Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victor Santawi
"Skabies terjadi terutama di masyarakat ramai. Setelah pengobatan telah diberikan, terulangnya skabies tetap menjadi ancaman bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat kekambuhan skabies satu bulan setelah perawatan. Penelitian eksperimental ini dilakukan di antara siswa di sekolah asrama, Jakarta Timur. Data diambil mingguan dari 10 Juni 2012 sampai 1 Juli 2012 dan pada tanggal 29 Juli 2012. Para siswa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pengobatan standar, lesi-satunya perawatan diikuti oleh sabun, dan lesi-satunya perawatan diikuti oleh sabun antiseptik. Terulangnya kudis kemudian diperiksa satu bulan setelah. Data diolah dengan menggunakan SPSS 11.5 dan dianalisis dengan Kruskal-Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan, di antara 69 siswa, 11 siswa (15,9%) mengalami kekambuhan kudis. Tingkat kekambuhan pengobatan standar diikuti dengan penggunaan sabun adalah 8,7%, lesi-satunya scabies perawatan diikuti oleh penggunaan sabun adalah 13,0%, dan lesi-satunya scabies perawatan diikuti oleh penggunaan sabun antiseptik adalah 26,1%. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam terulangnya scabies antara tiga kelompok perlakuan. Disimpulkan bahwa kekambuhan tidak dipengaruhi oleh metode pengobatan.

Scabies occurs mostly in crowded community. After the treatment has been given, the recurrence of scabies remains a threat to the community. The objective of the research is to study the recurrence rate of scabies one month after treatment. The experimental study was conducted among students in a boarding school, East Jakarta. The data was taken weekly from 10th of June 2012 to 1st of July 2012 and on the 29th of July 2012. The students were divided into three groups, namely standard treatment, lesion-only treatment followed by soap, and lesion-only treatment followed by antiseptic soap. The recurrence of scabies is then checked one month after. The data was processed using SPSS 11.5 and analyzed with Kruskal-Wallis test.
The results show, among 69 students, 11 students (15.9%) experience recurrence of scabies. The recurrence rate of standard treatment followed by the use of soap is 8.7%, lesion-only scabies treatment followed by the use of soap is 13.0%, and lesion-only scabies treatment followed by the use of antiseptic soap is 26.1%. There is no significant difference in the recurrence of scabies between the three groups of treatments. It was concluded that the recurrence is not influenced by the treatment methods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansen Angkasa
"Skabies menempati peringkat ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Permetrin merupakan obat pilihan skabies, namun memberikan efek samping eritema, rasa panas, gatal, nyeri;pengolesan permetrin ke seluruh tumbuh menambah ketidaknyaman. Karena itu timbul pemikiran mengobati skabies di lesi saja diikuti mandi dua kali sehari dengan sabun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas permetrin yang dioleskan ke seluruh tubuh dibandingkan dengan lesi saja. Penelitian eksperimental ini dilakukan di Pesantren, Jakarta Timur. Semua santri dilakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit untuk mendiagnosis skabies.Santri positif skabies dibagi tiga kelompok berdasarkan kamar tidur. Kelompok satu diobati permetrin metode standar, kelompok dua dan tiga hanya diberikan permetrin di lesi saja. Ketiga kelompok diharuskan mandi dua kali menggunakan sabun namun kelompok tiga menggunakan sabun antiseptik. Data diambil pada bulan Mei-Juli 2012, diolah dengan SPSS 11.5 dan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan dari 188 santri, 94 orang positif skabies, namun yang diikutkan dalam penelitian 69 santri. Pada minggu pertama jumlah santri yang sembuh dengan permetrin standar, lesi+sabun dan lesi+sabun antiseptik adalah 1/23, 4/23 dan 1/23 (p=0,198); minggu kedua 18/23, 12/23 dan 8/23 (p=0.012); minggu ketiga 22/23, 21/23 dan 18/23(p=0,163). Disimpulkan pengobatan skabies menggunakan permetrin standar sama efektifnya dengan pengobatan hanya di lesi saja.

Ranked 3rd out of the 12 most common skin diseases in Indonesia. Permethrin remains the drug of choice for scabies but has side effects: erythema, tingling, pain, itch and prickling sensation. Topical whole-body application causes discomfort for the patient. Thus, we proposed modified usage of permethrin by confining topical application to the lesion enforced with baths twice daily. The objective of the study is to know the effectiveness of whole body against lesiononly application of permethrin. The experimental study was done at Pesantren X, located at East Jakarta. All students were diagnosed for scabies via anamnesis and physical examination. Infested students were divided into three groups based on bedroom allocation. First group was treated with whole-body application while the rest were given lesion-only application. All groups were instructed to take baths twice daily with soap except the third group, which used antiseptic soap. Data collection was done from May-July 2012, processed using SPSS 11.5, tested with Kruskal-Wallis Test. Result showed 94 out of 188 scabies positive, but 69 were randomly picked for analysis. In week one, cure rates in the first, second and third group were 1/23, 4/23 and 1/23 respectively (p=0.198); Week two: 18/23, 12/23, 8/23 (p=0.012); Week three: 22/23, 21/23 and 18/23 (p=0.163). Thus, the three methods yield similar results that are statistically insignificant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Dimas Dwiputro
"Skabies adalah penyakit kulit ketiga paling sering di Indonesia. Obat pilihan untuk skabies adalah permetrin. Akan tetapi, pengolesan permetrin yang harus ke seluruh tubuh tidak nyaman untuk dilakukan di negara tropis dan lembab seperti Indonesia. Muncullah ide untuk mengoleskan permetrin hanya di lesi saja diikuti dengan pemakaian sabun antiseptik dua kali sehari. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas permetrin yang dioleskan pada lesi saja dengan yang ke seluruh tubuh. Penelitian eksperimental ini dilaksanakan di Pesantren X, Jakarta Timur. Pada awal penelitian, semua santri dianamnesis dan diperiksa kulitnya untuk mendiagnosis santri mana yang skabies. Santri positif dibagi dua berdasarkan kamar. Kelompok satu diberi metode standar, kelompok dua diberikan metode modifikasi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012, diolah memakai SPSS 20.0 for windows dan dianalisis dengan uji chi square. Dari 188 santri, 50% positif skabies, tetapi yang ikut dalam penelitian hanya 46 orang. Di minggu pertama, santri yang sembuh dengan metode standar dan modifikasi adalah 1/23 dan 1/23 (p=0,580); minggu kedua 18/23 dan 8/23 (p=0,011); minggu ketiga 22/23 dan 18/23 (p=0,187). Disimpulkan pada akhir pengobatan metode modifikasi sama efektifnya dengan metode standar, tetapi metode standar memiliki tingkat kesembuhan yang lebih cepat.

Scabies is the third most common skin disease in Indonesia. Drug of choice for scabies is permethrin. However, whole-body application of permethrin is uncomfortable in a tropical country like Indonesia. Thus, a modified way was proposed to use permethrin only in lesion followed by the usage of antiseptic soap twice a day. The objective of this research is to compare the effectiveness between lesion-only against whole body application of permethrin. This experimental research was conducted in Pesantren X, East Jakarta. The research started with anamnesis and skin examination on the students to diagnose them of scabies. Students with positive results were then divided into two groups based on their living quarters. First group had standard method while the second group had a modified method. Data was collected on May-July 2012 and analyzed using chi square test in SPSS 20.0. From 188 students, 50% are scabies positive, and 46 of them were randomly picked for analysis. On the first week, students that recovered through standard method and the modified method were 1/23 and 1/23 (P=0.580); second week 18/23 and 8/23 (p=0.011); third week 22/23 and 18/23 (p=0.187). To conclude, both methods have similar effectiveness, but the standard method had faster recovery rate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Shafiq Advani
"ABSTRAK
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh parasit mikroskopis, Sarcoptes scabiei. Hunian yang padat dan kebiasaan buruk mengenai kebersihan adalah faktor predisposisi penyakit skabies. Saat ini, pengobatan metode standar adalah aplikasi permethrin 5% krim ke seluruh tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas permethrin 5% terapi standar terhadap murid pesantren yang memiliki kebiasaan berwudhu lima kali sehari serta padat hunian dengan menghitung angka kesembuhan. Penelitian ini dilakukan di sebuah pesantren yang terletak di Jakarta Selatan dari bulan Juli 2013 sampai September 2013 dengan metode desain eksperimen. Subyek yang positif scabies diobati dengan krim permetrin 5% yang dioleskan ke seluruh tubuh lalu dibersihkan (mandi memakai sabun) setelah 10 jam. Pengobatan dinilai efektif jika angka kesembuhan pada minggu ke-4 lebih dari 90%. Evaluasi pengobatan dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-5. Dari 98 murid yang diperiksa, 67 (68,4%) orang mengidap scabies dengan lokasi lesi paling sering di bokong (75,6%). Evaluasi pada mingguke-4 menunjukkan, angka kesembuhan 90% dan minggu ke-5 adalah93,3%. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada angka kesembuhan minggu ke-4 dan ke-5 (McNemar, p=0,025). Disimpulkan bahwa krim permetrin 5% yang dioleskan dengan metode standar efektif untuk mengobati skabies.

ABSTRACT
Scabies is a contagious skin disease that caused by microscopic mite, known as Sarcoptes scabiei. Overpopulated places followed by unhygienic behavior are predisposing factors to develop scabies infestation. The current standard treatment is topical permethrin 5% cream that applied over the body despite the area of the lesion. In this study, the aim is to assess the effectiveness of permethrin 5% standard treatment in Islamic boarding school students who have habit of ablution five times a day and living in a crowd by calculating the cure rate. It was conducted in an Islamic boarding school in South Jakarta from July 2013 until September 2013. Experimental design was used. Subjects with scabies were given the standard treatment and should be washed (shower and soap was used) after 10 hours. Treatment is considered effective if the cure rate on week IV is equal to or >90%. Evaluation was done on week IV and week IV. Out of 98 examined students, 67 (68.4%) of them were scabies positive with bottom as the most frequent affected area (75.6%). On week IV and week V, most of them were cured with cure rate of 90.0% and 93.3% respectively. However, there is no significant difference (McNemar, p=0.625) between the cure rate on week IV or week V. In conclusion, permethrin 5% cream standard treatment is effective in curing scabies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaniar Desianti Kuraga
"Skabies merupakan infestasi dari tungau Sarcoptes scabiei varian homini. Pengobatan skabies di Indonesia adalah menggunakan krim permetrin 5% yang dioleskan seluruh tubuh dan didiamkan selama 8 - 12 jam lalu dibersihkan menggunakan sabun. Cara pengolesan krim permetrin 5% tersebut memiliki efek samping berupa rasa nyeri dan sensasi terbakar. Metode Pemakaian krim permetrin 5% hanya pada lesi telah dikembangkan untuk mengurangi efek samping permetrin dengan angka kesembuhan yang sama baiknya dengan pengolesan seluruh tubuh. Terkait manifestasi klinis skabies dapat timbul 4 minggu pasca infestasi tungau pertama di kulit, perlu dilakukan penelitian konfirmasi untuk menilai kekambuhan pasca pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi dan pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan angka kekambuhan skabies dengan krim permetrin 5% yang dioleskan hanya pada lesi dengan pengolesan krim permetrin 5% yang dioleskan seluruh tubuh serta untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kekambuhan skabies. Studi ini adalah studi kohort yang merupakan bagian dari penelitian induk berupa perbandingan efektivitas krim permetrin 5% sebagai terapi skabies dengan pengolesan hanya pada lesi dan pengolesan seluruh tubuh. Studi ini melibatkan santri pada pesantren Al-islami, Bogor serta pesantren Tapak Sunan dan Darul Ishlah, Jakarta yang telah sembuh dari pengobatan skabies menggunakan krim permetrin 5% pada bulan September 2018 sampai Agustus 2019. Terdapat 157 santri yang memenuhi kriteria penelitian, namun hanya 148 subjek penelitian (SP) yang menyelesaikan penelitian. Subjek penelitian di follow up pada minggu keempat untuk menilai kekambuhan serta faktor yang memengaruhi kekambuhan. Angka kekambuhan pada kelompok dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi pada 4 minggu pasca sembuh lebih rendah dibandingkan kelompok dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh (10,7% vs 12,3%). Tidak terdapat perbedaan kekambuhan skabies pada kedua kelompok (p = 0,751). Faktor yang memengaruhi kekambuhan adalah perilaku tidak menjemur matras tidur secara reguler dengan odd ratio 4,219. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan angka kekambuhan pada riwayat pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh setelah empat minggu sembuh dari penyakit skabies.

Scabies is a skin disease due to the infestation of Sarcoptes scabiei var hominis. permethrin is the drug of choice for scabies in Indonesia. It is applied to the whole body and left on the skin for 8-12 hours before being cleansed. This method of application has various side effects, such as pain and burning sensations. Modification to this method by applying 5% permethrin cream only on scabies lesion has been developed to reduce the side effects and reported to have recovery rate equal to the standard method. Scabies can manifest clinically up to 4 weeks after the first mite infestation of the skin. Further investigation is required to assess the recurrence of scabies after the application of the modified 5% permethrin and standard cream. The aim of this study is to compare the recurrence rate of scabies treated with 5% permethrin cream applied only to the lesion vs the standard 5% permethrin cream applied to the whole body while determining the factors that influence the recurrence of scabies. This is a cohort study, part of a main research aiming to compare the efficacy of the only lesion 5% permethrin cream application method vs the whole body 5% permethrin cream application method as scabies therapy. The students of the Al-Islami boarding school in Bogor, Tapak Sunan and Darul Ishlah Islamic boarding school in Jakarta who had previously recovered from scabies after being treated with 5% permethrin cream between September 2018 to August 2019 were recruited into this study. 157 students met the inclusion criteria, but only 148 participants completed the whole study protocol. They were followed 4 weeks after recovery to assess their recurrency and other factors associated with recurrence. At the 4th weeks after recovery, the recurrence rate of the only lesion 5% permethrin cream application method group was lower than the whole body 5% permethrin cream application method group (10.7% vs 12.3%). There were no differences in the recurrence of scabies among the two groups (p = 0.751). One influencing factor of scabies recurrence is the specific behavior of not regularly drying sleep mattresses, with an odds ratio of 4.219. The study concludes that there was no difference in the recurrence rate among subjects who applied 5% permethrin cream using only lesion 5% permethrin cream application method compared to whole body 5% permethrin cream application method at four weeks after recovery."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Indra Riyadi
"Latarbelakang: Skabies merupakan penyakit kulit yang paling sering terjadi pada anak-anak di lingkungan padat seperti penghuni asrama. Sebagai bagian dari studi berkelanjutan, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan skabies dengan perilaku hidup bersih (PHB) pada siswa laki-laki di sebuah pesantren di Jakarta Timur.
Method: Penelitian cross-sectional ini dilakukan pada tanggal 8 Maret 2014 dan semua siswa dijadikan subyek penelitian (total sampling). Diagnosis skabies dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis. Data PHB diambil dengan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan mengenai PHB. Pertanyaan diberi skor 0 untuk perilaku buruk dan 1 untuk perilaku baik. Analisis data dilakukan dengan uji chi square.
Hasil: Hasilnya menunjukkan prevalensi skabies adalah 36% dan PHB yang baik 3.4% dan buruk adalah 32.8%. Terdapat perbedaan signifikan antara PHB dan scabies (p=0.008).
Kesimpulan: Disimpulkan, kebersihan pribadi berhubungan dengan skabies.

Background: Scabies is a skin disease that is commonly affecting children in dense environments such as boarding occupants. As part of the continuous study, this research aims to study the relationship of scabies with personal hygienic practices (PHB) in the male students in a boarding school in East Jakarta.
Method: This cross-sectional study was conducted on March 8, 2014, and all students were the subjects of study (total sampling). Diagnosis of scabies was done with history taking and dermatological examination. PHB data was taken with a questionnaire containing 10 questions regarding the personal hygienic practices. The question was given a score of 0 to 1 for bad behavior and good behavior. Data were analyzed by chi square test.
Result: The results showed the prevalence of scabies was 36%, with 3.4% of good personal hygienic practices and 32.8% had poor personal hygienic practices. There are significant differences between the PHB and scabies (p = 0.008).
Conclusion: In conclusion, personal hygiene associated with scabies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervandy Rangganata
"ABSTRACT
Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varian hominis. Skabies biasanya menginfeksi lingkungan padat penduduktingkat sosial ekonomi dan hygiene rendah, contohnya pesantren. Prevalensi skabies di pesantren di Jakarta tergolong tinggi (78,7%). Gejala skabies dalam tahap lanjut dapat mengganggu kegiatan belajar santri. Tingkat pengetahuan yang baik mengenai pencegahan skabies diharapkan dapat mengubah pola, sikap, dan perilaku santri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mengenai pencegahan skabies dan hubungannya dengan karakteristik demografi santri meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan desain penelitian studi potong lintang. Santri diberikan kuesioner mengenai sebaran karakteristik demografi mereka dan pengetahuan mengenai pencegahan skabies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri yang berpengetahuan baik sebanyak 9,29%, sedang sebanyak 8,57%, dan kurang mencapai 82,14%. Pada uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan mengenai pencegahan skabies dengan usia (p=0,181), jenis kelamin (p=0,605), tingkat pendidikan (p=0,186), dan sumber informasi yang paling berkesan (p=0,697). Uji Kolmogorov-Smirnov memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan dengan jumlah sumber informasi (p=0,999).Santri tinggal dalam ligkungan yang sama dan belajar di tempat yang sama pula. Hal tersebut dapat menyebabkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies dengan karakteristik demografi santri yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan.

ABSTRACT
Scabies is a contagious skin disease which is caused by Sarcoptes scabiei mite. Scabies usually infects lower socio-economics group with dense population and people who live in environment with poor hygiene, such as boarding school. Scabies prevalence at boarding school in Jakarta remains high (78,7%). The symptoms occured bother students? learning activities. Good knowledge about scabies prevention may change the behavior of the students. This research aims to know knowledge level of scabies prevention among boarding students and its association to their demographic characteristics in order to be used as a reference for health promotion. Regarding the goals of this research, this research used cross-sectional study by giving a questionnaire consisting demographic characteristics and questions about scabies prevention to the students.This research shows that the percentage of students who have good knowledge about scabies prevention is 9,29%, while the fair is 8,57% and poor reaches 82,14%. Using chi-square analysis, it is known that there is no significant association (p>0,05) between knowledge level of scabies prevention with age (p=0,181), gender (p=0,605), educational level (p=0,186), and the most memorable information source (p=0,697). Kolmogorov-Smirnov analysis shows that there is no significant association (p>0,05) between knowledge level with number of information sources gotten (p=0,999). Students live in the same environment and learn in the same place. It may cause there is no significant association between knowledge level of scabies prevention among boarding school students with their demographic characteristics including age, gender, educational level, number of information sources, and the most memorable information source.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniar Sarah Ningtiyas
"Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei.Prevalensi skabies di pesantren padat penghuni di Jakarta tergolong tinggi (78,7%). Di Jakarta Timur, terdapat pesantren dengan kepadatan santri yang tinggi dan fasilitas sanitasi terbatas sehingga perlu diberikan penyuluhan mengenai skabies sebagai upaya preventif. Agar penyuluhan memberikan hasil yang baik, penyuluhan harus sesuai tingkat pengetahuan dan karakteristik demografi santri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan santri mengenai pengobatan skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri.
Penelitian dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur dengan desain cross-sectional. Data diambil tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner berisi pertanyaan mengenai pengobatan skabies kepada semua santri. Data diolah dengan program SPSS versi 11,5 dan dianalisis dengan uji chi-square dan Kolmogorov-Smirnov. Hasilnya menunjukkan santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik 8 orang (5,7%), cukup 33 orang (23,6%), dan pengetahuan rendah 99 orang (70,7%).
Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, informasi yang paling berkesan (Kolmogorov-Smirnov, p>0,05), dan jumlah informasi (chi square= 0,895) Disimpulkan tingkat pengetahuan mengenai pengobatan skabies umumnya tergolong rendah dan tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah informasi, dan informasi yang paling berkesan.

Scabies is a skin disease caused by infestation and sensititation of parasite named Sarcoptes scabiei. The prevalence of scabies is high in crowded areas like pesantren in Jakarta (78.7%). In an effort to prevent scabies, health promotion and screening the level of knowledge about treatment of scabies are needed. The purpose of study was to determine whether there is an association between level of knowledge about treatment of scabies with the demographic characteristic of students.
This cross-sectional study was held in Pesantren X, East Jakarta on January 22, 2011, using questionnaires which given out to all the students. Data were processed using SPSS version 11.5 and analyzed using chi-square test and Kolmogorov-Smirnov test. The results showed that students with good level of knowledge were 8 students (5.7%), fair 33 students (23.6%), and poor 99 students (70.7%).
There was no significant difference (Kolmogorov-Smirnovp> 0.05) between levels of knowledge about treatment of scabies with students’ age, sex, grades, the most impressive information, and there was also no significant difference (chi-square = 0.895) with the number of information. It was concluded that the level of knowledge was not associated with students’ age, sex, grades, the most impressive information, and the number of information.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Sarayar
"Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei, merupakan penyakit kulit ketiga terbanyak di Indonesia. Pada komunitas padat penduduk tanpa kebersihan yang baik, seperti asrama, pesantren, dan barak tentara, skabies hampir menyerang seluruh individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan di sebuah pesantren, di Jakarta Timur.
Desain penelitian berupa cross sectional study dan semua santri dijadikan subyek penelitian. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012 dengan menggunakan kuesioner yang berisi 7 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan. Data prevalensi skabies diperoleh berdasarkan pemeriksaan kulit. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji fischer exact.
Hasilnya menunjukkan 149 (79%) dari 188 santri menderita penyakit kulit dan penyakit kulit terbanyak yang diderita adalah skabies (50%). Perilaku kebersihan umumnya buruk dan hanya 8 (6%) santri yang berperilaku baik. Uji fischer exact menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi skabies dengan perilaku santri, nilai p=0,567. Disimpulkan bahwa perilaku kebersihan santri tergolong buruk dengan prevalensi skabies adalah 50%, dan tidak terdapat hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan.

Skabies is a skin disease caused by Sarcoptes scabiei, the third most prevalent skin disease in Indonesia. In densely populated communities without good hygiene, such as dormitories, boarding schools, and military barracks, skabies infests almost all of the individuals. This study aims to determine the prevalence of skabies and its relationship with hygiene behavior in an Islamic boarding school (pesantren), in East Jakarta.
The research is a cross-sectional study and total sampling is used. Data were collected on June 10, 2012 using a questionnaire containing seven questions regarding hygiene behavior of the students. Physical examination is performed to obtain the prevalence of skin disease among the students, in which skabies has the highest prevalence. The data were processed with SPSS version 20 and analyzed by Fischer?s exact test.
The results showed that 149 out of the 188 students (79 %) suffer some form of skin diseases, in which skabies is the majority (50 %). Hygiene behavior is generally poor where only 8 (6 %) students were considered having good hygiene behaviour. Fischer's exact test showed no significant difference between the prevalence of skabies with the hygiene behavior of students, p value=0,567. It is concluded that the hygiene behavior of students is relatively poor as the prevalence of skabies was 50 %,and there was no relationship between the prevalence of skabies with hygiene behavior.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luminta, Ferdinand Inno
"Skabies adalah infestasi parasit yang berkaitan erat dengan perilaku kebersihan seorang individu dan daerah dengan populasi padat seperti pondok pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infestasi skabies dengan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan tentang pencegahan skabies, dan apakah siswa pesantren tersebut pernah mendapatkan informasi tentang skabies sebelum mereka masuk ke dalam pesantren.
Penelitian cross-sectional ini dilakukan di sebuah pesantren di Jakarta Timur. Data diambil pada tanggal 8 Maret 2014. Siswa pesantren tersebut dibagikan kuesioner yang memuat informasi tentang tingkat pendidikan, apakah mereka pernah menerima informasi tentang skabies, dan lima buah pertanyaan tentang pencegahan skabies. Nilai dari pertanyaan tersebut akan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Data diolah menggunakan SPSS versi 20 dan dianalisa menggunakan uji chi-square.
Kemudian didapatkan bahwa dari 117 siswa, 43 (36.8%) didiagnosa dengan skabies. Dari 43 siswa yang didiagnosa scabies tersebut didapatkan bahwa 74.4% dari mereka merupakan siswa madrasah tsanawiyah. Selain itu, 37.2% merupakan siswa yang memiliki pengetahuan tentang pencegahan skabies buruk dan 62.8% dari mereka tidak pernah menerima informasi sebelumnya tentang skabies. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skabies dan tingkat pendidikan siswa; namun didapatkan bahwa ada hubungan antara skabies dengan tingkat pengetahuan siswa dan jika siswa telah pernah mendapatkan informasi mengenai skabies sebelum masuk pesantren.

Scabies is a parasitic infestation that is associated with poor personal hygiene and over-crowding area such as boarding school. This study aims to look into the association between students’ level of knowledge on scabies prevention, education, and if they ever had any information on scabies prior to entering boarding school.
This cross sectional study was conducted in an Islamic boarding school (pesantren) located in East Jakarta. Data was collected in March 8th, 2014. Students were given a questionnaire that consisted of their education level, whether they have had any information on scabies before entering pesantren, and five questions on scabies prevention that will be scored and grouped into three categories (good, moderate, poor). Data was processed using SPSS version 20 and analyzed using chi-square test.
It was revealed that out of 117 students, 43 students (36.8%) were diagnosed of having scabies. Among the 43 scabies students, 74.4% were from madrasah tsanawiyah. Furthermore, 37.2% of the scabies students have poor level of knowledge and 62.8% of them have never received any information about scabies prior to them entering pesantren. There is no significant difference between scabies infestation and students’ level of education; however, it was revealed that there is an association between scabies infestation and students’ level of knowledge and if students have ever getting information regarding scabies before entering pesantren.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>