Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thesa Siswanto
"Rasio C/N yang dikandung oleh kompos UPS Cipayung masih di bawah nilai yang ditetapkan SNI 19-7030-2004. Faktor yang mempengaruhi rasio C/N kompos UPS Cipayung salah satunya adalah komposisi feedstock pengomposan. Selama ini, proses pengomposan dilakukan hanya dengan mengandalkan feedstock sampah organik UPS Cipayung yang memiliki kadar karbon rendah. Hal ini menyebabkan rendahnya rasio C/N pada kompos yang diproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan berunsur karbon tinggi untuk meningkatkan rasio C/N pada kompos di UPS Cipayung. Bahan yang berunsur karbon tinggi bisa ditambahkan ke dalam feedstock pengomposan untuk membantu meningkatkan rasio C/N. Bahan yang mudah dicari dan digunakan antara lain daun kering dan sabut kelapa. Oleh karena itu, bahan tersebut dapat ditambahkan ke dalam feedstock sampah organik UPS Cipayung agar rasio C/N meningkat. Variasi komposisi dalam penelitian ini adalah campuran sampah organik dan daun kering (tumpukan 2), sampah organik dan sabut kelapa (tumpukan 3), serta sampah organik tanpa campuran sebagai kontrol(tumpukan 1). Setelah proses pengomposan selama 90 hari, kompos yang memiliki rasio C/N paling baik sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah kompos dengan campuran feedstock sabut kelapa dan sampah organik dengan rasio 13,44.

The C/N ratio in compost produced by UPS Cipayung is having a quality that did not meet with SNI 19-7030-2004 standard. Based on several study, feedstock composition affects duration of compost produced. In UPS Cipayung, composting process was carried only by using feedstock from household waste that contained low carbon and high nitrogen compound. This is one of the reason why compost is having low carbon. The high carbon materials can be added into the feedstock composting to help increasing the C/N ratio. Materials that accessible and usable include dried leaves and coconut coir. Therefore, that material can may be added to organic waste feedstock in UPS Cipayung in order for increasing C/N ratio. Variations in composition of this research is a mixture of organic waste and dry leaves (stacks 2), organic waste and coconut coir (stacks 3), and organic waste only as control (stacks 1). After the composting process for 90 days, the compost that has the best quality in accordance with SNI 19-7030-2004 is compost with a mixture feedstock of coconut coir and organic waste with a C/N ratio 13,44."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S45718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindi Sekarsari
"Sejak tahun 2006, Pemerintah Daerah Kota Depok telah membangun Unit Pengolahan Sampah (UPS) dalam rangka mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Salah satu kegiatan yang dilakukan di UPS Kota Depok adalah melakukan pengomposan secara open windrow untuk mengolah sampah organiknya. Namun, upaya pengomposan yang sedang berjalan belum menghasilkan kualitas kompos yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Secara teoritis, beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan open windrow antara lain komposisi bahan baku, ukuran partikel dan juga pengadukan. Berdasarkan survey pendahuluan, frekuensi pengadukan menjadi indikasi utama faktor yang mempengaruhi hasil kualitas kompos di UPS Kota Depok. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh frekuensi pengadukan terhadap proses pengomposan open windrow dengan mengambil tempat di UPS Jalan Jawa, Kota Depok. Variasi frekuensi pengadukan yang diterapkan adalah tanpa pengadukan (gundukan I), pengadukan seminggu sekali (gundukan II) dan pengadukan seminggu tiga kali (gundukan III). Parameter kualitas yang dikontrol adalah temperatur dan pH (setiap interval satu minggu), kelembaban dan perbandingan C/N (setiap interval dua minggu) dan seluruh parameter di atas ditambah parameter water holding capacity (WHC) dilakukan saat kompos matang. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh frekuensi pengadukan terhadap proses pengomposan open windrow. Selama proses pengomposan, gundukan II dan gundukan III yang mengalami pengadukan memiliki kualitas lebih baik untuk parameter temperatur, pH, kelembaban dan perbandingan C/N dibandingkan dengan gundukan I (tanpa pengadukan). Sedangkan hasil kualitas kompos antara gundukan II dan gundukan III memiliki kemiripan sehingga metode pengomposan open windrow yang lebih efektif untuk diterapkan di UPS Jalan Jawa adalah dengan melakukan frekuensi pengadukan seminggu sekali (gundukan II) didukung dengan penambahan air rata-rata 39 liter per minggu dan volume gundukan sebesar 1,35 m3.

Since 2006, the Government of Depok has been constructing the Waste Management Unit (UPS) in order to reduce the volume of waste disposed at landfill. One of the activities carried out in UPS Depok is conducting open windrow composting to process the organic waste. However, the current composting is not producing good quality compost according to SNI 19-7030-2004. Theoretically, several factors that affect open windrow composting are composition of feedstock, particle size, and also turning frequency. Based on initial survey, turning frequency is the main indication that affect the quality of compost in UPS Depok. Therefore, there?s a need to conduct a study to determine the effect of turning frequency in open windrow composting. The study is carried out at UPS Jalan Jawa, Depok. The variation of the turning frequency are without turning (pile I), turning once a week (pile II) and turning three times a week (pile III). The parameters of quality control from this study are temperature, pH (interval once week), moisture and C/N ratio (interval two weeks) and all the parameters above plus water holding capacity for mature compost. The result of this study proves that turning frequency affects open windrow composting. During the composting process, pile II and pile III which are turned have better quality for temperature, pH, moisture and C/N ratio compared to the pile I (without turning). While the results of compost quality from pile II and pile III have similarities. So, the most effective open windrow composting method that can be applied in UPS Jalan Jawa is turning once a week (pile II) and supported by addition approximately 39 litre of water per weeks and pile volume about 1,35 m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S108
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safitri Ristagitania Athar
"Intervensi yang dilakukan pada kelompok pemulung di RT 04/ RW 05 Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Surnedang, Jawa Barat dilakukan untuk mengeluarkan mereka dari siklus kemisldnan. Program intervensi ini diadaptasi dan pcnclitian Malcolm J. Odell, di Nepal (2005), dan rnenggunakan strategi psikologi intervensi sosial. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seligman’s Cycle of Poverty (1975) dan pcndckatan Appreciative Inquiiy yang dikembangkan oleh Cooperrider (2005). Hasil dari program intervensi ini adalah para pemulung yang tclah mengintemalisasi visi dan mimpi mereka mcnjadi bentuk strategi pefencanaan kegiatan yang sesuai dengan latar belakang mereka, yaitu daur ulang limbah organicmenjadi produk dengan nilai tambahan.

Intervention that held among the scavengers in RT 04/RW 05 Desa Jatisati, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumcdang, West Java, is aimed to break the cycle of poverty they have been thriving on. This intervention programme was adapted from the research of Malcolm J. Odell (2005) in Nepal. India. Psychological and social intervention strategies to analyse the grinding poverty and to enable to break the cycle of poverty were used. The ground theories of the programme were Seligma.n’s cycle of poverty (1975) and Cooperrider's appreciative inquiry (2001). The result showed that they succeed on intemalizing their vision into making strategic action plans that reliable with their conditions, recycling organic waste into a vakue added goods."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34208
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Upik Dian Mentari
"Sebagian besar timbulan sampah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Depok adalah sampah organik. Dengan banyaknya sampah organik, maka pengomposan adalah salah satu solusi untuk mengelola sampah organik. Di Kota Depok terdapat 32 UPS yang aktif dari total 42 UPS. Dalam penelitian ini, fasilitas pengomposan yang digunakan sebagai studi kasus adalah UPS Merdeka 2. Di UPS Merdeka 2 dilakukan pengomposan dengan metode open windrow. Proses pengomposan di UPS Merdeka 2 memakan waktu selama 3-4 bulan. Selain itu, dari hasil uji laboratorium, kualitas kompos yang dihasilkan masih belum memenuhi standar dalam SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik dalam beberapa parameter. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik feedstock pada proses pengomposan di UPS Merdeka 2, menganalisis pengaruh penambahan cacing Eudrilus eugeniae pada proses pengomposan, menganalisis perbedaan penurunan massa sampah organik menjadi kompos dengan sistem open windrow dan vermikomposting, serta menganalisis perbedaan kualitas produk kompos hasil vermikomposting dan open windrow.
Dalam penelitian ini dibuat dua jenis metode pengomposan, dengan cara open windrow dan vermikomposting menggunakan cacing Eudrilus eugeniae. Dengan adanya penambahan cacing dalam proses pengomposan maka diharapkan akan mempercepat durasi pengomposan serta memperbaiki kualitas produk kompos. Feedstock yang digunakan untuk pengomposan berasal dari sampah makanan, sampah sayur, dan sampah taman. Jumlah feedstock yang digunakan untuk pengomposan open windrow sebanyak 345,685 kg, dan untuk vermikomposting sebanyak 0,875 kg feedstock/kg cacing dengan frekuensi feeding rate sebanyak 2 kali seminggu. Pengambilan sampel dilakukan setiap 7 hari selama 84 hari. Parameter karakteristik feedstock dan kualitas kompos yang diperiksa adalah suhu, pH, kadar air, rasio C/N, total phosphor, kemampuan ikat air (WHC), electrical conductivity, kadar volatil, kadar abu, lignin, densitas, free air space (FAS), dan ermination index (GI). Titik pengambilan suhu pada gundukan kompos open windrow dilakukan pada kedalaman 20-30 cm, 40 cm, dan 80 cm dari permukaan kompos.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas kompos, produk kompos dari vermikomposting memenuhi rentang baku mutu SNI 19-7030-2004 dalam aspek pH, rasio C/N, total phosphor, WHC, dan suhu, sementara produk pengomposan open windrow memenuhi baku mutu dalam aspek kadar air, total phosphor, dan suhu. Selain itu, nilai GI pada vermikomposting menggunakan bibit kangkung sebesar 775%, dan 123,8% pada bibit pokchoi. Nilai GI pada kompos open windrow menggunakan bibit kangkung sebesar 625%, dan 98,8% pada bibit pokchoi. Maka kualitas vermikompos lebih baik dibandingkan dengan produk kompos open windrow. Penurunan massa sampah organik menjadi kompos pada sistem open windrow sebesar 82,93% dan 82,88% pada vermikomposting. Persentase produk vermikomposting yang dapat digunakan sebesar 17,11% dari jumlah feedstock, sedangkan produk open windrow sebanyak 14,75%.
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, tidak terdapat standar metode Germination Test (GT) sehingga pengujian GI dilakukan dengan menggabungkan metode dari beberapa jurnal, laju pertumbuhan cacing lambat, dan tidak dilakukan perhitungan laju dekomposisi bahan organik. Sehingga penelitian ini menyarankan bahwa perlu dilakukan pemberian feedstock yang bervariasi pada cacing agar dapat diketahui jumlah feedstock optimum untuk laju pertumbuhan cacing, penelitian lebih lanjut oleh Badan Standardisasi Nasional mengenai metode Germination Test, dan dilakukan penimbangan sisa feedstock pada reaktor vermikomposting sebelum pemberian feedstock agar dapat diketahui laju dekomposisi bahan organik.

Most of the waste generated by the citizen of Depok City is organic waste. With the excessive amount of organic waste being accumulated, composting is one of the solution to manage organic waste. In Depok City, there are 32 active UPS out of 42 UPS in total. In this research, the facility that was qualified to be used for a case study was UPS Merdeka 2. In UPS Merdeka 2, composting with the method open windrow was done that took around 3-4 months. Other than that, from lab test result, the compost quality that was produced was not up to SNI 19-7030-2004 standard about Specification of Compost from Domestic Organic Waste in several parameters. The purposes of this research are to analyze the characteristic of feedstock in composting process on UPS Merdeka 2, to analyze the effect of adding Eudrilus eugeniae earthworms in composting process, to compare mass reduction of the organic waste into compost between open windrow system and vermicomposting, and to analyze the difference between the quality of compost products.
Two methods of composting was used, with open windrow method and vermicomposting with Eudrilus eugeniae earthworms. Earthworm was added in the composting process in hope of accelerating composting duration and to improve the quality of compost product. The feedstocks for composting are food waste, vegetable waste, and garden waste. The amount of feedstock used for open windrow composting is 345,685 kg, and for vermicomposting is 0,875 kg feedstock/kg earthworms with the frequency of feeding rate is twice a week. Sampling was done every 7 days throughout 84 days period. Parameters of feedstock characteristics and compost quality that was quantified was temperature, pH, moisture content, C/N ratio, total phosphor, Water Holding Capacity (WHC), Electrical Conductivity (EC), volatile solid, ash content, lignin, density, Free Air Space (FAS), and Germination Index (GI). The temperature capture point on the open windrow compost mound is carried out at a depth of 20-30 cm, 40 cm, and 80 cm from the compost surface.
Based on the compost quality checking, compost product from vermicomposting is qualified based on SNI 19-7030-2004 in the parameters of pH, C/N ratio, total phosphor, WHC, and temperature. In addition, GI values in vermicomposting using water spinach seeds were 775%, and 123,8% in pokchoi seeds. The GI value of the open windrow compost using water spinach seeds were 625%, and 98,8% in pokchoi seeds. On the other hand, compost product from open windrow fulfills the standard in the parameters of moisture content, total phosphor, and temperature. Then, the quality of vermicompost is better than the open windrow system compost products. Mass reduction of organic waste into compost in open windrow system is 82,93% and 82,88% in vermicomposting. The percentage of products in VCR that can be used is 17,11% of the total feedstock, while the open windrow product is 14,75%.
Based on the research data obtained, there is no standard method of Germination Test (GT) so that GI testing is carried out with several journal methods, the growth rate of earthworms is slow, and no decomposition rate of organic waste is carried out. So that the researchers suggest to varying the feedstock for earthworms in order to determine the optimal amount of feedstock for earthworms growth rates, further research by the National Standardization Agency on Germination Test methods, and weighing feedstock in vermicomposting reactors before giving the feedstock, so that the decomposition of organic matter can be counted.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Puspita Sari Ika Pratiwi
"Data timbunan sampah Fakultas Teknik di Universitas Indonesia secara keseluruhan mencapai 120,6 kg/hari. Dimana 67 presentase sampah terbesar berasal dari sampah taman. Penumpukan jumlah sampah merupakan masalah lingkungan yang membuat para ahli terus mengembangkan teknologi yang tepat untuk mencari alternatif dalam menanggulangi masalah tersebut. Pemanfaatan sampah organik menjadi bahan bakar berupa pelet menjadi salah satu teknologi yang menjanjikan. Pelet telah menjadi komuditas yang mendunia. Pada tesis ini dilakukan pengujian skala laboratorium dalam pembuatan pelet dari bahan baku sampah organik yang terdapat di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan menguji karakteristik dari produk pelet yang dihasilkan tersebut. Pembuatan pelet menggunakan alat cetak manual.
Dari pengujian didapatkan komposisi bahan baku yang optimum yaitu daun 10, ranting 80 dan serabut 10, nilai kalor 3772,166 cal/gram, ukuran ayakan 80 mesh, tekanan 70 kg/cm2 dan diketahui karakteristik dari produk pelet adalah panjang 20,7 mm, diameter 6 mm, massa 0,74 gram, kerapatan 1,264 g/cm3, kadar air 9.06, zat terbang 72.62, kadar abu 13.29, kadar karbon terikat 14.90 dan ketahanan 83, serta nilai energi aktivasi devolatilisasi pada campuran daun 10, ranting 80 dan serabut 10 adalah 114,999 kJ/mol, nilainya lebih kecil daripada energi aktivasi devolatilisasi bahan baku, maka campuran bahan baku memiliki laju reaksi yang lebih cepat.Kata kunci: sampah organik, pelet, karakteristik pelet.

Total waste data in Engineering Faculty Of Universitas Indonesia was record at 120.6 kg day. Where 67 of the largest percentage of waste comes from garden waste. The build up of waste amounts is an environmental problem that keeps experts on developing the right technology to find alternatives in trackling the problem. Utilization of organic waste into fuel in the form of pellets become one of the promising technology. Pellet has become a worldwide commodity. In this thesis, laboratory scale testing is done in making pellets from organis waste raw materials contained in the Engineering Faculty Of Universitas Indonesia and test the characteristic of the pellet product. Making pellets using manual printing tools.
From the test, it was found that the composition of the optimum raw material is 10 leaf, 80 branch and 10 coconut fiber, calorific value 3772.166 cal gram, sieve size 80 mesh, pressure 70 kg cm2 and known characteristic of pellet product is length 20.7 mm, diameter 6 mm, mass 0.74 gram, density 1.264 g cm3, water content 9.06, volatile matter 72.62, ash 13.29, fixed carbon 14.90 and durability 83 and devolatilization activation energy value at mixture 10 leaf, 80 branch and 10 coconut fiber were 114.999 kJ mol, the value was smaller than the activation energy of devolatilization of raw material, then the raw material mixture has a faster reaction rate.Keywords organic waste, pellets, pellet characteristic.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Hanany
"ABSTRAK
Pengeringan sampah dengan metode biodrying menjadi metode yang menarik bagi pengelolaan sampah dan kebutuhan energi. Dengan menggunakan panas yang dihasilkan dari proses biodegradasi, kadar air pada sampah dapat dikurangi. Sampah organik dengan kadar air yang rendah dapat dimanfaatkan sebagai energi berupa refused derived fuel. Pada penelitian ini, menggunakan komposisi sampah organik 50 dari daun kering, 35 dari sampah sayur dan 15 sisa makanan, dikeringkan didalam kondisi aerobik dengan variasi airflow-rate sebesar 8L/mnt.kg, 10L/mnt.kg dan 12L/mnt.kg. Percobaan menggunakan 3 reaktor berbahan Styrofoam dengan ukuran 70cm x 50cm x 40cm. Proses biodrying berjalan selama 21 hari dengan hasil akhir, airflow-rate sebesar 10L/mnt.kg dipilih karena dapat menurunkan kadar air hingga 21,15 dengan suhu maksimum 63,3?C dan menghasilkan nilai kalor sekitar 3595,29 kcal/kg.

ABSTRAK
The process of bio drying could be an interesting solution for municipal solid waste management and energy demand in Indonesia. By using the heat from bio degradation process consists in bio drying, moisture content in solid waste can be reduce. Solid wastes with a low moisture content, could be used as a fuel with a good energy content. In this study, 85 of garden wastes and 15 of food waste from Indonesia rsquo s municipal solid waste were bio dried in aerobic condition using 3 variations of air flow rates, which were 8 L min.kg 10 L min.kg and 12 L min.kg. The experiment perform with three different reactors with known volume 75cm x 50cm x 40cm and using Styrofoam as an insulation. Process of bio drying lasted 21 days. In the end, the experiment with 10 L min.kg aeration, has the lowest moisture contents about 23 with high temperature and NHV about 3595.29 kcal kg"
2017
S67051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andiasti Nada Alifah
"Komposisi sampah terbesar di Indonesia adalah sampah organik yang dapat dikonversi menjadi sumber energi melalui metode insinerasi. Namun, pembakaran limbah organik secara langsung tidak stabil dan tidak efisien karena kadar airnya yang tinggi. Biodrying adalah teknik penghilangan kadar air dari limbah biomassa dengan bio-heat mikroba dan menghasilkan luaran berupa solid recovered fuel. Permasalahan utama biodrying adalah terbatasnya tingkat penurunan kadar air pada feedstock yang dipengaruhi oleh panas bio-heat dari degradasi senyawa organik oleh mikroba, seperti karbon kompleks, selulosa, hemiselulosa, dan protein di dalam materi biodrying. Penghilangan kadar air pada biodrying dapat ditingkatkan dengan penambahan katalis berupa enzim selulase untuk membantu laju degradasi feedstock organik dan meningkatkan suhu feedstock. Pada penelitian ini, enzim selulase ditambahkan dengan dosis yang berbeda-beda pada reaktor 1, 2, dan 3 sejumlah 0; 0,30; dan 0,45 gram. Feedstock pada reaktor terbuat dari sampah organik dengan kadar air awal sebesar 62 dan C/N rasio 29,50. Biodrying dilakukan dengan reaktor skala laboratorium selama 21 hari dan 5 hari tambahan sebagai usaha untuk menstabilkan feedstock. Parameter fisik, kimia, dan biologis feedstock diamati selama proses biodrying berlangsung, yang menunjukan bahwa kadar enzim selulase pada feedstock memiliki korelasi negatif dengan kadar volatile soild dan rasio C/N feedstock. Pada reaktor yang ditambahkan enzim selulase, terjadi peningkatan profil suhu yang signifikan dan pada reaktor 3 terjadi fase termofilik yang stabil selama 11 hari. Reaktor 2 dan 3 juga menghasilkan penurunan kadar air yang lebih tinggi, yaitu sebesar 26 dibandingkan dengan reaktor 1 sebesar 20 . Penambahan enzim selulase pada biodrying sampah organik juga menunjukan hasil yang positif pada solid recovered fuel yang dihasilkan ditinjau dari nilai kalor SRF reaktor 3 sebesar 3320 kkal/kg dibandingkan dengan reaktor 1 dan 2 sebesar 3174 dan 2838 kkal/kg.

The largest waste composition in Indonesia is organic waste, which can be converted into alternative energy sources with various method, including incineration. However, direct combustion of organic waste is not efficient in terms of cost and energy due to the high moisture content in organic waste. Biodrying is a technique that optimizes moisture content removal of biomass waste with bio heat produced by microbes rsquo metabolism in feedstock. It also produces solid recovered fuel as an output. One of the main problems on biodrying is the limitation of moisture content removal on feedstock. The moisture content removal process is affected by bio heat that is produced from the degradation of organic compounds such as carbon complex, cellulose, hemi cellulose, and protein by microbes in biodrying material. Moisture content removal on biodrying could be enhanced by adding catalyst, such as cellulase enzyme, to help degrade the feedstock, thus simultaneously enhance the temperature of the feedstock. On this research, cellulase enzyme added with various dosages as much as 0 0,3 and 0,45 gram to the first, second, and third reactor. The feedstock was made from organic waste with moisture content and C N ratio adjsusted to 62 and 29,50. Biodrying was done in laboratory scaled reactors in 21 days and 5 days addition to stabilize the feedstock. Physical, chemical, and biological parameters were examined during biodrying process. The result showed that cellulase enzyme level during the process has negative correlation with volatile solid and C N ratio on the feedstock. Temperature profile increase was obtained in reactors with enzyme addition. Moreover, the third reactor exhibits more stable and longer thermophilic phase that lasted for 11 days. Enzyme addition also positively influenced moisture content removal, in which the reactors with enzyme addition successfully reached 26 moisture content removal while reactor without enzyme addition only reached 20 . Additionally, cellulase enzyme addition also resulted in higher calorific value of SRF produced from biodrying as shown in SRF produced from the third reactor that reached 3320 kkal kg. Meanwhile, calorific values of SRF from the first and second reactor are 3174 kkal kg and 2838 kkal kg."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Nadiya Zikrina
"ABSTRAK
Penggunaan sampah sebagai sumber energi dapat menjadi solusi untuk mengatasi peningkatan kebutuhan energi di Indonesia. Akan tetapi, penggunaan sampah organik sebagai energi dibatasi oleh tingginya kadar air sampah. Biodrying merupakan suatu metode pengurangan kadar air sampah dengan menggunakan proses biologis. Studi ini menginvestigasi pengaruh variasi ukuran sampah dalam metode biodrying. Eksperimen dilakukan pada 3 buah reaktor skala lab dengan spesifikasi yang sama. Feedstock reaktor merupakan sampah organik dengan komposisi 50 sampah sayuran dan 50 sampah halaman. Feedstock dicacah secara manual menjadi 3 variasi ukuran, yaitu 10 ndash; 40 mm, 50 ndash; 80 mm, dan 100 ndash; 300 mm. Eksperimen dilakukan selama 21 hari. Setelah 21 hari, ditemukan bahwa feedstock dengan ukuran 100 ndash; 300 mm memiliki kadar air paling rendah, yaitu sekitar 51 , dan kadar volatile solid sekitar 74,29 . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh free air space yang lebih tinggi. Nilai kalor akhir didapatkan sebesar 3286,67 kkal/kg.

ABSTRACT
The use of municipal solid waste as energy source can be a solution for Indonesia rsquo s increasing energy demand. However, its high moisture content limits the use of organic waste as energy. Biodrying is a method of lowering wastes rsquo moisture content using biological process. This study investigated the effect of wastes rsquo particle size variations on biodrying method. The experiment was performed on 3 lab scale reactors with the same specifications. Organic wastes with the composition of 50 vegetable wastes and 50 garden wastes were used as substrates. The feedstock was manually shredded into 3 size variations, which were 10 ndash 40 mm, 50 ndash 80 mm, and 100 ndash 300 mm. The experiment lasted for 21 days. After 21 days, it was shown that the waste with the size of 100 ndash 300 mm has the lowest moisture content, which is 50.99 , and the volatile solids content is still 74,29 . This may be caused by the higher free air space of the reactor with the bigger sized substrate. The output NHV is 3286,67 kcal kg."
2017
S67809
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alloysius Pamurda Dhika Mahendra
"Sungai Ciliwung merupakan salah satu sumber air bersih bagi sekitar 70.000 penduduk di sekitar bantaran, di mana kondisinya tercemar sampah dari kegiatan domestik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis timbulan sampah berjenis organik dan anorganik, pengaruh waktu kontak sampah terhadap perubahan kualitas COD dan amonia, dan menganalisis laju pembentukan dan penguraian COD dan amonia di air Sungai Ciliwung. Metode yang digunakan untuk menganalisis timbulan sampah adalah persamaan dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan media pengambilan sampah trawl boom.Untuk menganalisis pengaruh waktu kontak dan jenis sampah terhadap kualitas COD dan amonia, metode yang digunakan adalah uji normalitas dan Kruskal Wallis. Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis laju pembentukan dan penguraian COD dan amonia menggunakan ODE Linear faktor pengintegrasian. Total timbulan sampah yang didapatkan di titik pengambilan sampel adalah 0,3 ton per hari dengan 68,36% organik dan 31,36% anorganik. Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa jenis dan waktu kontak sampah memengaruhi perubahan COD dan amonia, di mana dibuktikan dengan nilai titik kritis yang lebih rendah (9,49) jika dibandingkan dengan Hhitung (20,08 dan 21,27). Nilai k1 untuk COD dari reaktor sampah organik berada adalah 3,841 dan 4,655. Sedangkan untuk k1 COD pada reaktor anorganik adalah 0,122 dan 0,425. Hasil untuk nilai k2 COD pada reaktor organik adalah 3,879 dan 3,839. Untuk nilai k2 COD pada reaktor anorganik adalah 1,026 dan 0,355. Pada parameter amonia menggunakan prinsip persamaan yang sama dan menghasilkan nilai k1 pada reaktor organik adalah 0,0028 dan 0,0021. Kemudian pada reaktor anorganik nilai k1 amonia adalah 0,0014 dan 0,001. Sedangkan untuk nilai k2 pada reaktor organik adalah 0,1761 dan 0,100. Kemudian nilai k2 dari reaktor anorganik adalah 0,300 dan 0,3437. Nilai degradasi (k) akan berpengaruh terhadap kondisi pencemar di sungai, di mana kondisinya sudah melebihi baku mutu. Keberadaan COD dan amonia yang tinggi di air sungai akan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan

Ciliwung river is one of the clean water sources for approximately 70.000 people in the river bank, which polluted by municipal solid waste. This research aims to analyze the organic and inorganic solid waste generation, the effect of solid waste type and contact time on the decreasing COD and ammonia, and also the waste degradation rate to COD and ammonia (k1) and COD or ammonia degradation rate (k2) in Ciliwung River Water. The method that used for analyzing the solid waste generation is mentioned in the previous research, that used trawl boom as the solid waste sampler media. Normality test and Kruskal Wallis is the method that used for analyzing the impact of solid waste type and contact time on the decreasing of COD and ammonia. Then, the principle for analyzing the degradation rate of COD and ammonia is mass balance and ODE Linear equation with integrating factor. The solid waste generation in this experiment shows 0.3 ton per day with 68,63% organic and 31,36% inorganic. The Kruskal Wallis Test results show that the type of solid waste and contact time impact the quality of COD and ammonia. It is showed by the value of H is bigger (20,08 and 21,27) than the critical value (9,49). The analysis of COD and ammonia degradation that uses ODE Linear equation with integrating factor show the value of organic solid waste degradation to COD (k­1) in reactor 1 and 2 are 4,655 and 3,841. Besides, the k1 value for inorganic 1 and 2 reactor are 0,425 and 0,122. Then, the value of COD degradation (k2) in organic 1 and 2 reactor are 3,879 and 3,839. The COD k2 value for inorganic 1 and 2 reactor are 1,026 and 0,355. For ammonia parameter, the value of k1 in organic 1 and 2 reactor are 0,0028 and 0,0021. In the inorganic 1 and 2 reactor, the value of k1 and k2 are 0,0014 and 0,001. The ammonia degradation rate (k2) in organic 1 and 2 reactor are 0,1761 and 0,100. Then, ammonia k2 in the inorganic reactor 1 and 2 are 0,300 and 0,3437."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Sulaeman
"Tempat Pembuangan Akhir adalah ujung proses dari pengelolaan sampan secara konvensional. TPA yang saat ini digunakan di sebagian besar kota di Indonesia menerapkan sistem open dumping. Deegan sistem tersebut maka sampah organik yang tertimbun di TPA akan mengalami proses dekomposisi secara anaerobik yang akan menghasilkan CH4 (gas metan). Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca (GRID) yang berpotensi menyebabkan pemanasan global (global warming).
Salah satu cara untuk mengurangi emisi gas metan dari TPA adalah melakukan pengomposan sampah organik kota. Pengomposan dipilih karena beberapa pertimbangan yaitu ketersediaan bahan baku dan penggunaan teknologi tepat guna, kesesuaian karakteristik sampah dan mendukung usaha produktif masyarakat. Proses produksi kompos harus dilakukan secara benar dengan mengacu pada prinsip-prinsip pengomposan yang optimum dan ramah lingkungan. Selain itu produk yang dihasilkan hams memenuhi standar tertentu agar aman untuk diaplikasikan pada budidaya tanaman. Berdasarkan kajian awal terhadap dokumen Final Report pelaksanaan Program Subsidi Kompos pada 2 tahun pelaksanaan, tidak ditemukan informasi dan pembahasan mengenai kontribusi program ini pada pengurangan gas metan. Hasil observasi awal pada beberapa lokasi pengomposan peserta Program Subsidi Kompos didapatkan kondisi lingkungan pengomposan yang tidak baik.
Berdasarkan masalah tersebut diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1). Mengkaji kontribusi pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos pada pengurangan gas metan, dan (2). Mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos terhadap syarat pengelolaan lingkungan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode ex post facto. Populasi dari penelitian ini adalah produsen kompos yang mengikuti pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos pada periode 31 Desember 2003 - Juni 2005 yaitu sebanyak 21 produsen. Sampel penelitian beijumlah 21 produsen kompos. Variabel penelitian meliputi produsen kompos, sampah perkotaan, bahan bake kompos, proses produksi kompos, kualitas kompos, pengurangan pencemaran gas metan dari TPA, pengelolaan air lindi (leachate), pengelolaan air larian (run ofj), pengendalian kebisingan, dan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja.
Data yang dikumpulkan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan untuk menghitung bahan organik yang digunakan pada proses pengomposan menggunakan rumus Outerbridge (1991), menghitung gas metan yang timbul di TPA menggunakan IPCC Methodology 1996 dan menghitung gas metan dari kotoran ternak menggunakan rumus IPCC Methodology 1996. Analisa kualitatif dilakukan dengan memaparkan secara deskriptif pelaksanaan kesesuaian pengomposan sampah perkotaan dengan persyaratan lingkungan yang meliputi pengelolaan lingkungan dan syarat kualitas kompos.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa:
1. Program Subsidi Kompos menggunakan sampah organik sebesar 96.679,5 ton, dari jumlah tersebut proporsi sampah yang berasal dari bahan organik yang seharusnya dibuang ke TPA berjumlah 80.215,2 ton atau 83% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kompos. Bahan lain yang digunakan adalah limbah temak sebanyak 16.464,3 ton atau 17% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan untuk pengomposan dan tidak dibuang ke TPA. Gas metan yang direduksi Program Subsidi Kompos berjumlah 4.005 ton, yang berasal dari sampah kota sebesar 4.000 ton metan dan dari kotoran ternak sapi sebesar 5 ton metan.
2. Pengelolaan lingkungan yang disyaratkan pada Program Subsidi Kompos meliputi pengendalian pencemaran air lindi, pengendalian air larian, pengendalian kebisingan, dan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja. Pengelolaan lingkungan menjadi syarat bagi produsen untuk mengikuti Program Subsidi Kompos tetapi tidak menjadi syarat yang terdapat dalam dokumen kontrak.
Kondisi ini menyebabkan hanya sedikit produsen yang melakukan pengelolaan lingkungan sesuai yang disyaratkan. Disamping itu syarat yang ditetapkan belum efektif untuk mengendalikan pencemaran yang ditimbulkan dari kegiatan pengomposan.
Berkaitan dengan standar kualitas kompos, maka persyaratan kualitas kompos Program Subsidi Kompos hanya mengatur 6 parameter dari 31 parameter kualitas kompos pada SNI 19-7030-2004. Minimnya parameter yang diatur berpotensi untuk menimbulkan dampak lingkungan berupa potensi perkembangbiakan organisme patogen dan penyebaran penyakit, potensi pencemaran logam berat pads tanah, dan potensi pencemaran bahan asing pada produk kompos dan tanah.
Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa:
1. Kontribusi pengurangan gas metan karena dilaksanakannya pengomposan sampah perkotaan Program Subsidi Kompos sebesar 4.005 ton. Nilai tersebut berasal dari sampah kota sebesar 4.000 ton metan dan dari kotoran ternak sapi sebanyak 5 ton metan. Bila dibandingkan dengan potensi timbulnya gas metan dari sampah organik di TPA pada tahun 2004, Program Subsidi Kompos berkontribusi mengurangi gas metan sebesar 0,67%. Pengurangan gas metan juga mempunyai manfaat lingkungan yaitu berupa pengurangan gas rumah kaca sebesar 84.105 ton CO2 equivalent.
2. Produsen kompos sampan perkotaan yang mengikuti Program Subsidi Kompos tidak ada yang melaksanakan pengelolaan lingkungan usaha pengomposannya dengan baik, namun tetap mendapatkan pembayaran subsidi kompos. Tidak dilaksanakannya ketentuan pengelolaan lingkungan oleh produsen kompos karena Kementerian Lingkungan Hidup tidak mengatur syarat pengelolaan lingkungan secara jelas, tegas dan konsisten serta tidak adanya mekanisme sanksi bagi produsen kompos yang tidak melaksanakan syarat tersebut. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>