Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5171 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
499.221 5 MOR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Taib
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K, 1990
499.225 6 SUR m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Durdje Durasid
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1986
414 DUR m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Konjungsi (kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua kata atau dua kalimat. Karena peranannya sebagai kata penghubung, kata sambung (konjungsi) disebut juga dengan istilah konjungtor. Selain untuk menghubungkan dua kata, konjungtor juga dipakai untuk menautkan dua kalimat dengan cara memakai konjungtor pada awal kalimat yang kedua. Dalam tulisan ini, dibahas bentuk-bentuk konjungsi yang terdapat dalam bahasa Muna disertai dengan arti dan contoh penggunaannya dalam kalimat."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1992
499.221 5 MOR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
499.221 5 SIS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suharsono
"Berdasarkan kenyataan bahwa buku-buku linguistik Jawa sebagian besar adalah karya-karya pedagogis, serta Pembahasan masalah dalam lingkup yang cukup luas, yang jika ditinjau secara teoritis banyak terdapat kekurangan maka penulis mencoba meneliti masalah tak bahasa Jawa da_lam tulisan ini secara teoritis serta membatasi lingkup masalah yang cukup sempit dengan harapan agar mencapai hasil yang lebih baik dan mendetil. Sebenarnya pembahasan masalah tak ini bukanlah yang pertama. Beberapa ahli telah membahasnya. Namun demikian pembahasan-pembahasan terdahulu yang kurang mendetil ter_sebut menunjukkan perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan pembahasan yang mendetil. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian ini. Dalam mengumpulkan data, penulis mengikuti saran La-bov dalam Harimurti Kridalaksana (1988: 25) yaitu agar melakukan; (1) penilaian atas kegramatikalan, (2) peni_laian atas ketaksaan dan (3) penilaian atas parafrasa yang betul terhadap data yang terkumpul. Penulis tidak banyak menemui hambatan dalam mengumpulkan data karena telah banyak kamus maupun buku-buku bahasa Jawa yang di_terbitkan. Walaupun hanya tak yang dibahas dalam tulisan ini, bukan berarti bahwa masalahnya akan mudah dipecahkan. Untuk itu penulis perlu memakai wawasan teoritis dari berbagai ahli linguistik dengan tujuan supaya menekan sekecil mungkin hal-hal yang luput dari tinjauan. Dengan mempergunakan metode induktif atas dasar azas praduga yang ilanjutkan pembahasan masalah untuk menuju kesim_pulan, penulis menenukan perbedaan yang mendasar antara tulisan-tulisan terdahulu dengan hasil penelitian ini. Pada tulisan-tulisan terdahulu tak hanya disebut sebagai prefiks saja. Namur demikian, setelah melalui berbagai pembahasan dalam tulisan ini dapat diketahui bahwa tak bahasa Jawa ternyata terdiri dari dua bentuk yang berbeda. Yang pertama sebagai proklitik dan yang kedua sebagai partikel."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1994
499.25 MOR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam bahasa Muna dialek Mawangsa dikenal juga kelas kata nomina. Nomina dalam bahasa Muna dialek Mawasangka ada yang terbentuk dari proses afikasasi, baik yang bersifat infleksional maupun derivasional. Proses pembentukan nomina yang derivasional inilah yang disebut dengan nominalisasi, yaitu proses pembentukan nomina yang berasal dari morfem atau kelas kata lain. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan nominalisasi dalam bahasa Muna dialek Mawasangka "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Ekawati
"Secara universal setiap bahasa di dunia mengenal konsep ketunggalan dan kejamakan pada nomina, namun perwujudan dari kejamakan tersebut dapat berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Secara morfologis ada bahasa yang menyatakan kejamakan melalui reduplikasi, afiksasi, perubahan vokal intern dan ada pula yang secara morfologis tidak membedakan bentuk nomina yang mengandung konsep tunggal dengan jamak. Kejamakan yang diwujudkan melalui proses redupli_kasi dapat dijumpai antara lain pada bahasa Indian Nass, misalnya giat (orang) - gjigjat (orang-orang). Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang juga mengenal upaya reduplikasi , di mana salah satunya mengacu pada kejamakan, contohnya : buku -- buku-buku (reduplikasi duilingga) dan pohon -- pepohonan (reduplikasi dwipurwa). Indian Nass merupakan bahasa yang menyatakan kejamakan pada nomina melalui penambahan prefix misalnya an'on (tangan) -- ka-an'on (tangan-tangan), sedangkan bahasa Yana melalui penambahan infiks, contohnya k 'uwi (dukun) - k ' uriwi (dukun-dukun). Bahasa Jerman merupakan salah satu dari beberapa bahasa Eropa yang mewujudkan kejamakan melalui penambahan sufiks serta perubahan vokal intern, yang dalam bahasa Jerman ditandai dengan Umlaut, seperti pada contoh berikut ini: das Auto--die Autos, der Mantel--die Mantel, die Frau_die Frauen, der Vater--die Vater, der Brief--die Briefe, der Apfel--die Apfel. Selain itu dalam bahasa Jerman dapat pula dijumpai bentuk jamak yang dibentuk melalui kombinasi antara sufiks dengan Umlaut seperti contoh : das Buch--die Bucher, die Hand--die Hande. Dalam bahasa Jerman terdapat pula beberapa nomina yang secara morfologis tidak membedakan antara bentuk tunggal dan jamaknya, misalnya der Wagen--die Wagen. Dari uraian di atas terlihat bahwa setiap bahasa memiliki ciri pembentukan jamak tersendiri yang khas menurut tipe bahasa yang bersangkutan dan hal tersebut baru merupakan salah satu aspek dari beberapa aspek lain yang berbeda dari setiap bahasa. Sebagai penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Jerman, saya banyak menemukan kesulitan yang berakar dari adanya,perbedaan-perbedaan seperti itu. Seperti telah diuraikan pada contoh-contoh di atas, bahasa Jerman merupakan bahasa yang mengenal deklinasi, termasuk deklinasi jamak yang ditandai dengan penggunaan sufiks jamak. Dalam bahasa Jerman terdapat beberapa sufiks jamak, di mana kebanyakan hanya salah satunya yang sesuai untuk satu nomina. Pada awalnya sulit bagi saya untuk menentukan salah satu dari sufiks jamak tersebut yang sesuai bagi suatu nomina. Berangkat dari adanya permasalahan tersebut, saya tertarik untuk mengangkatnya sebagai topik skripsi dan menganalisis lebih lanjut mengenai kejamakan dalam bahasa Jerman, tepatnya unsur-unsur morfosintaksis yang berperan dalam meuujudkan kejamakan dalam bahasa Jerman, untuk kemudian membandingkannya dengan bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>