Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213879 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Komariah
"Karies gigi pada anak merupakan masalah kesehatan penting yang diderita lebih dari 89,16% anak Indonesia.Tingginya konsumsi makanan manis dan rendahnya kebiasaan menyikat gigi pada anak meningkatkan resiko terjadinya karies. Pada periode gigi campur (7-11 tahun) tetiadi peningkatan karies gigi. Karies daiam rongga mulut memberikan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme tennasuk Candida. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keragaman spesies dan jumlah koloni Candida da1am rongga mulut anak non karies dan karies pada usia 7-11 tahun. Untuk mengetahui hal tersebut telah dikumpulkan 112 sampel kumuran.Penentuan derajat karies dilakukan berdasarkan criteria WHO. Penentuan jumlah koloni dan keragaman spesies Candida dilakukan dengan menanam sampel pada agar sabouraud deslctrosa. agar kromogenik, agar staib, agar tajin dan uji asimilasi. Prevalensi karies penelitian ini sebesar 84,8 %, tetdiri atas karies ringan (41,1%), karles sedang (33,9%) dan karies berat (9 8%}, sisanya 15.2 % tanpa kartes. Selanjutnya, didapatkan prevalensi Candida dalam rongga mulut adalah 68,7%. Keragaman Candida pada anak non karies dan dengan karies didominasi oleh Candida albicans, diikuti Candida non C.albicans. Antara keragaman spesies dengan derajat karies tidak terdapat hubungan bennakaa (p?:0,05). Semakin tinggi derajat karies jumlah koloni Candida yang tllmbuh semakin banyak (p.::£0,05) namun jumlah koloni Candida menurun seiring dengan pertambahan usia (p:S0,05).

Dental caries in children is a major public health problem. The prevalence of caries among children in Indonesia is around 89,16 %. The high preva1ence of caries is related to the high consumption of sugar and low prevalence of tooth brushing habit. The high prevalence of caries is also related with mixed dentistry period (7-11 years old). Dental caries accommodates the life of microorganisms including Candida. The aim of this study is to know the species variety of Candida in the oral cavity of children with caries and non caries in mixed dentistry period. Oral rinse from 112 children was collected and the type of caries was done based on WHO criteria. The species and its variety. colony forming unit, were detennined by plating the sampJes on Sabouraud dextrose agar and chromogenic media. The identification until species level was conducted by chromogenic media, and in continue with staib agar. rice cream-tween 80 and assimilation test {API AUX Bio Merieux: Prancis) if any doubtful result. The prevalence of caries in study is 84,8 o/o, consisted of light caries (41,1%), moderate caries (33,9%) and severe is 9,8%, while 15,2 % without caries. Moreover. the prevalence of Candida in the oral cavity is 68,7%.and the species identified mostly Candida albicans both in children with and without caries., followed by Candida non C. albicans. The relation between the variety of Candida species and the type of caries is not statistically significant (p?:0,05). The severe the caries the higher colony forming unit (p .05), but decreasing in older children of more than I0 years old (p,05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T29143
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Apsari
"Candida adalah jamur oportunistik yang umum ditemukan pada kasus HIV/AIDS. Penurunan jumlah CD4+ pada infeksi HIV mempengaruhi sifat Candida sp. dari komensal menjadi patogen. Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk mencari hubungan antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni Candida sp. pada rongga mulut anak terinfeksi HIV. Tiga puluh lima anak dengan infeksi HIV dibagi menjadi 3 kelompok sesuai jumlah CD4+. Isolasi Candida sp. ditemukan pada 27 sampel subjek(77,1%). Total koloni Candida sp. pada anak dengan CD4+ rendah sebesar 1315(30-2100)CFU/ml dan CD4+ normal sebesar 30(0-1020)CFU/ml. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni Candida sp.

Candida is an opportunistic fungi that is commonly found in HIV/AIDS patients. Decrease in CD4+ count in HIV infection, affects the nature of Candida sp. from commensal be pathogenic. This was a cross-sectional study to find out the relationship between CD4+ count and the number of Candida sp. from oral cavity in HIV children. Thirty-five children with HIV infection were divided into 3 groups according to CD4+ count. Isolation of Candida sp. were found in 27 samples of subjects (77.1%). The total colony Candida sp. was 1315(30-2100)CFU/ml in children with lower CD4+ count and 30(0-1020)CFU/ml in children with normal CD4+ count. The results showed a significant relationship between CD4+count and the number of Candida sp.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Utami Ulaya
"Latar Belakang: Early Childhood Caries merupakan penyakit rampan gigi yang paling umum terjadi pada anak-anak dan merupakan penyakit multifaktoral, yang terdiri dari inang, agen, dan lingkungan. Mikroorganisme kariogenik yang paling utama dan berhubungan dengan ECC adalah Streptococci, khususnya S. mutans dan S. sobrinus. Selain itu terdapat C. albicans yang juga berperan aktif dalam patogenesis dari karies gigi. Komposisi protein saliva bisa menjadi indikator yang cukup sensitif bagi kesehatan gigi dan mulut, salah satunya adalah protein saliva. Tujuan: Mengetahui peran protein saliva ECC terhadap pertumbuhan biofilm S. sobrinus dan kombinasi S. sobrinus dan C. albicans di rongga mulut. Metode: Menggunakan uji Bradford untuk melihat total konsentrasi protein, uji SDS-PAGE untuk melihat profil protein yang terdapat dalam saliva, uji Crystal Violet untuk melihat pembentukan massa biofilm, dan uji Total Plate Count untuk melihat viabilitas biofilm. Hasil: Tidak terdapat perbedaan antara biofilm mono-spesies dan dual spesies dalam pembentukan massa biofilm maupun viabilitas biofilm berdasarkan konsentrasi protein. Tidak terdapat perbedaan pembentukan massa biofilm mono-spesies berdasarkan waktu inkubasi biofilm. Terdapat perbedaan pembentukan massa biofilm dual-spesies berdasarkan waktu inkubasi biofilm. Tidak terdapat perbedaan antara biofilm mono- spesies dan dual-spesies dalam viabilitas biofilm berdasarkan waktu inkubasi biofilm. Kesimpulan: Konsentrasi protein saliva dan waktu inkubasi biofilm tidak dapat menjadi indikator dalam pembentukan massa biofilm dan melihat viabilitas biofilm mono-spesies maupun dual-spesies.

Background: Early Childhood Caries is the most common dental disease in children and a multifactoral disease, consisting of host, agent, environment, and diet. Microorganisms associated with ECC are Streptococci, especially S. mutans and S. sobrinus. Besides that, C. albicans also plays an active role in the pathogenesis of dental caries. The composition of salivary protein can be a sensitive indicator for oral health, one of them is salivary protein. Objective: To determine the role of the ECC salivary protein on the growth of S. sobrinus biofilms and the combination of Streptococcus sobrinus and C. albicans in the oral cavity. Methods: Bradford Assay was performed to determine the total protein, SDSPAGE test to determine the profile protein in saliva, the Crystal Violet Assay to determine the mass of the biofilm formation, and the Total Plate Count test to see the viability of the biofilm. Results: There is no significant difference between the mono spesies biofilms and dual-species in the mass of the biofilm formation and biofilm viability based on protein concentration. There is no significant difference in the mass of the biofilm formation of mono-species biofilm based on the biofilm incubation time. There is a significant difference in the mass of biofilm formation of a dual-species biofilms based on the biofilm incubation time. There is no significant difference between mono-spesies biofilms and the dual-species in biofilm viability based on biofilm incubation time. Conclusion: Salivary protein concentration and biofilm incubation time can’t be an indicator of biofilm mass formation and to see the viability of biofilm mono-species and dual-species."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Oktavia
"Latar belakang: ECC menjadi masalah serius di Indonesia dan Dunia. Terdapat 3
komponen ECC, yaitu gigi, mikroba, serta lingkungan rongga mulut yang dalam hal ini
yaitu protein saliva. Penyebab dari ECC sendiri yaitu bakteri Streptococcus mutans.
Tidak hanya itu, Candida albicans sering dihubungkan dengan Streptococcus mutans
pada plak ECC. Namun, adanya riset di mana Candida albicans cenderung mengurangi
sifat kariogenik Streptococcus mutans menarik untuk diteliti. Tujuan: menganalisis
peran protein saliva ECC terhadap pertumbuhan biofilm Streptococcus mutans dan
Streptococcus mutans dan Candida albicans (atau dual-spesies) di rongga mulut.
Metode: Setiap sampel dilakukan uji SDS-Page untuk melihat apakah terdapat
perbedaan profil protein antar setiap sampel. Lalu, sampel dilakukan pengenceran
menjadi 3 konsentrasi, kemudian diinkubasi bersama dengan Streptococcus mutans
serta dual-spesies di dalam 96-well plate selama 24 jam dan 48 jam secara anaerob.
Lalu, masing-masing biofilm dilakukan uji Crystal Violet Staining (untuk mendapatkan
nilai Optical density) serta Total Plate Count. Hasil: Tidak terdapat perbedaan profil
protein antara saliva ECC dengan laju alir saliva <30 detik, 30-60 detik, 30-60 detik
bebas ECC. Pada variabel konsentrasi protein, terdapat perbedaan dan kenaikan nilai
rerata pada nilai Optical density biofilm pada Streptococcus mutans dan dual-spesies.
Tidak terdapat perbedaan secara statistik antara konsentrasi protein saliva dengan
viabilitas mikroba pada biofilm Streptococcus mutans dan dual-spesies meski nilai
rerata menunjukkan penurunan viabilitas mikroba. Pada biofilm Streptococcus mutans
dan dual-spesies, tidak terdapat perbedaan bermakna pada hasil uji Optical density dan
viabilitas mikroba berdasarkan variabel waktu inkubasi biofilm. Meski nilai rerata
menunjukkan adanya penurunan pada Optical density Streptococcus mutans, kenaikan
pada viabilitas mikroba Streptococcus mutans, dan kenaikan pada Optical density
sekaligus viabilitas mikroba dual-spesies, namun tidak memengaruhi nilai
komparasinya. Kesimpulan: Protein saliva dapat memengaruhi pembentukan biofilm
baik Streptococcus mutans maupun kombinasi dual-spesies Streptococcus mutans
dengan Candida albicans. Waktu inkubasi biofilm tidak dapat memengaruhi
pembentukan biofilm Streptococcus mutans maupun kombinasi dual-spesies
Streptococcus mutans dengan Candida albicans

Background: ECC is a serious problem in Indonesia and the world. There are 3
components of ECC, namely teeth, microbes, and the oral environment, in this case
salivary protein. The cause of ECC itself is Streptococcus mutans. Not only that,
Candida albicans is often associated with Streptococcus mutans in ECC plaques.
However, the research in which Candida albicans tends to reduce the cariogenic
properties of Streptococcus mutans is interesting. Purpose: to analyze the role of the
ECC salivary protein on the growth of Streptococcus mutans and combination of
Streptococcus mutans and Candida albicans (or dual-species) biofilms in the oral cavity.
Methods: Each sample was subjected to an SDS-Page test to see if there were
differences in protein profiles between each sample. Then, the sample was diluted into 3
concentrations, then incubated together with Streptococcus mutans and dual-species in
96-well plates for 24 hours and 48 hours anaerobically. Then, each biofilm was
subjected to a Crystal Violet Staining test (to obtain Optical density value) and Total
Plate Count. Results: There was no difference in protein profile between salivary ECC
with salivary flow rates <30 seconds, 30-60 seconds, ECC-free 30-60 seconds. In the
protein concentration variable, there were differences and an increase in trend lines in
the Optical density value of biofilms in Streptococcus mutans and dual-species. There
was no statistical difference between salivary protein concentrations and microbial
viability in Streptococcus mutans and dual-species biofilms, although the trend line
showed a decrease in microbial viability. In Streptococcus mutans and dual-species
biofilms, there were no significant differences in the Optical density test results and
microbial viability based on the biofilm incubation time variables. Although the trend
line showed a decrease in Optical density Streptococcus mutans, an increase in
microbial viability of Streptococcus mutans, and an increase in Optical density as well
as dual-species microbial viability, it did not affect the comparative value. Conclusion:
Salivary protein can influence biofilm formation for both Streptococcus mutans and the
dual-species combination of Streptococcus mutans and Candida albicans. Biofilm
incubation time could not affect the biofilm formation of both Streptococcus mutans
and the dual-species combination of Streptococcus mutans and Candida albicans"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanya Aurellian Kusuma
"ABSTRAK
Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) merupakan adanya satu atau lebih gigi berlubang, hilang, atau ditambal pada anak anak dengan usia sampai dengan 71 bulan. Mikroorganisme utama dari karies adalah Streptococcus mutans yang terklasifikasi menjadi empat, yaitu serotipe c, e, f, dan k. Menurut penelitian sebelumnya, ditemukan banyak Candida albicans pada plak anak dengan ECC, namun interaksinya dengan Streptococcus mutans belum diketahui secara pasti. Tujuan: Menganalisis kuantitas dan hubungan dari antigen Streptococcus mutans serotipe e dengan Candida albicans pada plak anak dengan karies dini serta bebas karies dikaitkan dengan laju alir saliva. Metode: Kuantitas antigen dari 36 sampel plak karies dan 14 sampel bebas karies diketahui melalui uji ELISA kemudian dikaitkan dengan laju alir saliva. Hasil: Perbandingan antara kuantitas kedua antigen pada laju alir saliva <30 detik didapatkan nilai 0,000 dan pada laju alir 30-60 detik sebesar 0,001. Hubungan antara kuantitas Streptococcus mutans serotipe e dan Candida albicans pada plak karies didapatkan nilai r = 0,639 dan r = 0,247 untuk plak bebas karies. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara kuantitas kedua antigen pada masing-masing tingkat laju alir saliva dan terdapat korelasi positif antara kuantitas antigen Streptococcus mutans serotipe e dengan Candida albicans pada plak karies dan plak bebas karies. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Ning Fitri
"Makanan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sangat dikenal dan umum dikonsumsi oleh masyarakat, tidak terkecuali anak sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan konsumsi makanan jajanan pada siswa SDN Rawamangun 01 Pagi Jakarta Timur. Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan total sampel adalah seluruh siswa kelas 4 dan 5 (n=150).
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan gizi dan makanan jajanan, besar uang jajan, kebiasaan membawa bekal, pengaruh teman sebaya, dan pengaruh orangtua dengan kebiasaan konsumsi makanan jajanan. Perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan terkait gizi dan makanan jajanan pada siswa dan orangtua melalui kegitan penyuluhan yang hendaknya rutin dilakukan oleh SDN Rawamangun 01 Pagi.

Street/snack food is one type of food is very well-known and commonly consumed by all ages, including school children. The purpose of this study was to determine the factors associated with snack food consumption behavior in students of SDN 01 Rawamangun Pagi, Jakarta Timur. Research design used in this study is a cross sectional and total sample was all students grades 4 and 5 (n=150).
Result in this study showed that there was a relationship between knowledge of nutrition and food snacks, pocket money, a packed for lunch habits, peer influence and parental influence with street/snack food consumption behavior. The researcher suggest that school should improve knowledge about nutrition and street/snack food to their student and parents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Lastaria
"Infeksi cacing usus Soil-Transmitted Helminthes (STH), yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang masih menjadi salah satu masalah di dunia terutama pada anak-anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Banyak faktor yang berperan terhadap tingginya prevalensi infeksi cacing usus STH, salah satunya adalah gaya hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan infeksi cacing usus STH dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu pada siswa SDN 09 Pagi Paseban. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil pada tanggal 8-9 Desember 2010 dengan cara mengumpulkan 93 feses siswa dan dan membagikan kuesioner yang diisi oleh orang tua.
Hasil menunjukkan terdapat 11 siswa (11,8%) terinfeksi cacing usus STH sedangkan 82 lainnya (88,2%) tidak terinfeksi, dengan jumlah infeksi Ascaris terbanyak yaitu 8 siswa (8,6%). Responden perempuan lebih banyak (52,7%) daripada laki-laki (47,3%). Tingkat pendidikan ayah terbanyak adalah kategori tingat pendidikan sedang (61,3%) yaitu SMA, dan tingat pendidkan ibu terbanyak juga pada tingkat pendidikan sedang (55,9%). Pada uji Chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna antara infeksi cacing usus STH dengan jenis kelamin (p=0,439), tetapi terdapat perbedaan bermakna dengan kelas responden (p=0,015). Sementara, pada uji Fisher, tidak terdapat perbedaan makna antara infeksi cacing usus STH dengan tingkat pendidikan baik ayah (p=0,940) maupun ibu (p=0,350). Disimpulkan status infeksi kecacingan pada siswa SDN 09 Pagi Paseban tidak berhubungan dengan tingkat tingkat pendidikan orang tua.

Nowadays Intestinal Soil Transmitted Helminthes infection, such as Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, and hookworm has become the one of a major problem among school aged children in Indonesia. Many factors affect the prevalence of STH infection, such as lifestyle. This study is aim to know the relationship between STH infection and the parents education level among students in SDN 09 Pagi Paseban. The method of this study is Cross sectional. Data were collected on 8-9th December 2010, and 93 stool specimens and filled questionaires by their parents.
The result was that there was 11 infected students and the less were not nfected, with the highest number of infection is Ascaris (8,6%). The number of girl repondents (52,7%)are lareger than the boy (47,3%). The most father?s education level is medium (61,3%), senior high school graduated and the mother?s education level is also medium (55,9%). In the Chi Square test, we got that there was no significant relationship between STH infection and the gender ( p=0,439), but there was significant relationship between STH infection and the students? class level (p=0,015). Meanwhile, in the Fisher Exact test, we got that there was no significant relationship between STH infection and fathers education level (p=0,940) and mothers education level (p=0,350). We concluded that there is no a significant relationship between the number of helminthes infection among students in SDN 09 Pagi Paseban and their parents education level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manuel Dwiyanto Hardjo Lugito
"Penelitian ini bertujuan mengetahui manifestasi oral, status kesehatan rongga mulut HIV anak dan hubungannya dengan status supresi imun di RSCM. Penelitian potong-lintang terhadap 70 anak HIV yang diterapi HAART di RSCM pada bulan April dan Mei 2014. Hasilnya, frekuensi manifestasi oral rendah. Yang terbanyak lesi SAR minor ditemukan pada 4 anak. Lebih separuh subyek memiliki tingkat kebersihan mulut baik (53,5%). Nilai rerata deft < 6 tahun, nilai DMFTdeft > 6 tahun lebih dari 1 gigi per individu. Tidak dijumpai hubungan antara manifestasi oral dengan supresi imun pada HIV anak yang mendapat terapi HAART.

The purpose of this cross-sectional study was to determine oral manifestations, oral health status of HIV in children and their relationships with immune suppression status at RSCM. Seventy children treated with HAART at RSCM in April and May 2014 had low frequency of oral manifestations with RAS minor as the frequent lesions consist of 4 lesions. More than half of children had good oral hygiene (53.5%). The mean score of deft < 6 years, DMFT-deft > 6 years were more than 1 tooth per individual.There is no relationship between oral manifestations with immune suppression status of children treated with HAART.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Fatimah Kendarti
"Usia sekolah merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Hal ini berkaitan dengan pola hidup tidak sehat. Maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubahnya, salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penelitian deskriptif kolerasi ini bertujuan untuk mempelajari hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat pada anak usia sekolah. Sampel pada penelitian ini adalah 77 siswa SDN 01 Pagi Johar Baru. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56% siswa berpengetahuan tinggi dan 51% siswa berperilaku sehat. Ada hubungan antara kedua variabel tersebut, dengan nilai p 0,032 (α= 0.05).

School age is susceptible period to suffer from diseases. This problem is related to the unhealthy life-style. It requires various efforts to change the lift-style, such as the Clean and Healthy Lifestyle (CHL). This research aimed to study the relationship between knowledge of with clean and healthy living in school age children using descriptive correlative design. Sample on this research was 77 students SDN 01 Pagi Johar Baru. The research used random sampling technique. Result of this research showed that 56% students had high knowledge level and 51% students performed healthy behavior. There were relationships between two variables, with p value 0.032 (α= 0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5768
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Estianti Achmadi
"Dalam pelaksanaan program pemberantasan casing di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta selama ini, tidak ada intervensi khusus yang ditujukan kepada dokter kecil. Padahal sebaiknya mereka perlu dilibatkan secara aktif dalam program ini, karena dokter kecil diharapkan dapat membina teman-temannya dan berperan sebagai promotor dan motivator dalam melaksanakan program pemberantasan cacing di sekolah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh program pemberantasan cacing dengan pelatihan dokter kecil terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek murid sekolah dasar. Jenis penelitian adalah eksperimen semu dengan menggunakan rancangan ulang non random. Sampel diambil secara purposive yaitu seluruh murid kelas IV,V,VI tanpa dokter kecil dari SDN Pasar Minggu 01 Pagi sebagai kelompok eksperimen, dan dari SDN Pasar Minggu 07 Pagi sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama mendapat program pemberantasan cacing, dan pada kelompok eksperimen ditambah kegiatan pelatihan dokter kecil. Hasil penelitian menuniukkan bahwa, ternyata pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak setara untuk variabel umur murid dan variabel praktek murid hasil pre-test. Perbedaan pengetahuan, sikap dan praktek antara pre-test dan post-test pada masing-masing kelompok didapatkan hasil yang bermakna. Sedangkan perbedaan peningkatan tersebut antar kelompok didapatkan hasil yang tidak bermakna. Berarti program pemberantasan cacing baik dengan atau tanpa pelatihan dokter kecil, sama-sama meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek murid. Temuan tambahan penelitian ini adalah diketahuinya dampak program pemberantasan cacing berupa penurunan kasus kecacingan setelah jangka waktu tertentu. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan studi pendahuluan, sehingga pemilihan responden dapat setara. Juga sebaiknya dilaksanakan mencakup beberapa sekolah dasar pada daerah yang lebih luas dan pengambilan sampel dilakukan secara random, sehingga hasilnya dapat di generalisasi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>