Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pinem, Lusiana
"Penggunaan obat yang rasional sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional, memberikan dampak positif terhadap optimalisasi penggunaan dana, pengurangan resiko efek samping dan resintensi, peningkatan ketersediaan obat serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan berarti menggunakan obat yang menurut nalar memang telah dibuktikan aman serta bennanfaat beradasarkan bukti ilmiah terkini dan terpercaya (evidence based medicin) dan pengobatan yang didasarkan pada rekomendasi yang diberlkan oteh krinisi senior atau pada penga1aman sendiri harus sudah di tinggalkan.
Masalah penggunaan ohat yang tidak rasionai di sarana pelayanan keseharan terutama puskesmas disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah keterbatasan pengetahuan petugas kesehatan mengenai bukti bukti ilmiah terkini keyakinan., kebiasaan dan peritaku petugas sendiri serta sistim dan suana pelayanan yang tidak memadai, dan dari kelemahan kelemahan regulasi yang ada. Untuk mengatasi permasa1ahan penggunaan obat yang tidak rasional perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya adalah meJakukan pengobatan sesuai dengan pedoman pengobatan.
Penclitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan petugarnenerapkan pedoman pengobatan dasar dalam penggunn obat rasional di Puskesmas Kabupaten Purwakarta tahun 2007. menggunakan pengabungan metoda kuantitatif dan kualitatif dengan desain Hasil Penelitian secara kuantitatif menunjukkan bahwa penggunaan obat pada tiga penyakit yaitu ISPA non pneumonia, diare akut non spesifik dan mialgia masih be1um nsional terutama penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia (30%)ka.sus diare akut non spesifik(l6%) dan penggunaan jarum suntik pada kasus mialgia (3%).
Responden dengan latar belakang pendidikan paramedis: lebih banyak mmuJis resep berisi antibiotik yang tidak rasional pada penyakit ISPA non pneumonia (41%).. sedangkan pada ka.sus diare akut non spesifik jumlahnya sama antara medis dan paramedis(15%).
Dari basil analisis bivariat ha.nya variabel pcngetahuan yang secara bermakna (p>0 05) yang berlmbungan dengan kepatuhan petugas menerapkan pedornan pengobatan dalam penggunaan obat rasional dengan p vah1c adalah O.Ol5.
Hasil penelitian secara kualitatif menunjukan bahwa selain faktor pengetahuan, faktor lain juga berpengaruh secara tidak langsung terutama ketersediaan buku pedoman pengobatan saran yang di berikan dari pemeliti ini adalah agar pimpinan instantsi membuat aturan yang jelas tentang kewenangan batasan-batasan dan kewajiban, yang harus di laksanakan jika ada pelimpahan kewenangan kepafa tenaga medis sesuai dengan fungsinya dan perlu di beri perhatian terutama bagu tenaga medis agar fungsi asuhan keperawatan dan kebidanan di Puskesmas lebih di tingkatkan dalam upaya peningkatan kesehatan (promotif)dan pencegahan (preventif)

Rational medication using as integral part of national health development give positive impact toward finance ex.pcndirure optimally. decreasing side effect rlsk and resistanceincreasing medicine availabi!ity and incressing health service quality.
Rational medication using is one of the steps to obtain optimal service. Those eftbrts conducted by implementing concept of essential rned;cine using that means using the most needed medicine with the most benefit. Rational medication using means using medicine that logicaHy proved save and beneficial based on recent science evidence and This research purpose to recognice compliance level and related factors with rational medication in Puskesmas at Purwakarta in year 2007t using affiliation of quantitative anJ qualitative method with cross sectional design and total samples of [ 11 medic employees in puskesmas at Purwakarta.
Dependent variables in this research are medic employees behavior of implementing medication regulation in puskesma.<; dilined by three factors, which are predisposing factors. including work length. education, knowledge, attitude. perception and motivation; enabling factors. including medicine availabHityavailability of medication regulation book and trdining;and reinforcing factors is supervision.
Quantitative research result shows that medicine using in three diseasewhich are ISPA non pneumonia, non specific acute diarrhea and myalgia stiiJ irrational eapccially antibiotic. Antibiotic using in ISPA non pneumonia is 30% and non specific acute diarrhea is 16%. Hypoden11ic needle in myalgia cases is 3%.
Respondent with paramedic educa.tion background is more till prescription with irrational antibiotic in JSPA non pneumonia (41%), in the same for non specific acute Uiarrheacases between paramedic and medic (15%).
From bivariate analysis only knowfedge variable was significantly (p>O.OS) related with employees compliance in impiementing medication regulation of rotional medicine using with p value 0.0015.
Qualitative research result shows that besides knowledge factors, other factor also affecting indirectly especially availability of medication regulation book Suggestion from this is instution chief make authority abudent to paamedie with function and aeed attcntion expocially paramedic so that auring care function and midwifery in Puskesmas in order to promote health and preventive."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weking, Joseph Micheal
"Upaya mengobati diri sendiri dalam masyarakat untuk mengatasi penyakitnya salah satunya melalui pemakaian obat. Obat yang boleh dipakai adalah obat bebas dan obat bebas terbatas yang dapat diperoleh di apotik, toko obat berijin maupun warung/toko/kios yang ada di lingkungan sekitarnya. Tentu saja ada banyak pertimbangan masyarakat memilih pengobatan sendiri menggunakan obat bebas maupun obat bebas terbatas. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian obat bebas terbatas (daftar W), dalam upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri.
Disain penelitian ini kros-seksional dengan metoda survei cepat pada 300 responden yang sakit satu bulan terakhir di Kabupaten Purwakarta. Data yang dikumpulkan meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan pengalaman pernah menggunakan obat, penghasilan, dana khusus/asuransi, harga obat, tempat memperoleh obat, keluhan sakit dan anjuran menggunakan obat.
Hasil penelitian menunjukkan sebaran responden menurut pemakaian jenis obat yaitu I45 (48,3 %) dan jenis golongan QBT, selebihnya tidak menggunakan OBT. Proporsi golongan obat yang digunakan responden adalah obat keras 14 %, obat bebas terbatas (OBT) 48,3%, obat bebas 23,7%, obat tradisional/jamu 1,7% dan narkotika hanya 0,3% (1 orang) serta 12 % menggunakan obat ramuan sendiri, istirahat dan ke dukun. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan pilihan pertama (72%) dalam upaya pengobatan. Apabila penggunaan obat temyata tidak menyembuhkan maka sebanyak 92,1 % akan membeli obat yang lain atau mencari pengobatan yang lain.
Uji statistik bivariat dilakukan pada 15 variabel bebas dan hasilnya hanya 7 variabel mempunyai hubungan bermakna dengan penggunaaan OBT. Ketujuh variabel tersebut yaitu pengalaman pernah menggunakan obat sebelumnya, pengetahuan tentang obat, tempat memperoleh obat, harga obat, , persepsi sakit, anjuran dan pengaruh iklan obat dalam menggunakan OBT, sedangkan variabel lainnya tidak terbukti mempunyai hubungan.
Penggunaan OBT dalam pengobatan cukup besar termasuk pengobatan sendiri, sedangkan pengetahuan masyarakat mengenai obat masih kurang, karena itu perlu agar masyarakat diberikan penyuluhan/informasi mengenai obat, Perlu dikembangkan penelitian khusus mengenai obat bebas terbatas dari aspek lain misalnya manfaat terapi, untung rugi dan efek samping obat.

Using medicine is one choice of self-medicine in community to heal their disease. The medicine that allowed by law to use is over the counter (OTC) drug and "obat bebas terbatas" (OBT or "pharmacist only") which can be gain in apotik, dispensary, drug store and warungltoko/kios. There are many reason in using over the counter drug and obat bebas terbatas. Knowing information and factors related to use OBT drugs in self-medicine in community is the objectives of the research.
Methodology of the study was cross-sectional design and rapid survey method had been done in 300 respondents in suffering condition whom used medicine on the last month took as samples people in district of Purwakarta. Variable to collect consist of sex, age, educational, knowledge and experience in using a medicine, job, income, health insurance, cost of medicines , places to get a medicine, perceptions of an illness, advised, and advertisement.
Classification of the drugs from 300 respondents who used medicine were 145 (48,3%) OBT (Daftar W or "pharmacist only"). Another drugs consist of 14% "obat keras" (the drugs on doctor's prescription only), 23,7% OTC ("obat bebas"), 1,7 % traditional medicine/jamu and one of them (0.3%) used narcotic drug and 12 % their own traditional medicine, traditional healer and home rest. Using OTC and "obat bebas terbatas (OBT')" was the first choice (72%) of medication including self-medication, if the medicinal had no effect, 92.1% of them continued the treatment with another medicine, or another alternative.
The bivariat-statistical test had been done for 15 variables but only 7 variables had significant relation due to use 0137'. Those were: medicinal knowledge, using medicine before, cost of medicine, places to get medicine, perception of illness, suggestions, advised and advertisement.
Using OBT treatment or self-medication was the most commonly, but the community stills lack of medicinal knowledge, therefore necessary the health staff give information/education about medicine. It is necessary to design the next research especially OBT in self-medication focus in therapy, benefit-risk and side effect.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus
"Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan yang menyeluruh, sistematis dan teringrasi antara semua program pelayanan kesehatan bagi bayi dan balita, mencakup pelayanan promotif, pelayanan preventif, dan pelayanan kuratif yang untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas manajemen program maupun manajemen kasus yang mengacu pada kualitas tata laksana kasus sehingga angka kematian bayi dan balita dapat diturunkan.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran tingkat kepatuhan petugas terhadap prosedur MTBS dan faktor ? faktor yang mempengaruhinya di Kabupaten Nagan Raya. Penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain cross secsional dengan jumlah sampel 97 petugas pelaksana MTBS dan 291 pengamatan terhadap pelaksanaan prosedur MTBS di puskesmas dan puskesmas pembantu di Kabupaten Nagan Raya. Pengumpulan data dengan pengamatan langsung saat petugas melayani balita sakit dengan menggunakan daftar tilik dan wawancara dengan petugas MTBS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan cut off point kepatuhan 80 % , rata-rata tingkat kepatuhan petugas adalah 74,96 % dengan kepatuhan tertinggi 96,9 % dan terendah 22,7 %. Hasil uji statistik secara multivariat didapatkan faktor yang berhubungan dengan kepatuhan adalah beban kerja, sarana prasarana, dan komitmen pimpinan terhadap program MTBS. Sedangkan faktor pendidikan menjadi variabel konfonding dalam penelitian ini. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan adalah faktor komitmen pimpinan, dimana diperoleh nilai OR 8,684, artinya petugas puskesmas dengan komitmen pimpinan yang baik akan berpeluang patuh 8,7 kali lebih besar dibandingkan dengan petugas yang komitmen pimpinannya rendah terhadap program MTBS setelah dikontrol oleh variabel beban kerja, sarana prasarana dan pendidikan.
Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Nagan Raya perlu meningkatkan komitmennya terhadap program MTBS dan mendistribusikan tanggung jawab yang proporsional bagi semua staf sesuai dengan prinsip ? prinsip manajemen mutu terpadu (Total Quality Manajemen) dan selalu melakukan perbaikan kinerja secara terus menerus dalam menerapkan prosedur MTBS dengan menggunakan siklus PDCA (Plan - Do - Check - Act).

Integrated Management of Childhood illness (IMCI) is an integrated, systematic and total approach among all of babies and children under five years old health services programme, including promotion, preventive, and curative services to improve the programme management quality as well as cases handling that refer on cases management quality so that affected to the decreasing of infant and children under five years old mortality rate.
The objectives of the study are to obtain the description of Health officer obey code of conduct rate regarding IMCI and confounding factor at Nagan Raya District. The study methods utilized quantitative approach with cross sectional design, total sample are 97 health officers that conducted IMCI and 291 observations regarding IMCI code of conduct at public health centre and sub-public health centre in Nagan Raya District. The data collected by direct observation during health officer serving the illness baby with using check list and interviewing the health officer that doing IMCI.
The study output showed that obey cut off point is 80 %, the average obey rate of health officer is 74, 96 % with highest obey rate is 96, 9 % and the lowest is 22, 7 %. The output of statistical tested by multi variant found the factors that have relation to the obey code of conduct are working load, facilities of IMCI, and managerial commitment regarding IMCI Programme. The education level factor becomes a confounding variable in the study. The most dominant factor that influent the obey code of conduct is managerial commitment which is the OR value 8,684, that?s mean the health officer with managerial commitment that higher commitment affected to health officer IMCI to have 8,7 times more obey than the managerial commitment that has lower after controlled by working load, facilities, as well as education level variable.
District Health Office and Public Health Centre in Nagan Raya District need to improve their commitment regarding IMCI programme and shall distribute proportional responsibility for whole staffs based on Total Quality Management principles and continues performance improvement in implementation of IMCI code of conduct by utilizing PDCA cycle (Plan - Do - Check - Act).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41324
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin Noor
"Factors Which Deal With Puskesmas Health Worker Compliance In Writing Ispa Recipe Non Pneumonia Based On Medication Guidance Book In Puskesmas Palembang Year 2003Drug Use non according to medication guidance is often met at central public health service (Puskesmas). From the result of several researches indicate that most ISPA patient of non pneumonia given antibiotic which shouldn't require to gave.
The research aim is to get the picture of Puskesmas health worker compliance and factors that deal with Puskesmas health worker compliance in applying medication guidance in Puskesmas.
The Research Type is cross sectional conducted in Puskesmas all over Palembang, research sample is the entire commissioned health worker in poly MTBS in 36 Puskesmas Palembang are 72 health worker. Analysis used Chi square and logistics regression.
Result of this research indicate that Puskesmas health worker compliance in Palembang still low that is 47 non obedient Puskesmas health worker (65,3%), while the rest 25 Puskesmas health worker (34,7%) is obedient From the Chi square result test known that factor relate with compliance of Puskesmas health worker in writing the ISPA recipe non pneumonia based on medication guidance book are work time, knowledge and supervise. From multivariate analysis known that the most dominant variable relates to Puskesmas health worker compliance is knowledge.
From this research result suggested that The Head of health in Palembang and The head of Puskesmas conducting the guide (Technical tuition) periodically to increase Puskesmas health worker knowledge in rational medication and rational drug use according to Puskesmas medication guidance book.
Reading enlists: 37 (1975-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurpelita
"Untuk mendapatkan gizi yang baik pada bayi yang haru lahir, ibu harus sesegera mungkin menyusui bayinya ksrena ASI sangat berperan panting untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi. Oleh karena itu, bayi yang berumur 0-6 bulan dianjurkan hanya diberi ASI tanpa pengganti ASI maupun makanan pendamping.
Berdasarkan laporan profil kesebatan Kab. Siak target pencapaian pembarian ASI eksklusif 45,2% pada tabun 2005. Mengingat pentingnya pemberian ASI eksklusif dalam upaya peningkatan sumber daya manusia, maka perluadanya usaha yang keras melalui penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat luas.
Tujuan penelitian ini adalah untu mengetahui faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas buatan II kab. Siak tahun 2007. Adapun rancangan penelitian adalah cross sectional pada 109 ibu menyusui di wilayah kerja puskesmas Buatan II kab. Siak tahun 2007.
Dari hasil penelitian ini diketahui proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas Buatan II cakupannya masih rendah yaitu: 17.4 %. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemberian Asi eksklusif adalah pendidikan, sikap, kemampuan petugas, dukungan petugas (p<0,05). Sedang faktor umur, pengetahuan, pekerjaan, fasilitas keselmtan dan dukungan keluarga tidak berhubungan secara signifikan dengan pemberian ASI eksklusif (p>O,O5). Tidak ada hubungan interaksi antara variabel pendidikan dengan sikap dan kemampuan petugas dengan dukungan petugas.
Ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang 4,557 kali untuk menyusui secara eksklusif dlbanding ibu yang mempunyai pendidikan rendah. Ibu yang mempunyai sikap positif mempunyai peluang 5,101 kali menyusui secara eksklusif dibanding ibu yang mempunyai sikap negatif: Ibu yang mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kemampuan petugas yang baik mempunyai peluang 6,974 kali menyusui secara eksklusif dlbanding ibu yang mendapatkan pelayanan keselmtan dengan kemampuan petugas yang kurang. lbu yang mendapaikan dukungan petugas kesehatan mempunyai peluang 5,333 kali menyusui secara eksklusif dibanding ibu yang kurang mendapatkan dukungan dari petugas kasehatan.

To provide good nutrition for a new home baby, the mother should as soon as possible breast-feed her baby a breast milk is very important to save the lire of the baby. That's the reason why babies between the ages of 0 - 6 months are encouraged to be breast-fed without any additional mother's milk replacement or food supplement.
Based on the report from Siak regency health profile, achievement target for exclusive breast-feeding is 45.2 % in 2005. Knowing the importance of exclusive breast-feeding in improving human resources quality, it's imperative to work even harder through counseling to the public.
The goal of the research is to uncover the predisposition factors, supporting factors and encouraging factors related to the exclusive breast-feeding in the working district of "puskesmas buatan II, Siak regency in 2007. While the research itself is designed by cross sectional to 109 mothers who breast-feed in the working district of "Puskesmas Buatan II" siak regency in 2007.
The result of this research is the knowledge thet the percentage of mothers who breast-fed their babies exclusively in working district of»Puskesmas buatan [l '; was still very low which was: 17.4%. Factors that affected the exclusive breast-feeding is the variable of education, attitude, staff skill staff support (p>0.05a). While factors such as age, knowledge, job, health facility and family support has no significant relation with exclusive breast-feeding. Theres no inter-act relation between the variable of education with attitude, and between quality of the staff and its support.
The opportunity for mothers who have higher education In breast-feed their babies exclusively is 4.557 times more than mothers with lower education. The opportunity for mothers who have positive attitude to breast-feed their babies exclusively is 5.101 times more than mothers with negative attitude. Opportunity for mothers who get health service from a better quality health institution staff are 6.974 times more likely to breast-feed their babies than mothers who get health service from a poor quality of health institution staff Mothers who get support from the health institution staff have the opportunity to breast-feed 5.333 times more than mothers who don't have support from the heals institution staff.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
"Penelitian ini dilakukan untutk mempelajari tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas pengelola obat puskesmas di kabupaten Aceh Besar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah responden 66 orang. Variabel yang diteliti adalah faktor internal petugas pengelola obat yang meliputi jenis kelamin, umur, status perkawinan, pengetahuan, motivasi dan pengalaman/masa kerja. Sementara faktor eksternal petugas pengelola obat mencakup supervisi, kepemimpinan, imbalan, sarana, lingkungan kerja dan beban kerja. Didalam menentukan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja dilakukan dengan uji regresi logistik ganda. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian check list serta kuesioner, dan selanjutnya dianalisis secara bertabap dengan menggunakan software komputer yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 51,5 % pengelola obat puskesmas mempunyai kinerja dengan kategori kurang. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor internal yang berhubungan secara statistik dengan kinerja adalah variabel status perkawinan (p=0,027), pengalaman/masa kerja (p=0,001), pengetahuan (p=0.001). Faktor eksternal yang berhubungan secara statistik dengan kinerja adalah variabel imbalan (p=0,003) dan variabel lingkungan kerja (p=0,027).
Hasil analisis regresi logistik ganda diketahui bahwa variabel yang berhubungan secara statistik dengan kinerja pengelola obat adalah pengalaman/masa kerja, pengetahuan dan imbalan, dan setelah dilakukan uji multivariat tahap akhir didapatkan bahwa variabel yang paling dominan dan merupakan faktor utama yang berhubungan dengan kinerja adalah variabel pengalamanlmasa kerja.
Sesuai dengan kesimpulan dari hasil penelitian ini disarankan agar pimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar memperhatikan dan meminimalkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kurang dari petugas pengelola obat di puskesmas, meningkatkan kualitas sumber Daya manusia, mengupayakan penghasilan tambahan dan reward, melakukan realokasi tenaga teknis pengelola obat disetiap puskesmas secara proporsional. Perlu adanya penelitian lanjutan oleh peneliti lain dengan rancangan yang berbeda dan variabel yang lebih lengkap serta mengunakan alat ukur kinerja yang lebih sesuai dan tepat, sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.

This research was conducted to know determinant factors of drug personnel's performance in Great Aceh District. The method of the research was cross sectional design, with 66 samples. Variable observed was internal personnel factor which included sex, age, marriage status, knowledge, motivation and experience/work period. On the other hand, there was an external personnel factor that included supervision, leadership, reward. facilities, work environment and work burden. Multiple logistic regression test was conducted to determine the most dominant variable related to the personnel's performance. Data were collected by using check list and questionnaire. The data were analyzed systematically by using computer software, univariat, bivariat, and multivariate analysis.
The result of the research showed that 51.5 % of the drug personnel's performance at public health centers were in unsatisfactory category. The result of bivariat analysis showed that the internal factors that were statistically related to the personnel's performance were marriage status variable (p=0.027), experience/work period (p=0.001), knowledge (p=0.001). External factors that were statistically related to the personnel's performance were reward variable (p=0.003) and work environment variable (p=0.027).
From the result of multiple logistic regression analysis, it was known that variables that had statistically significant relation to the personnel's' performance were experience/work period, knowledge and reward. After doing final multivariate test, it was found that the most significant variable to the personnel's performance was experience/work period variable.
It is suggested to the head of District Health Office of Great Aceh to pay attention and minimilize factors that may cause the unsatisfactory performance of drug personnel's at public health centers, to improve human resources quality, to strive additional income and reward, to reallocate proportionally technical staffs of drug personnel's in every public health center.
A further study with different methods and more complete variables by other researchers with more specific and accurate measurement of the performance in drug managing at public health center is necessary to conduct to get more accurate result.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Yantin
"Pemantapan Mutu Internal adalah kegiatan yang harus dilakukan oleh seluruh petugas laboratorium untuk menjamin mutu hasil pemeriksaannya dengan mencegah terjadinya kesalahan dan mendeteksi sedini mungkin bila ada kesalahan. Dilaksanakan secara terus menerus, mulai tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada tahun 1997 Pusat Laboratorium Kesehatan (sekarang Direktorat Laboratorium Kesehatan) telah mengeluarkan buku pedoman Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan yang memuat uraian tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh seluruh petugas Balai Laboratorium Kesehatan dalam melaksanakan Pemantapan Mutu Internal. Kegiatan ini harus dilaporkan secara berkala melalui tim Pemantapan Mutu Internal yang telah dibentuk di masing-masing balai laboratorium kesehatan.
Pada bulan April 1999 Balai Laboratorium Kesehatan Pontianak mendapat teguran karena tidak disiplin dalam penyampaian laporan tersebut sedangkan dari hasil survey pendahuluan diketahui hanya 45 % petugas patuh dalam menerapkan buku pedoman tersebut. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian sejak tanggal 6 hingga 24 Oktober 2000, dengan pendekatan kuantitatif secara pengamatan (observational) dengan desain potong lintang (cross sectional), dan metode work sampling. Jumlah sampel 23 orang petugas dengan jumlah pengamatan 1176 dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan, faktor-faktor yang berhubungan dan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan petugas dalam menerapkan pedoman Pemantapan Mutu Internal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan petugas adalah 52,2 %. Dari hasil uji statistik bivariat dengan Chi Square diketahui bahwa motivasi petugas dan pengawasan tim berhubungan bennakna dengan kepatuhan petugas dan uji statistik multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa pengawasan tim adalah faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan.
Berdasarkan hasil tersebut terdapat beberapa saran untuk Balai Laboratorium Kesehatan Pontianak yaitu pengawasan tim perlu tetap dilanjutkan dan diaktifkan, perlu ditinjau kembali susunan tim yang telah ada kemudian mengevaluasi hasil yang telah dicapai dan membahas masalahnya secara bersama-sama. Dalam 5K pimpinan tentang susunan tim perlu dicantumkan batas tugas, sehingga tim dan anggota mempunyai target yang harus dicapai.
Sering diberlakukan sistem penghargaan dalam bentuk pengakuan pujian didepan rapat umum tentang keberhasilan tim serta terhadap petugas/ subseksi yang melakukan kegiatan Pemantapan Mutu Internal dengan baik. Saran bagi Direktorat Laboratorium Kesehatan perlu diintensifkan pelatihan tidak hanya ketua tim tetapi juga anggota tim secara bergantian untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, ketrampilan dan komitmen tentang pentingnya Pemantapan Mutu Internal serta perlu dilakukan pengawasan intensif dengan datang langsung ke balai laboratorium kesehatan.

Internal Quality Assurance is an activity that every laboratory staff should do to ensure the quality of the laboratory examination by error prevering and error detecting. This Internal Quality Assurance is carried out continuously beginning from the pre-analysis, analysis, and post analysis stages. In 1997, the Health Laboratory Center (now Directorate of Health Laboratory) issued a manual concerning the Internal Quality Assurance for Health Laboratory that contains details of aspects to consider and conduct by all staffs of the House of Health Laboratory in implementing the Internal Quality Assurance. This activity should be reported regularly to an Internal Quality Assurance Team that was established at each house of health laboratory.
On April 1999 the Health Laboratory Institute of Pontianak was notified for being indiscipline in reporting, while the preliminary survey results reveal that only 45 % of the staff adhered to implementing the manual. It was based on both reports that this study was conducted from October 6 to October 24, 2000. This study employed a quantitative approach and used observational and cross sectional as well as work sampling methods. Sample of this study consisted of 23 staffs with 1176 observations from which description of factors that correlate with as well as factor that mostly correlate with the staffs's adherence to implementing the manual of Internal Quality Assurance were investigated.
The study results show that the staffs adherence to implementing the manual is 52,2%. The bivariate statistical analysis using Chi Square reveals that staffs' motivation and team supervision has significant correlation with the staffs' adherence to implementing the manual, while the multivariate statistical test describes using Logistic Regression describes that team supervision is the most dominant factor that correlates with the staffs' adherence.
Based on such study results, some recommendations are addressed to the Health Laboratory Institute. It is recommended that team supervision be sustained and activated; the existing team structure be reviewed; the achieved goals be evaluated; and problems be solved by all members of the team. It is also recommended that job description of the supervision team be included in the chief's decree so that the team and its members have some goals to achieve. Reward system should be also applied that may include recognition in general meeting of the team and each staff achievements in excellent implementation of the Internal Quality Assurance. The Directorate of Health Laboratory is recommended to intensify the training program for not only team leaders but also for team members on a shift basis to enhance understanding, knowledge, skills and commitment in the Internal Quality Assurance. In addition, there should be an intensive supervision by means of on-site visit to the health laboratory.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T10288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiri
"Peran keluarga sebagai perawat kesehatan utama dalam kepatuhan pasien TB Paru terhadap pengobatan merupakan kunci keberhasilan dari program penanggulangan TB Paru. Penelitian mengenai factor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam kepatuhan pengobatan TB Paru di Wilayah Puskesmas Carita Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten mempunyai tujuan inti untuk mengidentifikasi gambaran keberhasilan fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam kepatuhan pengobatan TB Paru di Wilayah Puskesmas Carita Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Tahun 2009.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi, jumlah sample 55 responden yang tersebar di 10 desa wilayah Puskesmas Carita. Pengambilan sample menggunakan tehnik consecutive sampling clan instrument yang digunakan adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pola dan proses komunikasi keluarga dan struktur peran keluarga sangat tinggi dengan prosentase masing-masing 98,2 % dan 96,4 %. Hasil analisis bivariat pada faktor pola dan proses komunikasi keluaraga menunjukkan Ho ditolak artinya ada hubungan antara faktor tersebut dalam kepatuhan pengobatan TB Paru di Wilayah Puskesmas Carita Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Tahun 2009.
Terkait penelitian, perawat dalam rnemberikan asuhan keperawalan kepada keluarga dapat memberdayakan number daya keluarga semaksimal rnungkin sehiugga fungsi-fungsi keluarga yang lainpun dapat mendukung program penanggulangan TB Pam secara optimal.

Family's role as a primary health care in obedience to lungs TB medication can be a succsessfull key in TB medication program. Reseach about factor-factor related to successful of family health care function in obedience to lungs TB medication in Carita's Community Health Centre, Pandeglang District Office, Banten Province, have a main purpose to identify the description of successful of family health care function in obedience to lungs TB medication in Carita's Community Health Centre, Pandeglang District Office, Banten Province in 2009.
This reseach use a descriptive correlation as a design and include in Quantitative reseach. 55 number of respondence have been taked spread in 10 area villages in Carita. Consecutive sampling had selected and used a quesioner as instrument.
Reseach results show that pattern and communication process factor and family strength structure factor placing the higher proportion with each 98,2 % and 96,4 %. Result of bivariat analysis show that (Ho) denied on pattern and communication process factor, its mean there were relationship between that factor with obedience in lungs TB medication.
Further more, nurses can give the nursing care by optimize family resources and wrap in the family participation, so that another family functions can be maximize support the lungs TB medication program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5745
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sardiyono
"Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang berdampak buruk terhadap produktivitas kerja dan status kesehatan masyarakat. Ui Kabupaten Bangka penyakit malaria masih cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Salah satu upaya pencegahan penyakit malaria yaitu melalui pengobatan yang tepat. Praktek petugas kesehatan di puskesmas dalam melakukan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat merupakan komponen penting dalam mendukung terciptanya penatalaksanaan penderita malaria yang sesuai standar.
Evaluasi program malaria pada tahun 2004, memperlihatkan bahwa 30 % petugas puskesmas di Kabupaten Bangka patuh terhadap SOP layanan malaria. Angka ini jauh lebih rendah dari pada angka yang diharapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka yaitu 80 %.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP Layanan Penderita Malaria serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan petugas terhadap SOP Layanan Malaria. Variabel yang diteliti adalah variabel individu, organisasi dan variabel psikologis yang diduga berhubungan dengan kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP Layanan Malaria.
Desain peneiitian adalah potong lintang data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariate. Rata-rata skor kepatuhan petugas adlah 51,23 dengan median 45,83, skor minimal 33,3 dan maksimal 91,7.Hasil ini memperlihatkan bahwa kepatuhan petugas puskesmas terhadap pelaksaan SOP layanan malaria ternyata masih rendah. Umur, pengetahuan, persepsi dan pendidikan secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan petugas terhadap SOP layanan malaria di puskesmas di Kabupaten Bangka. Petugas yang mempunyai usia tua lebih patuh terhadap SOP layanan malaria sebesar 1,165 kali dibandingkan dengan petugas yang mempunyai usia muda. Petugas yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang program malaria lebih patuh terhadap SOP layanan malaria sebesar 1,618 kale dibandingkan dengan petugas yang mempunyai pengetahuan yang kurang. Begitu juga dengan petugas yang mempunyai persepsi yang baik tentang program malaria lebih patuh terhadap SOP layanan malaria sebesarl,536 kali dibandingkan dengan petugas yang mempunyai persepsi kurang. Selanjutnya berdasarkan basil analisa variabel yang paling berhubungan terhadap kepatuhan petugas adalah variabel pendidikan dengan nilai OR sebesar 10,129 yang herarti petugas yang mempunyai pendidikan tinggi lebih patuh terhadap SOP layanan malaria sebesar 10,]29 kali dibandingkan dengan petugas yang mempunyai pendidikan rendah.
Dengan basil penelitian ini diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka disarankan agar melakukan bimbingan tehnis atau supervise khususnya pada petugas yang berusia muda lebih ditingkatkan. Untuk menambah pengetahuan perlu dilakukan pendidikan berkelanjutan dan pelatihan bagi petugas, serta memberikan sosialisai program malaria keseluruh petugas puskesmas."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastri
"Petugas kamar bedah merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan yang mempunyai resiko tinggi terhadap kemungkinan terpapar oleh berbagai kuman penyakit, terutama HIV/AIDS yang saat ini sangat ditakuti. Salah satu upaya perlindungan diri adalah dengan menerapkan kewaspadaan universal melalui tindakan cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfektan, mencegah tusukan alat/benda tajam. Adapun konsep yang dianut adalah, bahwa semua darah dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, Hepatitis dan berbagai penyakit lain melalui darah.
Departemen Kesehatan telah menetapkan upaya peningkatan mutu layanan kesehatan dengan memprioritaskan upaya pengendalian infeksi nosokomial bagi seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia, antara lain dengan menerapkan kewaspadaan universal. Sejalan dengan ketetapan Departemen Kesehatan tersebut, maka Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan berupaya meningkatkan mutu layanan antara lain dengan upaya pengendalian infeksi nosokomial, salah satu upaya yaitu dengan menerapkan kewaspadaan universal secara baik dan benar di seluruh ruang termasuk kamar bedah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan petugas kamar bedah dalam menerapkan kewaspadaan universal dan untuk mengetahui seberapa jauh faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat berpengaruh terhadap kepatuhan.
Responden adalah seluruh petugas kamar bedah (IGD dan IBS) berjumlah 78, yang terdiri dari dokter dan perawat yang bersifat tenaga tetap, berhubungan langsung dalam penanganan pasien, dan telah bekerja minimal 1 (satu) bulan.
Metoda penelitian menggunakan rancangan kros seksional. Data diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan pengamatan langsung di rumah sakit. Pengumpulan data dilakukan selama periode Maret sampai Mei 2001 (satu bulan lima belas hari) di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sebagian besar (73,1%) responden memiliki tingkat kepatuhan sedang. Ketidak patuhan lebih banyak ditemukan di IGD dibandingkan dengan IBS, terutama dalam hal tidak mencuci tangan saat datang di kamar bedah (9,5%), saat meninggalkan kamar bedah (15,4%), sebelum melakukan tindakan (12,8%), setelah melakukan tindakan (7,7%), tidak menggunakan alas kaki (12,8%), masih melakukan pemasangan kembali tutup jarum suntik (recapping =87,1%). Pengetahuan responden tentang kewaspadaan universal. sebagian besar masih kurang (73,1) dengan nilai rata-rata 65,995 (p-wald = 0,0448 OR 1,7744).
Hasil analisis ditemukan ada hubungan antara variabel pengetahuan, tempat kerja, dan lama kerja di kamar bedah dengan kepatuhan dalam menerapkan kewaspadaan universal. Pengetahuan dan lama kerja merupakan variabel yang paling menentukan kepatuhan dalam menerapkan kewaspadaan universal. Responden yang memiliki pengetahuan kurang berpeluang untuk tidak patuh hampir 2 kali dibandingkan yang memiliki pengetahuan baik setelah variabel lama dan tempat kerja dikendalikan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti menyarankan agar dilakukan upaya meningkatkan pengetahuan petugas melalui sosialisasi kewaspadaan universal dengan pelatihan, penyebaran leaflet, atau mengadakan pekan kewaspadaan universal.
Di samping itu mungkin perlu diadakan evaluasi terhadap kcpatuhan secara berkala, bila memungkinkan adakan reward dan punishment. Untuk menjaga kesehatan petugas agar tetap terpelihara sesuai standar kesehatan yang dibutuhkan, perlu adanya pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi seluruh petugas kamar bedah.

Factors Related to Obedience Level of Surgery Room Staff in Applying Universal Precautions on Persababatan General HospitalStaff on surgery room is one of health personal who has high risk to possibly contaminate by any of germ disease, especially the frightening HIV/AIDS. One effort of self protection is applying universal precautions through real action such as washing hands properly, using protection tools, disinfectants, prevented any stab from sharp-pointed tools. The adherent concept is all blood and particular body liquid has to be managed as a source, with can infect HIV, hepatitis and other disease through blood.
Department of Health has determined effort to increase health service quality with prioritizing effort of restrained nosocomial infection for all hospital in Indonesia, like applying universal precautions. Along with department of Health's determination, Persahabatan General Hospital tries to increase service quality on restraining nosocomial infection with applying universal precaution properly in all room including surgery room.
The objective of this research is to understand the obedience level of surgery room's staff in applying universal precautions and to understand how far predisposition factors, enabling factors, and reinforcement factors is influencing the obedience. The cross sectional design is used for research method. Data was obtained by distributing questionnaires and direct observation in the hospital. Data was collected during March to May 2001 (one month and 15 days) on Persahabatan General Hospital.
The result indicated that most of respondent (73, 1%) has medium level of obedience. The obedient staff was found on not washing their hands when they arrived at surgery room (9, 5%), when they left surgery room (15, 4%), before they did actions (12, 8%), after they did action (7, 7%), not using fear footwear (12, 8%), still recapped the injection needle (90, 8%). Most respondent have less knowledge on Universal Precautions (73, 1%), mean 65,995.
Statistical analyst result indicated that p-wald =0, 0448 OR 1,7744 wich means that there is a meaningful relations between knowledge with obedience level. Respondent who has less knowledge is likelihood to be disobedient more than twice if compare to those who has better knowledge after controlling old working variable.
Based on those result, research recommend doing more effort in increasing knowledge of staff through socializing the universal precautions with training, leaflet or Universal Precautions week.
The obedience level should be evaluated periodically, present reward and punishment if possible. Health examination has to be done periodically to all surgery room staff."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T8421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>