Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beta Canina Harlyjoy
"Hipertensi, salah satu contoh penyakit degeneratif, patut diwaspadai di Indonesia karena adanya transisi epidemiologis penyebab kematian utama, yakni dari penyakit infeksi menjadi degeneratif. Hipertensi memiliki berbagai akibat yang membahayakan, salah satunya adalah peningkatan leptin yang nantinya dapat memengaruhi pulsasi GnRH. Ketika pulsasi GnRH terganggu, maka dapat memengaruhi sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang apabila terganggu, dapat menyebabkan gangguan menstruasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kadar FSH berdasarkan hipertensi pada perempuan usia subur, terutama pada perempuan dengan gangguan menstruasi.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional analitik dengan melibatkan 75 perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian 'Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik'. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 17.0 dengan menggunakan analisis bivariat uji T-Independen. Variabel bebas yang diuji adalah usia, aktivitas fisik, status gizi, gejala mental emosional, status hipertensi, serta status SOPK.
Berdasarkan analisis, didapatkan bahwa kadar FSH pada perempuan dengan hipertensi memiliki median yang lebih rendah (3,50: 1,70 - 4,80) dibandingkan dengan perempuan tanpa hipertensi (4,90: 1,20 - 33,40). Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan p = 0,025. Sementara, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar FSH pada usia, aktivitas fisik, status gizi, gejala mental emosional, serta status SOPK perempuan dengan gangguan menstruasi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peran hipertensi dalam perbedaan kadar FSH pada perempuan dengan gangguan menstruasi.

Hypertension, as one of the degenerative disease, should be one of the main issue in Indonesia because of the epidemiologic transition of the main cause of death, which is from infection diseases to degenerative diseases. Hypertension could lead to many dangerous complications. One of which is increased level of plasma leptin. Increased level of plasma leptin could disturb the GnRH pulsatility. When the pulsatility of GnRH is disturbed, it could influence the secretion of Follicle Stimulating Hormone (FSH), which when disturbed could lead into an abnormal menstrual cycle.
This analytical cross-sectional study was conducted to compare the FSH level in abnormal cycling reproductive women according to their hypertension status, using secondary laboratory and SCL-90 questionnaire data from the 'Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik' research that was conducted since year 2009 to 2011. In this study, 75 samples were used and analyzed with SPSS for Windows 17.0 version program using the bivariate T-independent analysis. Independent variables in this study included age, physical activity, nutritional status, mental and emotional symptoms, hypertension status, and PCOS status.
The analysis showed that FSH levels in hypertensive women is lower (3,50: 1,70 - 4,80) than non-hypertensive women (4,90: 1,20 - 33,40) with a statistically significant difference (p = 0,025). However, other variables such as age, physical activity, nutritional status, mental and emotional symptoms, and PCOS status did not have significant different FSH levels. It can be concluded that hypertension could be associated with FSH level in abnormal cycling women.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patria Pradana
"Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia telah lama menjadi perhatian khususnya dalam perannya sebagai faktor risiko berbagai penyakit sistemik. Pada berbagai penelitian ditunjukkan terdapat perbandingan positif antara tekanan darah dan kadar estradiol di dalam darah. Penelitian mengenai topik ini pada perempuan usia subur dengan gangguan menstruasi belum dijumpai pada penelusuran literatur ilmiah. Penelitian ini merupakan studi cross sectional komparatif pada perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium serta kuesioner SCL-90 pada penelitian "Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik".
Variabel bebas yang diuji adalah gejala mental emosional, aktivitas fisik, obesitas, kadar kolesterol, status SOPK, serta status hipertensi. Berdasarkan analisis, didapatkan bahwa kadar estradiol pada perempuan dengan hipertensi sistolik memiliki median yang lebih tinggi (90,5: 32 - 190) dibandingkan dengan perempuan tanpa hipertensi (38: 10 - 231). Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan p = 0,020. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna kadar estradiol berdasarkan aktivitas fisik, kadar kolesterol, status gizi, gejala mental emosional, serta status SOPK pada perempuan dengan gangguan menstruasi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peranan hipertensi dalam perbedaan kadar estradiol pada perempuan dengan gangguan menstruasi.

The high prevalence of hypertension in Indonesia has long been a center of attention, specifically on it?s role on being one of the major risk factors of the occurence of many systemic complications. It?s high complicability and it's mortality rate has made myriads of studies concerning its prevention have been conducted. In most of the the studies, it is shown that there is a positive correlation between blood pressure and the estradiol levels. Studies concerning this issue are rarely conducted on women with abnormality in menstrual cycle. This study is an comparative cross-sectional study on women in reproductive age (15-45 years old) with abnormalities in menstrual cycle. The study is conducted using secondary data from the outcome from laboratory findings and interview instrument of SCL-90 from the study "Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik".
The independent variables used in thi study consist of mental and emotional symptoms, physical activity, obesity, total cholesterol levels, PCOS state, and hypertensive state. It is found that women with hypertensive blood pressure has more levels of estradiol (90,5: 32 - 190) than women without hypertension (38,0: 10 ? 231). Statistically, this difference made huge significance with p=0.020. Meanwhile, there are no significane differences on the independent variables shown in stress and mental state, physical activity, obesity, PCOS state and total cholesterol. It can be concluded that there is a positive correlation between hypertension state and estradiol levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeane Andini
"Hipertensi merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari Riskesdas tahun 2007 dilaporkan prevalensi penduduk Indonesia usia di atas 18 tahun yang menderita hipertensi mencapai 31,7%. Hipertensi seringkali disertai perubahan-perubahan metabolik, salah satunya dislipidemia.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan kadar High Density Lipoprotein (HDL) terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilaksanakan dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dari 117 rekam medis pasien hipertensi poliklinik penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Chi-square.
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah pasien hipertensi tidak terkendali sebanyak 48 pasien (41%). Jumlah pasien hipertensi tidak terkendali dengan kadar HDL rendah sebanyak 11 pasien (61,1%), sedangkan jumlah pasien hipertensi terkendali dengan kadar HDL rendah sebanyak 7 pasien (38,9%).
Dari penelitian ini didapatkan proporsi pasien hipertensi tidak terkendali dengan kadar HDL rendah secara signifikan lebih besar dibandingkan pasien hipertensi terkendali dengan kadar HDL rendah, namun nilai p=0,060 (p>0,05) yang didapatkan menyimpulkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara kadar HDL terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi poliklinik penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Hypertension is a major public health problem in Indonesia. Riskesdas 2007 reported the prevalence of Indonesia's population aged over 18 years who suffering hypertension achieve 31.7%. Hypertension is often accompanied by metabolic changes, one of them is dyslipidemia.
This study aims to prove the association of High Density Lipoprotein (HDL) level to blood pressure control in hypertensive patients. Research is carried out by cross sectional method using secondary data from 117 medical records of hypertensive patients at internal medicine clinic Cipto Mangunkusumo general hospital. Hypothesis testing is done using the Chi-square test.
From the results, the number of uncontrolled hypertensive patients were 48 patients (41%). The number of uncontrolled hypertensive patients with low HDL level were 11 patients (61.1%), while the number of controlled hypertensive patients with low HDL level were 7 patients (38.9%).
From this study, the proportion of uncontrolled hypertensive patients with low HDL level is significantly greater than controlled hypertensive patients with low HDL level, but the value of p = 0.060 (p> 0.05) were obtained concluded that no statistically significant relationship between the level of HDL to blood pressure control in hypertesive patients at internal medicine clinic Cipto Mangunkusumo general hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Vanissa
"Menurut data World Health Organization (WHO) hipertensi merupakan penyebab dari 75 juta kematian yang merupakan 12,8% dari seluruh kematian di dunia. Hipertensi merupakan penyakit yang multifaktorial, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah kadar kolesterol atau lebih spesifiknya kadar low density lipid (LDL). Penurunan dari kadar LDL telah menjadi salah satu tatalaksana yang penting pada hipertensi. Maka dari itu peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui signifikansi dari kadar LDL terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dari rekam medis poliklinik Ginjal dan Hipertensi IPD RSCM. Setelah data terkumpul dilakukan analisis menggunakan uji hipotesis chi square.
Pada penelitian ini sampel penelitian sebanyak 117 orang, 55 orang laki-laki dan 53 orang perempuan. Kelompok usia dengan prevalensi hipertensi terbanyak adalah usia 60-79 tahun. Pada penelitian ditemukan perbedaan proporsi antara pasien dengan kadar LDL yang tinggi pada hipertensi tidak terkendali sebesar 43,8% dan hipertensi terkendali sebesar 20,3%.
Berdasarkan uji hipotesis didapatkan hasil variabel kadar LDL dengan nilai p=0,006, rasio prevalensi 2,156 dan interval kepercayaan (CI) 95% 1,223-3,802. Dari hasil ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan kadar LDL yang bermakna secara statistik terhadap kendali tekanan darah dan kadar LDL merupakan faktor risiko dari kendali tekanan darah.

Based on the data from World Health Organization (WHO) hypertension is the cause of more than 75 million deaths or 12,8% of overall death in the world. Hypertension is a multifactorial disease causes by many risk factors, and one of them is low-density lipid (LDL) level. One of the focuses of hypertension management nowadays is to reduce the lowdensity lipid (LDL) level. This what makes researcher to do this research, to know the significance of low-density level to hypertension. This research was done with cross sectional method using secondary data from medical record in Cipto Mangunkusumo hospital. After the researchers collected all the data, we analyze the hypothesis using chi square test.
In this research, there were 117 samples, which 55 of them are male and 53 of them are female. The highest prevalence of hypertension was found in patients aged 60-79 years old. We also found proportion differences in patients with high low-density lipid level, in uncontrolled hypertension the percentage is 43,8% and in controlled hypertension the percentage is 20,3%.
The result of this test is that the low-density level is statistically connected with blood pressure control, since the p is 0,593, and is a risk factor of hypertension since the prevalence ratio is 2,156 and the confidence interval is 1,223-3,802.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa Qurniati
"Latar Belakang : Kelelahan umum merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadi kecelakaan kerja. Peningkatan tekanan darah sering disertai dengan kondisi lelah pada seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan tekanan darah (sistolik, diastolik,MAP) dengan timbulnya kelelahan umum dan faktor-faktor yang berhubungan pada operator heavy dump truck di Binungan yaitu usia, status perkawinan, status gizi, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, shift kerja, lama kerja,dan stres kerja.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 125 responden yang dipilih secara propotional random. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, data medical check up dan kuesioner. Pengukuran kelelahan dan tekanan darah menggunakan tensimeter dan waktu reaksi L77 Lakassidaya yang diukur sebelum dan sesudah bekerja. Analisis data menggunakan uji regresi linear untuk variabel numerik dan uji regresi logistik untuk variabel katagorik.
Hasil : Prevalensi kelelahan umum operator sebelum kerja sebesar 20% dan sesudah kerja 22.4% dengan tingkat kelelahan ringan. Faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada operator yaitu masa kerja > 3 tahun (r = 0.268) dengan nilai adjusted R square sebesar 6.4%. Faktor-faktor lain yang diteliti tidak berhubungan dengan kelelahan umum.
Kesimpulan : Perubahan tekanan darah tidak berhubungan dengan kelelahan umum. Faktor yang berhubungan dengan kelelahan umum adalah masa kerja.

Background : Increased blood pressure is often associated with general fatigue which one of risk factors for accidents in the workplace. The aim of this study is to determine the relationship blood pressure (systolic, diastolic, and MAP) with general fatigue and related factors related such as age, marital status, nutritional status, exercise, smoke, shift work, working periode, and stres.
Methodology: this study used a cross-sectional design with 125 respondents selected by proportional random sampling. Data collected through interviews, medical check-up data and questionnaires. Fatigue and blood pressure measurement using a sphygmomanometer and Lakassidaya L77 reaction time measured before and after work. Analysis data using linear regression test for numerical variables and logistic regression for catagorical variables.
Result : The prevalence of general fatigue in operators before work is 20% and 22.4% after working with mild fatigue level. Factors that related to fatigue is working period > 3 years with adjusted R-square value of 6.4% (r =0.268). Other factors are not associated with general fatigue.
Conclusions: Blood pressure are not associated with general fatigue. Working periode is associated with general fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktorilla Fiskasianita
"Tidur yang cukup merupakan kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penelitan ini merupakan penelitian descriptive correlative dengan desain studi cross sectional yang bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Beji-Depok terhadap 97 pasien hipertensi rawat jalan yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Kualitas tidur diukur menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer digital.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 87 orang (89,7 %) memiliki kualitas tidur buruk (PSQI ≥ 5), sedangkan hanya 10 orang (10,3 %) memiliki kualitas tidur baik (PSQI ≤ 5). Rata-rata tekanan darah responden secara keseluruhan 145,19/86,15 mmHg. Hasil analisis uji T independent menunjukan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan tekanan darah. Namun, secara klinis hasil analisis data menunjukkan responden yang memiliki kualitas tidur buruk memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada responden yang memiliki kualitas tidur baik dengan mean differece sistolik sebesar 6,228 mmHg dan mean difference diastolik 4,409 mmHg.

Adequate sleep is a basic need which is important to maintain cardiovascular system function. It is a descriptive correlative study using cross sectional approach which aims to identify the relationship between sleep quality and blood pressure on hypertensive patient. The research was conducted in Public Health Center of Beji-Depok towards 97 participants recruited using consecutive sample method. Sleep quality is measured using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and blood pressure is measured using digital sphygmomanometer.
The result shows that 83 participants (89.7 %) have poor sleep quality (PSQI ≥ 5) while only 10 partcipants (10.3 %) have good sleep quality (PSQI ≤ 5). The average blood pressure of all participants is 145.19/86.15 mmHg. Statistical analysis using T independent test shows there is no significant relationship between sleep quality and blood pressure. However, in clinical basis the result shows a significant difference. Clinically speaking, participants with poor sleep quality indicates higher blood pressure compare to those with better sleep quality with systolic mean difference of 6.228 mmHg and diastolic mean difference of 4.409 mmHg.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Putra Swi Antara
"Latar Belakang. Hipertensi merupakan faktor utama penyebab gagal jantung yang saat ini sudah menjadi pandemi dunia, terutama dalam bentuk gagal jantung dengan preservasi fraksi ejeksi ventrikel. Kontrol terhadap hipertensi secara tradisional dilakukan berdasarkan pemeriksaan rutin ke fasilitas kesehatan yang diikuti dengan pengaturan terapi yang diberikan. Saat ini pengukuran tekanan darah rumah ditempatkan sebagai pemeriksaan tambahan yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai kontrol tekanan darah sehingga mencegah terjadinya kerusakan target organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara nilai pengukuran tekanan darah rumah dengan derajat disfungsi diastolik sebagai indikator kerusakan target organ.
Metode. Studi potong lintang yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UI / RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada kelompok pasien hipertensi dari poliklinik rawat jalan yang telah mendapatkan terapi rutin. Pengukuran tekanan darah rumah dilakukan dengan alat yang terstandarisasi. Pemeriksaan ekokardiografi lengkap terhadap parameter diastolik dilakukan dan dikelompokkan berdasarkan derajat disfungsi diastoliknya.
Hasil. Sebanyak 56 pasien ikut dianalisa dalam penelitian ini, dengan rerata umur subyek adalah 51,2 + 7,2 thn dan sebagian besar wanita (58,9%). Didapatkan disfungsi diastolik derajat I pada 11 subyek (19,6%), derajat II pada 19 subyek (33,9%). Parameter fungsi diastolik E/A memiliki hubungan linear yang paling signifikan terhadap TD Rumah sistolik setelah dikontrol terhadap usia, jenis kelamin, IMT, dan DM (R2=0,27;p<0,01). Uji ANOVA menemukan perbedaan rerata TD Rumah Sistolik yang signifikan antara fungsi diastolik normal dan disfungsi diastolik derajat 2 (p=0,02). Uji regresi logistik menemukan perbedaan yang signifikan antara TD Rumah sistolik <127 mmHg dengan TD >135 dengan OR 12,68 (IK 2.03-79.08;p<0.01).
Kesimpulan. Pengukuran TD Rumah Sistolik memiliki hubungan signifikan terhadap derajat disfungsi diastolik. Gangguan parameter fungsi diastolik dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih rendah daripada target yang umum digunakan saat ini.

Background. Hypertension the main factor leading to heart failure which has become a world pandemic, especially in the form of heart failure with preserved ejection fraction. Traditional control for hypertension comprise of regular outpatient clinic visits followed by adjustment of the drug regimen. Recently, home blood pressure monitoring has been been accepted as an additional tool to provide more information on blood pressure control and prevent target organ damage. This study aim to evaluate the relationship between home blood pressure measurement with the degree of diastolic dysfunction as an indicator of target organ damage.
Methods. A cross-sectional study performed at Cardiology and Vascular Medicine Department FK UI / National Cardiac Centre Harapan Kita, Jakarta, on a group of hypertensive patients in the outpatient clinic currently receiving active treatment. Home blood pressure measurement are performed with a standarized device. Full echocardiography study on diastolic function parameters are performed and grouped based on the diastolic dysfunction grade criteria.
Result. Fifty six patients are enrolled in this study with average age of 51,2 + 7,2 y.o. which are mostly women (58,9%). Grade I diastolic dysfunction was found in 11 subjects (19,6%), Grade II on 19 subjects (33,9%). One parameter of diastolic dysfunction, E/A ratio, have the strongest linear correlation with systolic HBP after adjusted for age, sex, BMI, and DM (R2=0,27;p<0.01). ANOVA test found a significant difference on mean of systolic HBPM between normal and grade II diastolic dysfunction (p=0.02). Logistic regression test showed significant difference between <127 and >135 mmHg of systolic HBPM with OR 12,68 (CI 2.03-79.08;p<0.01).
Conclusion. Systolic HBPM have a significant relationship to the degree of diastolic dysfunction. A worsening of diastolic function parameter can occur on a level of blood pressure lower then the target level commonly used today.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edrian
"Latar belakang. Pengukuran tekanan darah di klinik (TDK) saat ini masih dianggap sebagai metoda referensi dalam mendiagnosis dan follow-up pasien hipertensi,tetapi disebabkan adanya fenomena white-coat hypertension dan masked hypertension terlihat semakin jelas informasi yang diberikan seringkali tidak adekuat tentang status tekanan darah pasien yang sebenarnya. Hipertensi sendiri dikaitkan dengan kerusakan target organ dan salah satu diantaranya ke organ ginjal. Pemeriksaan indeks resistensi renalis (RRI) dapat menjadi prediktor disfungsi ginjal dan dapat mencerminkan tingkat aterosklerosis sistemik. Khususnya pada kasus hipertensi, peningkatan RRI dihubungkan dengan berat dan lama nya durasi hipertensi esensial. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat nilai pengukuran tekanan darah di rumah (TDR) dibandingkan TDK dalam memprediksi nilai RRI.
Metode. Tujuh puluh dua pasien hipertensi dalam terapi obat antihipertensi diambil secara konsekutif untuk studi potong lintang ini, mulai bulan Maret hingga Mei 2013 di poli rawat jalan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien menjalani pemeriksaan TDK saat kontrol dan TDR dilakukan selama 4 hari dimana keduanya memakai alat osilometri yang tervalidasi. Pemeriksaan Doppler renal dilakukan pada semua pasien untuk mendapatkan nilai RRI.
Hasil. Uji korelasi antara nilai TDR dan TDK mempunyai korelasi yang baik untuk sistolik maupun diastolik (r = 0,48/0,45 , p < 0,001). Pada uji korelasi regresi didapatkan korelasi yang bermakna antara nilai sistolik TDR dengan nilai RRI (r=0,118 dengan p=0,032), dan korelasi ini tidak signifikan baik untuk sistolik TDK, dan diastolik baik TDK dan TDR. Dari uji multipel regresi melihat prediktor independen terhadap nilai RRI didapatkan nilai sistolik TDR merupakan prediktor independen.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa TDR merupakan prediktor yang baik dari nilai RRI sebagai penilaian kerusakan target organ, dan metode ini lebih superior dibandingkan TDK.

Introduction. Office blood pressure monitoring still considered as method of reference for diagnosing an follow up hypertension patients, but due to white coat hypertension and masked hypertension it seems the information inadequate for the real blood pressure status. Hypertension itself was related to target organ damage and one of them is renal damage. Renal Resistive index (RRI) can be a predictor of renal dysfunction and it reflect sistemic atherosclerosis. Especially for hypertension, increase of RRI is related to severity and duration of essential hypertension. Our objective was to assess the value of home blood pressure (HBP) monitoring in comparison to office blood pressure in predicting renal resistive index value(RRI).
Methods. Seventy two hypertension patients on medication was consecutively included in our cross sectional study, starting from March to Mei 2013 at National Cardiac Centre Harapan Kita Hospital Outpatient clinic. Office Blood pressure was measured when patients controlled to the clinic and HBP was measured for 4 workdays with the same validated electronic device. Renal Doppler was performed to measured RRI value.
Results. Correlation test between HBP and OBP showed a good correlation for systolic and diastolic (r=0,48/0,45, p<0,001). The correlation regretion test showed a good correlation between systolic HBP with renal resistive index (r=0,118 with p=0,032), and this correlation was not significant for systolic OBP, and diastolic OBP and HBP. In multiple regression analysis assessing independent predictor for RRI, systolic HBP was seen as the only independent predictor.
Conclusions. This result suggest that home BP was a better predictor of RRI as assessment for target organ damage, and this method was superior compared to the blood pressure measurement at the clinic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsyuriyana Sabar
"ABSTRAK
Isometric Handgrip Exercise merupakan salah satu terapi non farmakologis yang dikembangkan untuk menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh isometric handgrip exercise terhadap perubahan tekanan darah pasien hipertensi. Desain penelitian quasi experiment dengan pendekatan control group pretest posttest design pada 44 responden meliputi kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kelompok intervensi mendapatkan latihan handgrip selama 3 menit, sekali sehari dan dilakukan selama 5 hari. Kedua kelompok dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah latihan pada hari 1 dan ke 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh isometric handgrip exercise (IHG) terhadap perubahan tekanan darah pasien hipertensi. kesimpulan penelitian ini adalah isometric handgrip exercise secara bermakna dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Hasil penelitian ini diharapakan menjadi dasar isometric handgrip exercise (IHG) sebagai intervensi keperawatan yang mandiri dan inovatif pada asuhan keperawatan klien dengan hipertensi

ABSTRACT
An Isometric Handgrip Exercise is one of the non-pharmacological therapies that is developed to lower blood pressure in hypertensive patients. The aim of the study was to identify the effect of isometric handgrip exercise on changes in blood pressure in hypertensive patients. A Quasi experimental research design approach pretest posttest control group design was employed with 44 respondents included control and intervention groups. The intervention group got handgrip exercise for 3 minutes, once a day and performed for 5 days. Both groups performed measurements of blood pressure before and after exercise on days 1 and 5. The results showed that there is influence of isometric handgrip exercise on changes in blood pressure in hypertensive patients. Conclusion of this study is the isometric handgrip exercise (IHG) can significantly lower systolic blood pressure and diastolic blood pressure. The result of this study recommended that isometric handgrip exercise (IHG) can bean independen and innovative therapeutic nursing intervension in nursing care of patients with hypertension.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Evalina Syahlul
"Latar belakang. Stenosis mitral masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang dengan hipertensi pulmoner sebagai salah satu komplikasinya. Disfungsi endothelium berperan penting pada hipertensi pulmoner dimana terdapat peningkatan produksi mediator vasoaktif. Endotelin-1 merupakan vasokonstriktor yang kuat dan berperan penting dalam hipertensi pulmoner.
Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort pada 32 pasien stenosis mitral bermakna dengan hipertensi pulmoner sedang-berat yang menjalani pembedahan katup mitral di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dari bulan April hingga November 2014. Dilakukan analisa statistik untuk mencari hubungan antara kadar endotelin-1 dengan tekanan sistolik arteri pulmoner pasca operasi.
Hasil. Terdapat korelasi antara kadar endotelin-1 pre operasi dengan tekanan sistolik arteri pulmoner pasca operasi (r 0,387 dengan p 0,029). Analisa regresi linear antara kadar endotelin-1 pre operasi dengan tekanan sistolik arteri pulmoner pasca operasi (adjusted analysis sesuai usia, jenis kelamin, hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, atrial fibrilasi dan waktu cross clamp aorta dan penggunaan mesin cardiopulmonay bypass menunjukan nilai koefisien β 11,4 dengan IK 95% 2,9-19,9 dan nilai p 0,011. Analisa regresi linear antara kadar endotelin-1 pasca operasi dengan tekanan sistolik arteri pulmoner pasca operasi (adjusted analysis) menunjukan nilai koefisien β 4,3 dengan IK 95% -5,4-13,9 dan nilai p 0,367. Analisa regresi linear antara perubahan kadar endotelin-1 pre dan pasca operasi dengan tekanan sistolik arteri pulmoner pasca operasi (adjusted analysis) mendapatkan nilai koefisien β 12,5 dengan IK 95% 0,5-24,4 dan p 0,041.
Kesimpulan. Kadar endotelin-1 pre operasi berhubungan dengan tekanan sistolik arteri pulmoner pasca operasi mitral pada pasien mitral stenosis dengan hipertensi pulmoner.

Background. Mitral stenosis is still the major health problem in developing countries with pulmonary hypertension as one of the complications. Endothelial dysfunction play significant role in pulmonary hypertension where the production of vasoactive mediators increase. Endothelin-1 is a very strong vasoconstrictor which play role in pulmonary hypertension.
Methods. A cohort study in 32 patients with significant mitral stenosis complicated with moderate-severe pulmonary hypertension who underwent mitral valve surgery in National Cardiovascular Center Harapan Kita from April to November 2014. Statistical analysis is done to explore the correlation between endothelin-1 level and systolic pulmonary arterial pressure post surgery.
Results. There was correlation between endothelin-1 pre surgery with systolic pulmonary arterypressure after surgery (r 0,387 and p value 0,029). Linear regression analysis of the endothelin-1 level pre surgery with systolic pulmonary artery pressure post surgery (adjusted analysis to age, sex, hypertension, diabetes mellitus, dyslipidemia atrial fibrillation, aortic cross clamp time and cardio-pulmonary bypass time) with β coefficient 11,4 with 95% confidence interval 2,9-19,9 and p 0,011. Linear regression analysis between endothelin-1 level post surgery with systolic pulmonary artery pressure (adjusted analysis) showed β coefficient 4,3 with 95% confidence interval -5,4-13,9 and p 0,367. Linear regression analysis between the difference of endothelin-1 level post and pre surgery and systolic pulmonary artery pressure post surgery (adjusted analysis) showed β coefficient 4,3 with 95% confidence interval 0,5-24,4 and p 0,041.
Conclusion. Endothelin-1 level pre surgery is correlated with systolic pulmonary artery pressure post mitral valve surgery in mitral stenosis patients with pulmonary hypertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>