta yang beracla di daerah perkotaan.
Hasil penelitian ini memberikan infonnasi mengenai bagaimana pembinaan narapidana yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta. Dari hasil analisis diperoleh altematif pembinaan, khususnya di bidang kegiatan kerja agar tujuan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dapat tercapai. Misalnya kegiatan kerja yang Iebih produktif dan menghasilkan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi nampidana dan petugas. Atupun pembinaan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk mencari nafkah bagi narapidana setelah bebas nanti.

The background of the decision of the title of the research is an existence of a new model of detention center or Lapas. It is different with the usual detention center which is identical with high wall and iron bats. The new model of detention center is known a Lapas Terbuka (Open Detention Center) in Jakarta. There is no high wall in it. This Lapas is also known as Kampong Si Doel which is taken from Kampung Asimilasi Gandul (Gandul Assimilation Kampong) and it takes place in Gandul regency, Limo, Depok.
The prisoners who live in the Open Detention are prisoners who have spent half of their sentence period and in the next period tl1e security approach is minimal. In this period, a prisoner has a right to get probation of assimilation to integrate with the society assimilation is a process of prisoner?s probation which blends them in the social activity. Integration is renewal of their social life relation. The aim of the research is to explore on the probation of the prisoners through Jakarta Open Detention Center in order to arrange them back to the society.
This research uses qualitative approach to explore deeply on probation of the prisoners in the Center. Analysis is done in t.he theoretical framework of Human Resource Development, Sociology, and tl1e regulation of social rehabilitation. Data is collected from the officers and prisoners and then it will be analyzed in the theoretical framework. Probation in the Center aims to prepare the prisoners to integrate with the society. To do that, a prisoner must recover their life (relation of human being with God), being (interhuman relation), and living (relation of human and their work life). Life can be fixed through mental education or training which has been programmed by the Center. Being can be recovered through assimilation programme. Meanwhile, living is arranged through skill training which can be used to find jobs after they are free.
The research finds out the tact that to fulfil the tirst objective, mental training has been given from the standard detention center. The tiilfilment of the second objective has been done successfully that the prisoners can easily integrate with the society. However, for the third objective, prisoners feel that the programme is not successful because the skills which are given in the center are not suitable with the labour market and the location of the center in the urban area.
The result ofthe research gives infomation on how probation of the prisoners which is done in the center. From tl1e analysis, there is an altemative of probation, especially in the field of skill training in order to tilliil the objective of the center. For example, the prisoners need labour training activities which are more productive to cam money so that it can give benefit after they are free.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmi Faisal
"ABSTRAK
Narapidana perempuan hamil/ menyusui merupakan minoritas dalam komunitas suatu bangsa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana perempuan hamil dan menyusui memerlukan pembinaan yang berbeda narapidana pada umumnya. Hal ini terjadi karena narapidana perempuan dengan kondisi hamil dan menyusui memiliki fisik dan kebutuhan yang jauh berbeda dengan narapidana pada umumnya. Perawatan kesehatan reproduksi, pengobatan fisik maupun psikis, serta perlindungan terhadap anak-anak dari narapidana perempuan di dalam Lapas menjadi sangat penting karena akan menentukan masa depan narapidana dan anaknya sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dan hasil dari penelitian yang diperoleh setiap Lembaga Pemasyarakatan memiliki kebijakan atas permasalahan yang berbeda-beda, hal ini didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang mereka miliki dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Lapas Klas II B Anak Wanita Tanggerang dirasakan cukup memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui karena akses kesehatan, perlindungan keselamatan, serta program pembinaan yang cukup efektif. Untuk Lapas Perempuan Klas II A DKI Jakarta memiliki faktor penghambat yang membuat pihak Lapas dirasakan masih kurang memenuhi hak-hak narapidana tersebut akibat dari kondisi Lapas yang over crowded. Sedangkan, Lapas Klas II A Bogor merupakan Lapas dengan permasalahan yang lebih kompleks, kondisi Lapas yang over crowded, tidak adanya akses perlindungan yang memadai, serta dilarangnya narapidana yang pasca melahirkan membawa anak ke dalam Lapas, menjadikan kebijakan Lapas ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang ada dan belum memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui.

ABSTRACT
Pregnant and breastfeeding women's prisoners are a minority in the community of a nation in the Prison. Prisoners of pregnant and breastfeeding women require different counseling of convicts in general. This happens because female prisoners with pregnant and breastfeeding conditions have a physical and a need that is much different from the convicts in general. Reproductive health care, physical and psychological treatment, as well as protection of children from female prisoners in prison are very importance because it will determine the future of inmates and their own children. In this study, the authors use normative juridical research methods focused on assessing the application of norms or norms in positive law, and the results of research obtained by each the prison have policies on different issues, the inhibiting factors they have in the coaching process within the prisons. Prisons Class II B Child Tanggerang is sufficient to fulfill the rights of pregnant and lactating female prisoners because of health access, safety protection, and effective coaching programs. For prisons of Women Class II A DKI Jakarta has an inhibiting factor that makes the prisons felt is still not meet the rights of prisoners is due to the condition of prisons are overcrowded. Meanwhile, Prisons Class II A Bogor is prisons with more complex problems, overcrowded prisons, inadequate access to protection, and prohibition of post partum prisoners bringing children into prisons, making this prison's policy contrary to some existing regulations and has not fulfilled the rights of pregnant and breastfeeding women's prisoners. "
2018
T51054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajub Suratman
"Indonesia sebagai Negara Hukum sangat menghormati penegakkan hak azasi manusia yang kini telah menjadi isu global. Upaya penegakkan hak azasi tersebut jugs dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan. Satu di antara Hak-hak Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan adalah hak untuk menerima kunjungan dari keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tercantum pada pasal 14 yang berbunyi: Warga Binaan Pemasyarakatan (Narapidana) mempunyai hak untuk menerima kunjungan keluarga. Pelaksanaan hak narapidana tetap mengauu kepada peraturan dan ketentuan-ketetuan yang mengatur tentang hak tersebut. Namun, yang terpenting adalah bagaimana memberikan pelayanan yang memuaskan kepada keluarga yang akan mengunjungi narapidana sehingga hak narapidana dapat terpenuhi. Selama ini penulis melihat bahwa pelayanan kunjungan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan belum memuaskan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk mengetahui kualitas pelayanan kunjungan narapidana pada Lembaga Pemayarakatan yang ada di Karawang Jawa barat. Untuk mengukur kualitas layanan tersebut penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, kuesioner dan saranikomentar kepada 125 orang pengunjung dengan teknik sampling aksidental serta studi kepustakaan. Kuesioner ditujukan untuk mengukur tingkat kepuasan pengunjung yaitu dengan membandingkan persepsi pengunjung dengan harapan pengunjung, dengan indikator 5 (lima) dimensi pengukuran kualitas pelayanan yang terdiri dari : Tampilan fisik (Tangible), Daya Tanggap (Responsiveness), Kehandalan (Reliability), Jaminan (Assurance) dan Empati (Emphaty). Model pengukurannaya dengan menggunakan Konsep Gaps Model of sevice Quality yang dikembangkan oleh Valarie A Zeithaml, Parausaman A. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas data dengan mengkorelasikan skor butir pernyataan pada setiap variabel indikator tangible, responsiveness, reliability, assurance dan empathy. Hasil uji validitas instrumen persepsi dan harapan pengunjung semuanya valid dengan koefisien korelasi diatas 0,3 dan basil uji reliabilitas semuanya dinyatakan reliabel dengan koefisien korelasi diatas 0,176. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pengunjung menurut dimensi Tangible sebesar 73 %, Responsiveness, 73 %, Reliability sebesar 66 %, Assurance sebesar 71 % dan Empathy sebesar 59 %.
Dari skor-skor tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi terdapat pada dimensi Tangible dan Responsiveness sebesar 73 % dan terendah terdapat pada dimensi Empathy sebesar 59 %. Secara keseluruhan diperoleh tingkat kepuasan pengunjung (pelanggan) atas pelayanan kunjungan narapidana sebesar 68 % dari harapan pengunjung. Dari hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Karawang Jawa barat dalam memberikan layanan kepada pengunjung mencapai level cukup memuaskan. Kategori cukup memuaskan ini merupakan kualitas pelayanan yang dinilai oleh pengunjung. Sedangkan harapan pengujung menghendaki layanan sebesar 100 %. Untuk mencapai kualitas layanan sesuai harapan pengunjung, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Karawang Jawa Sarat perlu melakukan upaya-upaya seperti menyediakan ruang khusus kunjungan dengan fasilitas yang memadai, ruang tunggu pengunjung, peningkatan kebersihan fasilitas umum dan Para petugas perlu diberikan pendidikan dan pelatihan pelayanan kunjungan narapidana. Sedangkan yang menyangkut mekanisme dan prosedur kunjungan perlu lebih disederhanakan dengan tetap memperhatikan tingkat keamanan. Ada baiknya jika dibentuk suatu tim khusus yang melaksanakan pelayanan kunjungan narapidana sehinga lebih mudah dilakukannya evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diharapkan.

Indonesia as a law biding nation always value the importance of human rights, an issue that has been in a center stage of global politics.
Effort has been carried on by the correctional institutions to uphold the principle of human rights at the correctional facility, one of the rights granted to the inmates is the right for a family visit, this is an accordance with law no.12 tahun 1995 regarding the correctional institutions as stated in article 14 ; all inmates posses the right to a family visit. The procedure on how to implement the human rights of the inmates has to be in accordance with the regulation and rules that regulate the implementation of those rights. Most important is how to deliver to a satisfactory service to the visiting family. The writer noticed that visitor service at correctional institution still unsatisfactory. Therefore, the writer was motivated to conduct research at the quality if service as correctional institution in karawang Jabar. To measure quality of service the writer used a collective method and through collection observation, questions and comment/suggestion from 125 visitor with technique sampling accidential and also library research. The purpose of the question is to measure the satisfactory level of visitor by comparing what kind of service received by the visitor, their expectation through 5 indicator, dimension of measure quality service are including : Tangible, responsiveness, reliability, insurance, emphatic the modal of measure with using a concept Gaps model quality service developed by Valarie A. Zeithaml, Parausaman A. After collecting the data next is validity test and data realibility test. Correlating score point statement of every tangible indicator variable, responsiveness, realibility, assurance and emphaty. Form the result of the validity instrumental test the visitor perceprion and expectation are all valid with correlation cooefisien above 0,3 and the result of all realibility test concluded to be realiable with correlation and coefficient above 0.176. The research showed the satisfactory level of the visitor according to the tangible dimension approximately 73 %, responsiveness, realibility 69 %, assurance 68 %, and emphaty 59 %, from the scores we can conclude the satisfactory level is countable dimension and responsiveness as by 73 % are the lowest is emphaty 59 % generally the satisfactory level of the visitor is 68 % from the expectation of the people.
From analysis of result we can concluded that correctional institution class IIA Karawang est Java, to give a satisfactory service to visitor. This category for satisfied level is constituted quality of service which is evaluate by visitor. While the visitor hope to get a good service 100%. In order to get what the visitor wished, so correctional institutional class IIA karawang west Java need to make serious effort as provided special room for visitor with a good facility, waiting room for visitors. To upgrade cleaned public facility and offices education and training about service visitor in jail. While, including mechanism procedures of visitor we need to simplified the procedure without have to push a side the high standard of our security. It's better to form special team who can do visitor service so that easier to conduct evaluation on the increase the expected quality of service .
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>