Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afridha Nur Fadhilla
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Hukum Islam maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan No.229/Pdt.G/2009/PA.Btl. jo. Putusan No.34/Pdt.G/2009/PTA.Yk. jo. Putusan No.266 K/AG/2010, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yakni 3⁄4 dan 1⁄4 bagian. Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa bahan pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam, hakim dapat menetapkan pembagian harta bersama yang tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, dengan memperhatikan keadilan dan kelayakan bagi masing-masing pihak. Terkait putusan yang dibahas dalam penelitian ini, istri dapat memperoleh bagian harta bersama lebih besar dari suami, yakni sebesar 3⁄4 bagian, dikarenakan suami tidak menjalankan kewajiban sebagai suami di dalam rumah tangga sebagaimana mestinya.

This research focuses on how joint assets are regulated, both in Islamic Law and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but The Judgement No.229/Pdt.G/2009/PA.Btl. gave the different portion from what is determined in the Compilation of Islamic Law, 3⁄4 and 1⁄4 for each. The research method used in this research is a normative juridical method and data that used in this research derived from literature materials.
The results of this research concludes that based on Article 229 Compilation of Islamic Law, Judge may determine the distribution of joint assets aside from what is regulated in Article 97 Compilation of Islamic Law, by considering the fairness and feasibility for each party. Related to the judgement discussed in this research, wife can get a larger portion of joint assets, which is 3⁄4 part, because husband is not performing his duty as a husband properly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Shabira Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis No. 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu 1/3 bagian untuk istri dan 2/3 bagian untuk suami. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama dan pembagiannya dalam hal terjadi perceraian?; 2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis Nomor 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyerahkan pengaturan mengenai pembagian harta bersama kepada hukumnya masing-masing, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kurang tepat karena istri juga telah berkontribusi dengan baik dalam usaha mendapatkan harta bersama sehingga berhak untuk mendapat bagian harta bersama yang sama dengan suami.

This thesis focuses on how joint assets are regulated, both in Law No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls gave a different portion from what has been determined in Compilation of Islamic Law, 1/3 for the wife and 2/3 for the husband. Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1. How Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law regulates the joint asset and its distribution as a result of divorce?; 2. Is the judge in the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls had a proper legal considerations based on Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law? This research is in the form of a normative juridical with the type of descriptive analytical research.
At the end, the Writer arrived at the conclusion that Law No. 1 of 1974 handed regulations regarding the joint assets division to the respective laws, while the Compilation of Islamic Law regulates that each husband and wife get half of the joint assets. The Writer also came to the conclusion that the judge?s legal considerations in the judgment discussed in this research are less proper because the wife has contributed well in the attempt to gain the joint assets so she is entitled to get a same portion of the joint assets with her husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Aulia Syifa
"Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum harta kekayaan atau yang mengatur tentang peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa antara pewaris dan ahli waris keduanya pada saat warisan terbuka haruslah beragama Islam, sehingga menimbulkan masalah jika ada ahli waris yang terhalang mendapatkan warisan karena perbedaan agama dengan pewaris. Dari penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif yang bersumber dari Al-Qur?an, Hadist, pendapat ulama, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan, dan penetapan dan putusan lembaga Peradilan diperoleh kesimpulan bahwa dalam hukum kewarisan Islam pada hakikatnya antara pewaris dan ahli waris yang berlainan agama pada hakikatnya tidak saling mewaris, namun jika perbedaan agama di mana ahli waris yang beragama Islam sebagian ulama membolehkan ahli waris tersebut memperoleh bagiannya sebagai ahli waris namun ada juga ulama yang tidak membolehkan, namun di Indonesia hal tersebut pada prakteknya diperbolehkan. Selanjutnya apabila perbedaan agama di mana ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli waris tersebut terhalang mendapatkan warisan, namun diperbolehkan untuk menerima hibah, wasiat, dan hadiah. Jikalau pewaris tidak meninggalkan wasiat kepada ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli warisnya berhak memperoleh harta warisan dengan jalan mengajukan gugatan di Pengadilan Agama tempat di mana domisili tergugat atau harta warisan berada untuk menetapkan sebagai penerima wasiat wajibah dari pewaris di mana besaran wasiat wajibah adalah maksimum sepertiga dari harta warisan.

Inheritance law is the law governing the legal position of property or governing heritage property of someone who has died, and the consequences for the heirs. Article 171 Compilation of Islamic Law stipulates that the heirs and the heirs both at the time of Muslim heritage is executed, leading to problems if no heir is deprived of inheritance because of religious differences with the heir.
From research conducted by juridical normative from the Quran, the Hadith, the opinions of Islamic scholars, experts, legislation, and the determination and court rulings concluded that when the Islamic inheritance law in effect between the heir and the heir who has different religions are in fact they do not a have a heir relation among them, but if one of the heir is moslem, some scholars allow the beneficiary to obtain their share as heir but some scholars
do not allow, but in Indonesia it is commonly allowed. Furthermore, when the situation occured that one of the heir is not Muslim, then the heir is deprived of its heritage, but is allowed to receive grants, wills and gifts. If the testator does not left a will to their heirs who are not Muslim, the heirs are entitled to the estate by filing a lawsuit in the Religion Court of the place where the defendant is domicile or inheritance is, to set a court rule that the heir is entitle to receive the heritage with the maximum one-third of the total heritage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darwis bin Aman Nesin
"Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan putusan pengadilan mengenai hak asuh anak dan kepastian hukumnya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam khususnya terhadap hak pemeliharaan anak (hadhanah) setelah perceraian, dasar pertimbangan hakim dalam menentukan hak asuh anak dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No.1205/pdt.G/2005/PAJT dan bagaimana mengatasi persoalan, bila putusan mengenai hak asuh anak yang sudah diputus hakim dan memiliki kekuatan hukum yang tetap (Inkracht van Gewijsde) tidak dipatuhi atau tidak dilaksanakan oleh para pihak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif. Dalam hal putusan pengadilan agama mengenai hak asuh anak tidak dilaksanakan oleh para pihak maka pengadilan agama atas perintah ketua pengadilan dapat melakukan upaya eksekusi atas putusan tersebut didampingi oleh kepolisian sesuai dengan Pasal 259 ayat (1) dan Pasal 319 (huruf h) BW.

This Thesis discusses the implementation of court decisions regarding child custody and legal certainty. The issue in this study is how the legal consequences of marriage breakdown due to divorce according to Islamic Law Compilation especially of the right child care (hadhanah), the basic consideration of the judge in determining child custody in East Jakarta Religious Court No.1205/pdt.G/2005 / PAJT and how to overcome the problem, when the decision regarding child custody and the judge who had decided to have a permanent legal force (van inkracht Gewijsde) are not complied with or not undertaken by the parties. Metode study is a literature study method with the secondary data that is juridical normative. In the case of court decisions regarding child custody religion is not executed by the parties to the religious court on the orders of the head of the court may make an attempt the execution of the decision shall be accompanied by the police in accordance with Article 259 paragraph (1) and Section 319 (h) BW."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42543
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Yasmine
"Kasus pembatalan perkawinan terjadi hampir di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, hal ini terjadi karena masing-masing suami isteri memiliki karakter dan keinginan yang berbeda. Pembatalan perkawinan pada pengadilan agama Jakarta Selatan dan Putusan Mahkamah Agung Cimahi Bandung merupakan pembatalan yang tidak bisa dihindari. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam akibat hukum terhadap hak anak akibat pembatalan perkawinan adalah statusnya jelas merupakan anak sah. Sedangkan terhadap hubungan suami-isteri putusan pembatalan perkawinan maka perkawinan mereka dianggap tidak pernah terjadi. Putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Agama tentang pembatalan perkawinan sudah sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya pembatalan perkawinan adalah mengoptimalkan peran KUA dalam menjalankan perannya yaitu memeriksa kelengkapan administrasi pendaftaran dan melakukan pemeriksaan status atau kebenaran data dan peran majelis hakim dapat mendamaikan suami isteri dengan mengupayakan perdamaian melalui mediasi. Kendala yang dihadapi dalam menghindari pembatalan adalah kendala administratif dan kendala psikologis.

Marriage annulment cases occur almost religious courts in Indonesia, this occurs because the husband and wife each have a different character and desire. Annulment of marriage on religious courts Kediri, South and Supreme Court decisions are unavoidable cancellation. According to Law Number 1 of 1974 concerning marriage and Islamic Law Compilation legal consequences for children's rights is due to the cancellation of marriage status is clearly a legitimate child. While the husband-wife relationship marriage annulment decision then their marriage is considered never happened. Decision of the Supreme Court and Religion of the cancellation of the marriage was in accordance with Islamic law and the Act Number 1 of 1974 On marriage. Efforts to do to avoid the cancellation of marriage is to optimize the role of KUA in their role Checking the completeness of registration and inspection status / accuracy of data and the role of judges to reconcile husband and wife with work for peace through mediation. Constraints faced in avoiding cancellation is administrative constraints and psychological constraints."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviandri
"ABSTRAK
Segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata. Berarti perjanjian yang dibuat
secara sah, mengikat "bagi kedua belah pihak yang
membuatnya. Untuk memberikan kepastian dan jaminan
pelaksanaan suatu perikatan, perjanjian lazimnya dituangkan
dalam suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan seorang
penjabat umum (Notaris) atau disebut akta otentik. Akta
otentik harus memenuhi syarat formil, yaitu apa yang
terkandung dalam pengertian "verlijden," yakni "pembuatan,
pembacaan dan penanda tanganan akta," dan syarat materiil,
yang didasarkan pada penelitian dan penilaian Notaris
terhadap isi akta otentik, yaitu yang berhubungan dengan
peristiwanya. Suatu perjanjian kredit di Bank yang disertai
dengan pemberian jaminan berupa harta bersama, baik Bank
dan Notaris harus meneliti apakah terhadap pemberian
jaminan tersebut, ada persetujuan bersama suami isteri.
Apabila tidak ada persetujuan, Notaris dan Bank dapat
digugat atau dijadikan turut tergugat oleh salah satu pihak
suami atau isteri yang tidak memberikan atau dimintai
persetujuan. Gugatan itu didasarkan atas perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad), oleh pihak yang merasa
dirugikan dengan dibuatnya dan dipergunakannya akta
otentik. Karena perbuatan Notaris dan Bank telah memenuhi
unsur-unsur di dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu adanya
kesalahan dan dari kesalahan itu menimbulkan kerugian pihak
(orang) lain. Dalam perkembangannya, unsur kesalahan tidak
hanya perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang,
tetapi juga bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
melanggar hak subyektif orang lain (gangguan); melanggar
kaedah tata susila; bertentangan dengan kepatutan,
ketelitian dan sikap hati-hati (Arest Hoge Raad, 31 Januari
1919). Analisa kasus dilakukan terhadap Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No. 2196 K/Pdt/1992 tanggal 30
Juni 1994 j o. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Di
Semarang No.793/Pdt/1991/PT.Smg. tanggal 17 Pebruari 1992
jo. Putusan Pengadilan Negeri Semarang
No.18/Pdt/G/1991/PN.Smg. tanggal 19 Juni 1991. Dalam
putusan-putusan tersebut, Notaris dan Bank digugat atas
dasar melakukan perbuatan melawan hukum. Pengumpulan data
diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan lapangan."
2005
T37752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Theresia Carolina
"Skripsi ini membahas mengenai eksekusi jaminan fidusia pada saat debitur pailit. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai kedudukan jaminan fidusia sebagai jaminan umum. Kedua pembahasan mengenai ketepatan Mahkamah Agung dalam mengambil keputusan yang berbeda dengan Pengadilan Niaga dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 01/Pailit Lain Lain/ 2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst. Kasus yang digunakan dalam pembahasan ini merupakan kasus eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh kreditur pemegang jaminan fidusia yaitu PT Bank Mega Tbk., pada saat debitur , yaitu PT Tripanca Group telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jaminan fidusia bukan merupakan jaminan umum, melainkan merupakan jaminan khusus selama benda yang merupakan objek jaminan fidusia telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan bahwa putusan Mahkamah Agung telah tepat untuk membatalkan putusan Pengadilan Niaga yang memasukkan objek jaminan fidusia ke dalam boedel pailit.

This thesis discusses the execution of object of fiduciary guarantee on bankrupted debtor. This thesis focuses mainly on two issues. First, a discussion of the position of fiduciary guarantee as a general guarantee. Second, a discussion upon the accuracy of the Supreme Court to give a verdict contrary to the verdict given by the Commercial Court on Supreme Court Decision No. 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Comercial Court Decision No. 01/Pailit lain lain/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. The case as used in this thesis is a case concerning the execution of an object of a fiduciary guarantee done by a creditor who received a fiduciary guarantee, which is PT Bank Mega Tbk., after a debtor, which is PT Tripanca Group, which has been declared bankrupt by the Commercial Court. This research is a normative juridical research which focuses its approach on the legislation, comparative approach and case study. This research concludes that a fiduciary guarantee is not a general guarantee, but it is a special guarantee as long as the object of the fiduciary guarantee has been listed in the Fiduciary Registration Office and that the Supreme Court decision had given the appropriate verdict on nullifying the Commercial Court Decision that included the object of the fiduciary guarantee as a bankruptcy asset.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Kusumaningtyas
"Koperasi menjadi bagian dari tata susunan ekonomi, yang berarti dalam kegiatannya koperasi turut mengambil bagian bagi terwujudnya kehidupan ekonomi yang sejahtera baik bagi orang-orang yang menjadi anggotanya itu sendiri atau pun masyarakat sekitarnya. Koperasi memiliki peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari masyarakat yang perekonomiannya terbatas. Dalam rangka memajukan perekonomian masyarakat yang terbatas, Pemerintah Indonesia memperhatikan perkumpulan koperasi, apalagi sejak adanya Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum koperasi semakin diperhatikan.               Sejak saat itu koperasi di Indonesia mulai bermunculan dan dilatarbelakangi oleh upaya agar terciptanya kesejahteraan rakyat khususnya dalam sektor perekonomian. Meski pun aturan-aturan mengenai Koperasi telah diatur secara rinci, namun tetap saja banyak terdapat penyimpangan-penyimpangan, terlebih terkait dengan penghimpunan dan penyaluran dana serta tidak adanya perlindungan bagi nasabah penyimpan dana di Koperasi Simpan Pinjam menjadikan potensi terjadinya penyimpangan, seperti dalam Putusan PN No. 30/pdt.G/2014/PN Sbr di mana putusan PN Sumber dianggap keliru dalam menafsirkan Pasal 1367 KUHPerdata yang mengikutsertakan sebuah koperasi turut bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh mitra kerjanya dan terdapat perbedaan penafsiran oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali yang justru membebaskan koperasi tersebut dari tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh mitra kerjanya

Cooperatives are part of the economic structure, which means that in their activities they take part in the realization of a prosperous economic life for both the people who are members themselves and the surrounding community. Cooperatives have a considerable role in structuring joint ventures among communities whose economies are limited. In order to advance the limited economy of the community, the Government of Indonesia pays attention to cooperative associations, especially since the existence of Article 33 of the 1945 Constitution, which emphasizes that cooperatives are the "soko guru" of the Indonesian economy. The legal position of cooperatives has become increasingly considered since the existence of Article 33. Since then, cooperatives in Indonesia have begun to emerge and are motivated by efforts to create people's welfare, especially in the economic sector. Although the rules regarding cooperatives have been regulated in detail, there are still many deviations, especially related to the collection and distribution of funds and the absence of protection for customers of fund storage in savings and loan cooperatives, making potential deviations, as in PN Decision No. 30 / pdt. G/2014/PN Sbr, where the decision of PN Sumber is considered to be erroneous in interpreting Article 1367 of the Civil Code, which includes that a cooperative is also responsible for unlawful acts committed by its partners, and there are differences in interpretation by the Panel of Review Judges, which actually releases the cooperative from responsibility for actions committed by its partners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla
"Skripsi ini membahas mengenai hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anak angkatnya. Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat menerima warisan karena kewarisan Islam baru dapat timbul dengan adanya hubungan darah dan hubungan semenda. Sehingga apabila orang tua ingin memberikan sesuatu kepada anak angkatnya sewaktu hidup pemberian tersebut dinamakan hibah dan pemberian ketika orang tua angkatnya telah meninggal dinamakan wasiat. Menurut para Fuqaha, hibah dibatasi 1/3 dari harta si pemberi hibah berdasarkan analogi ketentuan dalam wasiat. Akan tetapi dalam kasus yang penulis temukan, orang tua memberikan seluruh harta kepada anak angkatnya. Permasalahan yang timbul dalam kasus ini adalah bagaimanakah ketentuan pemberian hibah dalam hukum Islam serta analisis Putusan Mahkamah Syar?iyah Banda Aceh Nomor 117/Pdt.G/2011/MS-Bna dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 244 K/AG/2012. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, ditemukan bahwa dalam syari?at Islam tidak mengatur mengenai hibah. Akan tetapi, menurut para Fuqaha dan Pasal 210 ayat (2) KHI, pemberian hibah tersebut dibatasi 1/3 dari harta si pemberi hibah. Maka 2/3 dari hibah tersebut harus dikembalikan kepada ahli waris yang berhak mendapatkannya demi melindungi kepentingan ahli waris si pemberi hibah tersebut. Putusan Mahkamah Syar?iyah Banda Aceh Nomor 117/Pdt.G/2011/Ms-Bna telah tepat. Akan tetapi, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 244 K/AG/2012 kurang tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan dari para Fuqaha dan KHI.

This thesis discusses the grants given by the adoptive parents to children. According to Islamic law, an adopted child can?t inherit the new Islamic inheritance arises because the presence of blood relations and relations by marriage. So if parents want to give something to adopted child during the administration of life and the provision is called grant and when the adoptive parents have died is called probate. According to the Fuqaha, grant limited third of the estate of the grantor on the analogy of the provisions in the will. However, in the case that the writer found, the parents give the entire property to their adopted child. The problems that arise in this case is how the terms of the grants in Islamic law as well as the analysis of The Decision Banda Aceh Shariah Court Number 117/Pdt.G/2011/MS-Bna and The Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 244 K/AG/2012. This study uses a normative analytical descriptive. From the research that author did, it was found that in Islamic law doesn?t regulate the grant. However, according to the Fuqaha and Article 210 paragraph (2) KHI, the grant of the restricted third of the estate of the grantor. Then two thirds of the grant must be returned to the heirs who deserve it in order to protect the interests of the heirs of the grantor. The Decision of Banda Aceh Shariah Number 117/Pdt.G/2011/MS-Bna was right. However, The Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 244 K/AG/2012 less accurate because it doesn?t suitable with Fuqaha?s rule and KHI.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>