Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1568 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: John Wiley & Sons, 2001
639.92 HAB (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The research was aimed to understand the habitat characteristics and fish assemblages at four fishery reserve areas of the Barito river basin Kalimantan in the south of during June-Desember 2004...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The research studies the impact of water level control structures on self-assimilative capacity of rivers and on fish habitat. Constructing a water level control structure in a river reach will alter its hydraulics as well as its water quality, thermal regine and fish habitat...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ulva Soraya
"Sulawesi is the biggest and the most important island in Wallacea. This island has many endemic species including macaques. Seven species of macaques are recognized endemic in Sulawesi. There are Macaca maura, M. tonkeana, M. ochreata, M. brunnescens, M. hecki, M. nigrescens and M. nigra.
Compared to the other species of macaques in Sulawesi, M. tonkeana is more secure because its population decline its not as high as the others. But, the increase of human population around macaques habitat and the changing of forest structure and composition are the biggest threat for their lives.
Forest destruction and habitat loss also occured in Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. Forest clearance for cocoa and coffee plantations are the cases which found more in that area. Besides that, exploitation of timber, especially rattan is the most common human activity. Those cases will jeopardize the population of wildlife including M. tonkeana.
Although the extinction risk of M. tonkeana is not readily evident at the moment, the increasing human activities in Lore Lindu National Park may present a serious threat to these endemic species. The main objectives in this study were to estimate the population density of M. tonkeana in two different habitats, and to know the characteristics of the habitat in that study area.
The study was conducted in Lindu Land, Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. The two study sites including (1) forest which does not have any land clearance for agriculture but reveices human disturbance such as timber exploitation especially rattan (two transect of 2,5 km and 3 km) and (2) forest which is disturbed by agricultural clearance (two transect of 2,3 km and 3 km).
Data collection was carried out from November 2002 to February 2003. To estimate population density of M. tonkeana, replication of forest line transect were walked. These involved slow, quiet walkings, with stop every 100 meter to visually scan the forest and listen for sound. All individuals and groups sigthed were recorded, and measurements of the average visual distance on either side of transect line to provide an estimate of area covered were taken.
Vegetation study plots were established to study the composition and structure habitat of M. tonkeana. Twenty seven plots of 20 x 20 m were located in the forest and twenty six in agricultural forest. In each plot, all trees  10 cm diameter-at-breast height (DBH) were identified to species and precisely measured. Sample species were collected and identified at the Herbarium Bogoriense, Bogor. From those data, species and family important value, species diversity and similarity index were calculated.
The result indicated that supply of food for M. tonkeana in their habitat had effect on their density. Population density of M. tonkeana in the agricultural forest habitat was higher than in the forest habitat. In forest habitat, the density were 0.97 ± 0.52 groups/km2 and 8.70 ± 7.49 individuals/km2 while agricultural forest had higher estimated population of 1.36 ± 0.31 groups/km2 and 14.09 ± 5.37 individuals/km2.
Seven species of figs as keystone source for vertebrates frugivorous were found in agricultural forest with total individuals were twelve. In the forest, five figs were found in total nine individuals. The diversity index for food trees in the agriculture forest habitat (2,4130) was higher than forest habitat (2,0591). Macaques can find more varieties of food in agricultural forest, because there were many agricultural products.
The results shows that supply of food and human activities in the habitat of macaques had an influence to the density of macaques. Forest clearance for agricultural made macaques loss their habitat and diversity of foods. Exploitation of timber especially rattan also disturbed the macaques."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T43298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I.D.P. Darma
"Dicksonia blumei (Paku Kidang) is one of the Indonesian priority species of conservation. A natural habitat study was carried out by purposive sampling method in Tapak hill, Bedugul, Bali. Three plots of 20 x 20 m were laid for trees and 2 x 2 m for understorey plants. Results showed that Dicksonia blumei (Paku Kidang) in Tapak Hill grows on environments with physical condition as follow: altitude 1,754±1,794 m asl, land slope 7±10%, soil pH 6.4±7, soil moisture 50±75%, air temperature 20.5±22.3 °C, relative humidity 83.2±87.5% and light intensity 618±10,003 Lux. Characters of Biotic environment is explained based on Important Value Index (IVI). Five trees with highest IVI were Cyathea latebrosa (IVI 98.7), Saurauia bracteosa (IVI 51.9), Astronia spectabilis (IVI 42.7), Dicksonia blumei (IVI 39.6), and Homalanthus giganteus (IVI 35.3). The same figure for understorey were Pilea sp. (IVI 61.9), Selaginella sp. (IVI 40,6), Athyrium asperum (IVI 27.5), Pteris tripartita (IVI 18.3) and Rubus sp. IVI (15.0). In Tapak hill, the occurrence of D. blumei along with Cyathea latebrosa seems to be associated with cyathea[ê öåµvl ê a substrate for the spores of D. blumei to germinate as well as the next growth stages. At the phase gametophyte and young sporophyte, D. blumei ö ê v â]âZ«ö }v«öZ[ê öåµvl ö Z]PZö }( ÏUÒ± ÌUÒ u (å}u öZ På}µvX]lê}v][ê å}}ö åaches the soil, it will grow terrestrially (hemi±epiphyte). �����������"
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, 2015
580 BKR 18:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugenga Harmono
"ABSTRAK
Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah primata endemik Pulau Jawa yang saat ini semakin terancam keberadaannya. Owa Jawa tercatat dalam status sangat genting (critically endagered) IUCN dan juga masuk dalam Appendix 1 Convention on International Trade in Endagered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES). Kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan illegal adalah ancaman utama kelestarian Owa Jawa. Saat ini diperkirakan Owa Jawa berjumlah sekitar 400-2000 individu yang terisolasi di beberapa kawasan konservasi. Salah satu habitat terbesar Owa Jawa berada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara degradasi habitat dengan populasi Owa Jawa dengan menggunakan system dynamics serta menyusun strategi pengelolaan Owa Jawa di Koridor TNGHS. Manfaat penelitian antara lain adalah memberikan saran dan masukan mengenai strategi dan aksi untuk pelestarian Owa Jawa di Koridor Halimun Salak kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) - Departemen Kehutanan melalui Balai Taman Nasional. Dari sisi ilmu lingkungan sumbangan yang diberikan dalam penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya upaya pelestarian satwa langka serta pencegahan kerusakan hutan di taman nasional.
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dan metode System Dynamics. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu: (1) desk study untuk mengkaji berbagai hasil peneltian yang telah dilakukan, (2) analisa deskriptif melalui survei lapangan, dan (3) Pembuatan model dengan metode system dynamics.
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan system dynamics diperoleh kesimpulan bahwa dengan laju deforestasi sebesar 1,5% per tahun, maka habitat Owa Jawa di koridor Halimun Saiak akan berkurang sebesar 575 ha selama kurun waktu 20 tahun (2006-2025). Hal ini akan menyebabkan penurunan populasi Owa Jawa sebanyak 30%. Namun, apabila TNGHS berhasil menekan laju deforestasi menjadi 0,5% per tahun, kerusakan hutan TNGHS hanya sebesar 10% (190 ha) dan penurunan Owa Jawa akan sekitar 15%.
Kesimpulan lain yang diperoleh adalah bahwa penyebab utama kerusakan habitat di koridor Halimun Salak adalah tingginya laju deforestasi. Oleh karena itu, strategi konservasi Owa Jawa yang harus dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah dengan mengendalikan laju deforestasi dan melakukan rehabilitasi koridor Halimun Salak.
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka beberapa saran yang disampaikan oleh peneliti adalah perlu dilakukan penggalakan Program Keluarga Berencana (KB) untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di koridor yang saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 2,77%. Hal ini mengingat tekanan penduduk yang cukup besar terhadap taman nasional. Selain itu perlu juga dilakukan penggalakan dan peningkatan efektifitas Program Model Kampung Konservasi (MKK) yang meliputi peningkatan pengamanan kawasan, peningkatan pendapatan masyarakat dan restorasi habitat. Peningkatan pengamanan kawasan dapat dilakukan dengan penambahan jumlah tenaga jagawana atau menggalakkan Pam Swakarsa oleh masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan taman nasional, misalnya melalui program Community-Based Forest Management (CBFM). Sedangkan restorasi habitat dilakukan terutama di kawasan yang terbuka untuk meningkatkan kontinuitas tajuk yang diperlukan sebagai saluran pergerakan satwa liar, terutama untuk jenis-jenis satwa liar arboreal yang membutuhkan tajuk untuk pergerakannya, misalnya Owa Jawa.

ABSTRACT
The Javan Gibbon or Owa Jawa (Hylobates moloch) is found only on the island of Java, Indonesia and specifically only in West Java and the western parts of Central Java. The Javan gibbonis one of the rarest and most endangered of the hylobatids and now categorized on the IUCN Red List of Threatened Species as Critically Endangered and Appendix I CITES. The Javan Gibbon has lost 98% of its natural habitat due to human encroachment and only small populations of gibbons exist in isolated forest remnants. Many of the scattered populations are considered non-viable. Some studied carried out estimated that population of Javan Gibbbon is around 400-2.000 wild gibbons. One of the biggest habitat remnants for Javan Gibbon is Gunung Halimun National Park.
The objective of this research is to built a dynamic model on impact of habitat degradation to Javan Gibbon population. This model could describe holistivally interiankage between population growth, habitat degradation and Java Gibbon population. The other objective is to develop some scenario in management of Javan Gibbon population in Coridor Halimun Salak National Park.
The research using the combination of qualitative and quantitative approaches and System Dynamics method. The research is divided into 3 phases: (1) desk study to review and study the previous research (2) descriptive analyses, and (3) build a dynamics model.
Based on the simulation of the dynamics model on the impact of habitat degradation to population of Javan Gibbon, it is concluded that there is an impact to the habitat degradation to population of Javan Gibbon. It is predicted that with rate of habitat degradation around 1,5% per year, the habitat of Javan Gibbon in corridor Halimun Salak will degraded about 575 ha in the next 20 years (2006-2025). The habitat degradation is predicted will lead to decrease in Javan Gibbon population around 30% for the next 20 years. However, if National Park Management can control the rate of deforestation up to 0,5% per year, habitat degradation can be reduced to 10% (190 ha) and loss of Java Gibbon will be only 15%.
Based on the result of this research that habitat degradation caused by encroachment by local people, it is suggested that national park should empowering of local people by generating alternative income. Other activities that should be done by national park is increase forest patrol as well as habitat rehabilitation.
"
2007
T20470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriarto Panji Danan Setiawan
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara mega biodiversity, namun Indonesia juga dikenal memiliki tingkat penurunan kuatitas dan kuantitas hutan alami dan habitat satwa liar tertinggi. Demikian juga terjadi pada Macan Tutul Jawa (Panthera pardus) yang merupakan satwa endemik dan spesies utama di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak hingga termasuk ke dalam kategori Endangered species menurut 1UCN Red List of Threatened Animals (Hilton, 2000), dan tergolong appendix I CITES. Terdapat ancaman-ancaman TNGHS sebagai habitat dari Panthera pardus diantaranya aktivitas penduduk, yang berupa penebangan hutan (baik untuk kayu bakar, pembukaan lahan untuk pertanian, maupun untuk dijual kayunya) dan penambangan emas liar. Aktivitas-aktivitas ini menyebabkan terjadinya penyempitan dan fragmentasi di kawasan TNGHS. Atas dasar tersebut penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan membangun model dinamika populasi Panthera pardus serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga diperoleh gambaran holistik tentang dinamika populasi Panthers pardus di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Hasil simulasi model subsistem habitat menunjukkan kondisi habitat terus terdegradasi dengan perilaku grafik yang dihasilkan oleh hasil simulasi menunjukkan perilaku pengurangan eksponensial (exponential collapse/diminishing). Berdasarkan hasil simulasi kondisi populasi babi hutan terus menurun sehingga perilaku grafik yang dihasilkan oleh hasil simulasi menunjukkan perilaku peluruhan (decaying). Degradasi habitat berhubungan positif dengan jumlah populasi babi hutan, dimana semakin berkurangnya luas habitat berkorelasi terhadap penurunan jumlah populasi babi. Pada subsistem Panthers pardus Berdasarkan hasil simulasi penurunan luas habitat alami memberikan efek negatif terhadap jumlah populasi Panthera pardus. Grafik hasil simulasi populasi Panthera pardus menunjukkan perilaku peluruhan (decaying), dengan jumlah populasi yang terus menurun.
Faktor yang paling mempengaruhi dinamika populasi Panthera pardus adalah kondisi habitat, dimana semakin berkurangnya habitat berkorelasi terhadap penurunan populasi Panthera pardus dan hewan mangsanya. Sehingga untuk upaya pelestarian perlu dilakukan usaha-usaha: Rehabilitasi kawasan; Peningkatan pemberdayaan masyarakat; Pengembangan ekonomi masyarakat dalam kawasan melalui penciptaan lapangan kerja baik formal maupun non formal atau pembangunan industri ramah lingkungan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja; Memasyarakatkan pengetahuan tentang peranan dan manfaat hutan serta isinya terhadap kehidupan, khususnya yang memiliki nilai ekonomi dan ekologi tinggi; Pemberlakuan regulasi yang ketat dan sanksi yang tegas untuk setiap pelanggaran."
2007
T 20488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Utami Lestari
"Keberadaan mangrove akhir-akhir ini dirasa begitu panting terutama
bagi puiau kecil seperti Pulau Pramuka. Mangrove berperan sebagi
pencegah abrasi dari gelombang serta yang banyak dibicarakan saat ini
adalah sebagi peiindung dari tsunami. Mangrove dalam habitatnya
membentuk zonasi tertentu, mulai dari pantai hingga kearah daratan. Urutan
tumbuhnya dalah Api-api, Bidada, Bakau, Tancang, Cengal, Kondika,
Dungun dan Nipah. Habitat mangrove alami di Pulau Pramuka sudah
menunjukkan adanya gangguan sejak tahun 1997 hingga tahun 2007.
Kerusakannya dilihat dari perubahan luas areanya, perubahan jumlah jenis
dan kondisi eksisting ketebalan lumpurnya. Kondisi habitat mangrove di
Puiau Pramuka selama kurun waktu 10 tahun (1997-2007) telah mengaiami
degradasi atau kerusakan. Kerusakan habitat tersebut dilihat dari ketebalan
lumpur berpasir dengan perubahan luas area dan jumlah jenis sebagai
indikatornya.Habitat mangrove yang tingkat kerusakannya tinggi terletak di
utara, sebagian barat daya dan tenggara pulau (Grid E4 dan E5) sedangkan
kategori sedang terletak di utara, barat daya, timur, tenggara, selatan dan
barat pulau (Grid E3, D3, E6, D5, D6, D7, C5, C6, C7, B7, A7, A6, A5),
sedangkan kerusakan tingkat rendah terdapat di timur laut, timur, barat, timur,
selatan dan sedikit'barat daya (Grid E2, F1, F2,F3,F4,F5, D4,C4,C3)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Illa Annisa
"Ikan Sidat (Anguilla spp.) menjadi salah satu jenis ikan konsumsi dengan kandungan gizi yang tinggi dan tingkat konsumsi yang tinggi di pasar lokal maupun internasional. Kelimpahan ikan sidat bersifat fluktuatif yang tergantung dengan kondisi habitatnya. Salah satu habitat penting bagi ikan sidat karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Faktor oseanografis yang mempengaruhi migrasi larva sidat menuju muara sungai adalah salinitas, suhu permukaan laut, klorofil-a, dan faktor oseanografis lainnya. Untuk mendukung kegiatan perikanan yang berdampak pada pendapatan masyarakat Kabupaten Sukabumi, perlu diketahui habitat optimal bagi larva sidat untuk kemudian didapatkan informasi kelimpahan larva sidat. Penelitian menggunakan metode penginderaan jauh dengan Algoritma Cilamaya (Kaffah, 2019) untuk menduga nilai salinitas, dan Algoritma Wibowo (1994) untuk menduga nilai klorofil-a. Penelitian dilakukan di muara Ci Letuh dan muara Ci Marinjung yang termasuk dalam Perairan Teluk Ciletuh berdasarkan bulan basah, bulan kering, dan bulan peralihan pada tahun 2019 dan 2020. Habitat larva sidat berdasarkan faktor oseanografis berada di sekitar muara Ci Letuh dan Ci Marinjung pada kedalaman 0 – 5 m. sebaran wilayah potensial terbentuk pada muara sungai pada bulan basah, pada muara dan tepi pantai pada bulan kering dan bulan peralihan I, dan cenderung menyebar pada bulan peralihan II. Terdapat keterkaitan antara wilayah potensial habitat larva sidat dengan aktivitas penangkapan larva sidat yang mana kegiatan tangkapan larva sidat oleh nelayan setempat dilakukan di muara Ci Letuh yang termasuk pada wilayah potensial pada bulan basah dan bulan peralihan I dengan hasil yang lebih banyak pada bulan basah dan berkurang pada bulan peralihan I.Hasil tangkapan paling banyak pada bulan basah, menurun pada bulan peralihan I, dan tidak ada aktivitas penangkapan pada bulan kering dan bulan peralihan II. Adanya pengaruh kearifan lokal nelayan sehingga tidak melakukan perluasan wilayah dan waktu tangkapan larva sidat pada wilayah potensial habitat larva sidat berdasarkan faktor oseanografis

Eel fish (Anguilla spp.) is one type of fish consumption with high nutritional content and a high level of consumption in the local and international markets. The abundance of eel fish is volatile depending on the conditions of their habitat. One of the important habitats for eel fish because it is directly facing the Indian Ocean. Oceanographic factors that influence the migration of eel larvae to the estuary are salinity, sea surface temperature, chlorophyll-a, and other oceanographic factors. To support fishery activities that have an impact on the income of the people of Sukabumi Regency, it is necessary to know the optimal habitat for eel larvae to be obtained information on the abundance of eel larvae. The research used the remote sensing method with the Cilamaya Algorithm (Kaffah, 2019) to guess salinity value, and Wibowo Algorithm (1994) to guess chlorophyll-a value. The research was conducted in Ci Letuh estuary and Ci Marinjung estuary which is included in Ciletuh Bay Waters based on the wet month, dry month, and transition month in 2019 and 2020. Habitat of eel larvae based on oceanographic factors is located around the estuaries Ci Letuh and Ci Marinjung at a depth of 0-5 m. Potential distribution of areas formed in the estuary in wet months, on estuaries and shores in dry months and transitional months I, and tends to spread in the second transition month. There is a link between the potential habitat area of eel larvae with the activity of catching eel larvae where the catch activities of eel larvae by local fishermen are carried out in the estuary of Ci Letuh which is included in the potential area in the wet month and transition month I with more results in the wet month and reduced in the transition month I. The catch is most in the wet month, decreasing in the transition month I, and no arrest activity in dry months and transitional months II. The influence of local wisdom of fishermen so as not to expand the area and time of catchment of eel larvae in the potential habitat of eel larvae based on oceanographic factors.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prescillia Rindang Putri
"Telah dilakukan penelitian mengenai penggunaan habitat dan aktivitas harian kukang jawa Nycticebus javanicus di talun Desa Cipaganti Garut Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan habitat dan respon kukang jawa yang hidup di habitat modifikasi manusia. Metode kuarter Point Centered Quarter digunakan untuk mengambil data habitat dan metode focal animal instantaneous sampling digunakan untuk mengamati perilaku kukang jawa.
Hasil analisis habitat menunjukkan bahwa kukang jawa dapat mempergunakan berbagai jenis habitat dengan tingkat gangguan yang bervariasi Kukang jawa secara signifikan lebih sering melakukan perilaku aktifnya pada kategori ketinggian 1 5 9 m pada bagian tengah pohon dan menggunakan substrat berukuran sedang. Penggunaan ketinggian tersebut diduga karena paling banyak terdapat konektvitas pohon. Bagian tengah pohon dengan substrat ukuran sedang diduga lebih tertutup tajuk sehingga memberikan keamanan Kukang jawa juga tercatat mampu menggunakan substrat permukaan tanah dan substrat modifikasi manusia dalam berpindah tempat.

Research about the habitat use and behavior of javan slow lorises Nycticebus javanicus in talun Desa Cipaganti Garut Jawa Barat have been conducted. The research purpose is to assess habitat use and responds of javan slow lorises toward human dominated habitat. Point Centered Quarter PCQ method was used to record the habitat survey and the behavior was recorded using focal animal instantaneous sampling.
Habitat survey showed that the javan slow lorises able to use varied type of habitat with different level of disturbances Javan slow lorises significantly perform their active behavior in 1 5 9 m height category using middle part of the tree and medium size branches. Use of the particular height was estimated as 1 5 9 m height category have the connectivity suitability that can support lorises in travel. Whist the middle part of the tree with medium branches offered security due its dense canopy Javan slow lorises also recorded using the ground and human modified substrate for traveling when needed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>