Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reyner Fabiansyah Bujang
"Pelapisan dengan menggunakan titanium dioksida telah banyak diteliti untuk digunakan dalam fotokatalitik. Metode pelapisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencelupan. Metode pelapisan dilakukan dengan merendam substrat ke larutan pelapis. Dalam percobaan ini, larutan titanium dioksida berperan sebagai laruna pelapis. Substrat yang telah terendam ke dalam larutan kemudian disimpan dalam oven dengan suhu 60o C untuk kurun waktu yang berbeda. Ditemukan bahwa semakin lama sampel disimpan dalam oven, partikel yang melekat pada serat gelas optik dan membran telur semakin banyak. Dalam metode pelapisan, kecepatan menarik substrat dari dalam larutan pelapis mempunyai peran yang besar dalam menentukan hasil akhir pelapisan. Semakin cepat kecepatan penarikan, semakin tebal lapisan yang akan didapatkanMetode pelapisan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dalam larutan dengan pH 2,0. Ditemukan bahwa dengan kondisi yang telah disebutkan di atas, serat gelas optik dan membran telur berhasil dilapisi dengan titanium dioksida.

Titanium dioxide coating has been widely studied for photocatalytic use. The coating method tat used in this experiment is dip coating method. Dip coating method was done by submerging a substrate into oating solution. In this experiment, the coatin solution is TiO2 solution. The substrate that has been submerged into solution was then kept in the oven with temperature 600C for different amount of time. It was found that the longer the sample kept in the oven, the more particles attached to the optical glass fibre and egg membrane. In dip coating method, withdrawal speed of the substrate form the coating solutin was also play abig role in giving the final result of the coating. The faster the withdrawal speed, the thicker the coating. The dip coating that ahs been done in this experiment was carried out in the solution with pH 2.0. It was found that with the condition that has been mentioned above, it is possible to coat optical glass fibre and egg membrane."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
610 AJFD
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adil
"Logam titanium merupakan salah satu biomaterial yang banyak digunakan untuk aplikasi implan. Sayangnya, material ini memiliki kemampuan osseointegrasi yang tidak baik. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pelapisan permukaan Titanium dengan CaCO3 untuk meningkatkan kekasaran permukaan. Pelapisan logam Ti menggunakan Kalsium Asetat Ca(C₂H₃OO)₂ dengan variasi konsentrasi 0,5 M dan 1 M, kemudian dilakukan pembakaran pada suhu 500 oC. Hasil SEM-EDS menunjukkan terbentuk lapisan yang menyerupai jarum pada permukaan Titanium dengan kandungan Ca yang semakin tinggi seiring konsentrasi Ca(C₂H₃OO)₂  yang meningkat. Analisis XRD mengkonfirmasi bahwa lapisan yang terbentuk adalah CaCO3. Pada pelapisan CaCO3 0,5 M pada Titanium kekasaran permukaan Ra 0,48 dan  konsentrasi 1 M memiliki kekerasan permukaan Ra 1,49. Nilai kekerasan setelah pelapisan dengan CaCO3 konsentrasi 0,5 Ma adalah  272,44 dan 1 M memiliki kekerasan 172,67. Uji sudut kontak untuk konsentrasi 0,5 M  memiliki sudut sebesar 34,24o dan untuk konsentrasi 1 M memiliki sudut 0o. Penelitian ini menunjukkan peningkatan kekasaran permukaan Titanium telah berhasil dilakukan menggunakan metode dekomposisi Ca(C₂H₃OO)₂ menjadi CaCO3. Permukaan implan yang kasar telah terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan sifat osseointegrasi implan dengan jaringan sekitar tulang.

Titanium is one of the most widely used biomaterials for implant applications. Unfortunately, this material has poor osseointegration ability. The purpose of this study was to coat the surface of Titanium with CaCO3 to increase the surface roughness. The coating procedure was done by using Calcium Acetate Ca(C2H3OO2)2 with varying concentrations of 0.5 M and 1 M, then burned at a temperature of 500 oC. The SEM-EDS results showed that a needle-like layer was formed on the surface of Titanium with a higher Ca content as the concentration of Ca(C2H3OO2)2 increased. XRD analysis confirmed that the layer formed was CaCO3. In the CaCO3 coating with a concentration of 0.5 M, Titanium has a surface roughness of Ra 0.48 and a concentration of 1 M has a surface hardness of Ra 1.49. The hardness value after coating with 0.5 Ma concentration of CaCO3 is 272.44 and 1 M has a hardness of 172.67. The contact angle test for a concentration of 0.5 M has an angle of 34.24o and for a concentration of 1 M it has an angle of 0o. This study shows that the increase in surface roughness of Titanium has been successfully carried out using the decomposition method of Ca(C₂H₃OO)₂ to CaCO3. A rough implant surface has been scientifically proven to improve the osseointegration property of the implant with the surrounding bone tissue.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew
"Permintaan terhadap material hidrofobik dan superhidrofobik diprediksi akan meningkat 187.61% pada tahun 2024 dari tahun 2015. Material umum yang dapat digunakan sebagai bahan baku material superhidrofobik adalah carbon nanotubes, graphene, dan silica. Dari ketiga bahan baku tersebut silika merupakan bahan baku yang murah dan mudah didapatkan. Silika didapatkan dengan cara menambang pasir dari pantai atau sungai. Pertumbuhan pembangunan infrastruktur berdampak besar terhadap permintaan pasir. Penambangan pasir memiliki dampak buruk seperti pendangkalan sungai, abrasi air laut, dan lain-lain. Untuk mengurangi dampak dari pertambangan pasir maka diperlukan pencarian sumber silika dari tempat lain yang lebih ramah lingkungan. Salah satu sumber silika yang melimpah adalah terak feronikel. Terak feronikel adalah residu sisa dari proses ekstraksi nikel. Terak feronikel mengandung 45.7% SiO2. Penelitian ini menjelaskan proses sintesis silika hidrofobik dari terak feronikel untuk diaplikasikan sebagai campuran untuk pelapisan bitumen. Metode yang digunakan adalah fusi alkali, pelindian air, presipitasi silika, pelindian dengan asam stearat dan media etanol, dan pencampuran silika dengan bitumen. Dalam penelitian ini, hasil sintesis partikel silika hidrofobik memiliki sudut kontak air sebesar 107.558º dengan ukuran partikel silika hidrofobik di antara 2.5 – 27.77 µm dan rata-rata ukuran partikel 9.43 µm.

Hydrophobic and Superhydrophobic material demand growth forecasted will increase 187.61% in 2024. Carbon nanotubes, graphene, and silica are the most common raw material for superhydrophobic material use. Silica is the cheapest and easiest to obtain compared to CNT and graphene. Silica were obtained through sand mining from beaches or rivers. Increase growth in infrastructure construction lead to increase in sand mining operation. Sand mining operation caused negative impact to the environment such as river shallowing, sea water abrasion, etc. Therefore, we need to find other sources of silica that does not cause harm to the environment. Ferronickel slag is one of the other sources that contain substantial amount of silica. Ferronickel slag contain 45.7% SiO2. This research will explain synthesis process of hydrophobic silica from ferronickel slag as additive for bitumen coating. This research consist of 5 process, such as alkaline fusion, water leaching, silica precipitation, stearic acid and ethanol leaching, and mixing of hydrophobic silica and bitumen. In this research, hydrophobic silica particle reach 107.558º contact angle with particle diameter range from 2.5 – 27.77 µm and average particle size 9.43 µm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L.M. Rasdi Rere
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhiruddin Maddu
"Pada penelitian ini dikembangkan sistem sensor serat optik dengan cladding termodifikasi lapisan polianilin nanostruktur (nanoserat) untuk mendeteksi uap-uap kimia, meliputi uap amonia (NH3), asam klorida (HCl), metanol (CH3OH), dan uap aseton. Sensor serat optik yang dikembangkan didasarkan pada modulasi intensitas cahaya yang terpropagasi di dalam serat optik akibat perubahan sifat optik (indeks bias atau spektrum absorpsi) cladding modifikasi ketika berinteraksi dengan uap-uap kimia yang dideteksi. Polianilin nanostruktur (nanoserat) disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial) sistim dua fasa larutan organik/air (aqueous) dan dihasilkan polianilin dalam bentuk terprotonasi atau terdoping (emeraldine salt). Morfologi polianilin diuji dengan mikroskop elektron (SEM), diperoleh morfologi polianilin nanostruktur berbentuk nanoserat dengan diameter beberapa puluh nanometer. Sampel polianilin juga diuji kristalografi dengan difraksi sinar-X (XRD) dan uji spektroskopi FTIR yang mengindikasikan polianilin yang terbentuk adalah emeraldine salt. Uji sifat optik dengan spektrofotometer Vis-NIR memperlihatkan karakteristik spektra spesifik lapisan polianilin dan berubah ketika diberi perlakuan uap-uap kimia (amonia, metanol, aseton dan HCl). Polianilin nanostruktur diterapkan sebagai cladding modifikasi pada serat optik plastik sebagai cladding sensitif. Probe sensor serat optik diuji karakteristik responnya terhadap perlakuan beberapa uap kimia (amonia, HCl, metanol, aseton). Respon dinamik sensor serat optik berupa kurva siklus yang terdiri dari bagian respon dan bagian pemulihan (recovery),yaitu perubahan nilai transmisi intensitas cahaya yang melewati sensor serat optik terhadap waktu. Dari kurva respon ditentukan waktu respon dan waktu pemulihan (recovery) serta juga diketahui kemampuan balik (reversibility) dan kemampuan pengulangan (repeatability). Waktu respon sensor untuk semua uap yang diujikan cukup singkat, yaitu untuk uap amonia, uap asetón dan uap HCl dengan waktu sekitar 20 detik, sedangkan untuk uap metanol lebih lama yaitu sekitar 60 detik. Sebaliknya, waktu pemulihan (recovery time) untuk uap amonia sekitar 50 detik lebih lama dari pada untuk uap metanol (30 detik), uap asetón (10 detik) dan uap HCl (30 detik). Dari kurva siklus respon memperlihatkan kemampuan balik (reversibilitas) sensor yang cukup baik, khususnya untuk respon uap amonia, uap saetón dan uap HCl. Masing-masing siklus tidak memperlihatkan perubahan bentuk yang berarti. Responsivitas sensor terhadap uap kimia memperlihatkan nilai yang berbeda untuk masing-masing uap. Responsivitas terbesar diperoleh untuk uap amonia (1,4 %/detik), diikuti uap aseton (1,25%/detik), uap metanol (0,8 %/detik), dan paling kecil adalah untuk uap HCl (0,05%/detik). Sensor serat optik yang dirancang juga dapat merespon variasi tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan batas (limit) deteksi masing-masing, hingga tekanan beberapa puluh mmHg, yaitu 45 mmHg untuk uap amonia dan HCl, 10 mmHg untuk uap metanol dan uap aseton. Respon sensor juga memperlihatkan hubungan logaritmik antara intensitas transmisi terhadap tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan linearitas yang cukup baik. Sensitivitas sensor untuk masing-masing uap menunjukkan nilai yang berbeda. Sensitivitas paling baik diperlihatkan oleh sensor uap metanol (0,67 %/mmHg), disusul sensor uap aseton (0,33 %/mmHg), uap amonia (0,20 %/mmHg untuk L=2 cm dan 0,22%/mmHg untuk L=3 cm), dan uap HCl (0,15 %/mmHg)."
2007
D1205
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Aria Putra
"Penggunaan komposit sebagai material baru telah mencakup pada bidang yang amat luas seperti pada bidang automotif, kelautan, luar angkasa dan lain sebagainya. Pada penerapannya kekuatan mekanis material komposit sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungannya, khususnya setelah temperatur melewati temperatur transisi gelas (Tg).
Dalam penelitian ini akan diamati pengaruh temperatur terhadap kekuatan mekanis material komposit. Material komposit yang digunakan adalah komposit serat gelas/poliester dengan metode pembuatan laminasi basah manual. Sera gelas yang digunakan yaitu kombinasi serat gelas tipe E jenis Chopped Strand Mat (CSM) dan Woven Roving (WR), dengan susunan 3CSM-WR-3CSM-WR-2CSM, sedangkan matriks yang digunakan yaitu resin poliester. Terhadap material dilakukan pemanasan selama 120 menit dengan variasi temperatur 60C, 80C, dan 100C kemudian didinginkan di udara terbuka. Sebagai pembanding beberapa komposit tidak dipanaskan. Kemudian dilakukan pengujian tarik (ASTM D 638), pengujian tekan (ASTM D 695), dan pengujian lentur (ASTM D 790). Pengujian tersebut dilakukan pada temperatur ruang. Mekanisme perpatahan yang terjadi akibat pembebanan diamati dengan menggunakan mikroskop optik.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan naiknya temperatur pemanasan maka kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit serat gelas/poliester mengalami penurunan. Kekuatan tekan komposit serat gelas/poliester lebih rendah dibanding kekuatan tariknya untuk setiap temperatur pemanasan. Perpatahan yan terjadi akibat pembebanan tarik cenderung bersifat getas dengan terjadinya pelepasan ikatan antara matriks dengan serat, dan patahnya matriks dengan serat yang tertarik ke luar. Dengan naiknya temperatur pemanasan mode perpatahan yang terjadi akibat pembebanan tekan pada arah longitudinal cenderung menunjukkan perpatahan ekstensional. Perpatahan yang terjadi akibat pembebanan lentur dimulai pada lapisan terluar yang berlawanan dengan titik pembebanan yang kemudian diikuti oleh lapisan yang berdekatan, dengan kerusakan berupa hancurnya matriks, patahnya serat dan delaminasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Donald
"Penggunaan material komposit serat gelas-poliester dewasa ini sangat banyak dijumpai pada aplikasi perairan disebabkan sifatnya yang menguntungkan yaitu ringan. rasio kekuatan tinggi terhadap berat, pembuatan bentuk yang tidak terbatas dan harga bahan baku yang rendah serta kemudahan memperoleh bahan bakunya. Namun adanya lingkungan pemakaian seperti perendaman dan temperatur tinggi. komposit serat gelas-poliester memiliki keterbatasan seperti menurunnya sifat mekanis komposit serat gelas-poliester. Pada penelitian ini akan dievaluasi pengaruh perendaman dan temperatur terhadap kekuatan komposit serat gelas poliester. Dalam penelitian ini spesimen komposit merupakan kombinasi dari serat gelas jenis E-glass dan resin poliester jenis GP (general purpose). Serat gelas yang digunakan berbentuk CSM (chopped strand mar) dan WR (woven roving) dengan susunan: 3CSM- I WR - 3CSM - 1 WR - 2CSM Sebagian spesimen tidak direndam (pada temperatur ruang) dan sebagian lagi mengalami perendaman pada temperatur 25'C, 60'C dan 90'C selama 23 hari (552 jam). Setelah itu dilakukan uji tarik arah longitudinal terhadap salah satu serat WR Standar uji tarik yang digunakan adalah ASTM D-638M Pengamatan struktur makro dan mikro selanjutnya dilakukan terhadap bentuk kerusakan yang terjadi pada setiap kondisi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada perendaman di bawah temperatur gelas (73' C) kadar air yang terserap meningkat dengan naiknya temperatur perendaman, sedangkan di alas temperatur gelas, kadar air yang terserap justru mengalami penurunan. Kekuatan tarik spesimen mengalami penurunan dengan naiknya temperatur perendaman. Warna spesimen juga mengalami perubahan dari hijau bening menjadi putih kekuningan dan tekstur permukaan spesimen semakin kasar dengan naiknya temperatus perendaman. Bentuk perpatahan yang terbentuk pada komposit serat gelas-poliester meliputi patah intralaminer, interlaminar dan translaminer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1992
S27953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlinda Kusuma Dewi
"Kontaktor membran serat berlubang (Hollow Fiber Membrane Contactor - HFMC) dapat digunakan dalam proses perpindahan massa dari gas/liquid atau liquid/liquid tanpa dispersi dari suatu fasa terhadap fasa lain. Salah satu proses separasi yang dapat menggunakan kontaktor ini adalah absorpsi oksigen ke dalam air. Kontaktor membran ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan kontaktor fasa terdispersi, yaitu tidak terjadinya flooding, unloading, buih dan emulsi. Keuntungan terbesar dari kontaktor membran ini adalah luas permukaan perpindahan massa yang jauh lebih besar dengan ukuran yang kompak. Namun kontaktor membran ini juga memiliki kekurangan, yaitu adanya resistansi tambahan, adanya pengotoran dan umur yang pendek. Pada penelitian ini, proses absorpsi oksigen ke dalam air dilakukan menggunakan kontaktor membran serat berlubang. Serat membran yang digunakan merupakan produksi Hoechst Celanese Microporous Hollow Fiber dengan diameter membran sebesar 300 pm dengan panjang 50 cm dan dilakukan variasi laju alir air danjumlah serat. Laju alir yang digunakan adalah 0,5 ; 1,0 ; dan 1,5 gpm untuk studi perpindahan massa dan 100; 150; 200; 250; dan 300 liter/jam untuk studi hidrodinamika. Sedangkan jumlah serat yang digunakan adalah 60, 8U dan 100 buah. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai koef-sien perpindahan massa yang diperoleh sebesar 4,512x 10-2 cm/s dan nilai fluks sebesar 31,216 gram setiap meter persegi luas area permukaan membran per jam. Untuk studi perpindahan massa, pengaruh laju alir air berbanding lurus dengan koefisien perpindahan massa, dimana ssmakin hesar laju alir air maka koefisien perpindahan massa akan meningkat. Sedangkan untuk studi hidrodinamika, jumlah serat dan kecepatan aliran berbanding lunis dengan penunman tekaran, dimana semakin banyak jumlah serat dan semakin tinggi laju alir air maka pcnurunan tekanan yang dihasilkan semakin besar. Namun faktor friksi semakin kecil seiring dengun meningkatnya jumlah serat dan kecepatan aliran."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>