Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Wahyu Estiyono
"Tesis ini membahas mengenai konsep diri dan orientasi ma..o;;a depan dari anggota legislatif yang berkecimpung di DPR RI periode 2009-2014. Peneliti mencoba mengaualisis konsep diri seorang anggota Iegislatif dari kalaugan pemuda, yang mengambil pilihan menjadi anggota legislatif dikarenakan pengaruh faktor internal (dari dalam dirinnya) maupun ekstemal (dari luar dirinya). Se!ain itu, peneliti juga menganalisis bagaimana orientasi ke depan terkait dengan karir dan jenis pekerjaan yang akan mereka ambil setelah tidak lagi menjadi anggota legislatif.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa b berapa Anggota legislatif muda telah memiliki konsep diri sebagai anggota DPR Rl. Hal itu terlihat dari keyakinan mereka akan kemampuan diri mereka dalam menjalarlkan tugas dan fungsi kedewanan. Konsep diri tyang kuat tersebut terbentuk: sebagai akibat dari aktifitas pekerjaan yang mereka lakukan. Selain itu. basil penelitian juga menyebutkan adanya anggota leslatif muda yang memiliki orientasi masa depan untuk tetap berada di jalur politik dan ada juga yang tidak setelah tidak lagi mc:mjab?t sebagai anggota legislatif. Itu semua kembali ke Ronsep diri dan faktor-faktor lain yang tunit mempengaruhinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T20962
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiq
"Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Karena jumlah penduduk yang besar, wilayah negara yang luas, dan bentuk permasalahan yang kompleks membuat Indonesia menganut demokrasi perwakilan, yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan memperjuangkan aspirasi dan harapan rakyat. Akan tetapi, dalam perjalanannya ternyata anggota legislatif yang memiliki peran sebagai wakil rakyat sekaligus anggota partai yang telah mencalonkannya dalam pemilu tidak menjalankan tugasnya seperti yang diharapkan. Gejala yang banyak terjadi adalah seringnya anggota legislatif lebih mementingkan perannya sebagai anggota partai dibanding memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat. Kondisi ini bahkan lebih terlihat pada anggota legislatif yang berada di pusat atau DPR.
Dua peran yang dimiliki oleh anggota legislatif yaitu sebagai wakil rakyat dan anggota partai dapat menimbulkan konflik bagi anggota legislatif saat kedua peran tersebut memiliki harapan yang saling bertentangan. Konflik peran sebagai hasil interaksi dengan rakyat dan partai dalam rangka menunaikan tugas dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anggota legislatif. Hal ini dikarenakan interaksi dengan lingkungan sekitar membentuk konsep diri individu (Wrightsman, 1993). Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah konsep diri anggota legislatif? Dengan berbagai gejala sosial yang melatarbelakangi, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri real-ideal dan diskrepansi diri real-sosial? Kemudian bagaimanakah gambaran konflik peran yang dialami oleh anggota legislatif? Seberapa besar pengaruh konflik peran terhadap diskepansi konsep diri anggota legislatif?
Dalam menjawab rumusan permasalahan tersebut, penelitian ini memakai teori komponen konsep diri Baron (1997), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, konflik antar-peran dari Shaw dan Constanzo (1985). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisa kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah anggota legislatif pusat atau DPR. Penghitungan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta coding effect pada regresi berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa diri ideal merupakan diri yang paling menonjol dalam menggambarkan diri anggota legislatif dibanding diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Diskrepansi konsep diri real-ideal anggota legislatif tergolong rendah, sedangkan diskrepansi konsep diri real-sosial mereka termasuk sangat rendah. Rendahnya diskrepansi konsep diri melalui analisa kualitatif disebabkan oleh kemampuan anggota legislatif untuk memenuhi harapan dari lingkungan. Konflik peran yang dialami anggota legislatif tergolong agak rendah dengan kecenderungan untuk mengakomodasi harapan partai. Sumbangan konflik peran terhadap diskrepansi konsep diri ternyata tidak berarti dan lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Dari hasil penelitian tambahan ditemukan bahwa afiliasi politik anggota legislatif dengan orang tuanya memberikan hasil yang berbeda dalam diskrepansi konsep diri real-sosial. Selain itu, hasil penelitian lainnya adalah bahwa jenjang pendidikan anggota legislatif menentukan tinggi konflik peran yang dirasakan. Kedua temuan ini patut mendapat perhatian dalam melakukan penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Nabilla Salfa
"Teori Peran sosial menjelaskan bahwa setiap perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan adalah hasil dari stereotype budaya tentang gender. Perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan gendernya, sehingga hal ini menyebabkan perbedaan tugas yang diberikan pada mereka oleh masyarakat. Perbedaan tugas ini mencolok di pekerjaan yang didominasi oleh perempuan, seperti pekerja kesehatan, guru playgroup dan guru Taman Kanak-Kanak, apabila disandingkan dengan pekerjaan yang didominasi laki-laki, seperti pekerja bangunan, montir atau tukang listrik. Dewasa ini, perbedaan tersebut juga dapat ditemui di komisi-komisi legislatif Indonesia. Komisi yang terkait dengan subjek kesehatan, kegiatan sosial, atau komisi-komisi dengan nuansa soft politics, tampak memiliki keterlibatan perempuan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan komisi-komisi yang terkait dengan urusan militer, dalam negeri, atau komisi-komisi lain dengan nuansa hard politics. Sehingga, riset mengenai perbedaan proposi gender antar komisi perlu untuk dilakukan untuk melihat dampak peran sosial kepada pembagian tugas di DPR RI. Menggunakan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara dan studi literatur, riset ini menemukan bahwa peran sosial tidak mempengaruhi institusi legislatif secara system, tetapi lebih berakar pada pengaruh budaya yang membuat perempuan sulit untuk ikut terlibat dalam institusi legislatif. Walaupun masalah ini terus coba untuk diselesaikan oleh pemerintah, perempuan masih mengalami berbagai halangan untuk bergabung dalam institusi legislatif, karena mereka harus memiliki kemauan, kemampuan finansial, dan izin dari keluarga. Halangan-halangan ini tidak terjadi pada laki-laki karena peran laki-laki dalam keluarga masih diharapkan untuk menjadi pencari uang, memimpin, dan tergabung dalam pemerintahan. Sedangkan, perempuan masih diharapkan untuk mengambil peran sosial sebagai pengurus keluarga. Sehingga, peran sosial masih mempengaruhi perempuan untuk tergabung dalam institusi legislatif yang akhirnya membuat jumlah perempuan secara supply lebih sedikit dan tugas komisi yang mereka pilih juga masih dipengaruhi oleh peran sosial sebagai perempuan dalam keluarga.

Social role suggests that almost all behavioral differences between male and females are the result from cultural stereotypes about gender. For women is expected to behave differently, task assigned to them in working space is also different. This differentiation in task assigned is stark in women dominated jobs, such as healthcare assistant, preschool and kindergarten teacher, compared to men dominated jobs, such as construction worker, mechanics and electrician. It has recently observed that the extension of gender- dominated jobfield might have extension to legislatif commission in Indonesia. Commission that deals with health issue, social work, and anything related to soft politics are high in women’s involevement, but not in commission that related to military, internal affairs, or anything that relates to hard politics. Thus, a study regarding the disproportional gender ratio between certain commission is required to examine the impact of social role to the job division among women in Indonesian legislatif. Using data gathered from interview and literature review, this research concludes that the social role does not affect the legislatif institutions by system, but it rather stems from cultural perspectives that stem from lack supply of women-gendered legislatif member. Although this problem is constantly being addressed by the government, women are still under various hindrace from joining the legislatif as they are limited by willingness, financial capability and approval from the family. These hindrances are virtually nonexistent to male, as they are expected to lead and get involved in the government as breadwinner, while women are still expected to take caretaking role of the family. Therefore, although the women are not systematically oppressed, the social role is still affecting their involvement in the legislatif process as they are naturally few in number by supply and has internal willingness to take task that is close to their social role as a woman in the family."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Centro, 2010
R 050 ALM
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Cetro, 2010
R 328.33 ALM
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"Directory of the member of Indonesian People's Consultative Assembly, 2009-2014"
Jakarta: Cetro bekerjasama dengan HSF, 2010
320PUSA001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Nasrullah
"Ada sekurangnya dua konteks perubahan pada masa iransisi di Indonesia yang paling berpengamh; perubahan sistem media, dan refomiasi fungsi iegislatif. Sistem media pasca Orde Baru yang berubah kearah paradigma pers bebas berimplikasi pada struktur kebijakan media, struktur industri media, struktur isi media dan struktur khalayak media. Reformasi fungsi Iegislatif ditandai dengan semakin leluasanya parlemen memerankan diri sebagai fungsi keseimbangan bagi eksekutif. Namun perubahan itu tidak disertai dengan kualitas media yang baik dan mental para anggota Iegislatif (DPR-Rl) yang seharusnya lebih sensilif pada kepentingan masyarakat daripada urusan elit politik. Atas dasar konteks tersebul, perlu dikaji sejauhmana iklim kebebasan pers mernbuat anggota legislatif lebih sensitif pada permasalahan-permasalahan kebangsaan. Penelitian ini ingin mengetahui agenda media dan karekteristik isu yang menoniol serta hubungannya dengan perhatian anggota DPR-Ri pada isu-isu nasional.
Teori yang dikaii untuk peneiitian ini melipuli teori-ori tentang efek media massa pada publik. Dari tiga katagori teori efek media; efek kuat, efek moderat dan efek iemah, teori efek moderat lebih banyak digunakan dalam menielaskan efek media massa dalam memindahkan perhatian publik tentang isu-isu yang diliput. Model dependensi Ball-Rokeach dan DeF|our (1976 dan 1989) menjelaskan hubungan sistem ketergantungan sistem media dengan efek kognitif, afektif dan behavioral publik yang dipengaruhi oleh ketergantungan dan keterlibatan individu dalam sebuah isu. Selanjutnya dikaji beberapa model agenda setting antara lain berdasarkan penelitian Bemard C. Cohen (1969), McComb dan Shaw (19?2 dan 1987), Upton, Haney, dan Baseheart (19975), Zucker (1978), Serta David Hill (1991). lnti dari model agenda setting adaiah media memiliki kemampuan menyeleksi isu-isu untuk ditoniolkan yang pada gilirannya berpengaruh pada perhatian pubiik terhadap isu tersebut. Perhatian publik terhadap agenda media akan semakin besar jika publik tidak terlibat iangsung dengan isu yang diiiput oleh media.
Model fungsi agenda seiiing pada penelitian ini diteliti menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mnguji hipotesis ada tidaknya hubungan antara agenda media massa, dalam hal ini surat kabar, maiaiah dan teievisi, dengan agenda para anggota Iegislatif (DPR-Rl). Uji statistik pada analisis kuantilif menggunakan Koeiisien Koreiasi Rank Spearman. Untuk menganalisis karakteristik isu dan karakteristik publik dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan tematik mempakan teknik analisis wacana pada tingkat makro untuk merangkai kesatuan tema dari beberapa isu dan karakteristik yang terkandung didaiamnya. Populasi media adalah surat kabar Kompas, majaiah Tempo dan tayangan Liputan 6 Petang SCTV pada periode 1 sampai 31 Oktober 2002 dengan unit analisis isu. Sedangkan populasi pubiik adaiah 500 anggota DPR Ri kemudian diambil sampel sejumiah 80 responden yang tersebar ke daiam 6 Fraksi terbesar di DPR.
Hasii uji statistik menunjukkan, pemenngkatan isu-isu nasional oieh Kompas maupun Tempo tidak mempengaruhi pemeringkalan agenda pubiik anggota DPR. Pemeringkatan isu nasional oleh Liputan 6 SCTV mempengaruhi pemeringkatan agenda pubiik anggola DPR. Ketika di uji dalam kelompok komunitas berdasarkan atiiiasi politik publik, tingkat hubungan tersebut diketahui berbeda-beda. Agenda Kompas hanya berkorelasi dengan agenda publik beraiiliasi politik Parlai Golkar, Tempo berkorelasi dengan publik berailiasi poiitik Partai Golkar, PPP dan PKB. Sedangkan Lipuian 6 SCTV berkorelasi dengan pubiik beraliliasi Partai Golkar, PPP, PKB, kelompok Refomasi dan TNI Polri.
Dari analisis terhadap karakteristik isu ditemukan bahwa diantara 10 isu yang diteliti, isu-isu politik yang berhubungan dengan citra iembaga iegislatif kurang mendapatkan perhatian publik. Hal ini dimungkinkan karena media juga teiah menggeser isu-isu tersebut oleh karena isu bam yang karakteristiknya Iebih kuat, yakni kasus bom Bali; peristiwanya besar, melibatkan iebih banyak manusia dan iingkupnya lebih luas. Isu ini mendapai perhatian publik anggota DPR paling besar karena peristiwanya tidak dialami langsung oleh pubiik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T4912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Rachmah Syam
"Kebijakan afirmatif dan nomor urut merupakan bentuk upaya kesetaraan gender bagi kaum perempuan untuk bisa menjadi anggota legislatif di Indonesia. Rendahnya keterwakilan perempuan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah pemilih perempuan Indonesia yang mencapai 50 persen dari pemilih laki-laki pada tahun 2014. Pada pemilu tahun 2014 jumlah calon anggota DPR RI perempuan yang mendaftar untuk menjadi anggota DPR RI meningkat, namun anggota DPR RI perempuan yang terpilih di tahun 2014 justru menurun dari 18 persen di tahun 2009 menjadi 17,32 persen di tahun 2014. Penurunan keterwakilan perempuan di DPR RI disebabkan oleh berbagai faktor baik dari pelaksana kebijakan afirmatif dan nomor urut maupun dari budaya yang melekat di masyarakat. Kebijakan afirmatif dan nomor urut telah diterapkan secara optimal oleh partai politik peserta pemilu legislatif 2014. Namun kebijakan afirmatif dan nomor urut belum efektif dapat meningkatkan keterwakilan perempuan, hal ini karena kebijakan afirmatif dan nomor urut hanya salah satu upaya dalam meningkatkan keterpilihan perempuan di DPR RI. Oleh karena itu dalam mencapai tujuan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di DPR RI diperlukan sinergi yang lebih optimal dari partai politik dengan bentuk perbaikan sistem rekrutmen dan kaderisasi.

Affirmative and serial number policy is a form of gender equality for women to become legislative members in Indonesia. The low representation of women in Indonesia is not comparable with the number of female Indonesian voters who reach 50 percent of male voters in 2014. In the 2014 election the number of candidates for DPR RI women who register to become members of the House of Representatives increased, but members of the House of Representatives of women Elected in 2014 actually decreased from 18 percent in 2009 to 17.32 percent in 2014. Decreased representation of women in the House of Representatives is caused by various factors both from executing affirmative policies and serial numbers as well as from culture inherent in the community. Affirmative and sequential number policies have been applied optimally by political parties participating in the 2014 legislative elections. However, affirmative and sequential numbers have not been effective in increasing women 39 s representation, as affirmative and serial numbering is only one of efforts to improve women 39 s election in DPR RI. Therefore, in achieving the objectives of equality between men and women in the House of Representatives is required a more optimal synergy of political parties with a form of improvement of recruitment and regeneration system."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianto Syam
"[ABSTRAK
Tesis ini menggambarkan tentang modal sosial dan strategi yang digunakan
kelima Anggota legislatif perempuan terpilih di Sulawesi Selatan. Latar belakang
penulisan yaitu berawal dari fakta yang dilihat dari hasil pemilu tahun 2014
khususnya Provinsi Sulawesi Selatan dimana dari lima Anggota legislatif
perempuan yang terpilih merupakan keluarga dari para penguasa yang ada di
daerah tersebut meskipun dalam pertarungan perebutan kursi DPR RI, terdapat
banyak calon perempuan yang juga berasal dari kalangan aktivis perempuan.
Dengan metode kualitatif, hasil yang diperoleh yaitu modal sosial yang dimiliki
oleh masing-masing Anggota legislatif perempuan yang terpilih menjadi kunci
mereka untuk terlibat dalam pencalonan pada pemilu 2014 silam. Faktorfaktornya
adalah pertama, karena kelima Anggota legislatif perempuan terpilih
merupakan keluarga dari penguasa di daerah Sulawesi Selatan, maka dengan
mudah dukungan birokrasi diberikan kepada mereka. Kedua, adanya beberapa
bentuk kecurangan seperti money politics serta bentuk pelanggaran pemilu guna
memenangkan kelimanya menyebabkan mereka berhasil memperoleh suara yang
signifikan di daerah dimana keluarga mereka berkuasa.

ABSTRACT
This thesis describes social capital and strategies used five female legislators elected in South Sulawesi Background of writing that originated from the fact that seen from the election results in 2014 especially South Sulawesi province where five legislators of elected women is the family of rulers in the area despite the fight for the seat of Parliament there are many female candidates are also come from women activists With qualitative methods the results obtained by the social capital which is owned by their respective legislative Members woman to be elected to key them to be involved in the nomination of the 2014 elections ago The factors is the first as the fifth legislative Members elected women is the family of the ruler in the area of South Sulawesi it can easily support given to their bureaucracy Second the existence of some form of fraud such as money politics as well as the violation of the election in order to win his fifth cause they managed to gain a significant voice in the area where their families in power ;This thesis describes social capital and strategies used five female legislators elected in South Sulawesi Background of writing that originated from the fact that seen from the election results in 2014 especially South Sulawesi province where five legislators of elected women is the family of rulers in the area despite the fight for the seat of Parliament there are many female candidates are also come from women activists With qualitative methods the results obtained by the social capital which is owned by their respective legislative Members woman to be elected to key them to be involved in the nomination of the 2014 elections ago The factors is the first as the fifth legislative Members elected women is the family of the ruler in the area of South Sulawesi it can easily support given to their bureaucracy Second the existence of some form of fraud such as money politics as well as the violation of the election in order to win his fifth cause they managed to gain a significant voice in the area where their families in power ;This thesis describes social capital and strategies used five female legislators elected in South Sulawesi Background of writing that originated from the fact that seen from the election results in 2014 especially South Sulawesi province where five legislators of elected women is the family of rulers in the area despite the fight for the seat of Parliament there are many female candidates are also come from women activists With qualitative methods the results obtained by the social capital which is owned by their respective legislative Members woman to be elected to key them to be involved in the nomination of the 2014 elections ago The factors is the first as the fifth legislative Members elected women is the family of the ruler in the area of South Sulawesi it can easily support given to their bureaucracy Second the existence of some form of fraud such as money politics as well as the violation of the election in order to win his fifth cause they managed to gain a significant voice in the area where their families in power , This thesis describes social capital and strategies used five female legislators elected in South Sulawesi Background of writing that originated from the fact that seen from the election results in 2014 especially South Sulawesi province where five legislators of elected women is the family of rulers in the area despite the fight for the seat of Parliament there are many female candidates are also come from women activists With qualitative methods the results obtained by the social capital which is owned by their respective legislative Members woman to be elected to key them to be involved in the nomination of the 2014 elections ago The factors is the first as the fifth legislative Members elected women is the family of the ruler in the area of South Sulawesi it can easily support given to their bureaucracy Second the existence of some form of fraud such as money politics as well as the violation of the election in order to win his fifth cause they managed to gain a significant voice in the area where their families in power ]"
2015
T45473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paulina Renny Oktora
"Keberadaan Pekerja Seks Komersial (PSK) merupakan salah satu profesi yang sudah ada di masyarakat kita sejak dahulu dan semakin menjamur seiring dengan berkembangnya zaman dan kesulitan ekonomi yang dialami bangsa. Profesi ini membawa banyak dampak tidak hanya pada masyarakat dan keluarga tetapi juga pada para pelakunya sendiri, dalam hal ini PSK. Mereka akan mengalami kecemasan untuk terjun kedalam lingkungan masyarakat karena label dan stigma yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka cenderung bersifat negatif. Label, stigma dan pandangan masyarakat ini diinternalisasi oleh para PSK sehingga secara sadar mereka menganggap dirinya seperti yang di labelkan masyarakat itu, yaitu antara lain merasa kotor, nista, bermoral rendah dan penuh dengan dosa (Wahyudin, 2002).
Bagaimana individu memandang dirinya sendiri disebut dengan konsep Perubahan konsep diri ini akan sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian dan secara tidak langsung akan berperngaruh juga pada bagaimana PSK melihat orientasi masa depannya, karena seperti yang dikatakan oleh Tim Yayasan Kakak (2002) bahwa para PSK pada umumnya mengalami kebingungan akan masa depannya Pada PSK kebingungan yang akan sangat dirasakan adalah ketika mereka berniat akan membentuk keluarga karena tidak dapat dipungkiri pandangan masyarakat yang negatif membuat mereka khawatir tidak akan diterima oleh lingkungan masyarakat termasuk juga orang yang mereka cintai, yaitu laki-laki yang diharapkan menjadi suaminya kelak dan juga keluarga calon suaminya itu.
Oleh karma itu penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif ini mencoba mengungkapkan bagaimana konsep diri dan orientasi masa depan para PSK sesungguhnya dan bagaimana pula konsep tersebut berpengaruh terhadap orientasi masa depannya.
Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan diperoleh hasil penelitian bahwa dari keempat subyek penelitian, seluruh subyek memiliki konsep diri yang negatif. Namun tidak seluruhnya memiliki orientasi masa depan yang negatif pula. Bahkan dari keempat subyek terdapat tiga subyek yang tetap memiliki orientasi masa depan yang baik untuk membentuk keluarga dan hanya satu orang yang merniliki orientasi masa depan yang buruk untuk membentuk keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri para PSK tidak terlalu berpengaruh terhadap orientasi masa depannya untuk membentuk keluarga."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>