Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransisca Kartikawati
"Latar belakang dan Tujuan: Bajaj sebagai salah satu alat transportasi rakyat yang dapat menimbulkan getaran. Getaran yang mengenai tubuh dapat menimbulkan gangguan, antara lain nyeri bahu. Kelainan tersebut dapat terjadi akibat gangguan pada neuromuskular, vaskuler, darah, tulang dan sistem lainnya. Pajanan getaran yang terjadi terus menerus dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal pada leher, bahu dan lengan atas. Gangguan muskuloskeletal ini merupakan salah satu gejala dari pajanan getaran yang terbanyak, yaitu 17-42%.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dilakukan di KDK FKUI Kel. Kayu Putih, Jakarta Timur. Pada November 2008- Januari 2009. Pengambilan sampel berdasarkan total sampling. Pengumpulan data dengan anarnnesa menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan getaran pada bajaj. Variabel yang diteliti adalah Umur, pendidikan, merokok, usia bajaj, perawatan kendaraan, lama kerja per hari, penggunaan alat peredam di tangan kanan, bokong dan kaki kanan, alat pelindung diri. Indeks Massa Tubuh, tekanan darah, sudut antara lengan atas dan batang tubuh (sudut ketiak), Tingkat akselerasi getar pada tangan kanan, bokong dan kaki kanan. Populasi bajaj di Kel.Kayuputih seratus lima puluhan.
Hasil Penelitian: prevalensi pengemudi bajaj yang mengalami nyeri bahu kanan akibat getaran adalah 63.9%. Faktor paling dominan berhubungan dengan nyeri bahu kanan adalah faktor merokok. Memiliki risiko 17.06 kali terjadinya nyeri bahu dibandingkan tidak merokok dan WBV bokong >0.4 m/det2 (p=0.000) memiliki risiko 11.60 kali terjadinya nyeri bahu dibandingkan WBV bokong <0.4 m/det2.
Kesimpulan dan Saran: Faktor yang paling berhubungan dengan nyeri bahu kanan adalah faktor merokok, faktor tingkat akselerasi getar pada bokong. Perlu dibuat modifikasi kendaraan pengganti yang aman dan terjangkauoleh pengemudi bajaj sehingga mereka secara sukarela beralih profesi menjadi kendaraan yang lebih aman."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T31655
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Kartikawati
"Latar belakang dan Tujuan: Bajaj sebagai salah satu alat transportasi rakyat yang dapat menimbulkan getaran. Getaran yang mengenai tubuh dapat menimbulkan gangguan, antara lain nyeri bahu. Kelainan tersebut dapat terjardi akibat gangguan pada neuromuskular, vaskuler, darah, tulang dan sistem lainnya Pajanan getaran yang texjadi terus menerus dapat menimbulkan gangguan muskuloskeleml pada leher, bahu dan lengan atas. Gangguan muskuloskeletal ini merupakan salah satu gejala dari pajanan getaran yang terbanyak, yaitu 17- 42%.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectionaL dilakukan di KDK FKUI Kel. Kayu Putih, Jakarta Timur. Pada November 2008 - Januari 2009. Pengambilan sampel berdasarkan total sampling. Pengumpulan data dengan anamnesa menggunakan kuesioneg, pemeriksaan Esik dan pemeriksaan getaran pada bajaj. Variabel yang diteliti adalah Umur, pendidikan, merokok, usia bajaj, perawatan kendaraan, lama kerja per hari, penggunaan alat peredam di tangan kanan, bokong dan kaki kanan, ala! pelindung Indeks Massa Tubuh, tekanan darah, sudut antara lengan atas dan batang tubuh (sudut ketiak), Tingkat akselerasi getar pada tangan kanan, bokong dan kaki kanan Populasi bajaj di Ke1,Kayuputib seratus lima puluhan.
Hasil Penelitian: prevalensi pengemudi bajaj yang mengalami nyeri bahu kanan akibat getaran adalah 63.9 %. Faktor paling dominan berhubungan dengan nyeri bahu kanan adalah faktor merokok Memiliki risiko 17.06 kali untuk terjadinya nyeri bahu dibandingkan tidak rnerokok dan WBV bokong > 0.4 m/det’ (p = o.ooo) rnemiliki risiko 11.60 kali untuk texjadinya nyeri bahu dibandingkan WBV bokong < 0.4 m/det.
Kesimpulan dan Saran: Faktor paling dominan berhubngan dengan nyeri bahu kanan adalah fakto merokok (OR= 17.06; 95% CI = 3.49-83.4O), faktor tingkat akselerasi getar pada bokong > 0.4 mfdet’ (OR= 11.60; 95% CI = 3.53-38.05). Perlu dibuat modifikasi kendaraan pengganti yang aman dan terjangkau oleh pengemudi bajaj sehingga mereka secara sukarela beralih profesi menjadi pengemudi kendaraan yang lebih aman.

Background: Bajaj is one of public transportation which cause the vibration. Vibration may cause the health effect, and usually cause the hight shoulder pain. This may cause to neuromuscular, vascular, blood, bone and other sistem. Continous vibration may cause musculosceletal disorder,in the neck, shoulder and arm. This elfect is one of large symptom is 17-42%.
Method: Cross sectional design is used in this research. The KDK FKUI kayu putih is the place, and researchs done in november 2008 until Januari 2009. Total sampling conduct by using questionere, hysycal examination and vibration of bajaj meastnament for data collecting. The variabel of this research areage, education.
Result: From 150 person, 53 persos has been exclude cause by hypertension, finally the member of respondent as 97 person. The risk factor to right shoulder pain are smoking (p=0.000), WBV (p=0,000). Smolcing is 11.6 more risk than non smoking to right shoulder pain and sitting is more.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dhany Suryanto
"Nyeri punggung bawah (NPB) dapat terjadi akibat getaran seluruh tubuh. Selain itu faktor umur, IMT dan kebiasaan merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya NPB. Pengemudi bajaj dapat bekerja lebih dari 8 jam sehari, sehingga diperkirakan risiko NPB menjadi lebih tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di pangkalan bajaj RKS dengan jumlah pengemudi 120 orang dan di pangkalan ojek dengan jumlah pengemudi 50 orang selama bulan Juni-Juli 2006. Desain penelitian ialah kasus kontrol yang didahului dengan penelitian potong lintang untuk mencari prevalensi NPB dan mendapatkan populasi dari kasus dan kontrol. Prevalensi NPB diantara pengemudi bajaj adalah 43,33%, sedangkan prevalensi NPB diantara pengemudi ojek adalah 4%. Kasus adalah pengemudi bajaj dan ojek yang mengalami NPB. Kontrol adalah pengemudi bajaj dan ojek yang tidak mengalami NPB. Diperoleh 54 kasus NPB dan 54 kontrol.
Pada analisis bivariat, terdapat hubungan bermakna antara total dosis getaran (p<0,0I; 95 % CI 3,54-25,84; OR 9,94) dan merokok (p<0,01; 95 % CI 4,15-158,67; OR 24,14 ) dengan NPB. Pada analisis bivariat, tidak terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan NPB (0,01

Low back pain (LBP) can be caused by whole body vibration. Age, body mass index and smoking are also risk factors of LBP. Bajaj drivers usually work more than 8 hours/day. It was predicted that LBP among them is high.
This study was done at bajaj base RKS which has 120 bajaj drivers and at ojek shelter which has 50 ojek drivers during period of June-July 2006. This study used case-control design, which was preceded by a cross-sectional study to get the prevalence of LBP and to identify the case and control populations. The prevalence of LBP among bajaj drivers was 43,33% and among ojek drivers was 4%. Case was defined as bajaj and ojek driver who had LBP whereas control was defined as bajaj and ojek driver who had not LBP. There were 54 cases and 54 controls.
Bivariat analysis showed that there were significant relationships between total vibration dose (p<0,01; 95 % CI 3,54-25,84; OR 9,94), and smoking (p<0,01; 95 % CI 4,15-158,67; OR 24,14 ) with LBP. There was no significant relationship between BMI to LBP (0,01
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsul Rizal
"Latar belakang: Pada saat ini hampir semua kegiatan manusia tidak terlepas dari pemakaian komputer. Pemakaian komputer secara terus menerus dapat menimbulkan antara lain nyeri bahu kanan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi nyeri bahu kanan Serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekexja pengentri data.
Metode: Penelitian ini antara April 2008-Mei 2008, menggunakan desain potong lintang. Data dianalisis dengan regresi logistik. Populasi adalah pekerja pengentri data di Perkantoran X, Jakarta yang dipilih secara simple random sampling. Nyeri bahu kanan jika satu positif hasil tes provokasi (yang dilalcukan oleh peneliti) Appley scratch, Yergason, dan Moseley di daerah bahu kanan. Jika semua hasil pemeriksaan negatif, subyek clinyatakan tidak nyeri bahu kanan. Data yang lain diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner khusus.
Hasil: Subjek yang berpartisipasi 150 dari 250 pengentri data. Prevalensi nyeri bahu kanan sebesar 46% (69/150). Faktor potensi risiko yang dominan untuk nyeri bahu kanan adalah kebiasaan olah raga dan kenyamanan posisi kelja. Subjek dengan kebiasaan olah raga yang buruk dibandingkan dengan yang baik berisiko nyeri bahu kanan hampir tiga kali lipat [odds rasio Suaian (0R)= 2,93; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,41-6,07]. Jika ditinjau dari segi kenyamanan posisi kerja, subyek yang tidak nyaman dibandingkan yang nyaman berisiko nyeri bahu kanan Iebih dari dua kali lipat (odds rasio suaian (OR) = 2,27; 95% CI = 1,11-4,64).
Kesimpulan: Prevalensi nyeri bahu kanan sebesar 46%. Kebiasaan olah raga dan kenyamanan posisi kerja merupakan faktor risiko dominan terhadap nyeri bahu kanan. Maka diperlukan senam kesegaran jasmani dan perbaikah kenyamanan posisi kerja.

Background: At present time, almost all activities are related with computer use. Long term computer use may, among others, cause right shoulder pain. This study aimed to identify the prevalence of right shoulder pain and related risk factors among data entry workers.
Methods: This cross sectional study was conducted from April to May 2008 among simple random sampling selected data entry workers at an office in Jakarta. Data analysis used logistic regression. Based on physical examination, a subject considered had positive right shoulder pain if at least one test results positive provocation test Appley scratch, Yergason, and Moseley on right shoulder, or otherwise. Other data was collected by interviewing the subjects.
Results: A hundred and fifty subjects participated in this study. The prevalence of right shoulder pain was 46% (69/150). Sport habits and comfortable sitting position were dominant risk factors related with right shoulder pain. Those who had poor sport habits had almost three-fold risk to right shoulder pain [adjusted odds ratio (OR) =?- 2.93; 95% confidence interval (CI) = 1.41-6.07]. Those who felt uncomfortable sitting position had more than two times risk to get right shoulder pain (OR = 227; 95% CI = 1.11-4.64).
Conclusion: The prevalence of right shoulder pain was 46%. Poor sport habits and uncomfortable sitting position were dominant risk factors related with right shoulder pain. Therefore, aerobic class and more comfortable seats are recommended for data entry workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32906
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Arifiani
"Ruang lingkup dan metodologi
Getaran pada kendaraan bajaj dirasakan cukup tinggi dan Para pengemudi bekerja dalam waktu yang cukup lama setiap harinya. Untuk itu, perlu dilihat prevalensi sindrom getaran tangan dan lengan akibat kerja (SGTLAK) pada pengemudi bajaj serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan responden yang dipilih secara acak dari penelitian survey di mana perbandingan kasus dan kontrol adalah 1 : Peserta yang dijaring dari survey adalah 336 orang dan yang dimasukkan dalam uji kasus kontrol lebih lanjut berjumlah 240 orang. Setiap responden dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengukuran tingkat akselerasi pada tangan dan kemudi bajaj diukur dengan akselerometer. Pemeriksaan dilakukan di Klinik Dokter Keluarga FKUI Kayu Putih. Waktu pemeriksaan berlangsung sejak 23 Nopember hingga 16 Desember 2005. Regresi logistik digunakan untuk menilai hubungan berbagai faktor risiko yang merpengaruhi terjadinya SGTLAK pada pengemudi bajaj.
Hasil dan kesimpulan
Dari survey didapatkan bahwa 80 orang (23,6 %) mengalami SGTLAK antara stadium 1 hingga 3 berdasarkan kriteria Stockholm. Tingkat akselerasi getaran rata-rata pada kemudi bajaj adalah 1,47 + 0,63 m/s2. Berdasarkan hasil analisis, tingkat akselerasi getaran pada kemudi bajaj tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan terjadinya SGTLAK pada pengemudi bajaj. Berdasarkan hasil analisis multivariat, tingkat akselerasi pada leher yang lebih dari 0,125 m/s2 mempunyai risiko 5,571 kali lebih besar dibandingkan pengemudi bajaj dengan tingkat akselerasi gear pada leher kurang dari 0,125 m/s2 (95 % CI 1,539 - 17,203 and p = 0,008). Dosis pajanan lebih dari 21.681 jam m/s2 memiliki risiko 2,028 kali lebih besar (95% CI 1,112 - 3,376 dan p=4,020). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan getaran pada leher terhadap gangguan tangan dan lengan cukup signifikan sehingga pencegahan SGTLAK pada pengemudi bajaj harus memperhatikan pengendalian getaran seluruh tubuh yang diduga berkaitan besar dengan akselerasi getaran pada leher.

Scope and methodology
Bajaj is three wheels public transport vehicle that its users are exposed to vibration generated by its. Since daily work time of the Bajaj drivers are longer than reguler daily work time and the vibration exposure would be also high, the bajaj drivers probably have more risk to have HAVS. However there were no data about I-IAVS as the adverse health effect of vibration among them. Therefore it is important to study the prevalence and its risk factors. This study was population based and retrospective. The respondences were selected randomly from 336 participants and only 240 participants were included to case control analysed further to study about the risk factors. Every respondence was done history taking, physical examination, and examining the acceleration level of vibration on the hand, arm, and wheel steering using vibration accelerometer. All activities was done in Family Medicine Clinic Kayu Putih, Jakarta and held from November 23th until December 16`h 2005. Logistic regression was used to examine the association among all risk factors and HAYS.
Result and Conclusion
We found that 80 workers (23,6 %) have HAVS from any Stockholm's Classification within stage l to 3. The acceleration level of vibration on bajaj was 1,47 + 0,63 mis2 and there is no statistically significant association to HAVS. After conducting multivariate analysis, the acceleration level of vibration on the neck more than 0,125 mIs2, was 5,5 times more likely to have HAVS than the acceleration level of vibration on the neck less than 0,125 mis2 (95 % CI 1,539 - 17,203 and p = 0,008) . The accumulative exposure more than 2I.681 hours mis2, was 2 times more likely to have HAVS than the accumulative exposure less than 21.681 hours mis2 (95 % CI 1,112- 3,376 and p=0,020). It is concluded that the acceleration of vibration on the neck has significant contribution to the incidence of HAVS and its contribution is more dominant than local vibration effect. It is probably true that the whole body vibration contribute significantly to the acceleration of vibration on the neck and should be taken into account in designing the preventive program. Therefore we need to find the way how to reduce the whole body vibration in bajaj.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Lucky Indah Baskara Putri
"Penyakit kulit sering kali muncul pada komunitas padat penghuni dan prevalensi penyakit kulit masih tergolong tinggi di negara berkembang terutama di Indonesia. Di sebuah Pesantren yang terletak di Jakarta Timur, prevalensi penyakit kulit dilaporkan tinggi. Perilaku higienis diduga menjadi salah satu faktor tingginya prevalensi penyakit kulit di Pesantren tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit di Pesantren yang terletak di Jakarta Timur serta hubungannya dengan perilaku higienis murid Pesantren atau Santri. Studi cross sectional ini dilakukan terhadap 184 santri sebagai subjek dari penelitian. Kuesioner yang berkaitan dengan perilaku higienis diisi oleh Santri, selanjutnya Santri akan diperiksa status kesehatan kulitnya oleh dokter spesialis kulit.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis kulit menunjukkan, 144 Santri 78,3 memiliki berbagai jenis penyakit kulit dengan 69 Santri di antaranya 37,5 memiliki penyakit kulit infeksius sementara 75 Santri lainnya 40,8 memiliki penyakit kulit non-infeksius. Jumlah Santri yang memiliki penyakit kulit dengan perilaku higienis yang tergolong baik adalah 107 Santri 81,7 , sementara jumlah Santri yang memiliki penyakit kulit dengan perilaku higienis yang tergolong kurang baik adalah 37 Santri 69,8 . Tes Chi-Square menunjukkan perbedaan yang signifikan antara prevalensi penyakit kulit infeksius dengan perilaku higienis p = 0.008 . Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara prevalensi penyakit kulit dengan perilaku higienis Santri.

Skin diseases often arise among crowded community and the prevalence of skin diseases is still high in developing country particularly in Indonesia. In a Pesantren that is situated in East Jakarta, a high prevalence of skin diseases is reported. Hygienic behavior of the individuals evidently plays a role in the prevalence of skin diseases. The objective of this research is to know the prevalence of skin diseases in a Pesantren in East Jakarta and its relation with hygienic behavior of the Pesantren students or called Santris. This cross sectional study was conducted among 184 Santris as the subjects of this research. The questionnaires regarding hygienic behavior are completed by the Santris and thereafter the Santris are examined by dermatologists.
The examination result by dermatologists reveals approximately 144 Santris 78.3 experience various kinds of skin disease 69 Santris 37.5 with infectious skin disease while the other 75 Santris 40.8 experience non infectious skin disease. The number of Santris with infectious skin disease in poor hygiene is 107 Santris 81.7 and the number of Santris with skin disease in good hygieneis 37 Santris 69.8 . Chi Square test indicates significant difference between the prevalence of skin diseases and hygienic behavior p 0.008 . Therefore, there is a relation between the prevalence of skin diseases and the Santris rsquo hygienic behavior."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Bernath Obet
"Latar Belakang. Keluhan nyeri punggung bawah (LBP) adalah masalah kesehatan yang dapat menyebabkan pembatasan kegiatan kerja. Getaran sepeda motor dan lama duduk pada sepeda motor dapat menyebabkan nyeri punggung bawah kronis. Pengendara ojek pangkalan menerima paparan getaran sepeda motor saat mengendarai sepeda motor. Dengan banyaknya pengemudi sepeda motor pangkalan di Indonesia, masalah kesehatan khusus (LBP) dalam kelompok ini perlu diteliti. 
Metode. Metode Penelitian  ini menggunakan desain studi cross sectional untuk meneliti hubungan pajanan getaran motor dan lama duduk terhadap kejadian keluhan nyeri punggung bawah  kronik dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Consecutive sampling. Consecutive sampling adalah cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria inklusi sampai kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi.31 Kurun waktu pengambilan sampel dalam penelitian ini selama 2 hari. Variabel yang diukur adalah nyeri punggung bawah kronis, getaran, lama duduk, usia, IMT, merokok, dan waktu kerja. Analisis data menggunakan SPSS Statistics versi 25.0.
Hasil. Sebanyak 95 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Berdasarkan uji Fisher, hasil korelasi keluhan nyeri punggung bawah kronis dengan getaran motorik > 0,5 m / s2 diperoleh p = 0,102; OR = N / A). Sedangkan untuk waktu duduk lama > 4 jam menghasilkan p = 0,717; OR 0,85; CI 95% = 0,34-2,09. Tidak ada perbedaan dalam keluhan nyeri punggung bawah kronis terkait usia. Pada usia> 35 tahun p = 0,722; OR 1,57; CI 95% = 0,31-7,9. Tidak ditemukan hubungan signifikan antara IMT dan nyeri punggung bawah kronis. Pada kelompok IMT> 25, p = 0,103 diperoleh; OR 2,14; 95% CI = 0,85-5,36. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada keluhan nyeri punggung bawah kronis berdasarkan status merokok, di mana kelompok merokok memiliki p = 0,451; OR 1,45; CI 95% = 0,55-3,78. Menurut uji Fisher, tidak ada perbedaan keluhan nyeri punggung bawah kronis berdasarkan usia kerja, di mana kelompok dengan> 4 tahun kerja memiliki nilai p = 0,908; OR 1,07; CI 95% = 0,31-3,91.
Kesimpulan. Dalam penelitian ini hipotesis ditolak. Tidak ada hubungan antara paparan getaran sepeda motor dan terjadinya nyeri punggung bawah kronis pada pengemudi sepeda motor pangkalan di kota Bekasi. Tidak ada hubungan lama duduk dengan terjadinya nyeri punggung bawah kronis pada pengemudi motor di kota Bekasi.

Bacground. Lower back pain (LBP) complaints are a health issue that may lead to restrictions on work activities. Motorcycles vibrations and long sitting duration on the motorcycles can cause chronic lower back pain complaints. Base motorcycles drivers receive motorcycles vibration exposure while riding a motorcycle. With the large number of base motorcycles drivers in Indonesia, the specific health problems (LBP complaints) in this group need to be examined. This research method uses a cross sectional study design to examine the relationship of motor vibration exposure and length of sitting to chronic low back pain  with sampling technique used is Consecutive sampling. Consecutive sampling is a way of taking samples by selecting samples that meet the inclusion criteria until a certain time period so that the number of samples is met. The sampling period in this study is 2 days. The variables that measured were chronic lower back pain complaints, vibration, long sitting time, age, IMT, smoking, and working time. Data analysis using SPSS Statistics version 25.0.
Results. A total of 95 subjects were included in this study. Based on Fisher's test, the result of the correlation of chronic lower back pain complaints with motor vibrations > 0.5 m/s2 was obtained p = 0.102; OR = N / A). While for long sitting time of >4 hours results in p = 0.717; OR 0.85; CI 95% = 0.34-2.09. There is no difference in age-related chronic lower back pain complaints. At age> 35 years of age p = 0.722; OR 1.57; CI 95% = 0.31-7,9.No significant association between IMT and chronic lower back pain was found. In the IMT group> 25, p = 0.103 was obtained; OR 2.14; 95% CI = 0.85-5.36.There was no significant difference in chronic lower back pain complaints based on smoking status, where smoking group had p = 0.451; OR 1,45; CI 95% = 0.55-3.78. According to the Fisher test, there was no difference in chronic lower back pain complaints based on working age, where groups with> 4 years of work had a p = 0.908 value; OR 1.07; CI 95% = 0.31-3.91.
Conclusion. In this study the hypothesis was rejected. There is no association between motorcycles vibration exposure and the occurrence of chronic lower back pain complaints in the base motorcycles driver in Bekasi city. There is no accociation long sitting time with the occurrence of chronic lower back pain complaints  in the base motorcycles driver in Bekasi city.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Katarin Adiarsih
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi nyeri bahu kronik dan faktor-faktor yang berhubungan pada perawat di Rumah Sakit H Jakarta Timur. Penelitian dilakukan secara potong lintang. Data dikumpulkan dengan kuesioner, wawancara dan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi dan Skala Analogue Visual. Total responden adalah 114 orang diambil berdasarkan sampel berstrata proporsional.
Hasil Prevalensi nyeri bahu kronik adalah 19,3 %. Pada analisis multivariat dengan mengambil p < 0,1 , terdapat hubungan bermakna antara nyeri bahu kronik dengan umur di mana umur > 40 tahun meningkatkan risiko keluhan nyeri bahu kronik lima kali lebih banyak dibandingkan dengan umur < 40 tahun (p=0,034), terdapat hubungan bermakna antara nyeri bahu kronik dengan panjang jangkauan tangan di mana perawat dengan panjang jangkauan tangan pendek (pada perempuan < 69,0 em dan pada laki-laki < 72,9 em) berisiko empat kali lebih banyak mengalarni keluban nyeri bahu kronik dibandingkan dengan panjang jangkauan tangan panjang (pada perempuan < 69,0 em dan pada laki-laki < 72,9 em). ( p 0,016) serta terdapat hubungan bermakna antara faktor skor tugas perawat dengan keluban nyeri bebu kronik di mana perawat dengan skor tugas berat mempnyai risiko untuk mengalami keluhan nyeri bahu kronik sebanyak tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan perawat dengan skor tugas ringan/sedang ( F0,40l). Pada kedua analisis tidak terdapat hubungan bermakna antara keluhan nyeri bebu kronik dengan stres kerja.
Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara keluhan nyeri bahu kronik dengan factor umur 40 tahun, panjang jangkauan tangan pendek (perawat perempuan <69,0 cm dan perawat laki-laki <72,9 cm) serta skor tugas perawat berat (>144,06).

This study aim to identify the prevalence of Persisten Shoulder pain and factors related among H hospital nurses at East Jakarta. This study used a cross sectional design, data were collected by using questionnaire , anamnesis and Physical examination, Range of motion and Visual Analogue Scale. Demography and life style factor were collected by questionnaire. A total ll4 subjects were selected by using stratified proportional sampling.
Results Prevalence of persisten shoulder pain among H hospital nurses is 19,3 %. Multivariate analysis shown significancy about age > 40th to persistent shoulder pain, the risk is fifth times ( p>=0,034), significancy about length of ann short ( < 69,0 em at female and < 72,9 em at male), the risk is fourth times (p= 0,016), significancy about score heavy task at work to persisten shoulder pain, the risk is three times. (p = 0,080). Psikosocial factors was not related with persistent shoulder pain.
Conclusion this study shown significancy about persisten shoulder pain and Age that age > 40 th increased risk of persistent shoulder pain, significancy ahout persisten Shoulder pain and Length of arm short(< 69,0 em to female < 72,9 em to male) increased the risk of persistent shoulder pain, significancy about score heavy task at work that score heavy task increased risk of persistent shoulder pain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T20874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"[Otitis media akut atau inflamasi telinga tengah adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak. Pajanan rokok pasif diduga berperan terhadap kejadian otitis media akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun dan hubungannya dengan pajanan rokok pasif di Jakarta Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada Maret-Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan THT pada 125 anak. Data diolah menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA pada anak yang terpajan adalah 21,95% dan pada anak yang tidak terpajan adalah 9,52%. Uji chi square tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi OMA dan hubungannya dengan pajanan pasif asap rokok (p=0,086). Disimpulkan prevalensi OMA di Jakarta Timur adalah 17,6% pada anak 0-5 tahun dan tidak berhubungan bermakna dengan pajanan pasif asap rokok., Acute otitis media or middle ear inflammation is a common infection disease, especially in children. Passive smoking is believed to be associated with acute otitis media (AOM). The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with passive smoking in East Jakarta, 2012. This cross sectional study was conducted in March-June 2012 by performing anamnesis and otholaryngology examination to 125 children. Data are managed with SPSS and anayzed with chi square test. The results showed that the prevalence of AOM was 17,6% (passive smoker 21,95% and non passive smoker 9,52%). Chi square test have shown non significant difference between the prevalence of AOM with passive smoking (p=0,086). In conclusion, the prevalence of AOM in children under 5 years, East Jakarta, 2012 is 17,6% and there is n]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Mardhiyah
"Latar Belakang
Lama mengemudi lebih dari 8 jam per hari, serta berbagai faktor pekerjaan lain, seperti posisi kerja dapat menimbulkan nyeri lutut akul pada pengemudi taksi. Pada taimn 2000, di Taipei telah di lakukan penelitian kesehatan untuk pengemudi taksi, di dapatkan prevalensi nyert lutut pada yang mengemudi lebih dari I 0 jam sebesar 22%,
Mctode penclitian
Desain peneiitian ini adalah potong lintang. Pemilihan subyek dilakukan secara consecutive pada pekerja yang datang ke pool saat studi dilakukan. Terpilih 300 sampel dari populasi beijumlah 1349 orang. Variabel dependen adalah nyeri lutut akut, dan variabel independen adalah umur, pendidikan, status gizi, kebiasaan
olah raga, riwayat berhenti berolah raga, pekerjaan tambahan, lama rnengemudi, masa kerja, siklus kerja, proporsi macet, pencapaian target penghasiian, shift kerja, besar sudut fleksi lutut sewaktu menglnjak pedal. Pengumpulan data· dHakukan dengan pengisian kuisloner,logsheet dan body map, perneriksaan fisik, pengukuran kedua sudut lutut.
Hasil
Dari 300 responden, didapatkan 95 orang (31,7%) mengalami nyeri lutut akut, diantaranya 14,7% nyeri lutut kanan saja, 27,37% nyeri lutut kiri saja dan 57,89% nyeri lutut kanan dan kiri. Pada analisis bivariat tidak ditemukan adanya hubungan bennakna dari 13 variabel tcrsebut dengan terjadinya nyeri lutut Ada 5 dari 13 variabel, yang diikutsertakan dalam analisis multivariat dan tidak didapatkan faktor dominan terjadinya nyeri lutut akut. Tetapi dari analisis antara besar sudut lutut kiri dengan nyeri lulut akut pada sendi lutut kiri, didapatkan hubungan yang bermakna (OR= 1,904 CI 1,028-3,530).

Backqround
Driving for more than 8 hours and other work factors, such as awkward position can cause acute knee pain among taxi drivers. A research conducted in Taipei (2000) found the prevalence of knee pain among drivers that drove more than 10 hours per day was 22%.
Research method:
This study used a cross sectional design. Subjects were selected consecutively among drivers that arrived in the pooL A sample of 300 drivers were selected from 1349. The dependent variable was acute knee pain, and independent variables were age, education, nutritional status, exercise habits, history of quitting exercising, extra work, period of driving working period, duty cycle, proportion of traffic jam, achievement of target, working shifts, knee flexion angle. Data collection was conducted using questionnaire. log sheet and body map, physical examination, and measurement of both the knee angles .
Result
Of the 300 respondents, 95 people (3l.7%) experienced acute knee pain, 14.7% of had only right knee pain, 27.37% left knee pain only and 57.89"/o right and left knee pain. Bivariate analysis did not reveal any significant relationship of 13 variables with the occurrence of knee pain. There are five of the 13 variables, which is included in multivariate analysis and no dominant factors of acute knee pain were found. But on the analysis of angle of the left knee with acute knee pain in the left knee joint, a significant relationship (OR 1.904 Cl 1.028 to 3.530)."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31661
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>